Ethan menatap tak percaya dengan bekas cakaran yang ada di pipi dan ujung hidung Cara, juga rambut wanita itu yang tampak berantakan. Sementara Emma, bekas cakaran wanita itu lebih banyak. Di pipi, sudut mata, dan hidung. Dan tak hanya itu. Pundak, leher, dan di sekitar tulang selangka Emma juga ada. Jangan tanya rambut Emma, helaian rambut wanita itu bahkan kelihatan sangat jelas merontoki pundak dan pangkuan. Ia baru saja meninggalkan area gedung apartemen ketika mendapat panggikan dari keamanan penthouse dan mendengar keributan Emma dan Cara. –Meski sejujurnya hanya ada jerit dan pekikan Emma sebagai latar suara dalam panggilan tersebut- Dan sekarang Ethan tahu alasannya. Tubuh Cara lebih kecil dan mungil dibandingkan Emma, tapi rupanya kekuatan wanita itu tak bisa dibandingkan dengan Emma. Emma amat sangat jauh dari hanya sekedar berantakan. Mungkin salah satunya karena kali ini permainan satu lawan satu. Dulu Emma punya dua kaki tangan yang membantu wanita itu memegangi Cara.
Cara berhasil merapikan penampilannya begitu pintu terbuka. Berdiri di samping sofa sementara Ethan masih duduk di sofa, enggan menyambut sang mama yang pasti akan terkejut dengan keberadaan Cara. “Ethan?” Kesiap terkejut terdengar dari ambang pintu yang terbuka. “Kau memang di sini?” Ethan hanya mengedikkan bahu sekali dan menyandarkan punggung di sofa. Pandangan Irina kemudian beralih pada Cara. Yang mengundang keheranan akan penampilan wanita itu. Dengan rambut terurai, wanita itu hanya mengenakan pakaian pria yang tampak kebesaran. Bagaimana mungkin wanita yang tampak tak berkelas tersebut berada di tempat ini? “Kalian sudah bertemu?” gumam Ethan menjawab keheranan di wajah Irina yang begitu pekat akan keberadaan wanita asing di tempat VVIP ini. Irina menoleh, menatap sang putra. Ya, tentu saja keberadaan wanita ini adalah perbuatan sang putra. Kegilaan apalagi yang dilakukan putranya di tempat ini. Mengurangi nilai tempat istimewa dan khusus ini dengan membawa wanita itu.
Tubuh Cara masih tegang saat keduanya sudah naik ke dalam mobil. Tak berhenti bertanya-tanya bagaimana Ethan tahu semua itu. Bahkan tentang anak mereka yang kembali. Juga nama mereka. Bagaimana Ethan tahu semua itu, Cara bahkan tak berani mempertanyakannya pada pria itu. Jika Ethan sudah sejauh ini menggali hidupnya, Cara semakin tak yakin bagaimana lepas dari jeratan pria itu kali ini. Cara melirik ke samping, mengamati ketenangan Ethan yang membuatnya semakin tegang. Suara senandung sesekali terdengar, seolah Ethan menikmati setiap ketakutan yang berusaha mati-matian ia pendam di hadapan pria itu. Saat Cara mulai mengingat-ingat masa lalu mereka. Tujuh tahun yang lalu, Ethan harus dijebloskan di penjara selama tiga tahun. Bukankah saat itu tepat sepuluh tahun yang lalu? Keluarga Ethan dan Zevan yang telah menjebloskan Ethan ke penjara? Apa yang sebenarnya terjadi dengan semua orang ini? Pertanyaan-pertanyaan itu berputar di benaknya tanpa jawaban. Cara tak tahu dan tak tahu k
“Mama?” Serempak suara panggilan dari arah ruang tamu segera mengalihkan ketegangan Cara yang berdiri di ujung tangga. Suara familiar yang begitu ia rindukan tersebut membekukan seluruh tubuh Cara. Kepalanya berputar dan kelegaan yang menerjang dadanya membuat terperangah dengan keras.Lama, Cara hanya membeku. menatap dua anak berumur sembilan tahun yang berlari ke arahnya dengan langkah lebar-lebar. Kedua lengannya melebar, menghambur dan memeluk tubuhnya dengan erat.“K-kalian di sini?” Cara masih tak mempercayai apa yang dilihatnya. Kedua kembar ada di hadapannya. Setelah sepanjang malam kerinduan bercampur kecemasan yang tak berhenti menggantung di atas kepalanya, kini mereka ada di hadapannya. sungguh-sungguh ada di hadapannya. Bisa ia sentuh, ia cium dan ia peluk dengan kedua tangannya.Cheryl mengangguk, merangkul leher Cara saat wanita itu membungkuk. “Om Mano bilang akan membawa kami menemui mama.”“Papa Zevan membawa kami ke rumah kakek buyut.” Darrel memberitahu. “Kami tak
Napas Cara tertahan. Emosi di wajah Ethan begitu pekat. Berhasil membuat bulu kudunya merinding. “Apa yang kau inginkan dari mereka?”Ethan semakin menundukkan kepalanya. Menyingkirkan jarak di antara wajah mereka. “Sepertinya aku sudah mengatakan padamu, kan?”Membuat si kembar kecewa padanya dan Zevan, ulang Cara dalam hati. Wajahnya memucat.“Jadilah istri yang patuh dan penonton yang baik, Cara. Mungkin itu akan menjadi satu-satunya kesempatan bagimu untuk memperbaiki hubungan kita. Sepertinya gambaran keluarga yang bahagia bersamamu dan si kembar bukanlah masa depan yang buruk untuk dibangun. Kau bersedia menjadi bagian dari kebahagiaan kami?”Cara membeku. Ethan seolah menekan kata kami. Merujuk pada pria itu dan si kembar dan mengecualikan dirinya. “Kau tak bisa begitu saja merebut mereka dariku.”“Katakan itu saat kau memalsukan keguguranmu dan menyembunyikan mereka dariku.”“Toh kau tak menginginkan mereka.”“Belum,” koreksi Ethan. Menarik tubuh dan menegakkan punggung. “Seka
Rupanya tak hanya Zevan yang diundang Ethan untuk acara makan malam tersebut. Tetapi juga kedua orang tuan Ethan, Irina dan Roy. Yang sudah menunggu di dalam restoran. Ethan seolah sengaja memilih lokasi restoran yang ada di pinggiran kota. Dengan suasana yang lebih pribadi. Selain karena restoran ini juga salah satu bangunan yang baru dibelinya bulan lalu. Ekpreso Zevan seketika berubah dingin ketika beralih pada keangkuhan di wajah Ethan. “Kau menculik mereka?” Ethan tersenyum, kedua kaki tangannya menahan pria itu yang hendak bergerak ke arahnya dengan ancaman. “Lepaskan!” Zevan menyentakkan tangannya dari pegangan pengawal Ethan. Matanya melotot penuh kedongkolan. Menghela napas kasar dan mundur satu langkah. “Menculik? Kenapa pemilihan katamu terdengar sedikit menyinggung perasaanku, Zevan. Mereka anakku. Anak-anakku.” “Kau membunuh mereka.” “Mereka masih hidup, bukan?” Zevan menggeram. Wajahnya semakin menggelap dengan sikap santai yang dipamerkan oleh Ethan. Seolah sem
Tubuh Cara dibanting di tengah kasur. Cukup keras meski tidak menyakiti karena kasurnya yang empuk. Tubuh Ethan menindih di atas wanita itu. Satu tangan memaku kedua tangan cara di atas kepala sementara tangan yang lain menahan berat tubuhnya agar tak sepenuhnya menindih Cara. Wajah Ethan berada tepat di atas wajah Cara. Saling mengunci pandangan meski dengan emosi yang berbeda. “Aku tak pernah menyangka menyentuhmu bisa menjadi candu seperti ini, sayang,” kekehnya. Mengambil satu lumatan singkat dan dalam di bibir Cara. Sengaja membiarkan napas panasnya berhembus di seluruh permukaan wajah Cara. Cara menggeliat dengan sia. “Kau benar-benar keterlaluan, Ethan. Untuk apa kau menyiapkan kamar untuk mereka jika kau tidak berniat membuat mereka tinggal di sini.” “Kau berharap mereka tinggal di sini?” “Lalu apa yang sebenarnya kau inginkan? Kau ingin menggunakan mereka untuk mengancamku, kan?” Ethan tertawa kecil. ”Tidak, tapi aku suka kepercayaan dirimu. Hanya saja, aku yang menggun
Beberapa saat kemudian … Dengan gaun malam pilihan Ethan, pria itu menyeret Cara masuk ke dalam mobil tanpa mengatakan apapun. Tak memedulikan rontaan Cara. “Di mana ini?” Cara memucat ketika mengedarkan pandangan ke sekeliling mobil yang mulai berhenti di area parkir. “Klub malam,” jawab Ethan dengan geli akan kebengongan di wajah Cara. Cara menoleh, menatap Ethan yang terkekeh. Ia bertanya bukan karena tidak tahu tempat macam apa ini. “Zaheer sedang mengadakan pesta ulang tahunnya. Dan kau akan menjadi pasanganku malam ini.” Entah kenapa Cara merasakan firasat yang buruk tentang ini. Begitu keduanya memasuki ruangan yang berisik hingga menyakiti gendang telinga Cara, Zaheer yang berpakaian warna gold dengan kilau terlalu mencolok tersebut langsung datang menghampirinya. Kepala pria itu dihiasi mahkota dengan warna senada. Karena suara yang terlalu bising, keduanya menyapa dan bicara dengan membaca gerakan bibir. Melambaikan tangan ke arah tamu undangan yang lain. Eth
My Lovely Wife“Jadi apa yang kau katakan?”Ethan menggeleng. “Ponselku berdering. Theo sudah di bawah.”Zaheer hanya manggut-manggut. “Tapi menurutmu sampai kapan dia akan berpikir dirinya masih hamil?”“Kapan pun itu, tak akan lama. Ck, aku tak tahu kehamilan. Menurutmu berapa minggu perut harus terlihat besar?”“3-4 bulan biasanya sudah mulai terlihat perkembangannya. Seperti Yang dikatakan Cara. Apalagi ini kehamilan keduanya.”Napas Ethan tertahan sejenak. “Aku tak tahu bagaimana cara memberitahunya.”“Kau akan menemukannya.” Zaheer mengedikkan bahu. “Seperti biasanya.”Ethan tak membalas.“Setelah keguguran itu, rahimnya juga sudah kembali normal.”Tambahan penjelasan Zaheer yang sudah diketahuinya itu membuat Ethan semakin dilanda dilema. Tak ada cara selain menghadapinya. Cara memang perlu tahu.Pada akhirnya, setelah empat hari masih dalam pengawasan intens dokter Faryal
Jangan Meninggalkan Kami“E-ethan?” lirihnya dengan suara yang lemah. Tenggelam di antara isakan Ethan yang mulai membasahi punggung tangannya, yang menempel di wajah pria itu. Cara mulai menepikan rasa pusing yang menggelitik kepalanya. Entah bagaimana ia berada di tempat ini, terbangun dan menemukan Ethan yang terisak di sampingnya.‘Kami benar-benar membutuhkanmu, sayang.’ Bisikan yang diucapkan dengan penuh permohonan tersebut adalah kalimat pertama yang menyambutnya begitu kesadaran perlahan mulai muncul dan menguasainya. Istriku. Itu adalah panggilan terindah yang pernah diucapkan oleh Ethan. Dengan penuh ketulusan yang menghangatkan dadanya. Akan tetapi, kenapa suara Ethan terdengar begitu sedih? Kenapa pria itu bahkan … menangis? Tangannya mulai bergerak pelan. Menatap kepala Ethan yang masih tertunduk dengan menggenggam tangannya. Genggamannya semakin kuat, tetapi setidaknya tangannya masih bisa digerakkan, untuk mendapatkan perhatian Ethan
Kembalilah, Kami Membutuhkanmu“Mama masih tidur?” gumam Cheryl, menjatuhkan kepalanya di pundak sang papa. Sementara Darrel yang berdiri di samping Ethan hanya menatap lurus pada ranjang pasien. Tempat sang mama berbaring dengan mata terpejam. Dengan dua mesin di samping kanan dan kiri ranjang yang mengeluarkan bunyi konstan, terhubung dengan tubuh rapuh Cara sebagai penunjang hidup. Sementara ketiganya berdiri di balik dinding kaca. Sejak tiga puluh menit yang lalu. Ethan merasakan genggaman tangan Darrel yang menguat. Pertanyaan Cheryl juga pertanyaan yang tak diucapkan sang putra. Sekaligus pertanyaan yang belum ia temukan jawabannya. Mereka masih menunggu. Berharap di tengah keputus asaan yang seolah tak ada ujungnya.“Sudah lima menit.” Ethan lebih memilih mengalihkan pembicaraan. Ini sudah kedua kali Cheryl meminta tambahan lima menit setelah tiga puluh menit rutinitas yang wajib mereka lakukan setiap hari ini.Cheryl tak menjawab, t
“Tuan?” Suara benda jatuh dari seberang mengaktifkan sikap siaga Theo. Tubuh pria itu menegang. Menyusul erangan sang tuan yang seolah mengumpat dan suara lain yang terdengar.‘Kau bersama Cara?’Ujung mata Theo melirik ke samping. Menyadari sang nyonya yang tiba-tiba peka dengan keterkejutannya. Tatapan keras wanita itu melirik ponsel yang masih menempel di telinga.“Aku ingin bicara dengan Ethan. Berikan padaku.” Tangan Cara terulur, tetapi reaksi Theo tentu saja bergerak menjauh. Untuk selanjutnya ia membeku dengan suara Zevan dari seberang.‘Well, turuti kemauannya atau kepala bosmulah yang kulubangi selanjutnya.’‘Sialan kau, Zevan!’ umpat sang tuan yang tertahan.‘Kenapa kau begitu percaya diri kalau dia akan menyelamatkanmu, Ethan? Meski Cara bisa, dia tak akan melakukannya.’Mata Theo terpejam dengan percakapan yang terdengar. Sembari kepalanya berpikir keras mencari cara menyelamatkan sang tuan. Kepala pengawal
Suara dering ponsel yang terdengar dari balik pintu mengalihkan perhatian Ethan dan Mano. Ethan beranjak dan gegas mendekati pintu ruangannya yang didorong terbuka oleh Cara sebelum ia sempat menyentuh gagang pintu.“Ponselmu sejak tadi berbunyi. Sepertinya ada urusan yang penting.” Cara mengulurkan benda pipih tersebut. Memuji dirinya sendiri akan suaranya yang keluar setenang air danau meski hatinya terasa remuk redam.Ethan menunduk, menatap nama Bianca. Tak biasanya wanita itu menghubunginya malam-malam begini. Dan melihat riwayat panggilan yang menunjukkan belasan panggilan tak terjawab, sepertinya ada sesuatu yang serius. Tanpa berpikir dua kali, ia menjawab panggilan tersebut.“Ada apa?”Ethan mengerjap terkejut, kepalanya berputar dan langsung bertatapan dengan Mano. Keseriusan merebak di seluruh permukaan wajahnya, mengirim pesan pada Mano yang langsung menangkap sinyal tersebut dan menghampirinya.“Kita harus ke rumah sakit,” uc
“Ada yang ingin kubicarakan denganmu.” Suara Zevan memecah ketegangan yang membentuk di sekitar keempat orang tersebut.Cara mundur satu langkah. Zevan yang berdiri di hadapannya bukan lagi Zevan yang ia kenal. Ah, ia tak pernah benar-benar tahu siapa Zevan yang berdiri di depannya saat ini juga sebelum-sebelumnya.Pandangan Zevan melirik kedua anak buah Ethan yang ada di samping kanan dan kiri Cara. Tak perlu bertanya apa yang ada di balik jas kedua pria besar dan tinggi tersebut. Akan tetapi … pandangannya beralih pada Cara. Satu-satunya yang paling lemah dan kesempatan yang dimilikinya untuk menghancurkan Ethan.Ia menekuk lututnya, memastikan raut penyesalan dan menyedihkan yang sempurna sebelum berbicara dengan penuh permohonan. Zevan melepaskan jaket hitamnya dan mengangkat kedua tangan pada dua pria tersebut, menunjukkan tak ada ancaman apa pun yang akan dilakukannya pada Cara.“Hanya lima menit,” ucapnya menatap lurus kedua mata Cara. “Mer
‘Kau membunuhnya. Dia melakukan apa pun untuk mempertahankanmu.’ Jeda yang cukup lama, menciptakan keheningan di antara keduanya. ‘Hingga detik ini, kakek masih merasa apa yang dikatakannnya memang benar.’Mata Zevan terpejam mengingat kalimat terakhir Arman sebelum ia keluar dari ruangan tersebut. ‘Seharusnya dia tak melakukan itu. Itu adalah kesalahan terbesar di hidupnya yang menyedihkan. Kalian yang terlalu lemah.’Tak ada penyesalan apa pun telah mengucapkan kata yang berasal dari hatinya yang terdalam. Ia adalah kesalahan. Wanita itu melakukan kesalahan. Semua hidupnya yang menyedihkan menurun dari wanita itu. Ia hanya sedikit berbaik hati untuk mengakhiri nasib menyedihkan itu. Sebagai anak yang berbakti. Ujung bibirnya tertarik ke atas. Membentuk seringai tipis.*** “Apa maksudmu kakek tak sadarkan diri?” Kepala Ethan terangkat dari ponsel di tangannya pada Zaheer yang duduk di ujung sofa. Kecemasan menyelimuti wajah sang sepupu. “Hasil
“Sepertinya ada banyak hal yang mengganggumu?” gumam Ethan saat keduanya berbaring dan sudah mendapatkan posisi nyaman di atas tempat tidur. Akan tetapi wanita itu tak juga tertidur setelah setengaha jam lebih.Cara menoleh ke belakang. “Kau belum tidur?”Ethan memutar tubuh Cara menghadapnya. “Apa yang sedang kau pikirkan?”“Hmm, bukan hal yang penting,” senyum Cara.“Tetapi mengganggumu.”Cara menghela napas rendah. Masih dengan senyum yang tersungging lebar, telapak tangannya menyentuh wajah Ethan. Mengusapkan jemarinya di rahang Ethan dengan lembut. “Seberapa pun kerasnya aku berusaha tak memikirkan semuanya, semua itu hanya semakin menggangguku, Ethan. Apa yang sebenarnya terjadi?”“Aku tak mungkin di sini jika rencana Zevan memang berhasil, Cara.”“Kenapa dia melakukan semua ini padamu? Pada Cheryl? Juga padaku dan anak …” Kalimat Cara seketika terhenti.Mata Ethan memicing tajam. Ekspresi wajah pria itu seketika berubah tegang. “Apa yang dilakukannya padamu?”Cara mengerjap. C
Arman Anthony menunggu di balik pintu kaca gelap yang ada di sampingnya, ketika pintu itu bergeser membuka, sang cucu melangkah keluar dari ruang interogasi bersama seorang pria berjaket hitam dengan tubuh besar yang menampilkan sikap dan ekspresi datar sebelum berjalan meninggalkan cucu dan kakek tersebut.“Kenapa aku tak terkejut?” Ethan bergumam rendah. Kedua pengacaranya memberikan satu anggukan hormat pada Arman Anthony, kemudian berpamit pergi bersama dua pengacara kiriman sang kakek yang berhasil membawanya keluar dari ruangan tersebut. “Aku bisa melakukannya sendiri. Apakah Mano yang membuat masalah? Atau Zaheer? Ck, mereka begitu tak sabaran.”“Kenapa kakek pun tak terkejut kau tak mengucapkan terima kasih, Ethan.”Ethan mendesah pelan. Ada kejengahan yang tersirat di kedua mata abu gelapnya. “Karena aku tahu bukan itu yang kakek inginkan dariku.”Arman tersenyum tipis. “Sepertinya mereka tidak memberimu makanan yang layak. Kakek akan mak