Wajah Felis memerah, entah karena malu atau marah. Namun, melihat ketegasan di mata Samy, ia tahu tidak ada gunanya berdebat. "Baiklah," ujarnya akhirnya, suaranya ketus. "Aku pergi, tapi aku hanya ingin kau tahu hanya aku yang pantas untukmu."Samy tidak merespons, hanya berdiri tegak di tempatnya sampai Felis benar-benar pergi dari rumah itu.Begitu pintu tertutup, ia menghela napas berat, merasa lega tapi juga lelah. Ia menoleh ke arah tangga, berharap Veny melihat apa yang baru saja terjadi. Namun, ia tahu, untuk mengembalikan kepercayaan istrinya, butuh lebih dari sekadar mengusir Felis."Hai Tuan muda, maukah kau berkenalan denganku?" Di luar Felis menghampiri Nick."Aku tidak berkenalan dengan wanita yang mau merebut daddyku," jawab Nick, bibirnya mengerucut dan itu terlihat manis.Felis menanggapinya dengan tertawa. "Aku menyukai caramu menjaga mommymu, tapi satu hal yang perlu kau ketahui Tuan muda. Mommymu tidak menginginkan daddymu."Nick terdiam setelah Felis mengucapkan i
Malam ini Nick menemani daddynya di kamar, ia ingin daddynya tidak sendirian. Samy senang karenanya, ia merasa diperhatikan oleh anaknya, Veny tidak membatasinya dan Samy salut terhadap istrinya itu.Samy mengusap kepala Nick sebelum terlelap, ia tersenyum menatap ketampanan anak itu, hingga ia pun terlelap.Samy yang saat itu berusia sepuluh tahun baru saja pulang dari sekolah, karena ini hari ulang tahunnya ia sangat tidak sabaran untuk segera tiba di rumah."Aku duluan ya!" kata Samy pada dua temannya. Mereka mengangguk dan tersenyum.Samy dengan langkah cepatnya terus berjalan hingga dia tidak menyadari ada mobil yang sedang melaju ke arahnya. "Samy, Samy!" teriakan teman-temannya menyadarkannya, saat itulah Samy menoleh ke arah kanan dan mobil hitam melaju dengan kencang hingga membuatnya tak bisa berpikir jernih.Sampai kemudian mobil itu melaju kencang melewati jalanan, Samy merasakan tubuhnya sakit terjerembab di aspal dengan beban yang menindihnya.Samy membuka matanya dan w
"Kesempatan itu sudah hilang, Samy benar-benar tidak datang untuk membebaskanmu." Alma menjenguk putrinya di penjara.Tatapan Moza kosong."Seharusnya dia memegang janjinya untuk selalu melindungi mu." Alma tidak menyangka akan menjadi seperti ini jadinya.Dulu Samy pernah berjanji, tapi nyatanya sampai saat ini Moza tak pernah dinikahi."Selagi Samy percaya, bahwa aku yang menyelamatkannya dulu, dia pasti akan datang dan menyesalinya, Bu.""Kau selalu yakin dan berharap padahal kita sudah di ujung tanduk." Alma mulai frustasi."Aku ingin ibu melakukan sesuatu," kata Moza menatap ibunya dari balik kaca pembatas."Apa lagi yang bisa kulakukan Moza, kau lihat sekarang keuangan kita buruk, Samy tidak pernah lagi mentransfermu.""Maka dari itu, jika ibu mau hidup kita kembali jaya, lakukan apa yang kupinta." Moza meyakinkan ibunya dengan rencana barunya."Maaf, anda dilarang memasuki wilayah ini!" ucap security saat Alma mendatangi kantor Samy."Katakan padanya ini sangat penting, menyang
Diam-diam Samy mencuri pandang saat Veny menaruh makanan ke dalam piringnya. Sedangkan Nick menikmati momen itu.Saat hendak menuang air ke dalam gelas, Nick sengaja hendak berdiri dan membuat gelas itu tumpah beserta isinya."Astaga kau basah," ucap Veny refleks menarik beberapa lembar tisu dan menempelkannya di bagian baju Samy yang basah.Nick tersenyum melihat kedua orang tuanya dan Samy dengan gugup menangkap tangan Veny. "A-aku saja," katanya."Tidak, tanganmu pasti masih sakit, biar aku yang membersihkannya." Veny menolak permintaan Samy, namun saat bagian pinggang celana gerakannya langsung terhenti.Veny mengangkat kepalanya dan saat itu Samy juga menatapnya. Kejadian itu berlangsung cukup lama sampai mereka berdua tidak menyadari Nick beranjak diam-diam keluar dari ruangan daddynya.Di depan pintu ia tersenyum lalu menutup mulutnya dengan kedua tangannya."Tuan muda apa yang kau lakukan di sini?" Ran datang ingin bertemu Samy.SyutttNick memberi isyarat di bibirnya, Ran me
Pernyataan itu membuat ruangan seketika hening. Beberapa karyawan mulai berbisik-bisik, merasa ragu namun juga takut kalau anak itu benar berkata jujur.Wanita itu mendengus, menolak untuk mempercayainya. “Hah, omong kosong! Kau pikir aku akan percaya? Mana buktinya? Anak kecil seperti kau, seharusnya belajar tidak berbohong.”Nick menatap wanita itu dengan ekspresi serius, lalu mengangkat dagunya. “Kalau Bibi tidak percaya, ayo kita pergi ke ruangan Daddy sekarang.”Wanita itu tertawa lagi, tapi ada keraguan di matanya. Sebelum dia bisa menjawab, suara tegas seorang pria memotong suasana.“Ada apa ini?”Semua kepala berbalik, dan di sana berdiri Ran dengan ekspresi tegas. Dia berjalan ke arah Nick, lalu menunduk sedikit untuk bertanya.“Tuan Muda, kenapa Anda di sini?” tanyanya dengan nada lembut.Wanita itu melongo, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. “T-tuan Muda?”Ran berdiri dan menatap tajam ke arah wanita itu. “Iya, dia adalah Tuan Muda Nick Brown, putra direkt
Tampaknya hari-hari Samy telah berubah, kesuraman itu kini menjadi berwarna. Hubungannya dengan Veny sudah membaik. Kini dia sedang menyusun sebuah rencana untuk mereka bertiga.Saat ini kehamilan Veny sudah menginjak delapan bulan, dan itu semakin memperlengkap kebahagiaan mereka tatkala dokter mengatakan bahwa seorang putri akan menjadi keluarga baru di tengah-tengah mereka."Aku tidak percaya kita akan dapat sepasang sayang," ucap Samy saat mereka berada di mobil."Aku sudah menebaknya dan itu benar," sahut Veny yang duduk di samping suaminya."Nick pasti senang, dia pernah mengatakan menginginkan adik perempuan." Bibir Samy seolah enggan melepas senyumannya. "Bagaimana kalau kita ke sekolahnya?"Veny mengangguk saja sambil asyik menyuapkan makanan ke dalam mulutnya."Kau sudah makan tiga bungkus dan itu tidak baik buat bayi kita." Samy mengambil bungkus Snack itu dan memindahkannya ke kursi belakang.Veny jadi cemberut. "Padahal bayinya masih lapar.""Kita cari makanan sehat, apa
Veny memakai gaun berwarna putih dengan rambut tersanggul yang dihiasi dengan Tiara berwarna silver. Kecantikannya terpancar terlebih saat ini dia tengah berbadan dua."Sungguh aku malu untuk keluar," katanya saat mereka berada di ruangan tertutup.Veny menatap perutnya yang membuncit."Kau cantik dengan perutmu itu dan terlihat sexi." Samy mengedipkan sebelah matanya membuat Veny cemberut."Sepertinya matamu bermasalah," komentar Veny."Dan aku senang jika itu benar."Veny memalingkan dirinya."Kau cantik dengan bentuk tubuhmu, seperti apapun itu kau tetap yang tercantik di mataku." Pujian itu mengalir seiring dengan tangan yang melingkar di pinggang Veny.Veny tersipu mendengar pujian itu, apa lagi saat Samy mengecup lehernya dari samping."Astaga, Daddy ternyata di sini, apa Daddy lupa acaranya akan dimulai." Nick yang sudah rapi dengan jas senada dengan Samy berdiri di pintu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya."Daddy tidak mau jauh dari mom." Samy sudah seperti anak kecil."Kal
Kejutan itu belum berakhir sepenuhnya saat Samy tiba-tiba menjatuhkan dirinya di hadapan Veny. Lelaki itu mengedipkan mata pada Nick.Nick datang menyerahkan kotak kecil pada daddynya.Samy membuka kotak itu hingga menampilkan isinya yang berkilau, membuat Veny menutup mulutnya semakin terharu, Samy suaminya menyematkan cincin itu di jari manisnya lalu di akhiri dengan kecupan."I love you more!" ucap Samy dengan kalimat yang begitu dalam dan indah.Veny terpaku, matanya berkaca-kaca menatap cincin yang kini melingkar di jari manisnya. Cahaya dari berlian itu berkilauan, tetapi lebih dari itu, momen ini menghangatkan hatinya lebih dari yang pernah ia bayangkan.Samy menatapnya dengan senyum penuh cinta, tangannya masih menggenggam lembut tangan Veny. "Aku tahu perjalanan kita tidak mudah, tapi aku ingin kau tahu, aku mencintaimu lebih dari apa pun di dunia ini."Air mata haru mengalir di pipi Veny. "Samy..." Hanya itu yang mampu keluar dari bibirnya, hatinya terlalu penuh dengan emosi
Air mata menggenang di mata Diandra. Dia mengerti betapa dalam cinta Alex untuknya, dan itu membuat hatinya terasa penuh. Dia mengangkat wajahnya untuk menatap Alex, tersenyum lembut sambil menyeka air mata yang hampir jatuh. "Aku janji, Alex. Aku akan menjadi ibu yang baik untuk Aurora, istri yang setia untukmu. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Kau dan Aurora adalah dunia bagiku." Alex menunduk, mencium keningnya dengan lembut. "Itu saja yang kubutuhkan, Dee. Kau adalah segalanya untukku." Malam itu, di bawah sinar bulan, mereka berdua berdiri dalam pelukan, menguatkan janji mereka untuk saling menjaga, mencintai, dan bersama membangun kehidupan penuh kebahagiaan. Kehidupan keluarga kecil itu semakin bahagia setelah janji-janji malam itu. Hari-hari mereka diisi dengan cinta dan perhatian, terutama untuk Aurora yang kini menjadi pusat dunia mereka. Alex mulai meluangkan lebih banyak waktu di rumah, memastikan dia tidak melewatkan momen berharga bersama Diandra dan bayi m
Di sela-sela pesta, Alex mendekati Diandra yang sedang duduk di sofa. "Kau baik-baik saja? Tidak terlalu lelah?" tanyanya penuh perhatian.Diandra tersenyum lembut. "Aku baik-baik saja, Alex. Terima kasih sudah membuat hari ini begitu istimewa."Alex mencium puncak kepalanya. "Kau yang istimewa, Dee. Aurora adalah hadiah terbaik yang pernah kubayangkan."Pesta berlangsung meriah namun tetap hangat dan intim. Saat malam tiba, Alex mengangkat gelasnya untuk memberi toast terakhir."Untuk Aurora, cahaya baru dalam hidup kita. Semoga dia selalu dikelilingi cinta dan kebahagiaan," ucapnya.Semua tamu bersorak, memberikan doa dan harapan terbaik untuk bayi mungil itu. Hari itu menjadi momen penuh kebahagiaan dan cinta yang akan selalu dikenang oleh keluarga Evanders.Setelah pesta berakhir, rumah keluarga Evanders kembali hening. Diandra sedang menyusui Aurora di kamar bayi yang telah dihias dengan warna pastel lembut. Lampu gantung berbentuk bintang memancarkan cahaya hangat, menciptakan s
Diandra merasa energinya semakin bertambah. Perutnya sudah membuncit, dan hal itu membuat Alex semakin perhatian. Setiap malam, Alex dengan sabar mengoleskan minyak khusus ke perut Diandra untuk mencegah stretch mark.“Alex, kau tidak harus melakukannya setiap malam,” ujar Diandra sambil terkikik.“Tapi aku mau,” balas Alex dengan senyum lebar. “Ini seperti ritual bonding dengan bayi kita. Dan tentu saja, aku ingin kau tetap merasa cantik.”Diandra hanya bisa menggeleng pelan sambil tersenyum, hatinya penuh rasa syukur.“Aku merasa sangat beruntung,” kata Alex sambil menatap Diandra.“Kenapa?” tanya Diandra, bersandar di bahunya.“Karena aku punya istri yang luar biasa, keluarga yang mendukung, dan sekarang, kita akan punya bayi. Hidupku terasa sempurna.”Diandra meremas tangan Alex dengan lembut. “Aku juga merasa begitu, Alex. Aku tidak sabar melihat bayi kita tumbuh, menciptakan lebih banyak kenangan indah bersama.”Malam itu, mereka menikmati kebersamaan dalam diam, hanya ditemani
Melihat kondisi itu, Alex menghela napas panjang. Hatinya hancur melihat Diandra seperti ini, tetapi ia tidak ingin menyerah. Ia bangkit, berjalan ke dapur, dan memutuskan untuk mencoba memasak sendiri. Sup hangat yang ringan, pikirnya.Ketika Alex kembali ke kamar dengan semangkuk sup, Diandra masih terbaring di posisi yang sama. "Aku tidak ahli memasak, tapi aku sudah berusaha. Tolong coba satu sendok, ya, Dee?"Diandra membuka matanya perlahan, menatap Alex yang berdiri di sampingnya dengan ekspresi penuh harapan. Dengan enggan, ia mengangguk. Alex membantu menyendokkan sup ke bibirnya.Rasa hangat sup itu sedikit mengurangi mual Diandra, dan ia berhasil menelan beberapa suap. "Rasanya… lumayan," gumamnya dengan lemah, mencoba tersenyum.Alex tertawa kecil, merasa lega. "Lumayan sudah cukup baik untukku. Besok aku akan coba membuat hal lain yang lebih enak."Hari-hari berlalu dengan Alex yang terus merawat Diandra sepenuh hati. Ia memastikan Diandra mendapatkan asupan nutrisi yang
Diandra memanggil salah satu pelayan untuk membuatkan salad siang itu. Setelah memastikan pesanannya disampaikan, ia berjalan perlahan menuju kamar di lantai atas. Namun, saat mulai menaiki tangga, rasa pusing yang mengganggu sejak pagi semakin menjadi-jadi.Tangannya bergetar saat meraih sisi pegangan tangga, tubuhnya terasa semakin lemah. Pandangannya kabur, dan suara detak jantungnya berdentam keras di telinganya."Aku harus sampai ke kamar," gumamnya pelan, mencoba melangkah lagi. Namun tubuhnya terasa seperti kehilangan kendali. Mata Diandra mulai terpejam, tubuhnya lunglai, dan gravitasi perlahan menariknya ke bawah.Di saat kritis itu, suara langkah cepat terdengar di belakangnya. Alex, yang kebetulan baru pulang lebih awal dari kantor, menyadari sesuatu yang tidak beres."Diandra!" seru Alex panik. Dia berlari ke arah istrinya dan berhasil menangkap tubuhnya tepat sebelum Diandra jatuh ke lantai."Dee! Buka matamu!" Alex mengguncang tubuhnya pelan, suaranya bergetar dengan kek
Kata-kata Diandra menghangatkan hati Alex. Dia meremas tangan istrinya, berterima kasih atas kehadirannya. "Terima kasih, Dee. Aku hanya… ada banyak hal yang harus kuurus. Tapi aku janji, semuanya akan baik-baik saja."Namun, sebelum percakapan mereka berlanjut, pintu suite mereka diketuk. Alex berjalan ke pintu, membuka dengan hati-hati."Pak Evanders, ini paket untuk Anda," ucap seorang pelayan hotel sambil menyerahkan sebuah kotak kecil berwarna hitam.Alex mengucapkan terima kasih, lalu menutup pintu. Dia membawa kotak itu ke meja, membuka perlahan. Di dalamnya terdapat sebuah amplop putih dan flash drive kecil."Apa itu?" tanya Diandra penasaran.Alex membuka amplop tersebut. Di dalamnya hanya ada satu kalimat, ditulis dengan huruf cetak tebal:"Kebenaran selalu memiliki cara untuk muncul ke permukaan."Alex memandang flash drive itu dengan cemas. Diandra memperhatikan ekspresinya yang tegang. "Alex, apa kau ingin memeriksanya?"Alex mengangguk. "Aku harus tahu apa ini."Mereka m
Ruangan itu hening. Nick melompat kecil sambil berbisik, "Mommy, bilang iya!"Diandra tertawa kecil, lalu mengangguk sambil menahan air matanya. "Ya, Alex. Aku mau menikah denganmu."Sorak-sorai kecil dari Nick dan tepuk tangan dari Veny serta Samy memenuhi ruangan. Alex bangkit dan memeluk Diandra erat-erat.Setelah lamaran itu, persiapan pernikahan dimulai. Alex memastikan setiap detailnya sempurna. Lokasi pernikahan mereka dipilih di taman bunga mewah di New York, tempat yang indah dengan pemandangan kota yang menakjubkan.Diandra merasa gugup tapi juga bahagia. Dengan dukungan penuh dari keluarga dan Alex yang selalu ada di sisinya, dia tahu bahwa ini adalah awal dari perjalanan baru mereka.Dan di hari pernikahan mereka nanti, Alex berencana memberikan satu kejutan terakhir yang akan membuat hari itu semakin tak terlupakan.Matahari pagi bersinar lembut di New York, menandai dimulainya hari yang istimewa. Di sebuah suite hotel mewah, Diandra tengah bersiap dengan bantuan perias p
Saat malam tiba, Alex dan Diandra duduk di sebuah restoran kecil dekat pantai, menikmati makanan laut yang sederhana. Mereka berbicara tentang masa depan mereka, tentang bagaimana mereka akan mendukung satu sama lain.Alex merasa bahwa Diandra bukan hanya seseorang yang ia sukai. Dia adalah rumah, tempat di mana ia merasa damai dan diterima apa adanya.Bagi Diandra, Alex bukan hanya pria yang membuatnya tertawa. Dia adalah seseorang yang memberinya harapan, seseorang yang meyakinkannya bahwa cinta bisa ditemukan di tempat yang tidak terduga.Ketika mereka kembali ke rumah Samy, Veny menatap mereka dengan tatapan penasaran. "Kalian kelihatannya sangat menikmati waktu bersama," katanya dengan senyum menggoda.Diandra mencoba menyangkal, tapi Alex dengan santai menjawab, "Tentu saja, Mommy. Aku sedang memastikan putrimu bahagia."Samy, yang sedang membaca koran di ruang tamu, hanya melirik mereka sambil berkata, "Kau harus lebih dari sekadar memastikan, Alex. Jika kau serius, tunjukkan."
"Dee, aku ingin bertanya sesuatu," ucap Alex sambil menatapnya dalam-dalam."Apa itu, Alex?""Jika aku meminta kau menjadi bagian dari hidupku, apa kau bersedia?"Diandra terkejut mendengar pertanyaan itu. Dia melihat ketulusan di mata Alex dan tahu bahwa pria itu benar-benar serius."Aku..." Diandra menghela napas, lalu tersenyum lembut. "Aku ingin waktu untuk memikirkannya, Alex.""Aku akan menunggu, seberapa pun lama waktu yang kau butuhkan," jawab Alex.Beberapa minggu kemudian, Diandra akhirnya membuat keputusan.Saat mereka duduk bersama di taman kecil dekat rumah, Diandra menatap Alex dengan mata penuh keyakinan. "Alex, aku juga menyukaimu. Aku ingin mencoba menjalani hubungan ini denganmu."Alex tersenyum lebar, dan tanpa ragu, dia menggenggam tangan Diandra. "Aku janji, aku akan selalu menjagamu, Dee."Hubungan mereka resmi dimulai, membawa harapan baru untuk masa depan.Malam itu terasa tenang, hanya ditemani suara jangkrik dan gemerisik angin yang menggerakkan dedaunan. Dia