Dengan raut wajah panik, Martha segera bangkit dari posisinya dan berjalan menuju ke kamar sang Ayah. Di luar kamar sudah berkerumun beberapa pekerja Martha, mereka tampak meneteskan air mata melihat kondisi ayah Martha.
Dengan sisa tenaga dan kondisi perut yang semakin besar, Martha bergerak memecah kerumunan. Ia menutup mulutnya dengan raut wajah yang tak bisa digambarkan lagi. “Ayah,” lirih Martha seraya berjalan gontai menuju ranjang ayahnya.
“Panggilkan dokter‼ Cepat panggil dokter‼” bentak Martha pada pelayannya yang berdiri di ambang pintu kamar.
Dengan langkah terburu-buru, salah seorang pelayan bergegas menuju ke telepon rumah dan menghubungi dokter pribadi keluarga Martha. Tak sampai 15 menit, seorang pria dengan jas putih dan tas dokternya berjalan masuk ke dalam kamar. “Biar saya periksa terlebih dahulu.”
Martha menunggu di belakang dokter itu, ia berus
Raut wajah Darel pun berubah menjadi lebih panik, ia menatap Glara dan Bhuvi bergantian. “Saya akan segara ke sana.” Darel pun menyudahi sambungan teleponnya dan mendekat ke arah Bhuvi.Darel menyimpan ponselnya dan berkata pada Bhuvi, “Pak Drew, ayahnya Martha meninggal.”Glara sontak membulatkan manik matanya mendengar ucapan Darel, “kapan? Kok bisa? Kita ke sana.”“Glara tenang dulu, kita akan ke sana tetapi antarkan Gama pulang dulu.”Setelah itu mereka bergegas menuju ke halaman parkir dan masuk ke mobilnya masing-masing. Darel lebih dulu ke rumah Martha, sedangkan Glara dan Bhuvi mengantarkan Gama, Boy dan Tasha ke rumah Lana dan menitipkan di sana.Singkat waktu, Bhuvi dan Glara baru saja tiba di kediaman Martha. Glara bergegas menghampiri Martha yang sedang menangis di depan peti Drew. Glara menatap Bhuvi dan mengatakan, &ld
Tubuh Tasha dan Glara berguling ke kanan, Tasha tampak melindungi Glara dari batang pohon besar yang mendadak limbung tepat di atas kepala Glara. Melihat kejadian itu Bhuvi segera mendekati Glara dan Tasha yang tergeletak dengan tubuh Tasha yang melindungi Glara.“Kalian tidak apa?” tanya Bhuvi membantu Glara dan Tasha bangkit dari posisinya.Glara menerima uluran tangan Bhuvi dan menatap Glara yang masih terbaring di sana. setelah Glara berdiri, barulah Bhuvi membantu Tasha bangun. “Tasha, kamu kenapa melakukan itu?” tanya Glara menyentuh bahu Tasha.“Saya tidak papa, Bu. Ibu bagaimana?” tanya Tasha tetap memperhatikan Glara.Wanita itu mengabaikan lengannya yang berdarah karena terbentur jalanan paving pemakaman ini. Boy mendekati Tasha dan membawa wanita itu ke sisi pemakaman. Dia membawa kotak p3k dan membantu Tasha membersihkan juga mengobati lukanya.&
Tasha pun bergerak menutup mata Gama dengan kain penutup mata sesuai dengan yang mereka rencanakan kemarin malam. Setelah mata Gama tertutup rapat, barulah Bhuvi dan Glara menuntun Gama masuk ke dalam ruangan itu.Ruangan berukuran 6x6meter itu dipenuhi oleh anak-anak yang seusia dengan Gama mereka memakai topi kerucut, Glara mengedarkan pandangannya menatap ke penjuru ruangan yang dihiasi dengan balon berwarna putih dan sky blue. Di depan sana terdapat panggung kecil, yang dihiasi kue ulang tahun dengan lilin ber-angka 6.Glara terharu melihat pengorbanan Bhuvi menyiapkan ini semua. “Satu… dua… .” Tasha mulai berhitung seraya memberi aba-aba pada anak-anak yang membawa terompet dan juga confetti popper.Glara menatap Bhuvi yang tampak tersenyum bahagia merayakan hari lahir Gama. “Tiga‼” pekik Tasha bersamaan dengan Boy yang membuka penutup mata Gama. Riuh suara terompet dan confetti
Bhuvi dan Glara tengah duduk di depan seorang wanita paruh baya, dengan beragam map yang tersusun rapi dia tas meja. “Bapak dan ibu yakin dengan keputusannya?”“Maksud bu lilly apa ya?” tanya Glara dengan tatapan mata penuh selidik.Wanita bernama Lilly itu tersenyum tipis, ia membuka map merah dan menunjukkan foto anak-anak yang tampak menggemaskan. “Dibanding dengan mengadopsi Erina, kami memiliki anak-anak lain yang lebih ungguk dibanding dengan Erina.”“Bagaimana jika kami maunya Erina?” tanya Glara lugas tak merubah pandangannya sedikitpun.Sorot mata Glara membuat nyali Lilly menciut, ia pun hanya mengangguk dan memberikan berkas-berkas Erina pada Glara dan Bhuvi. Bhuvi tampak memeriksanya dan membaca satu per satu lembar surat itu. cukup lama Bhuvi dan Glara memeriksa berkasnya hingga akhirnya Bhuvi menganggukkan kepala.Sete
Karena tak sabar mendengar penjelasan pegawainya, Bhuvi pun memberikan kode agar gerbang dibuka. Dengan langkah berani, Bhuvi berjalan mendekati kerumunan masa. Di belakangnya berjalan tiga orang pria berbadan tegap mengawalnya.Saat Bhuvi akan tiba di sana, seorang pembantu Glara berlari meneriaki namanya. “Pak Bhuvi‼ Pak Bhuvi‼ Bu Glara, Pak‼” mendengar nama Glara disebutkan, Bhuvi pun segera berbalik arah dan kembali ke dalam rumahnya.Pria itu berlari dengan kaki jenjangnya, ia bahkan menapaki dua anak tangga sekaligus agar segera tiba di dalam rumah. dari dalam rumah, Bhuvi mendengar suara tangisan yang berteriak memanggilnya.“Hei‼” pekik Bhuvi menatap pria yang berdiri membelakanginya.Bhuvi mengedarkan matanya, ia menatap ke sudut ruangan dan melihat pembantu juga kedua anaknya terikat di sebuah kursi.Pria di depannya pun berbalik, ia menatap Bhuv
Tommy dan Boy segera menangkap Damian dan mengikatnya serta membawanya keluar rumah dan hendak membawa ke kantor polisi. Sedangkan Bhuvi, ia melepaskan ikatan Glara lantas mereka bergerak melepaskan tawanan yang lainnya.Gama sudah menangis di dalam dekapan Bhuvi sedangkan Erina berada bersama Glara. Beberapa pekerja yang lain juga saling berpelukan karena takut dengan kejadian yang terjadi tadi.“Pak maafkan kami, kami lalai menjaga… .”“Bagaimana bisa?” tanya Bhuvi pada penjaga yang kini tertunduk takut.“Kami tidak mengira jika dia ada di antara kami pak. Dia menyamar menjadi salah satu dari kami dan… .” Ucapan mereka terhenti kala Bhuvi mengangkat tangannya menandakan jika ia enggan mendengar kelanjutan cerita pria itu.“Ayah! Gama tidak mau tinggal di sini‼ Gama takut!” ujar Gama dengan ketakutan dan air mata yang
“Aku masih mencari tahu siapa yang membiayai Damian. kamu tidak perlu khawatir, aku akan segera menangkap sampai ke akarnya.” Bhuvi mencoba menenangkan Glara dengan wajah yang dibuat santai.“Aku percaya kamu akan melakukan yang terbaik untuk kami tetapi, tolong jaga juga keselamatanmu ya. aku… aku tidak mau kehilangan lagi,” ujar Glara seraya menyentuh tangan Bhuvi yang berada di bahunya.Bhuvi tersenyum, ia memijat pelan punggung tangan Glara dan berkata, “aku akan baik-baik saja.”Bhuvi memeluk singkat Glara, “aku berangkat ya.” Bhuvi berucap seraya mengurai dekapannya.Setelah berpamitan dengan Glara, Bhuvi segera masuk ke dalam mobil. Tak seperti biasanya, Bhuvi kali ini pergi tanpa mobil pengawalan ia hanya meminta untuk dikawal dua orang yang mengendarai mobilnya.Sepanjang jalan, Bhuvi tampak membuka ponselnya dan mem
“Lepaskan Bu Glara atau peluru ini akan bersarang di kepala anda!” ancam seorang pria bertubuh tegap berdiri tepat di belakang Damian.“Haha anda kira saya takut? Tidak akan!”Pria itu justru tertawa kecil, jemarinya menarik pelatuk dan dalam hitungan detik saja peluru itu bisa benar-benar melesat masuk ke kepala Damian. “Anda kira saya main-main? Saya beri kesempatan anda menyelamatkan nyawa anda sendiri dalam lima detik,” ujar pria itu tak gentar sedikit pun, ia tetap dengan pistol di kepala Damian.“Kali ini lo lolos!” ujar Damian seraya melepaskan Glara dan berlari masuk ke dalam mobil pick up dan bergegas pergi dari sana.Glara menghela napas lega, ia menoleh dan menatap pria yang sedang menyimpan kembali ponselnya. “Maaf saya terlambat menyelamatkan anda.”“Apa kamu di bawah naungan Bhuvi?” 
“Kamu cantik sekali,” puji Lana menatap Glara dengan senyum yang tak bisa ia sembunyikan. “kamu benar-benar ratu hari ini.” Glara semakin tersipu malu mendengar pujian Lana.“Tante bisa aja, Glara jadi malu,” ujar Glara menundukkan kepala.“Sebelum turun, boleh kami ambil gambar untuk portofolio?” tanya salah satu perias meminta izin pada Glara dan Lana.Glara pun mengangguk dan mengikuti arahan dari perias untuk mengambil beberapa pose di dekat jendela kamar villanya. “Terima kasih, Bu,” ujar perias itu seusai mengambil gambar Glara dari beberapa angle.“Saya juga berterima kasih sudah menyulap saya jadi seperti ini,” balas Glara dengan senyum manis di wajahnya.Setelah perias tadi selesai merapikan barangnya dan berpamitan keluar ruangan, Lana duduk di samping Glara. “Glara, terima kasih sudah menerim
“Pihak kepolisian hanya meminta bantuan untuk menyampaikan permintaan janji, Tuan.”Bhuvi menganggukkan kepala. “Oh iya, besuk pagi sebelum ke villa saya akan ke sana. Glara apa kamu mau ikut?” tanya Bhuvi pada Glara yang menatapnya.Glara terdiam sejenak, “iya,” sahut Glara seraya menganggukkan kepala.Bhuvi tersenyum mendengar jawaban Glara. Ia lantas mengusap puncak kepala Glara lembut. “Paman Leo‼ kita main lagi . Paman Leo yang berjaga aku dan Erina yang bersembunyi‼” pekik Gama seraya berdiri di dekat Leo.Leo tampak ragu namun akhirnya ia mengangguk setelah mendapatkan persetujuan dari Bhuvi. kini Gama, Erina, Leo dan Boy sedangkan Tasha ia sedang ditugaskan untuk mengurus persiapan pernikahan Glara di villa tempat proyeknya dulu dibangun, tentu saja dengan Tiffany yang menjadi event organizernya.Glara menarik napas dalam-da
“Aku ingin mengajak Tiffany bekerja di perusahaan. Aku tahu dia memiliki kemampuan yang memadai dan setelah menikah nanti aku ingin membatasi pekerjaan jadi aku rasa aku butuh Tiffany untuk membantu menghandle. Bagaimana menurutmu?”Bhuvi terdiam sejenak ia tampak berpikir sejenak. “kita coba bicarakan padanya nanti.” Glara tersenyum senang mendengar balasan Bhuvi yang ternyata mendukung permintaannya.Mobil pun kembali hening hingga tiba di kantor Glara. Setibanya di sana, Glara dan Bhuvi bergegas menuju ke ruang meeting. Beberapa dewan direksi sudah menunggu kehadiran mereka, Glara pun segera memulai meeting yang membahas perihal penemuan untuk bahan produk yang batal dulu.“Maaf sudah menunggu lama,” ujar Glara seraya membungkukkan tubuhnya. “Pertama-tama, terima kasih atas kehadirannya. Selanjutnya, saya akan menjelaskan tentang hasil riset yang saya temukan dalam penyelidika
Semua orang yang berada di dalam ruang sidang pun menatap kehadiran wanita dengan sorot mata bertanya-tanya. “Tiffanny?” lirih Glara kala melihat sosok wanita muda yang berdiri di antara puluhan orang yang hadir di dalam sana.“Siapa orang ini? Dan saksi dari pihak mana?” tanya Hakim pada pengacara Damian maupun Robert.“Saya Tiffany Magdalena, anak dari Daniel Woody. Politikus yang meninggal di dalam sel tahanan karena tuduhan tak beralasan.”Hakim pun mempersilakan wanita muda itu untuk maju ke depan dan dilakukan sumpah. Setelah melakukan sumpah, hakim dan jaksa penuntut mulai menginterogasinya.“jadi apa yang anda ketahui atau apa yang ingin anda sampaikan?” tanyanya pada Tiffany yang berdiri di depan mic dan menatap lurus ke arah hakim.Tiffany menarik napas dalam-dalam ia menatap Damian dan Robert bergantian. “Robertinus
“Erina yang akan melakukannya,” jawaban singkat Bhuvi membuat Glara dan Darel mengerutkan kening bingung. “Erina pernah berkata, dia ingin menjadi pengacara dan membersihkan nama ibunya. Itu salah satu tujuanku mengadopsi Erina.”Darel pun mengangguk. “Semoga masih ada waktu untuk membuka kembali kasus itu.” Bhuvi mengangguk. “Oh iya, kalian kapan akan menikah? Lamaran kan sudah.”Glara tersedak salivanya sendiri sedangkan Bhuvi hanya menatap Darel tenang. “Setelah semua masalah selesai aku akan menyiapkannya. Bagaimana Glara?” tanya Bhuvi menatap Glara yang sedang menyembunyikan raut wajah malunya.“Em, aku ikut saja,” sahut Glara singkat masih dengan posisinya.“Aku akan membantu persiapannya, jangan sungkan beri kabar padaku apa yang bisa aku bantu,” ujar Darel dengan senyum bahagia yang terus terpancar di wajahnya
“Damian sudah mengatakan siapa orang yang menyuruh dan membiayai perbuatannya.” Manik coklat Glara membulat sempurna kala mendengar ucapan Bhuvi.“Kok bisa?”Bhuvi tersenyum tipis. “Mungkin dia sudah sadar kalau perbuatannya salah.”“Bagaimana dengan hukumannya?” tanya Glara masih menatap serius ke arah Bhuvi.Bhuvi menggeleng. “untuk bebas kemungkinannya kecil. Tetapi untuk meringankan hukuman munngkin bisa. Apapun itu, yang terpenting sekarang ini dia sudah memutuskan hal yang tepat.”Glara pun mengangguk. “Setelah sidang putusan nanti. Entah dia bebas atau tidak, dia meminta untuk bertemu dengan anaknya Martha.”Kening Glara berkerut mendengar ucapan Bhuvi. “Beberapa hari lalu aku dan Leo mendatanginya. Dan menawarkan kerja sama. Bagaimana pun juga, Damian adalah saksi kunc
“Mungkin kau bisa bebas atau memperingan hukumanmu,” balas tim penyidik tenang dan sorot mata tajam. “jadi benar ada orang dibalik anda?”Damian terdiam, ia tak bisa menjawab ucapan pria itu. entah apa yang membuat Damian begitu berat untuk berkata yang sebenarnya. “bolehkah aku menghubungi seseorang?”“Aduh, kamu ini membuang waktu.”“Hanya 10 menit. Setelah itu aku akan mengatakan yang sebenarnya,” ujar Damian mencoba membujuk petugas penyidik. Akhirnya pria itu memberikan ponselnya, Damian segera menekan angka-angka di layar ponsel penyidik dan menempelkannya pada telinga.Terdengar nada sambung panggilan namun Damian tak kunjung mendapatkan jawabannya. Damian tak menyerah ia terus mendial nomor tersebut hingga beberapa kali. Hingga petugas penyidik kesal dengan sikap Damian. “sudahlah kamu ini, membuang waktu. Kembalikan!” be
Sudah lebih dari seminggu Damian dilanda kegelisahan dan kebingungan. Berulang kali Damian membaca surat perjanjian yang diberikan Bhuvi padanya. Dan sesuai jadwal yang diberikan, hari ini Damian akan mendapatkan kunjungan dari pengacaranya.“Ayo!” ujar polisi seraya membukakan pintu sel tahanan dan menuntun Damian bertemu pengacaranya di ruangan khusus.Damian masuk ke dalam, ia menatap sosok pria paruh baya yang duduk di salah satu kursi. Damian pun mendekatinya dan duduk di depan pria itu. “Bagaimana keadaanmu?” tanya pengacara itu ketika Damian duduk di depannya dan Pak polisi menutup pintu meninggalkan mereka berbincang berdua.“Tidak terlalu baik,” balas Damian menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi kayu yang ia duduki.Pengacara itu menganggukkan kepala. “kenapa?”“Kapan aku bisa bebas?” tanya Damian lugas d
“Kamu akan terkejut kalau tahu perusahaannya dan siapa orang yang memimpin perusahaan itu,” ujar Glara dengan raut wajah serius.Bhuvi menatap Glara dengan menaikkan sebelah alisnya. “memangnya siapa?”Glara menarik napas dalam-dalam lantas menatap Bhuvi dalam-dalam dan berkata, “Robert.”Bhuvi tersenyum. “jadi benar dugaanku selama ini. Pria ini yang memanipulasi keadaan dan menjadikan Damian pelakunya.”“Kamu sudah tahu?” tanya Glara masih dengan tatapan yang sama.Bhuvi mengangguk, “tidak semuanya. aku hanya tahu sosok Robert yang menyuruh Damian dan menghasut pria itu. kalau tujuannya melakukan itu, aku baru tahu sekarang.” Bhuvi menatap Glara dan berkata, “seperti yang aku katakan tadi. Beberapa hari lalu aku menyelidiki semuanya bersama Tommy dan Leo. Dan aku menemukan nama Robert tetapi tid