Keesokan harinya, seperti yang sudah direncanakan, mereka berdua pergi ke Pondok Dongfeng yang ada di pusat Kota Beixing. Kali ini mereka menggunakan kuda untuk menarik gerobak yang dipenuhi guci-guci arak."Jaraknya lumayan jauh, tidak mungkin kau bisa menarik gerobak bolak-balik seorang diri. Bahkan ada kemungkinan kita harus menginap." Begitu Ren Hui menjelaskan.Itu juga alasannya menitipkan dua ekor kudanya yang lain pada seorang petani yang sepertinya sudah mengenal Ren Hui. Sedangkan rumah berodanya dikunci rapat-rapat dan Baihua turut bersama mereka.Sepanjang perjalanan, Song Mingyu sangat menikmati pemandangan yang mereka lalui. Meski hanya melewati beberapa desa dan diselingi ladang-ladang, tetapi itu cukup menghiburnya. Suasananya jauh berbeda dengan Kota Lingyun, kota tempat asalnya.Kota Lingyun terletak di tengah wilayah kekuasaan Kekaisaran Shenguang, berdampingan dengan ibukota. Pendudu
Ren Hui mengajak Baihua masuk ke dalam rumah makan sederhana itu. Dia memilih duduk di sudut, agar tidak menarik perhatian siapa pun. Apalagi ada Baihua yang kerap mengundang tanya orang-orang yang tanpa sengaja ditemuinya. "Tuan, Anda mau pesan apa?" Seorang pelayan mendekatinya dan bertanya dengan ramah. Dia melirik Baihua yang duduk di dekat kaki Ren Hui. Rubah putih itu bersikap acuh tak acuh dan hanya sesekali menatap Ren Hui. "Bisakah kau sediakan sedikit tulang dan daging untuknya?" Ren Hui bertanya pelan. Pelayan itu menganggukkan kepalanya. "Ada lagi Tuan?" tanyanya lagi masih dengan sikap yang ramah. "Mi ginseng dengan daging, dimsum dan beberapa kue manis serta teh. Dan tolong bungkuskan juga kue manisnya," pesannya seraya tersenyum ramah. Pelayan itu mengangguk mengerti kemudian bergegas kembali ke dapur. Sementara Ren Hui duduk dengan santai mengamati sekitarnya. Selain dirinya ada beberapa pengunjung lain, bahkan cukup banyak. Hanya saja mereka duduk berjauhan.
Mereka berdua kembali ke padang rumput dan menjalani hari-hari dengan santai. Menyuling arak dari beberapa bunga dan buah yang ada di sekitar padang rumput, bermain dengan Baihua, memancing ikan, mencoba resep-resep makanan baru yang entah dari mana Ren Hui mendapatkannya.Hari-hari yang menyenangkan. Meski beberapa kali Song Mingyu menyaksikan batuk Ren Hui kambuh. Namun, seperti biasanya pria itu akan membaik dengan cepat.Beberapa hari sekali mereka akan kembali ke Pondok Dongfeng. Selain menagih pembayaran juga membawa arak-arak yang baru. Setelah itu mereka akan berjalan-jalan di Kota Beixing. Berbelanja kebutuhan sehari-hari, berjalan-jalan di pantai dan membeli hasil laut pada nelayan atau sesekali mampir ke rumah judi. Sekadar untuk menonton dan bersenang-senang saja.Kembali ke rumah beroda bersama Baihua dan menjalani kehidupan sederhana seperti hari-hari yang telah mereka lalui bersama beberapa waktu ini. Song
"Ren Jie! Ilmu pedangmu memang sangat hebat! Baru sekali ini ada seseorang yang bisa menemaniku menari pedang dengan indah." Suara yang begitu merdu dan mendayu terngiang kembali di telinganya.Festival bunga di Kota Yueliang, musim semi di tahun ke-17 Tianjian. Usianya waktu itu baru 17 tahun. Meski bukan pertama kalinya menghadiri festival bunga yang sangat terkenal di kalangan Jiang Hu, tetapi inilah satu-satunya festival bunga yang memiliki kenangan begitu mendalam di hatinya."Yang Mulia, Anda terlalu memuji. Sebagai seorang pangeran, Anda tidak kalah hebat dibandingkan kami," pujinya pada Pangeran Ke-tujuh. Pria yang kini menari pedang bersamanya.Dia adalah Pangeran Yongle, Tian Ying Xue, pangeran ke-tujuh Kekaisaran Shenguang. Putra ke-tujuh Kaisar Tianjian yang berkuasa saat itu. Seorang pangeran yang sangat jarang mau tampil di depan publik. Namun, kehadiran Ren Jie, sang Dewa Pedang dari Sekte Pedang Langit mem
Ren Hui duduk di depan meja. Menuangkan teh untuk tamunya yang datang di tengah malam gulita."Dia tertidur?" Yue Yingying melirik Song Mingyu yang tertidur pulas di kursi panjang tak jauh dari mereka duduk. "Aku rasa dia kelelahan. Dia sangat mengkhawatirkan dirimu." Yue Yingying mengambil cangkir tehnya."Aku rasa itu karena dupa penenang yang kau nyalakan tadi," sahut Ren Hui seraya tersenyum tipis. Yue Yingying tertawa pelan."Setelah sepuluh tahun, akhirnya kau mau menerima seseorang untuk hidup bersamamu. Aku rasa kau telah banyak berubah, Ren Jie." Wanita yang selalu menyembunyikan wajahnya di balik doupengnya itu menyesap tehnya pelan."Aku memang berubah semenjak sepuluh tahun yang lalu. Aku bukan Ren Jie lagi. Aku Ren Hui, hanya pedagang arak biasa." Ren Hui kini menatap lurus Yue Yingying."Mengenai dia, itu karena dia berhutang padaku dan tidak memiliki uang untuk melunasi
Beberapa hari kemudian kondisi Ren Hui semakin membaik. Dia sudah beraktivitas seperti biasa. Selama dia sakit, Song Mingyu merawatnya dengan telaten. Pemuda itu juga mondar-mandir mengantarkan arak ke para pelanggan mereka di pusat kota."Besok kita ke kota." Ren Hui berkata setelah selesai menyeduh teh. Dia dengan cekatan menyajikan teh dan makan malam mereka."Kau yakin? Apa kau sudah benar-benar sembuh?" Song Mingyu menatapnya dengan tatapan khawatir. "Aku baik-baik saja, kau tidak perlu khawatir." Ren Hui tersenyum dan menepuk-nepuk bahunya pelan."Kalau kau masih belum sehat benar, aku saja yang pergi ke kota." Song Mingyu rupanya masih mengkhawatirkan dirinya. "Tidak! Aku harus ikut ke kota!" Sahut Ren Hui tegas. "Kau ini!" Song Mingyu berseru kesal.Namun, dia tidak berkata-kata lagi. Dia tahu benar, mengapa Ren Hui bersikeras untuk pergi ke kota secepatnya. Tentu saja untuk menagih hutang di Pondok Dongfeng, arak-arak mereka yang belum se
Keduanya kini telah berada di antara kerumunan yang melingkari dua penjudi di tengah-tengah arena judi. Keduanya berdiri di belakang Song Mingyu. Pemuda itu menoleh karena ditepuk oleh Ren Hui. "Eh, kau kemari juga. Bukankah kau tidak tertarik dengan pertaruhan di meja judi?" Song Mingyu terkejut dengan kehadiran Ren Hui dan juga pria di sebelahnya. "Siapa dia?" Song Mingyu pun bertanya, berbisik lirih. "Tidak bisakah kau tidak berisik?" Ren Hui bertanya pelan dan seperti biasanya memukul kepala pemuda itu dengan kipasnya. Song Mingyu pun tersenyum meringis dan mengelus-elus kepalanya yang dipukul Ren Hui. Di melirik pria yang berdiri di sebelah Ren Hui. Seorang pria bercaping bambu dan mengenakan hanfu hitam sederhana, biasa saja. Tidak mirip dengan para penjudi yang memenuhi Pondok Dongfeng saat ini. "Diamlah! Lihat saja dan jangan berisik." Ren Hui sekali lagi menepuk ba
Nyonya Xin tertawa pelan. Jari jemarinya perlahan bergerak menelusuri bagian leher jubah hitam yang dikenakan pria bercaping itu."Tentu saja aku tidak keberatan," bisiknya di telinga pria itu. Bisikan yang lembut dan menggoda. Kemudian dia kembali ke tengah-tengah arena judi, bertepuk keras meminta perhatian para pengunjung Pondok Dongfeng."Hari ini, Pondok Dongfeng mengadakan taruhan yang istimewa untuk melawan Tuan Muda Wei. Jika kalian berkenan ikut silakan maju kemari. Jika tidak, maka pergi tinggalkan Pondok Dongfeng sekarang!" Serunya dengan lantang.Hampir semua orang berbisik-bisik setelah mendengar ucapan lantang sang pemilik rumah judi yang terkenal dengan kecantikan dan juga kelicikannya dalam mengelola rumah judi terbesar di Kekaisaran Shenguang itu. Nyonya Xin termasyur sebagai salah satu kecantikan yang tak tertandingi sekaligus sebagai wanita paling beracun yang menawan hati para pria di kekaisaran Shengg