Raut wajah Darel pun berubah menjadi lebih panik, ia menatap Glara dan Bhuvi bergantian. “Saya akan segara ke sana.” Darel pun menyudahi sambungan teleponnya dan mendekat ke arah Bhuvi.
Darel menyimpan ponselnya dan berkata pada Bhuvi, “Pak Drew, ayahnya Martha meninggal.”
Glara sontak membulatkan manik matanya mendengar ucapan Darel, “kapan? Kok bisa? Kita ke sana.”
“Glara tenang dulu, kita akan ke sana tetapi antarkan Gama pulang dulu.”
Setelah itu mereka bergegas menuju ke halaman parkir dan masuk ke mobilnya masing-masing. Darel lebih dulu ke rumah Martha, sedangkan Glara dan Bhuvi mengantarkan Gama, Boy dan Tasha ke rumah Lana dan menitipkan di sana.
Singkat waktu, Bhuvi dan Glara baru saja tiba di kediaman Martha. Glara bergegas menghampiri Martha yang sedang menangis di depan peti Drew. Glara menatap Bhuvi dan mengatakan, &ld
Tubuh Tasha dan Glara berguling ke kanan, Tasha tampak melindungi Glara dari batang pohon besar yang mendadak limbung tepat di atas kepala Glara. Melihat kejadian itu Bhuvi segera mendekati Glara dan Tasha yang tergeletak dengan tubuh Tasha yang melindungi Glara.“Kalian tidak apa?” tanya Bhuvi membantu Glara dan Tasha bangkit dari posisinya.Glara menerima uluran tangan Bhuvi dan menatap Glara yang masih terbaring di sana. setelah Glara berdiri, barulah Bhuvi membantu Tasha bangun. “Tasha, kamu kenapa melakukan itu?” tanya Glara menyentuh bahu Tasha.“Saya tidak papa, Bu. Ibu bagaimana?” tanya Tasha tetap memperhatikan Glara.Wanita itu mengabaikan lengannya yang berdarah karena terbentur jalanan paving pemakaman ini. Boy mendekati Tasha dan membawa wanita itu ke sisi pemakaman. Dia membawa kotak p3k dan membantu Tasha membersihkan juga mengobati lukanya.&
Tasha pun bergerak menutup mata Gama dengan kain penutup mata sesuai dengan yang mereka rencanakan kemarin malam. Setelah mata Gama tertutup rapat, barulah Bhuvi dan Glara menuntun Gama masuk ke dalam ruangan itu.Ruangan berukuran 6x6meter itu dipenuhi oleh anak-anak yang seusia dengan Gama mereka memakai topi kerucut, Glara mengedarkan pandangannya menatap ke penjuru ruangan yang dihiasi dengan balon berwarna putih dan sky blue. Di depan sana terdapat panggung kecil, yang dihiasi kue ulang tahun dengan lilin ber-angka 6.Glara terharu melihat pengorbanan Bhuvi menyiapkan ini semua. “Satu… dua… .” Tasha mulai berhitung seraya memberi aba-aba pada anak-anak yang membawa terompet dan juga confetti popper.Glara menatap Bhuvi yang tampak tersenyum bahagia merayakan hari lahir Gama. “Tiga‼” pekik Tasha bersamaan dengan Boy yang membuka penutup mata Gama. Riuh suara terompet dan confetti
Bhuvi dan Glara tengah duduk di depan seorang wanita paruh baya, dengan beragam map yang tersusun rapi dia tas meja. “Bapak dan ibu yakin dengan keputusannya?”“Maksud bu lilly apa ya?” tanya Glara dengan tatapan mata penuh selidik.Wanita bernama Lilly itu tersenyum tipis, ia membuka map merah dan menunjukkan foto anak-anak yang tampak menggemaskan. “Dibanding dengan mengadopsi Erina, kami memiliki anak-anak lain yang lebih ungguk dibanding dengan Erina.”“Bagaimana jika kami maunya Erina?” tanya Glara lugas tak merubah pandangannya sedikitpun.Sorot mata Glara membuat nyali Lilly menciut, ia pun hanya mengangguk dan memberikan berkas-berkas Erina pada Glara dan Bhuvi. Bhuvi tampak memeriksanya dan membaca satu per satu lembar surat itu. cukup lama Bhuvi dan Glara memeriksa berkasnya hingga akhirnya Bhuvi menganggukkan kepala.Sete
Karena tak sabar mendengar penjelasan pegawainya, Bhuvi pun memberikan kode agar gerbang dibuka. Dengan langkah berani, Bhuvi berjalan mendekati kerumunan masa. Di belakangnya berjalan tiga orang pria berbadan tegap mengawalnya.Saat Bhuvi akan tiba di sana, seorang pembantu Glara berlari meneriaki namanya. “Pak Bhuvi‼ Pak Bhuvi‼ Bu Glara, Pak‼” mendengar nama Glara disebutkan, Bhuvi pun segera berbalik arah dan kembali ke dalam rumahnya.Pria itu berlari dengan kaki jenjangnya, ia bahkan menapaki dua anak tangga sekaligus agar segera tiba di dalam rumah. dari dalam rumah, Bhuvi mendengar suara tangisan yang berteriak memanggilnya.“Hei‼” pekik Bhuvi menatap pria yang berdiri membelakanginya.Bhuvi mengedarkan matanya, ia menatap ke sudut ruangan dan melihat pembantu juga kedua anaknya terikat di sebuah kursi.Pria di depannya pun berbalik, ia menatap Bhuv
Tommy dan Boy segera menangkap Damian dan mengikatnya serta membawanya keluar rumah dan hendak membawa ke kantor polisi. Sedangkan Bhuvi, ia melepaskan ikatan Glara lantas mereka bergerak melepaskan tawanan yang lainnya.Gama sudah menangis di dalam dekapan Bhuvi sedangkan Erina berada bersama Glara. Beberapa pekerja yang lain juga saling berpelukan karena takut dengan kejadian yang terjadi tadi.“Pak maafkan kami, kami lalai menjaga… .”“Bagaimana bisa?” tanya Bhuvi pada penjaga yang kini tertunduk takut.“Kami tidak mengira jika dia ada di antara kami pak. Dia menyamar menjadi salah satu dari kami dan… .” Ucapan mereka terhenti kala Bhuvi mengangkat tangannya menandakan jika ia enggan mendengar kelanjutan cerita pria itu.“Ayah! Gama tidak mau tinggal di sini‼ Gama takut!” ujar Gama dengan ketakutan dan air mata yang
“Aku masih mencari tahu siapa yang membiayai Damian. kamu tidak perlu khawatir, aku akan segera menangkap sampai ke akarnya.” Bhuvi mencoba menenangkan Glara dengan wajah yang dibuat santai.“Aku percaya kamu akan melakukan yang terbaik untuk kami tetapi, tolong jaga juga keselamatanmu ya. aku… aku tidak mau kehilangan lagi,” ujar Glara seraya menyentuh tangan Bhuvi yang berada di bahunya.Bhuvi tersenyum, ia memijat pelan punggung tangan Glara dan berkata, “aku akan baik-baik saja.”Bhuvi memeluk singkat Glara, “aku berangkat ya.” Bhuvi berucap seraya mengurai dekapannya.Setelah berpamitan dengan Glara, Bhuvi segera masuk ke dalam mobil. Tak seperti biasanya, Bhuvi kali ini pergi tanpa mobil pengawalan ia hanya meminta untuk dikawal dua orang yang mengendarai mobilnya.Sepanjang jalan, Bhuvi tampak membuka ponselnya dan mem
“Lepaskan Bu Glara atau peluru ini akan bersarang di kepala anda!” ancam seorang pria bertubuh tegap berdiri tepat di belakang Damian.“Haha anda kira saya takut? Tidak akan!”Pria itu justru tertawa kecil, jemarinya menarik pelatuk dan dalam hitungan detik saja peluru itu bisa benar-benar melesat masuk ke kepala Damian. “Anda kira saya main-main? Saya beri kesempatan anda menyelamatkan nyawa anda sendiri dalam lima detik,” ujar pria itu tak gentar sedikit pun, ia tetap dengan pistol di kepala Damian.“Kali ini lo lolos!” ujar Damian seraya melepaskan Glara dan berlari masuk ke dalam mobil pick up dan bergegas pergi dari sana.Glara menghela napas lega, ia menoleh dan menatap pria yang sedang menyimpan kembali ponselnya. “Maaf saya terlambat menyelamatkan anda.”“Apa kamu di bawah naungan Bhuvi?” 
“Tenang dulu, jangan panik. Kita lihat cctv dulu.” Bhuvi pun menepuk kursi di sampingnya dan menyalakan layar televisi.Glara tampak patuh, ia lantas duduk di samping Bhuvi dengan raut wajah panik dan khawatir. Bhuvi mulai menyalakan rekaman cctv mulai dari siang tadi hingga malam tiba. “Tasha membawa anak-anak?” tanya Glara tak percaya dengan apa yang tersaji di layar monitor.“Bukankah dia terlihat baik?” lanjut Glara mencoba meraih ponselnya.“Tuan dan nyonya, maaf saya baru sempat ke mari. Saya baru selesai merapikan massion belakang. Tadi perawat Tasha berpesan untuk menyampaikan pada tuan dan nyonya jika Perawat Tasha mengajak Gama dan Erina ke tempat nyonya Lana karena sedari Nyonya pergi, Gama terus menangis dan meminta bertemu dengan tuan dan nyonya,” ujar seorang wanita paruh baya yang memakai seragam pembantu.Tanpa sadar Glara dan Bhuvi pun