Share

MANIPULASI DAMIAN

Damian tersenyum lebar mendengar respon dari Glara. “Sungguh sayang, aku sangat mencintaimu. Hanya kamu yang ada di hatiku.”

Glara menatap Damian dengan sorot mata yang tak bisa dijelaskan. Ia seakan terharu dengan ucapan Damian. “Kembalilah padaku, aku akan membahagiakan kalian berdua setelah menyelesaikan misiku.”

Dalam hitungan detik, raut wajah Glara berubah menjadi tajam dengan senyum smirk di wajahnya. “Kembali padamu? Jangan berharap, Damian!” ketus Glara membuat harapan yang Damian bangun tadi menghilang begitu saja.

“Aku sungguh mencintaimu Glara. Aku akan –“

“Akan apa? Berhenti berdrama! Kamu ke sini bukan karena masih mencintaiku tetapi kamu sekarang tahu siapa aku, Kan? Coba kalau aku masih miskin seperti kemarin. Jangankan ke mari, menyebut namaku saja kamu jijik kan, Damian? Jadi, buat apa masih di sini? Pergilah, bukannya kamu sendiri yang membuang kami?”

Damian tertegun, baru kali ini Glara berani melawannya. Bahkan Damian tak menyangka jika Glara berani menatapnya setajam itu, seakan Glara sedang menguliti Damian hidup-hidup. “Keluar sekarang juga!”

“Tapi Glara aku sungguh-sungguh padamu –“

“Keluar atau saya panggil keamanan!” bentak Glara menunjuk Damian.

Pria itu bergeming, ia masih berdiri diam seraya melempar tatapan kesedihan atas penolakan yang Glara berikan padanya. Glara mendengus kasar, ia meraih benda pipih dari dalam saku celana kerjanya. Terlihat jemari lentik Glara mengetikkan sesuatu pada benda pipih berharga ratusan dollar itu.

Tak lama, tiga orang bodyguard menghampiri Glara dan berhenti tepat di belakang tubuh Damian. Tanpa banyak kata, Glara hanya menunjuk Damian dengan dagunya. Setelahnya tiga pria itu menarik Damian menjauhi ranjang Gama. Awalnya Damian menolak perlakuan bodyguard Glara namun, pria itu tak bisa berbuat banyak karena tubuhnya kalah besar dari mereka juga jumlahnya yang berbeda jauh membuat Damian akhirnya pasrah dan keluar dari ruangan itu.

“Glara aku akan tetap berusaha meyakinkanmu‼” pekiknya sebelum tubuh Damian benar-benar menghilang dari pandangan Glara dan Gama yang masih meringkuk ketakutan.

Setelah pintu tertutup rapat, Glara menghela napas kasar lantas bergerak merengkuh tubuh putranya yang masih bergetar ketakutan karena kedatangan Damian. Glara memeluk erat seraya mengucapkan kalimat-kalimat penenang untuk putranya.

Tak berselang lama, datanglah Louis bersama seorang pria tegap mengikuti di belakangnya. Glara mengurai dekapannya dan menyambut kedatangan Louis. “Kakek kenapa tidak memberi kabar terlebih dahulu?” tanya Glara seraya menjabat tangan Kakeknya. 

Louis hanya tersenyum dan mengusap puncak kepala Glara lembut, ia seakan sedang menyalurkan kekuatan pada cucu tunggalnya itu. Glara pun mengalihkan pandangannya pada pria berjas yang berdiri di belakang Louis. “Ah iya, kenalkan ini adalah Bhuvi salah satu rekan kerja yang cukup lama di perusahaan kita.”

“Bhuvi kenalkan ini cucu tunggalku, yang menggantikanku memimpin perusahaan,” ujar Louis seraya menepuk bahu pria bernama Bhuvi itu.

Bhuvi mengangguk dan mengulurkan tangan memberikan kode pada Glara untuk saling berjabatan. Glara membalas jabatan tangan Bhuvi dengan senyum tipis. “Glara.”

“Bhuvi,” balasnya singkat padat dan jelas.

Setelah perkenalan singkat dan canggung itu, Louis mengajak Glara juga Bhuvi berbicara serius. Ia menyerahkan secarik map pada Glara. Dengan kening berkerut, Glara mulai membacanya satu per satu. “Jadi Glara harus mengambil alih proyek ini?” tanya Glara setelah membaca isi map yang diberikan Louis pada Glara.

“Iya, kamu kan sekarang memimpin perusahan, dan proyek chairity ini harus segera dilaksanakan. Karena beberapa bulan lalu kakek sempat menundanya. Jadi bisa ‘kan kalian bekerja sama?” tanya Louis menatap Glara dan Bhuvi bergantian.

Glara menatap Bhuvi dan Louis bergantian. Dengan ragu-ragu, Glara akhirnya mengangguk. “Tetapi, aku belum bisa mengerjakannya minggu ini Kakek? Karena Gama… .” Glara menjeda ucapannya ia tak berani melanjutkan alasannya karena ada orang lain di dalam ruangan itu.

“Tidak masalah, setidaknya kamu bisa mulai memikirkan konsep terlebih dahulu. Bukan begitu, Bhuvi?” balas Louis seraya menatap Bhuvi yang tengah serius mengamati Gama.

Bhuvi pun mengangguk setelah terdiam untuk beberapa saat. “Dia adalah Gama, putra dari Glara. Ada sesuatu yang terjadi padanya.”

“Sesuatu?” tanya Bhuvi tanpa rasa sungkan.

Louis mengendikkan bahu, sorot mata Louis dan Glara menunjukkan rasa sedih. “Ayahnya menyiksa Gama.”

Bhuvi mengangguk-anggukkan kepalanya. Bhuvi pun merasa iba dengan keadaan Gama. Namun, ia tak mau terlalu ikut campur dalam urusan keluarga Glara. Mereka pun melanjutkan perbincangan mengenai konsep dan juga tanggal pelaksanaan untuk melakukan kunjungan ke lokasi proyek.

Waktu berjalan begitu cepat, Glara dan Bhuvi masih disibukkan dengan konsep yang akan mereka buat sedangkan Louis sibuk mengajak cucunya bermain untuk menghilangkan rasa takut dan trauma yang disebabkan oleh Damian. Mereka pun tak sadar jika hari semakin larut, suara perut Glara berhasil menarik sudut bibir Bhuvi yang sedari tadi sibuk dengan laptopnya.

“Kamu lapar?” tanya Bhuvi menghentikan kegiatannya.

Glara menggeleng cepat, ia mengalihkan rasa malunya dengan membaca berkas-berkas. Bhuvi pun kembali tersenyum. “Kamu pintar ya.”

Glara menoleh dengan kening berkerut mendengar ucapan Bhuvi. “Iya pintar. Bisa membaca berkas yang terbalik begitu.”

Glara sontak memejamkan mata dan memalingkan wajahnya yang memerah karena rasa malu dari sikapnya. Sedangkan Bhuvi berusaha menahan tawanya agar tak membuat Glara semakin salah tingkah.

Pria dengan kemeja biru muda yang lengannya digulung itu berdiri dari posisinya. Ia menarik tangan Glara agar ikut bangkit dengannya. “Ayo.”

“Ke mana?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status