Share

Berebut Tahu

Penulis: Aspasya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-31 15:00:20

Ren Hui menyalakan dupa dan meletakkannya di atas meja. Sementara Junjie dan Song Mingyu makan dengan lahap. Keduanya sesekali berbincang bahkan berebut makanan.

"Bagaimana bisa sikap elegannya menguap begitu saja," keluh Ren Hui dalam hati saat melihat keduanya kembali bertengkar hanya karena hal sepele.

"Ren Hui, kau tidak ingin berlatih beladiri?" Song Mingyu tiba-tiba bertanya padanya. Ren Hui tertegun mendengar pertanyaannya itu. Dia menatap Song Mingyu sebentar, kemudian menggelengkan kepalanya.

"Ada baiknya kau berlatih," sahut Junjie menimpali percakapan mereka berdua. "Setidaknya untuk menjaga kebugaran tubuhmu," lanjutnya. Tangannya terulur hendak mengambil sepotong tahu berlumur saos kedelai fermentasi.

"Aiyo, itu tahuku!" Song Mingyu menepis tangannya dan merebut tahu itu dari atas piring. "Eh, kau ini!" Junjie berteriak memprotesnya dan tangan bergerak cepat mengambil tahu di atas piring ya
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Naluri Dan Ikatan

    Ren Hui masih berdiri dan meneguk araknya. Tubuhnya mulai terasa hangat, darahnya seakan mengalir lebih cepat. Pembuluh-pembuluh darahnya seakan terisi tenaga dalam yang kuat lagi seperti dahulu. Bahkan jauh lebih kuat dari sebelumnya. Dadanya bergemuruh, seakan-akan jantungnya meronta hendak melepaskan diri agar bisa berdetak lebih bebas dan kencang. Seperti keinginannya untuk kembali menggunakan pedang yang telah lama tersimpan dan tak pernah digunakannya lagi. Junjie terkejut saat sayup-sayup merasakan sebuah getaran. Pedang yang selalu tersandang di pinggangnya tiba-tiba bergetar, pelan dan semakin cepat. "Pedang ini merasakan hasrat membunuh pemiliknya," gumamnya dalam hati. Seulas senyum tipis muncul di bibirnya. Dia sudah menduga, meski kehilangan kemampuan beladirinya, tetapi Ren Jie tidak kehilangan nalurinya sebagai seorang Dewa Pedang. Begitupun dengan Pedang Naga Langit yang tidak kehil

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-01
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Tarian Sang Dewa Pedang

    "Kau ingin melihat tarian pedangku lagi bukan?" tanyanya dengan serius. Tatapan matanya yang tajam menelusuri wajah tampan pria di hadapannya. Seakan-akan ingin mencari kesungguhan dari keinginan yang tadi diucapkannya.Junjie hanya menganggukkan kepalanya, menyingkirkan ujung pedang dan kembali meneguk araknya. Dia pun duduk di pagar kayu teras dan bersandar di dinding gudang arak, menatap Ren Hui dengan tatapan berbinar.Ren Hui pun tersenyum tipis. Dia berputar dengan indah, mengayunkan pedangnya. Pedangnya bergerak cepat selaras dengan gerakan tubuhnya. Hingga tiba-tiba saja ujung pedangnya menyasar dan berhenti beberapa inchi dari leher Junjie.Junjie tertawa pelan dan menghindar dengan lincah. Namun, Ren Hui tidak melepaskannya begitu saja. Dia kembali mengayunkan pedangnya meski kali ini tidak berniat menyerang Junjie.Gerakan pedangnya melambat, berputar dengan indah. Begitupun dengan tubuhnya y

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-01
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Kambuh Lagi

    Junjie terbangun keesokan paginya saat mendengar teriakan panik Song Mingyu. Ditingkahi dengan suara batuk seseorang yang terdengar sangat parah."Minumlah!" Terdengar suara Song Mingyu menawarkan air. Semestinya orang yang terbatuk-batuk adalah Ren Hui.Junjie bangun dari tempat tidur dan duduk di tepinya. Kepalanya terasa pusing. Entah berapa kendi arak yang dihabiskannya semalam karena dia merasa arak itu sama sekali tidak memabukkan. Dia hanya merasa sangat ringan bak melayang-layang dalam lautan mimpi."Hei! Bantu aku!" Song Mingyu berseru padanya. Perlahan Junjie membuka matanya. Tatapan matanya menangkap sosok Ren Hui yang tengah terbatuk-batuk. Tiba-tiba saja pria itu memuntahkan darah segar.Junjie segera melompat berlari terburu-buru mendekati mereka berdua. Diperiksanya kondisi Ren Hui kemudian berusaha menyalurkan tenaga dalam murni untuk memulihkan kondisinya. Meski dia tahu mungkin itu tidak akan terlalu memb

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-01
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Kota Yueliang Yang Indah

    "Apakah karena semalam kau berlatih pedang?" Junjie bertanya dengan suara pelan dan berhati-hati. Dia tidak ingin Song Mingyu mendengar percakapan mereka dan mencurigai mereka berdua."Salah satunya karena itu. Namun, alasan yang paling nyata adalah racun tujuh bunga biru," sahut Ren Hui pelan."Apakah ada penawarnya?" Junjie kembali bertanya. Kali ini disertai harapan untuk mendapatkan jawaban yang bagus."Jika ada tentu Ren Jie masih hidup," sahut Ren Hui seraya tersenyum pahit.Junjie mendesah pelan. "Kalau begitu ikutlah ke kota. Aku akan membawamu ke Paviliun Yueliang. Nona Wei Jin tidak mungkin tidak memiliki obat atau penawar untuk racun itu. Dia pasti mau mengobatimu." Junjie berdiri dan berkata dengan tegas."Buang-buang waktu saja. Jika Dewa Obat pun sudah menyerah untuk menetralkan racun di tubuhku apalagi hanya seorang Wei Jin." Ren Hui kembali tersenyum pahit.

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-02
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Lukisan Sang Dewa Pedang

    Paviliun Yueliang, Kota YueliangSebuah lukisan tergantung di dinding sebuah ruangan yang cukup luas dan ditata dengan begitu elegan. Lukisan seorang pria muda yang tampan nan rupawan membawa pedang di tangan kanannya. Berlatar belakang pohon wisteria yang tengah berbunga lebat dan pegunungan di musim semi, lukisan itu tidak hanya indah. Namun, begitu hidup hingga terasa begitu nyata.Setidaknya bagi gadis cantik berhanfu ungu muda yang berdiri menatap sayu lukisan itu.Seakan-akan diliputi kerinduan yang begitu mendalam akan sosok di dalam lukisan. Bahkan dia melupakan semuanya saat tatapan matanya hanya tertuju pada sosok itu, hingga tidak menyadari kehadiran seseorang.Seorang gadis masuk ke dalam ruangan dan menegur gadis yang berdiri di depan lukisan. "Kakak Jin, dupa sudah terbakar habis dan kau masih memandangi lukisan itu." Dia meletakkan teko teh dan cangkir-cangkir di atas meja di sudut ruangan.

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-02
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Bukit Hujan Kabut

    Pusat Kota Yueliang Song Mingyu memacu kudanya dengan santai. Sesiangan ini dia puas berkeliling kota Yueliang. Junjie merupakan pemandu jalan yang baik karena dia hampir hapal seluk beluk kota kecil ini. Sepertinya tidak ada tempat di kota ini yang tidak diketahuinya. Dia bahkan membeli dua buah lentera yang membuat Song Mingyu keheranan. Namun, saat bertanya padanya, Junjie hanya tersenyum dan tidak menjawabnya dengan jelas. "Apakah sebenarnya kau berasal dari kota ini?" Song Mingyu pun melontarkan pertanyaan yang mengandung kecurigaan pada pria itu. Namun, dengan tegas Junjie menepis kecurigaan pemuda itu. "Tidak! Aku berasal dari kota Tianxia," sahutnya dengan santai. "Eh, kota Tianxia? Pantas saja ilmu beladirimu lumayan." Song Mingyu memujinya dengan tulus. Junjie hanya tersenyum mendengar pujiannya. Tianxia atau Kota

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-02
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Jalanan Berkabut

    Junjie dengan hati-hati menuntun kuda dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya membawa lentera. Begitu pula dengan Song Mingyu. Meski di sepanjang jalan juga ada beberapa lentera yang menyala, tetapi itu tidak cukup untuk menerangi jalan. Apalagi semakin jauh melangkah semakin tebal juga kabutnya."Ini masih siang, tetapi cuaca seperti sore menjelang malam hari." Song Mingyu mengangkat lenteranya lebih tinggi agar dapat melihat jalur jalan di depan mereka agar tidak salah memilih arah."Sepanjang waktu tempat ini diselimuti kabut. Hanya saja tidak selalu tebal." Junjie kembali menjelaskan. "Ah pantas saja kau tadi membeli lentera. Aku pikir untuk perjalanan pulang nanti." Song Mingyu berkata pelan dan melirik JunjieTiba-tiba merasa aneh dengan penampilan pria yang berjalan di sisinya itu. "Junjie, ada hantu," bisik Song Mingyu pelan. Junjie seketika berhenti berjalan. Dia membuka doupeng yang menutupi wajahnya. "Di mana?" tanyan

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-03
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Ilusi

    Song Mingyu tertegun saat telah memasuki Paviliun Yueliang. Tidak ada kabut yang menyelimuti dan cuaca pun terang benderang.Di hadapan mereka terhampar sebuah pemandangan yang sangat indah. Sebuah taman dengan bunga-bunga yang bermekaran. Kolam yang berair jernih dengan ikan-ikan koi berenang di dalamnya dan sebuah jembatan batu melengkung dengan sebuah lonceng tergantung di atas."Eh, kenapa tiba-tiba kabutnya menghilang?" tanyanya pada Junjie. Dia mengusap-usap matanya untuk memastikan tidak ada yang salah dengan matanya."Paviliun Yueliang adalah sebuah organisasi yang rapi. Selain Keluarga Wei, ada juga Keluarga Qiao dan Keluarga Dongfang. Keluarga Qiao dikenal dengan teknik rahasianya. Salah satunya adalah kabut tadi." Junjie mengambil lentera di tangan Song Mingyu. Kemudian mematikan kedua lentera itu, meletakkannya di atas pagar batu di sebelahnya."Mingyu, jangan mempercayai apapun yang saat ini kau lihat. Yang in

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-03

Bab terbaru

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Ukiran Bi’an Hua di Peti Mati Giok Lavender

    Rumah beroda itu berderak pelan meninggalkan Oasis Merah, sebuah tempat peristirahatan yang sunyi di tengah bentangan pasir. Mentari pagi baru saja menyembul di cakrawala, menyapu gurun dengan semburat jingga. Para penghuni tenda-tenda dan karavan masih terlelap, terlindung dari dinginnya pagi. Hanya derak roda dan deru angin gurun yang menemani perjalanan itu.Song Mingyu mengendalikan rumah beroda dengan hati-hati, ditemani Baihua, rubah putih yang setia menempel di sisinya. Di samping mereka, keledai hitam bernama Lobak berjalan perlahan, menggerutu dengan dengusan-dengusan kecil."Sudahlah, Lobak! Kau jangan merajuk lagi," tegur Song Mingyu dengan nada geli sambil melirik keledai yang tampak cemberut. Dia terkekeh, seakan keledai itu mengerti.Meski pasir merah yang bergulung-gulung di bawah roda kerap membuat perjalanan terseok-seok, rumah beroda itu terus melaju. Lobak, meski tak puas, tetap setia mengikuti di sisi, tanpa ada niat sedikit pun untuk m

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Ibukota Yang Sepi

    Ibukota Kekaisaran Shenguang dalam beberapa hari ini terasa sunyi. Hanya derap langkah prajurit berpatroli yang memecah keheningan lorong-lorong kota di jam-jam tertentu. Udara pagi menghembuskan hawa dingin, membawa serta aroma lembab dari batu-batu jalanan yang jarang terinjak. Para penduduk menjalani hidup penuh tekanan, tak berani beraktivitas seperti biasanya. Lorong-lorong yang dulu ramai kini tampak lengang, bagaikan labirin batu yang kosong.Namun, sesekali ada sedikit kelonggaran. Penduduk diizinkan membuka toko atau berdagang, meski hanya dalam waktu dan ruang yang terbatas. Di bawah pengawasan ketat para prajurit. Suasana tetap terkendali, langkah-langkah mereka terasa berat seolah takut menimbulkan gema yang bisa mengundang bahaya."Masih terkendali, bukan, Tuan Han Jin?" Mo Yuan, orang kepercayaan Chu Wang, menatap lurus pria yang berkuda di sampingnya. Sorot matanya dingin, seperti batu giok tanpa cela, mengamati situasi kota dengan kewaspadaan tinggi

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Kenapa Kalian Tidak Membunuhnya?

    Malam di Oasis Merah terasa seperti sebuah kanvas gelap yang dilukis dengan ketegangan. Setelah pertempuran sengit di perbatasan, keheningan menggantikan gemuruh perang, namun bukan kedamaian yang hadir—melainkan bayangan ancaman yang membekap udara. Kedua belah pihak mundur dengan luka masing-masing, menyisakan jejak pertempuran yang masih menguar di antara angin padang pasir.Pasukan Jenderal Miu Yue kembali ke Oasis Merah, diikuti oleh Ren Hui, Junjie, dan Song Mingyu. Di sisi lain, Pangeran Luo membawa pasukannya ke perbatasan, sementara Pasukan Hantu Kematian menghilang tanpa jejak, terkubur dalam badai pasir yang diciptakan Zhu Ling.Di dalam rumah beroda, api lentera yang bergoyang lembut diterpa angin malam menghangatkan suasana yang sedikit muram. Song Mingyu menatap Junjie dengan pandangan penuh tanya. Hening malam diselingi bunyiangin yang terasa lebih nyaring dari biasanya. "Apakah ini hasil yang kau inginkan?" tanyanya akhirnya, memecah kehen

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Pertarungan Berakhir

    Junjie menjadi sasaran utama serangan Liuxing. Pedang Bintang Jatuh milik Liuxing menderu, menghunus udara dengan kilatan seperti sambaran petir. Tanpa ragu, Junjie menarik tubuh Ren Hui, memindahkannya dari lintasan maut itu. Pada saat yang sama, Dongfang Yu bergerak bagaikan bayangan. Serulingnya terangkat, dan dengan satu sapuan cepat, dia menangkis serangan Liuxing. Gerakannya yang lincah menyerupai tarian musim semi, menyapu langkah Liuxing hingga pria itu terpaksa mundur. "Wah! Ini curang, Nona Dongfang Yu!" Sebuah suara keras memecah ketegangan. Zhu Ling, diikuti Xuan Yu serta Pasukan Hantu Kematian, telah mengepung Dongfang Yu. "Oh, curang, ya?" Dongfang Yu terkekeh kecil, suaranya seperti lonceng perak di malam gelap. "Tadi memang aku berniat curang. Tapi sekarang, rasanya kalian yang mencurangiku." Senyumnya menggantung dingin, dan dia kembali meniup serulingnya. Nada seruling itu melengking tajam, menghunjam tel

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Meteor Di Gurun Merah

    Ren Hui mengangkat Pedang Bintang Ilusi tinggi-tinggi, mata pedang itu bersinar dingin, siap menyambar lawannya dengan kekuatan tak terbayangkan. Liuxing, tak kalah sigap, memposisikan Pedang Bintang Jatuhnya. Dengan setiap gerakan tubuhnya, pedang itu memancarkan aura seperti sebuah bintang yang siap runtuh ke bumi.Junjie, yang telah beberapa saat menghindar dari serangan Xuan Yu, merasa gelisah. Meski tidak berniat membalas serangan, tatapannya terarah penuh kecemasan pada pertarungan Ren Hui dan Liuxing. "Celaka! Jika keduanya mengeluarkan serangan meteor, gurun ini akan hancur lebur," gumamnya dalam hati, menatap badai pasir yang semakin mengganas."Menyingkir!" Tanpa berpikir panjang, Junjie berteriak, suaranya menggema di tengah hutan pasir yang bergulung. "Semua, cepat menjauh!"Kekhawatiran Junjie berubah menjadi kenyataan. Pedang Ren Hui berkelebat cepat, seakan-akan meteorit yang meluncur dari langit, menembus keheningan udara yang kian mencekam

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Di Tengah Badai Pasir

    “Badai pasir,” gumam Miu Yue, suaranya bergetar di antara desau angin yang menderu-deru. Kekhawatiran terpancar jelas dari sorot matanya yang sempat melirik horizon yang perlahan memerah. Tanpa sadar, dia menggenggam erat lengan Song Mingyu, seperti mencari kekuatan dalam kegentingan. Sentuhan dingin jemarinya segera disambut kehangatan tangan pemuda itu, yang diam-diam berusaha menenangkan ketakutannya.Gemuruh angin yang membawa pasir merah bergulung-gulung laksana naga yang menari liar di cakrawala. Ini bukan sekadar ancaman sepele, tetapi fenomena alam yang mampu melahap seluruh kehidupan yang berdiri di hadapannya. Bukit pasir berguguran, lalu terbentuk kembali dengan wujud yang baru—seolah gurun ini hidup, berubah dengan setiap hempasan badai.“Berlindung di balik kereta!” Miu Yue dan Kasim Ong berteriak bersamaan.Tanpa membuang waktu, para prajurit berlarian ke balik kereta-kereta berat yang penuh dengan barang bawaan. Kereta-kereta itu,

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Pertarungan Di Gurun Merah 2

    Ren Hui dan Liuxing kini benar-benar berhadapan di tengah hamparan gurun pasir merah yang menderu diterpa angin. Matahari menggantung rendah di langit, menciptakan kilauan tembaga di atas pasir yang seolah menyala. Kedua pria itu berdiri diam sejenak, ketegangan melingkupi mereka seperti senar busur yang ditarik hingga hampir putus.Liuxing, dengan tatapan dinginnya, tak ingin membuang waktu. Tanpa sepatah kata, dia melancarkan serangan pertama. Pedang Bintang Jatuh di tangannya menyambar seperti badai musim gugur, menciptakan gelombang energi yang menghantam gurun. Pasir berhamburan ke udara, berputar seperti topan kecil yang melenyapkan batas antara langit dan bumi. Tanah bergemuruh seolah naga kuno bangkit dari tidurnya.Ren Hui bergerak cepat, tubuhnya melompat dengan kelincahan seekor kijang yang melintasi jurang.Pasir merah beterbangan, menciptakan kabut yang menutupi pertarungan. Di kejauhan, para saksi hanya bisa menyipitkan mata, berusaha menembus tirai debu."Junjie! Menjau

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Pertarungan Di Gurun Merah 1

    Junjie dan Ren Hui saling berpandangan, diam dalam kerangka waktu yang terasa membeku. Ini bukan pertama kalinya mereka harus menghadapi pertarungan bersama, meskipun momen seperti ini jarang terjadi. Hidup mereka, seperti dua sungai berbeda, mengalir di jalur yang tak pernah bersinggungan kecuali saat menghadapi musuh-musuh mereka.Junjie lebih sering bergulat dengan dunia politik dan pertempuran besar di medan perang, tempat strategi dan kekuatan militer saling bertaut. Sebaliknya, Ren Hui hidup di bawah bayang-bayang duel maut, bertarung satu lawan satu dengan ahli beladiri atau murid-murid sekte lain. Dunia mereka bertolak belakang, tetapi hari ini garis nasib mempertemukan mereka kembali.“Bertarung atau kabur?” Ren Hui bertanya santai, memutar payung di tangannya dengan gerakan malas, seakan badai pasir yang mengancam itu hanyalah angin musim semi.“Menurutmu?” Junjie balas bertanya, suaranya serupa desau angin dingin yang menggugurkan daun-daun terakhir. Dia mengibaskan lengan

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Ayo Kita Mulai Pertarungan Ini !

    Junjie dan Ren Hui menatap pria di belakang Liuxing. Tanpa topeng hantu, pria itu memancarkan daya tarik yang tak terduga. Wajahnya muda, tampan, seperti pualam yang dipahat sempurna oleh tangan seorang seniman."Ah, kau Yu!" seru Ren Hui tiba-tiba, suaranya melengking, penuh keterkejutan. Jarinya terulur lurus, seolah ingin memastikan bahwa yang dilihatnya nyata. Xuan Yu, asisten Peramal Ilahi yang mereka temui di tenda beberapa hari lalu, kini berdiri di barisan Pasukan Hantu Kematian.Ren Hui terkekeh kecil, menarik lengan mantel biru Junjie. "Aiyo! Kau sungguh tak pantas menjadi anggota Pasukan Hantu Kematian. Kau terlalu tampan untuk menjadi hantu." Nada bercandanya ringan, tapi matanya memancarkan kewaspadaan, seperti mata elang mengawasi mangsa.Ucapan Ren Hui memicu tawa kecil dari Zhu Ling, A Xian, Song Mingyu, bahkan Pangeran Luo. Namun, Junjie tetap diam, wajahnya seperti biasa, tanpa ekspresi berarti."Wah, pedagang arak," balas Xuan Y

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status