“Kalian sibuk menyingkirkanku dan dia … bukankah setidaknya tidak menyia-nyiakan waktu sebanyak itu hanya untuk membuat sepupunya repot.” Ethan menekan kata sepupu yang membuat emosi melintasi kedua manik pria itu. “Bukannya sibuk menjadi penerus sebagai cucu kesayangan kakek, dia malah sibuk melarikan diri dengan istri orang lain.” “A-apa?” Armen tercekat. “Istri? Apa maksudmu, Ethan?” Arman berusaha mengendalikan keterkejutannya. “Kau menikahinya dengan pistol di kepala,” protes Zevan tak terima. Ethan sama sekali tak menyangkal. “Itu tak menghapus fakta bahwa dia masih istriku, sepupu.” Seringai Ethan naik lebih tinggi melihat kedua tangan Zevan yang mengepal hingga buku-buku jari pria itu memutih. Tubuhnya condong ke depan. “Pernikahan kami sah. Dan … kau berpikir bisa menggunakan anak-anakku untuk menginjak kepalaku? Pikirkanlah, Zevan. Aku tak sebodoh sepuluh tahun yang lalu.” Lagi, Arman Anthony berhasil dibuat terperangah oleh pengakuan sang cucu. Setelah pernikahan da
Dengan langkah terburunya, Emma menyusul Ethan yang baru saja keluar dari ruang Arman Anthony menuju pintu utama. Mano dan Zaheer pun ikut beranjak melihat sang sepupu akan hengkang dari tempat ini, sementara meja makan masih belum selesai dibereskan. “Tunggu, Ethan. Apa kau akan pulang?” Emma akhirnya berhasil menangkap lengan Ethan meski harus merelakan sepatu hak tingginginya yang entah tadi ditinggalkan di mana. “Makan malam …” “Kau bisa pulang sendiri, kan?” Ethan menarik tangannya. “A-apa maksudmu?” “Hanya ini tujuanku datang ke tempat ini.” “A-apa?” Emma kembali tercekat. “K-kau …” Ethan mendesah gerah. “Jangan berharap lebih, Emma. Kau tahu bagaimana pendapatku dengan pertunangan ini. Kedua orang tua kita sudah mengambil keuntungan terlalu banyak dalam perjodohan ini. Kau ingin mereka memanfaatkan kita terus-menerus?” “Aku tak mempermasalahkannya. Aku menginginkanmu. Aku menginginkan pernikahan ini.” Ethan tertawa kecil. “Aku tahu. Lalu?” “Aku tak ingin membatalkan p
Tubuh Cara menegang, tanpa sadar tangannya memegang perutnya dan seketika menyesali keputusannya mengambil satu gelas. Tadinya ia pikir Ethan akan mengajaknya minum untuk melecehkannya. Tak sulit menebak apa yang ada di otak kotor pria itu ketika menatap tubuhnya. Ia tahu ke mana keduanya akan berakhir. Dan sekarang, ia tak peduli jika tubuhnya harus menjadi boneka pemuas nafsu pria itu. Selama dirinya tidak hamil lagi. “Aku akan mengambil gelas tambahan.” Cara berbalik, dan setengah detik berikutnya memekik keras karena tubuhnya yang ditarik Ethan dan jatuh ke sofa yang empuk. “Ck, kenapa pikiranmu selalu mudah ditebak, sayang,” decak Ethan geli. “Duduklah.” “Kau ingin aku menemanimu minum, kan?” “Jika itu juga yang kau inginkan,” senyum Ethan penuh makna. Mengambil pembuka botol anggur dan membukanya. Menuangkan ke gelas yang kemudian disodorkan pada Cara. “Minumlah.” Cara meneguk ludahnya. Sejenak menatap gelas anggur yang berisi setengah lalu mengambilnya dan meneguknya dal
Cara merasa ada yang janggal dengan suasana hati Ethan pagi itu. Pria itu bahkan bersenandung ketika berjalan keluar dari kamar mandi dan berpakaian di ruang ganti. Ia pikir karena apa yang sudah dilakukan Ethan padanya tadi malam. Tetapi tak ada tanda-tanda pelecehan pria itu di tubuhnya. Tak ada bekas kissmark baru di mana pun. Pakaiannya juga masih terpasang rapi di tubuhnya. Tak ada kancing yang terlepas. Semalam ia hanya ingat pria itu membawa tubuhnya ke kamar. Selebihnya ia tak bisa mengingat lagi karena kepalanya terlalu pusing dan kesulitan mempertahankan kesadaran diri karena pengaruh alkohol. Pengalaman pertamanya minum alkohol dengan Ethan tak berakhir baik. Saat itu Ethan mencekokinya cairan emas untuk merayakan hari bahagia mereka setelah resmi dinyatakan sebagai pasangan suami istri. Paginya ia menemukan tubuhnya dalam keadaan telanjang di tempat tidur bersama pria itu. Dan ia bersumpah tak akan meneguk cairan sialan itu lagi. Akan tetapi, setelah mengetahui kalau
Ethan menatap tak percaya dengan bekas cakaran yang ada di pipi dan ujung hidung Cara, juga rambut wanita itu yang tampak berantakan. Sementara Emma, bekas cakaran wanita itu lebih banyak. Di pipi, sudut mata, dan hidung. Dan tak hanya itu. Pundak, leher, dan di sekitar tulang selangka Emma juga ada. Jangan tanya rambut Emma, helaian rambut wanita itu bahkan kelihatan sangat jelas merontoki pundak dan pangkuan. Ia baru saja meninggalkan area gedung apartemen ketika mendapat panggikan dari keamanan penthouse dan mendengar keributan Emma dan Cara. –Meski sejujurnya hanya ada jerit dan pekikan Emma sebagai latar suara dalam panggilan tersebut- Dan sekarang Ethan tahu alasannya. Tubuh Cara lebih kecil dan mungil dibandingkan Emma, tapi rupanya kekuatan wanita itu tak bisa dibandingkan dengan Emma. Emma amat sangat jauh dari hanya sekedar berantakan. Mungkin salah satunya karena kali ini permainan satu lawan satu. Dulu Emma punya dua kaki tangan yang membantu wanita itu memegangi Cara.
Cara berhasil merapikan penampilannya begitu pintu terbuka. Berdiri di samping sofa sementara Ethan masih duduk di sofa, enggan menyambut sang mama yang pasti akan terkejut dengan keberadaan Cara. “Ethan?” Kesiap terkejut terdengar dari ambang pintu yang terbuka. “Kau memang di sini?” Ethan hanya mengedikkan bahu sekali dan menyandarkan punggung di sofa. Pandangan Irina kemudian beralih pada Cara. Yang mengundang keheranan akan penampilan wanita itu. Dengan rambut terurai, wanita itu hanya mengenakan pakaian pria yang tampak kebesaran. Bagaimana mungkin wanita yang tampak tak berkelas tersebut berada di tempat ini? “Kalian sudah bertemu?” gumam Ethan menjawab keheranan di wajah Irina yang begitu pekat akan keberadaan wanita asing di tempat VVIP ini. Irina menoleh, menatap sang putra. Ya, tentu saja keberadaan wanita ini adalah perbuatan sang putra. Kegilaan apalagi yang dilakukan putranya di tempat ini. Mengurangi nilai tempat istimewa dan khusus ini dengan membawa wanita itu.
Tubuh Cara masih tegang saat keduanya sudah naik ke dalam mobil. Tak berhenti bertanya-tanya bagaimana Ethan tahu semua itu. Bahkan tentang anak mereka yang kembali. Juga nama mereka. Bagaimana Ethan tahu semua itu, Cara bahkan tak berani mempertanyakannya pada pria itu. Jika Ethan sudah sejauh ini menggali hidupnya, Cara semakin tak yakin bagaimana lepas dari jeratan pria itu kali ini. Cara melirik ke samping, mengamati ketenangan Ethan yang membuatnya semakin tegang. Suara senandung sesekali terdengar, seolah Ethan menikmati setiap ketakutan yang berusaha mati-matian ia pendam di hadapan pria itu. Saat Cara mulai mengingat-ingat masa lalu mereka. Tujuh tahun yang lalu, Ethan harus dijebloskan di penjara selama tiga tahun. Bukankah saat itu tepat sepuluh tahun yang lalu? Keluarga Ethan dan Zevan yang telah menjebloskan Ethan ke penjara? Apa yang sebenarnya terjadi dengan semua orang ini? Pertanyaan-pertanyaan itu berputar di benaknya tanpa jawaban. Cara tak tahu dan tak tahu k
“Mama?” Serempak suara panggilan dari arah ruang tamu segera mengalihkan ketegangan Cara yang berdiri di ujung tangga. Suara familiar yang begitu ia rindukan tersebut membekukan seluruh tubuh Cara. Kepalanya berputar dan kelegaan yang menerjang dadanya membuat terperangah dengan keras.Lama, Cara hanya membeku. menatap dua anak berumur sembilan tahun yang berlari ke arahnya dengan langkah lebar-lebar. Kedua lengannya melebar, menghambur dan memeluk tubuhnya dengan erat.“K-kalian di sini?” Cara masih tak mempercayai apa yang dilihatnya. Kedua kembar ada di hadapannya. Setelah sepanjang malam kerinduan bercampur kecemasan yang tak berhenti menggantung di atas kepalanya, kini mereka ada di hadapannya. sungguh-sungguh ada di hadapannya. Bisa ia sentuh, ia cium dan ia peluk dengan kedua tangannya.Cheryl mengangguk, merangkul leher Cara saat wanita itu membungkuk. “Om Mano bilang akan membawa kami menemui mama.”“Papa Zevan membawa kami ke rumah kakek buyut.” Darrel memberitahu. “Kami tak
“Sepertinya ada banyak hal yang mengganggumu?” gumam Ethan saat keduanya berbaring dan sudah mendapatkan posisi nyaman di atas tempat tidur. Akan tetapi wanita itu tak juga tertidur setelah setengaha jam lebih.Cara menoleh ke belakang. “Kau belum tidur?”Ethan memutar tubuh Cara menghadapnya. “Apa yang sedang kau pikirkan?”“Hmm, bukan hal yang penting,” senyum Cara.“Tetapi mengganggumu.”Cara menghela napas rendah. Masih dengan senyum yang tersungging lebar, telapak tangannya menyentuh wajah Ethan. Mengusapkan jemarinya di rahang Ethan dengan lembut. “Seberapa pun kerasnya aku berusaha tak memikirkan semuanya, semua itu hanya semakin menggangguku, Ethan. Apa yang sebenarnya terjadi?”“Aku tak mungkin di sini jika rencana Zevan memang berhasil, Cara.”“Kenapa dia melakukan semua ini padamu? Pada Cheryl? Juga padaku dan anak …” Kalimat Cara seketika terhenti.Mata Ethan memicing tajam. Ekspresi wajah pria itu seketika berubah tegang. “Apa yang dilakukannya padamu?”Cara mengerjap. C
Arman Anthony menunggu di balik pintu kaca gelap yang ada di sampingnya, ketika pintu itu bergeser membuka, sang cucu melangkah keluar dari ruang interogasi bersama seorang pria berjaket hitam dengan tubuh besar yang menampilkan sikap dan ekspresi datar sebelum berjalan meninggalkan cucu dan kakek tersebut.“Kenapa aku tak terkejut?” Ethan bergumam rendah. Kedua pengacaranya memberikan satu anggukan hormat pada Arman Anthony, kemudian berpamit pergi bersama dua pengacara kiriman sang kakek yang berhasil membawanya keluar dari ruangan tersebut. “Aku bisa melakukannya sendiri. Apakah Mano yang membuat masalah? Atau Zaheer? Ck, mereka begitu tak sabaran.”“Kenapa kakek pun tak terkejut kau tak mengucapkan terima kasih, Ethan.”Ethan mendesah pelan. Ada kejengahan yang tersirat di kedua mata abu gelapnya. “Karena aku tahu bukan itu yang kakek inginkan dariku.”Arman tersenyum tipis. “Sepertinya mereka tidak memberimu makanan yang layak. Kakek akan mak
Buugghhh …Tubuh Zevan melayang ke arah Mano. Dan pergulatan kedua pria itu tak terelakkan. Mano tentu saja sudah bisa memperkirakan reaksi Zevan yang minim kesabaran. Menyambut tinju sang sepupu dengan suka cita.“Berapa Ethan membayarmu hingga kau membuat omong kosong setolol ini, hah?”Mano terbahak. Membalas tinju Zevan di rahang, sekuatnya hingga pria itu tersungkur ke samping dan menabrak guci besar hingga pecah.“Hentikan kalian berdua!” Suara menggelegar Arman Anthony memenuhi seluruh ruangan. Tetapi kemarahan masih menguasai kedua pria itu, menulikan telinga mereka dan kembali saling melemparkan balasan.Baku hantam itu akhirnya berhasil dipisahkan oleh anak buah Arman Anthony. Yang masing-masing menahan lengan Zevan dan Mano.Mano tentu saja satu-satunya orang yang merasa puas dengan akhir dari perkelahian tersebut. Hidung Zevan patah dan ia yakin sang sepupu tak terima dengan kekalahan tersebut. “Seperti yang kau bilan
Mano melepaskan pegangan Cara. Kedua pria itu berlari keluar, meninggalkan Cara yang membeku di ambang pintu.Mano sudah berlari mendekati ujung tangga, tetapi kemudian pria itu teringat sesuatu dan kembali mendekati Cara. “Kemarikan ponselmu?”Cara menatap tangan Mano yang terulur.“Apa pun yang terjadi, kau tak boleh meninggalkan tempat ini, Cara. Jadi kemarikan ponselmu. Cepat.”“Lalu bagaimana aku tahu kalau Ethan baik-baik saja?” Suara Cara bergetar hebat. Bisa membayangkan betapa tersiksanya dia menunggu dengan penuh kegelisahan dan tak bisa ke mana-mana.“Yang terpenting, kau, Darrel, dan Cheryl baik-baik saja. Kami bisa mengurus Ethan.” “T-tapi …”“Cepat, Cara. Kami tak punya banyak waktu.”Cara menggeleng, wajahnya benar-benar pucat. “A-aku ingin ikut.”“Dan membiarkan Darrel dan Cheryl sendirian? Jangan egois, Cara. Cepat! Di mana ponselmu.”Cara mengerjap. Mano benar. Dirinya dan si
“Cindy Anthony?” Cara mengulang nama itu dalam gumaman. Mama Zevan? Pembunuhan? Kepala Cara menggeleng. Menolak tuduhan tersebut. “Tidak mungkin. Kenapa dia membunuh …”“Ck,” decak Ethan. “Sungguh? Kalian melakukannya sekarang? Aku baru saja berpikir untuk berendam.”Kedua pria itu mengeluarkan borgol dari dalam saku. Zaheer langsung berdiri. “Dia akan ikut kalian. Jadi singkirkan benda itu dan tunggu di depan.”Tubuh Cara berputar panik. Melotot pada Zaheer. “Apa yang kau katakan. Zaheer?”Ethan mengedikkan kepala ke arah pintu pada kedua pria berjaket hitam tersebut. “Beri aku waktu lima menit untuk bicara dengan istriku?”Kedua pria itu bergeming. Tampak mempertimbangkan peringatan tajam dalam tatapan Ethan. “Privasi untuk … tersangka? Setidaknya kalian terlambat setengah jam dari seharusnya. Aku tak suka jika anak-anakku melihat kejadian memalukan ini.”“E-ethan?” Suara Cara bergetar hebat. Di tengah kegentingan sep
“Lenganmu sakit?” Cara merasa tak enak hati melihat Ethan yang meregangkan otot lengan untuk ketiga kalinya sejak mereka terbangun oleh panggilan Cheryl.“Hanya …”“Pegal.”Ethan terkekeh. Menarik pinggang Cara dan mendudukkan tubuh mungil di meja wastafel hanya dalam satu sentakan ringan. Menempatkan tubuhnya di antara kedua kaki wanita itu dan merapatkan tubuh mereka. “Kenapa? Apa kau ingin bertanggung jawab?” bisiknya tepat di depan wajah Cara. Sengaja menyisakan jarak yang tipis, membiarkan napas keduanya bertukar. Cara tersenyum dengan wajahnya yang mulai tersipu. Jarak di antara wajah mereka begitu dekat. Tetapi ia menyukai hal itu. Kedua lengannya melingkari leher Ethan, wajahnya sedikit terdongak dengan tubuh Ethan yang tinggi. Dan ia butuh lebih sedikit mengangkat tubuhnya untuk menyentuhkan bibir mereka. “Apakah ini cukup?”Ethan menggeleng, dengan senyum yang masih melengkung, bibirnya bergerak menyapu bibir Cara yang lembut.
Mano memberikan satu anggukan. “Aku tahu apa yang harus kulakukan,” ucapnya kemudian berbalik dan berbelok di ujung lorong pendek tersebut.“Pergilah,” pintah Ethan dengan suara datar. Perlahan, ia mulai bisa mengendalikan emosi yang memenuhi dadanya. Ia harus tenang dan pikirannya harus jernih. Tak boleh megalihkan perhatian.Zaheer pun ikut berbalik, menyusul Mano tetapi menuju arah yang lain.“Ke mana mereka?” Isakan Cara terhenti ketika menyadari Mano dan Zaheer yang sudah pergi. Sementara tampaknya kedua pria itu masih belum selesai berbincang.“Ada yang harus mereka lakukan.” Ethan melonggarkan pelukan Cara, menatap wajah wanita itu yang masih dibasahi oleh air mata. Mengulurkan sapu tangan. “Tenangkan dirimu. Kau tak mungkin terlihat seperti ini di hadapan Cheryl.”Cara mengusap kedua matanya dengan kain lembut tersebut. “Ethan?” panggilnya lirih setelah perasaan mulai sedikit tenang. “Mungkin aku …”“Tidak.” Ethan tentu t
Suara alarm yang berdengung di telinga menyentakkan Cara yang tengah menyisir rambut. Cara gegas beranjak dari duduknya menuju pintu, hampir menabrak anak buah Ethan yang hendak mengetuk pintu. “Nyonya, kami akan membawa nyonya …”“Ada apa? Alarm apa itu?”“Teman saya masih memeriksanya di lantai atas.”“Di mana Darrel dan Cheryl?” Cara melewati pengawal tersebut. Berlari ke arah tangga dengan panik begitu mendengar lantai atas.Cara tak benar-benar mendengarkan jawaban di pengawal yang menyusul langkahnya. Memanggilnya kalau yang lain sedang juga sedang mengamankan si kembar. Tapi Cara tak akan merasa tenang jika belum melihat Darrel dan Cheryl dengan kedua mata kepalanya sendiri. Firasat buruk mulai merambati dadanya.“Mama?” Suara Darrel menyambut langkah Cara yang baru saja menginjakkan kaki di lantai dua. Kedua lengan bocah itu langsung melingkar di perutnya. “Sayang, kau baik-baik saja?”“Cheryl?” Darrel mendongakkan kepala
“Apakah itu cukup?”Cara tak sempat menolak ketika Ethan mendorong tubuhnya berbaring di tempat tidur. Dan kalaupun ada kesempatan, ia tak akan menolak. Kata-kata Ethan selanjutnya membuat perasaannya meluruh. Menghangat memenuhi dadanya.“Cinta? Obsesi? Kepercayaan? Aku tak benar-benar memahami perbedaannya, Cara. Tetapi aku tahu aku akan melakukan apa pun untuk melindungi kalian. Kau, si kembar, dan anak dalam kandunganmu. Aku menginginkanmu. Juga mereka. Dan aku akan berhenti bertanya-tanya, kenapa aku membutuhkanmu seperti aku membutuhkan udara.”Bibir Ethan menyapu bibir Cara dengan lembut. Satu kali. Kemudian kepalanya terangkat sedikit, menyisakan jarak yang cukup untuk menatap lurus kedua mata Cara dan berbisik. “Itu artimu bagiku. Dan aku tak peduli itu cinta atau obsesi. Salah satu, keduanya atau pun buka kedua-duanya.”Cara bernapas, merasakan napas panas Ethan yang berhembus di permukaan wajahnya. Membakarnya. Dan ia yakin wajahnya s