Share

Menuju Jinshan

Author: Aspasya
last update Last Updated: 2024-10-17 07:00:11

Rumah beroda itu kembali bergerak pelan setelah beberapa hari beristirahat di tengah hutan plum. Udara dingin yang menggigit semakin menyelimuti perjalanan mereka, menyelusup masuk melalui celah-celah kecil rumah dan mengelilingi seperti kabut putih tipis yang tak terlihat.

Kondisi Ren Hui mulai membaik. Sedangkan Junjie duduk di ruang tengah, mengenakan mantel tebal seperti biasanya, memperhatikan peta yang terhampar di atas meja kayu. Hawa dingin membuatnya memilih untuk mengurung diri di dalam rumah beroda.

Ye Hun berkali-kali mencoba membujuknya untuk berbaring di peti mati giok lavender yang berkilauan di sudut ruangan. Namun, pria tampan itu menolak mentah-mentah. Setelah beberapa kali gagal meyakinkan, Ye Hun akhirnya menyerah, menarik napas panjang sebelum kembali ke dapur.

"Ren Hui! Kemana kita sekarang?" Suara Junjie tiba-tiba memecah keheningan, penuh rasa ingin tahu yang dalam. Tatapannya tertuju pada pintu rumah beroda, melihat Ren Hui yang d
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Kota Jinshan Di Musim Dingin

    Kota Jinshan tampak berselimut putih saat musim dingin tiba, seolah berdiam dalam dekapan dingin, namun tetap menampakkan denyut kehidupannya. Meski tak seceria musim semi atau musim panas, kesibukan masih terasa di udara. Toko-toko, kedai, dan pasar tetap beroperasi, walau tidak hingga larut malam seperti biasanya. Hembusan angin membawa serpihan salju yang melayang-layang, menari di antara bangunan yang berjajar rapat di sisi jalan. Aroma asap dari cerobong-cerobong rumah menyebar di udara, membawa serta wangi kayu bakar dan makanan yang mengepul, menyatu dengan dinginnya udara.Di dalam rumah beroda yang melaju perlahan menuju pusat kota, Ye Hun duduk terdiam di ruang tengah, matanya berbinar memandangi pemandangan dari jendela. Deretan rumah yang berdiri kokoh, orang-orang yang berjalan sibuk dengan mantel tebal, semuanya tampak seperti lukisan hidup yang bergerak lambat. Kepulan asap dari atap-atap rumah menciptakan rasa hangat di antara salju yang dingin, ko

    Last Updated : 2024-10-17
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Obsesi

    Kediaman Keberuntungan Besar, Kota HuangfengPria berjubah biru itu duduk bersandar dengan santai di kursi kayu besar, dagunya bertumpu pada tangannya, sementara matanya setengah terpejam, memperhatikan bawahannya yang berdiri berbaris di hadapannya."Jadi, itu Pedang Musim Panas dan jurusnya yang dipadukan dengan jurus lain?" tanyanya, suara rendahnya tenang, namun ada getaran dingin yang tersirat di dalamnya. Tanpa membuka sepenuhnya matanya, dia tetap tenang, seolah pertanyaan yang diajukan hanyalah percakapan biasa."Betul, Tuanku. Jurus itu sangat dahsyat. Kami tidak mampu mengatasinya," lapor salah satu bawahannya, suaranya terdengar gemetar meski dia berusaha tetap bersikap hormat dan penuh keyakinan."Hm," pria berjubah biru itu mendengus kecil, suaranya mengambang di udara. "Itu memang sulit dihadapi. Namun, kalian yakin dia bukan Pangeran ke-tujuh, Pangeran Yongle?"Mata pria itu sedikit terbuka, sorot dinginnya menusuk sejenak

    Last Updated : 2024-10-17
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Kebodohan Song Mingyu

    Kediaman Pinus Hijau, Kota Lingyun Di tengah deru angin yang membawa butiran salju tipis, Kediaman Pinus Hijau terlihat sunyi dan damai, seolah terlelap di bawah naungan musim dingin. Di antara ranting-ranting pinus yang tertutup salju, Song Mingyu berlatih tanpa henti. Setiap tebasan dan ayunan pedangnya terarah, mengalir bagaikan air yang menari di atas sungai beku. Udara dingin menggigit kulit, namun Mingyu tidak peduli. Peluh tipis menetes dari dahinya, bercampur dengan salju yang jatuh pelan-pelan, namun konsentrasinya tetap utuh pada jurus-jurus yang telah diajarkan oleh Junjie.Di halaman terbuka, pemandangan musim dingin yang sunyi terasa seolah terpahat dalam lukisan indah, sementara langkah-langkah kakinya mengusik ketenangan salju. Pedang Naga Langit di tangannya berkilau lemah, terpantul cahaya langit yang suram."Apakah itu… Pedang Naga Langit?" Suara lembut namun tegas memecah keheningan. Dari beranda, Nyonya Su Yang berdiri anggun

    Last Updated : 2024-10-18
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Jangan Lepaskan Lagi

    Kota Jinshan, meski diselimuti musim dingin yang semakin mencekam, tetap hidup dengan denyut keramaiannya. Di sepanjang jalan, pedagang dan pengunjung berlalu-lalang, menciptakan simfoni langkah kaki dan tawa yang membaur dengan angin dingin. Udara yang menusuk tulang tak mampu memadamkan semangat kota ini—sebuah tempat yang makmur berkat kekayaan tambangnya. Ren Hui dan Junjie melangkah tenang di antara kerumunan, baru saja menagih pembayaran arak di salah satu restoran terbesar di kota.Junjie menarik napas dalam, merasakan udara dingin menelusup di balik tirai doupeng putih yang menutupi wajahnya. "Penduduk kota ini masih saja royal seperti dahulu," gumamnya pelan, lebih kepada dirinya sendiri. Meski jauh dari ibu kota, ia tetap berhati-hati. Jinshan mungkin tampak seperti kota kecil, namun selalu ada kemungkinan wajahnya dikenali sebagai Pangeran Yongle."Hasil tambang membuat mereka kaya raya," sahut Ren Hui ringan, nada suaranya penuh kehangatan, seakan-akan

    Last Updated : 2024-10-18
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Paviliun Tambang Berharga

    Ren Hui masih menggenggam erat tangan Junjie, menariknya dengan langkah terburu-buru ke suatu tempat. Di hadapan mereka, sebuah papan kayu besar bertuliskan Paviliun Tambang Berharga berdiri kokoh, menghiasi pintu bangunan megah dengan huruf-huruf yang terukir tegas dan indah. Langkah Ren Hui terhenti di sana, tepat di depan pintu masuk.Keduanya mendongak, menatap papan nama yang terasa begitu akrab. Kenangan lama menyelinap ke dalam benak mereka. Beberapa tahun silam, mereka pernah membuat kekacauan di tempat ini—nyaris menghancurkan segalanya. Namun, dengan kecerdikan dan negosiasi yang tak terduga, mereka berhasil menyelamatkan situasi, berujung pada kesepakatan yang justru menguntungkan semua pihak."Sudah waktunya mengunjungi kawan lama," Ren Hui berbisik, melirik ke arah Junjie. Senyumnya lebar, seringai jahil tergambar jelas di wajahnya. Junjie hanya mendesah panjang sebagai jawaban. Tanpa peringatan, ia menginjak kaki Ren Hui dengan tegas.

    Last Updated : 2024-10-18
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Kristal Bintang Ilusi

    Pelayan itu membawa Junjie dan Ren Hui menuju bagian dalam toko. Suasana di dalam ruangan terasa lengang, namun ada sentuhan kehangatan dari aroma kayu tua dan lilin yang memancarkan cahaya lembut. Udara terasa sedikit pengap karena ruangan yang tidak memiliki jendela. Junjie dan Ren Hui menatap sekeliling, memori lama muncul kembali di benak mereka."Tempat ini tidak banyak berubah," bisik Ren Hui, nyaris seperti berbicara pada dirinya sendiri. Junjie mengangguk pelan. "Jangan bicara terlalu banyak," balasnya lirih, hampir tidak terdengar."Tuan, silakan masuk," ucap pelayan itu dengan sopan, menghentikan langkah di sudut ruangan. Dengan lincah, ia membuka pintu kayu di ujung ruangan. Ren Hui dan Junjie saling bertukar pandang, sejenak merasakan keraguan yang mulai menyergap benak mereka."Ada Tuan Yang di dalam, bersama beberapa tamu lain yang tertarik pada batu berharga itu," lanjut pelayan menjelaskan, seakan ingin menghapus keraguan yang terlihat dari

    Last Updated : 2024-10-19
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Di Bawah Hujan Salju

    Ren Hui dan Junjie berjalan perlahan di sepanjang jalan kota yang kini hampir sunyi. Hujan salju turun dengan lebat, butir-butir putih itu menari di udara sebelum akhirnya menumpuk di jalanan, membuat langkah mereka tertahan. Angin dingin menghembus tajam, menusuk hingga ke tulang, memaksa mereka untuk memperlambat langkah dan akhirnya memutuskan berhenti di sebuah kedai teh kecil di tepi jalan.“Kita berteduh di sini,” ujar Ren Hui, sambil mengibaskan salju yang melekat di mantelnya. Suaranya terdengar serak oleh dingin, tetapi tetap hangat di tengah suasana beku.Begitu memasuki kedai, mereka memilih tempat duduk di dekat jendela. Dari tempat itu, mereka bisa melihat jalanan yang perlahan tertutup selimut putih salju. Ren Hui menuangkan teh hangat ke dalam dua cangkir tanah liat, uap tipis mengepul di udara dingin ruangan itu. Dia menyodorkan satu cangkir kepada Junjie.“Junjie, kau tak perlu ikut pelelangan batu kristal itu,” ucap Ren Hui, suaranya lemb

    Last Updated : 2024-10-19
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Bu Hui

    Bu Hui memandang tiga sosok yang berjalan beriringan, ditemani seekor rubah putih melangkah dengan lincah. Hatinya terasa tergerak, bayang-bayang masa lalu seketika membanjiri benaknya, menyelusup ke dalam relung yang selama ini ia simpan rapat-rapat. Sebuah senyum samar terbit di bibirnya tanpa ia sadari. "Rasanya seperti melihat kalian bertiga lagi, seperti dahulu," gumamnya, suara lembutnya nyaris tersapu desiran angin beku yang berhembus sepoi-sepoi. Tatapannya tak lepas dari ketiga sosok itu, langkah mereka semakin jauh hingga menghilang di tikungan, lenyap ditelan kabut salju yang kian pekat. Bu Hui menarik napas panjang, menutup matanya sejenak, meresapi kesepian yang mendera hatinya. Saat ia mendongakkan kepala ke langit kelabu, udara dingin yang menusuk tulang menyeruak ke dalam paru-parunya, membuat hatinya terasa semakin membeku. Perlahan, ia membuka mata kembali, membiarkan bayangan ketiga orang yang tersisa tadi memenuhi bena

    Last Updated : 2024-10-19

Latest chapter

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Ramalan Dalam Kristal Biru

    Tirai sutra tipis yang melayang di udara disibakkan perlahan oleh Zhu Ling. Sosok perempuan dengan keanggunan yang memancar dari setiap gerakannya melangkah mendekati meja kayu di sudut tenda besar itu. Di belakangnya, Xuan Yu dengan langkah ringan membawa Ren Hui dan Junjie untuk mendekat. Ada atmosfer misterius yang memenuhi ruangan, seolah-olah tenda itu memisahkan mereka dari dunia luar. "Kristalku dapat melihat apapun yang ada pada dirimu, bahkan ke dalam hatimu yang paling dalam dan gelap," ujar Zhu Ling serius, suaranya rendah tetapi tegas, memecah keheningan. Tangannya membuka kain hitam yang menutupi sebuah benda di atas meja. Ternyata, sebuah bola kristal biru tua yang memancarkan cahaya redup namun memikat berada di sana. Kristal itu tampak berkilauan seperti lautan malam yang penuh rahasia. Sekilas, ia mengingatkan pada Bintang Batu Ilusi, namun ukurannya lebih besar dan aura dinginnya menyerupai mutiara es. "Kemarilah!" Xuan Yu melambaikan tangannya, senyumnya tipis te

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Tenda Peramal Ilahi Yang Aneh

    Ren Hui dan Junjie berdiri di hadapan seorang wanita cantik berjubah hitam yang duduk bersandar malas pada kursi panjang beralaskan bantal merah empuk. Meski tirai tipis menghalangi, pemandangan di baliknya tersaji dengan jelas dan nyata. Mata wanita itu tajam, memperhatikan kedua tamunya yang baru datang seolah membaca jiwa mereka. Tudung hitam yang dikenakannya hanya menambah kesan misterius pada dirinya."Jika aku tahu nasib dan takdir di masa depan, tentu aku tidak akan kemari, bukan?" Ren Hui menjawab santai, nada suaranya bercampur antara kelakar dan kejujuran.Tawa renyah yang merdu menggema di tenda yang cukup luas itu. Wanita itu mengubah posisinya, kini duduk tegak dengan sikap yang lebih anggun. Tatapannya tetap tertuju pada mereka, seolah tak ingin melewatkan gerak-gerik sekecil apa pun."Ah, Tuan-tuan! Selamat datang!" Sebuah suara lain memecah suasana. Seorang pemuda berjubah hitam muncul dari sudut tenda, langkahnya tenang, wajahnya ramah. Ia membungkukkan tubuh dengan

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Peramal Ilahi Di Oasis Merah

    Ren Hui dan Junjie melangkah perlahan di antara keramaian pedagang yang berlomba menawarkan dagangan mereka dengan suara lantang. Aroma rempah dan daging panggang bercampur dengan wangi buah-buahan kering yang tertata rapi di atas kain-kain berwarna cerah. Di bawah sinar matahari yang terik, suasana oasis itu terasa begitu hidup, seolah menggambarkan napas pengelana yang datang dan pergi tanpa henti. Junjie menggenggam tali kendali Lobak sementara Ren Hui berjalan di sisinya, matanya sibuk mengamati keadaan sekitar."Meski pasar di pusat kota Hóngshā lebih lengkap, kehadiran para pedagang dan pengelana di sini cukup membantu menghidupkan suasana," ujar Junjie, suaranya rendah meski terdengar sangat jelas, seperti gumaman seorang pemikir yang enggan mengeluarkan tenaga berlebih.Ren Hui mengangguk pelan, menambahkan, "Setidaknya orang-orang di sini tidak perlu bersusah payah pergi ke kota untuk memenuhi kebutuhan mereka. Perjalanan itu cukup jauh dan memakan waktu."Junjie menghela nap

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Pengunjung Baru Di Oasis Merah

    Suasana di Oasis Merah tetap seperti biasanya. Langit biru membentang luas, dengan matahari pagi yang memantulkan kilau keemasan di atas hamparan pasir. Penduduk lokal sibuk dengan rutinitasnya, mengambil air dari sumur, menjajakan barang dagangan, atau berburu di sekitar oasis. Hiruk-pikuk pusat kota Hóngshā terdengar dari kejauhan, menggema di antara deburan angin gurun. Para prajurit Kekaisaran Shenguang terus menjaga ketertiban, berpatroli di sekitar kemah militer dengan disiplin tanpa cela.Namun, di balik kesibukan itu, ada bayang-bayang yang mengintai. Dari kejauhan, serombongan pria berjubah hitam dengan topeng hantu mengawasi Oasis Merah. Mereka berdiri di atas bukit kecil, di bawah naungan bayangan sebuah batu besar. Mata-mata mereka memantulkan ketegangan dan kesungguhan yang mengisyaratkan sesuatu tengah direncanakan."Sama sekali tidak ada pergerakan," gumam salah satu dari mereka. Wajahnya tersembunyi di balik topeng menyeramkan, hanya suaranya yang berat dan tegas terde

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Keputusan Junjie Dan Ren Hui

    Ren Hui meletakkan teko berisi teh yang baru diseduh di atas meja kayu yang terbuat dari pohon pinus berumur ratusan tahun. Aromanya yang harum segera mengisi udara pagi yang sejuk. Suasana di rumah beroda terasa tenang, dengan sinar matahari yang perlahan menyinari ruang tengah. Dia lalu kembali ke dapur dan segera kembali lagi membawa sepiring roti pita, salad kurma dan kacang almond, serta kue kacang hijau yang baru saja dipanggang. Pagi ini, dia memilih sarapan ringan yang menenangkan, terasa seperti pelukan hangat di pagi yang dingin."Junjie, apa semua sudah siap?" Ren Hui bertanya, suaranya lembut namun mengandung ketegasan. Matanya menatap pria itu yang masih duduk dengan tubuh santai di dekat jendela, tatapannya terfokus pada hamparan oasis di kejauhan. "Makanlah!" Tegurnya lagi dengan lembut, seakan mengajak Junjie keluar dari lamunannya.Junjie menoleh, matanya tak berkedip menatap meja di ruang tengah, penuh dengan hidangan yang tak biasa disajikan oleh Ren Hui. Tak biasan

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Perbincangan Ren Hui Dan Miu Yue

    Beberapa hari berlalu dengan tenang di Oasis Merah. Song Mingyu, seperti biasanya, berlatih jurus Pedang Surgawi. Gerakannya ringan, namun penuh kekuatan, seperti angin yang menyapu permukaan oasis. Sesekali, Junjie akan menemani—meski pria pemalas itu lebih sering bersandar di jendela, tenggelam dalam surat-surat dari merpati pos atau sibuk membuka gulungan dokumen serta buku-bukunya.Sedangkan Ren Hui lebih sibuk dengan urusan dagangannya. Aroma manis dan tajam dari berbagai arak yang ia racik memenuhi udara. Ia sering mengunjungi tenda Jenderal Miu Yue untuk mengantarkan arak pesanan sang jenderal atau berjalan-jalan di pusat kota. Kadang ia ditemani Song Mingyu, dan jika Junjie sedang dalam suasana hati yang baik, ia pun akan bergabung, meski langkahnya sering lebih lambat, seperti orang yang enggan bergerak terlalu jauh.Namun, pagi ini, suasana di tenda Jenderal Miu Yue sedikit berbeda. Ren Hui duduk berhadapan dengan sang jenderal, seperti biasa mengantar arak pesanannya."Ehm,

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Malam Di Tepi Oasis Merah

    Suasana malam di Oasis Merah cukup sepi, meskipun nyala lentera dan lampion yang terpasang di setiap tenda dan kereta menambah kilau kemeriahan yang temaram. Namun, sebagian besar penghuni tenda memilih berdiam diri di dalam kediaman mereka masing-masing, membiarkan angin gurun yang menusuk mengguncang ketenangan malam yang sunyi.Angin gurun semakin terasa dingin, menambah kesunyian malam yang hanya dihiasi oleh suara gemerisik pasir dan desiran angin."Jadi, kau bertemu dengannya?" Junjie bertanya pada pemuda yang duduk di hadapannya, suaranya datar, tetapi memancarkan rasa ingin tahu. Song Mingyu hanya mengangguk pelan, bibirnya rapat, tidak ada kata yang keluar.Mereka bertiga duduk di tepi oasis, menikmati makan malam sederhana yang ditemani arak hangat dan pemandangan indah kota Hóngshā yang terlihat jauh di kejauhan. Langit malam tampak begitu cerah, dengan bulan purnama yang menerangi oasis, menciptakan bayangan yang menari-nari di permukaan air ya

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Aku Berharap Itu Bukan Dia

    Song Mingyu terdiam terpaku. Kakinya terasa berat seperti tertanam di pasir. Napasnya tersendat, dadanya bergemuruh seperti drum perang yang tak pernah berhenti berdetak. Lidahnya kelu, tak tahu harus berkata apa. Sementara itu, wanita bermantel putih melangkah mendekat. Setiap langkahnya terdengar tegas, menciptakan jejak kecil di atas pasir merah yang panas."Jenderal Miu," Ren Hui memecah keheningan. Ia membungkuk sopan, memberikan penghormatan tanpa ragu sedikit pun.Wanita itu mengangguk tipis, rambut panjangnya yang tergerai seperti sutra berkibar-kibar diterpa angin gurun. "Tuan Ren," sapanya dengan nada lembut, tetapi penuh wibawa. "Bisakah Anda mengantarkan beberapa guci arak ke tendaku?"Tidak ada kegugupan dalam suaranya. Kata-katanya seolah tertata sempurna, seperti butiran mutiara yang mengalir dalam kalimat.Ren Hui tersenyum, senyuman cerah yang menular. "Tentu saja. Saya akan mengantarkannya besok pagi," jawabnya dengan riang. Cahaya matahari seakan memantul dari senyu

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Pertemuan Tak Terduga

    Ren Hui memimpin jalan memasuki rumah beroda. Udara di dalam terasa leluasa, karena jendela-jendela yang terbuka menghadirkan angin gurun yang sekali-kali berhembus sepoi-sepoi. Namun, kehadiran dua tamu tak terduga seketika mengubah suasana. Junjie dan Song Mingyu, yang tengah duduk santai, seolah kehilangan kata-kata. Meski wajah mereka tetap tenang, mata mereka menyiratkan keterkejutan yang sulit disembunyikan."Junjie! Mingyu! Ada dua nona cantik yang mengunjungi rumah kita dan ingin bertemu dengan seseorang. Mungkin salah satu di antara kalian yang nona-nona ini maksud," ujar Ren Hui sambil melirik sekilas pada dua wanita yang berdiri anggun di sebelahnya. Suaranya ringan, tetapi cukup untuk memecah keheningan yang mendadak menyergap.Wanita bermantel merah tua itu melangkah maju, kemudian berlutut di lantai tanpa ragu sedikit pun, diikuti oleh pelayannya. "Yang Mulia Pangeran Yongle, saya Chao Ping memberi hormat!" ucapnya dengan penuh takzim, kepalanya tertunduk dalam-dalam hin

DMCA.com Protection Status