Glara hanya diam saja. “Siapa yang bilang Glara?” ulang Bhuvi masih menatap Glara.
“Tidak ada,” sahutnya setelah sekian lama berdiam diri. “Aku hanya berpikir sendiri,” imbuhnya semakin menundukkan kepala.
“Gla, selama ini aku hidup seorang diri. Kehilang sosok adik, ibu dan ayah dalam sekejap mata membuatku nyaris terjerumus ke lembah hitam. Belum lagi dengan kegagalan perusahaan kala itu. aku senang dengan kehadiranmu dan Gama. Gama membawa warna baru di hidupku.”
Dengan perlahan Glara mengangkat kepalanya dan menatap manik abu Bhuvi, mencari kebenaran dari apa yang pria itu ucapkan. “Sungguh? Bagaimana dengan kekasihmu?”
“Bagaimana jika aku katakan kalau aku belum pernah berpacaran?”
“Hah?” sontak Glara membulatkan manik mata tak percaya dengan ucapan Bhuvi.
Bhuvi tertawa s
Gerakan Damian terhenti karena terkejut dengan kehadiran Issabella yang ternyata berdiri tak jauh darinya. “Bukan apa-apa, urusan kerjaan.”“oo, kamu mau ke mana?” tanya Issabella melihat Damian yang tengah memakai baju.Damian menggeleng dan berjalan mendekati Issabella. “Aku ingin ke mari,” ujarnya seraya memeluk Issabella dari belakang. Jemari kekarnya bergerak mengusap dan menyentuh tubuh Issabella membuat wanita itu mendesah tertahan.“Damian jangan begini, kau menggodaku.” Issabella menolak dengan menggerakkan tubuhnya yang semakin membuat ia bernafsu.Issabella memang bukan wanita baik-baik, ia sudah sering melakukan hubungan intim sejak usia belasan dulu. Karena itu pula dia menjadi pecandu kegiatan ranjang. dan Damian satu-satunya pria yang mampu mengimbangi permainan ranjangnya.Jika Damian dan Issabella tengah memadu hubu
“Aku akan jelaskan nanti, sekarang kita masuk dulu.” Glara mengangguk dan mengikuti Bhuvi masuk ke dalam.Sayangnya, Glara tak menyadari jika tangannya masih bertengger di lengan Bhuvi. jika orang lain melihatnya mereka akan beranggapan jika Bhuvi sedang menggenggam tangan Glara begitu pun sebaliknya. Kedatangan mereka bertiga disambut baik oleh kolega lain kecuali Damian yang sudah duduk manis di sana.Perhatiannya teralihkan pada genggaman tangan Glara dan Bhuvi, ia meremas tangannya dan menatap tajam objek yang mencuri perhatiannya. Glara dan Bhuvi duduk berdampingan di depan Damian yang masih memandangnya tajam. Tak lama rapat pun berlangsung, mereka membahas tentang projek kerja sama yang akan dikerjakan bersama-sama untuk menyelesaikan proyek akhir tahun mereka.Semua peserta meeting menyimak pemaparan dari ketua tim, hanya Damian yang fokus pada Glara dan interaksi antara wanita itu dengan Bhuvi juga p
Bhuvi mengangguk dengan senyum tipis di wajahnya. “Seperti yang aku sudah katakan, Pak Louis memiliki feeling yang kuat tentang kejadian ini.”“Kalau begitu berarti aku… .”“Kamu akan mengurus 3 perusahaan.” Glara melongo tak percaya dengan ucapan Bhuvi. Ia memejamkan mata dan membuang napas kasar.“Bagaimana kalau aku gagal?” tanya Glara dengan mata terpejam.Bhuvi tersenyum tipis, sebelah tangannya mengusap puncak kepala Glara. “Ada aku dan Pak Darel. Kamu pasti bisa.”“Ibu pasti bisa,” ujar Gama seraya mengusap mata dan juga merenggangkan ototnya.Glara dan Bhuvi terkejut dengan ucapan Gama. “Eh jagoan ibu sudah bangun,” ujar Glara mengecup pipi chuby Gama.Gama mengangguk dengan wajah mengantuk, ia lantas memeluk Glara erat-erat begitu juga deng
“Tentu untuk bertemu dengan istri dan anakku,” ucapnya dengan wajah gembira.“Siapa?”Damian terus berjalan maju sedangkan Glara berusaha melindungi Gama. “Siapa lagi yang ada di hadapanku.”“Bukan kamu bukan ayahku‼” pekik Gama berlari menjauhi Damian ia bergerak menuju ke Bhuvi yang berdiri di belakang Damian. “Ini ayahkuu‼” ujar Gama seraya memeluk kaki jenjang Bhuvi.“See? Dan lagi jangan terlalu percaya diri. Kita sudah tidak ada urusan dan ikatan apapun. jangan terus mengusikku, jika kamu tidak mau rahasiamu terbongkar,” ujar Glara seraya berlalu dari hadapan Damian.Ia berjalan mendekati Bhuvi yang sudah menggendong tubuh mungil Gama. Damian berusaha mencengkal tangan Glara, sayangnya pengawal Bhuvi sudah menodongkan senjata ke kepala dan mengepungnya. Damian mengurungkan niatnya, walau bagaimana
“Aku sudah katakan, aku bukan wanita biasa!” ujar Glara berbisik di telinga Damian setelah itu ia tersenyum sinis dan menggenggam kembali tangan Gama, ia berjalan meninggalkan Damian yang masih termenung di tempat.Damian menatap kepergian Glara dan Bhuvi yang berjalan beriringan bak sebuah keluarga harmonis. Entah kenapa, hari ini Glara terlihat begitu cantik di matanya, padahal selama ini ia tak pernah sedikit pun melihat kecantikan Glara. Karena tak mau membuat malu diri sendiri, Damian pun mengalah dan duduk di meja yang tak jauh dari meja Glara.Acara pun berlangsung sangat meriah, beberapa kategori award sudah dibacakan dan tibalah pada kategori terakhir. Darel yang ditunjuk sebagai salah satu pembaca nominasi pun maju ke atas panggung dan berdiri di depan podium.“Dan pemenang untuk nominasi pengusaha paling berpengaruh jatuh kepada,” ujarnya seraya menunjuk ke layar lcd besar di belakangny
Damian mengendarai mobilnya dengan terburu-buru, ia bahkan mengabaikan lampu lalu lintas tujuannya saat ini adalah rumah masa kecil Martha. Butuh waktu 1 jam untuk Damian bisa sampai ke rumah itu.Setibanya di sana, Damian mengetuk pintu dan tak lama seorang wanita paruh baya keluar dari dalam. “Maaf bapak siapa ya?” tanya dengan raut wajah kebingungan.“Di mana Martha?”Wanita itu semakin mengerutkan keningnya bingung. “Martha? Martha siapa? Di sini tidak ada yang bernama Martha. Mungkin anda salah alamat.”“Tidak, ini benar rumah Martha.”“Maaf pak, saya sudah membeli rumah ini beberapa bulan yang lalu. Mungkin orang yang bapak cari sudah pindah rumah. maaf ini sudah larut malam, saya harus istirahat. Permisi.” Wanita itu segera menutup pintu tanpa mendengar jawaban Damian.Pria itu termenung di de
Mereka terkejut dengan sikap Gama yang langsung berlarian ke sana ke mari dan mencoba bermain lego di sana. Glara tersenyum pada Bhuvi. “Temani saja di sini, aku akan mengurus administrasinya.” Glara mengangguk dan membiarkan Bhuvi meninggalkannya di dalam kelas.Seorang guru mendekati Glara ia menyapa dan menjelaskan tentang sistem belajar di kelas pemula ini. Dari sanalah, Glara tahu kalau sekolah yang ia pilih memang tepat untuk anak-anak seperti Gama.“Glara kamu lupa denganku?” ujar salah seorang guru di sana. dari wajah dan gaya berpakaiannya terlihat jika usianya tak berbeda jauh dengan Glara.Kening Glara berkerut mendengar ucapan wanita itu, ia mengamati wajahnya dengan seksama namun, hasilnya nihil ia tak bisa mengingat siapa sosok yang berdiri di depannya. “Aku Berlin. Kamu lupa? Kita dulu teman satu fakultas.”“Sungguh ini dirimu Berlin?” ta
Glara pun mendongak, ia menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan kirinya. “Ya tuhan, aku sampai tidak sadar. Kalian saja, aku nanti. Saya titip Gama ya.” Glara melihat ke arah Gama yang sudah bersiap mengenakan sepatunya.“Nona tidak ikut?” tanya Boy bingung.Glara menggeleng lemah, “ada banyak berkas yang harus saya periksa, tidak papa saya nanti makan di sini saja.”“Baik, Nona. Saya berangkat sekarang. permisi.” Glara mengangguk.Ia beranjak menghampiri Gama yang sudah menunggunya di tepi meja. Setelah berpamitan dan mengatakan jika dirinya tidak bisa ikut, Gama, Boy dan pengawal lain bergegas meninggalkan ruang kerja Glara. Walau awalnya Gama memaksa Glara untuk ikut, pada akhirnya Glara berhasil membujuknya.Perjalanan dari perusahaan Glara ke perusahaan Bhuvi memakan waktu yang cukup lama. Namun, karena keahlian Boy dalam membaw