Diandra sulit terpejam, ia duduk di sisi brankar sambil menatap wajah suaminya. Suami yang belum ia terima sepenuh hati itu kini terbaring dengan beberapa luka di bagian luar.Veny merasakan penyesalan, kini ia sadar betapa ia mencintai Samy, buktinya kekhawatirannya belum sirna sampai saat ini.Hingga dini hari Veny baru terpejam, dengan kepala bersandar di sisi Samy.Hanya denting jam yang terdengar, keduanya terlelap sampai matahari menampakkan cahayanya."Selamat pagi!" Seorang perawat datang.Samy memberi isyarat agar perawat tersebut nanti saja memeriksanya. Rupanya Samy sudah bangun dan ia tidak ingin mengganggu tidur istrinya.Perawat tersebut mengerti dan segera keluar dari ruangan Samy. Tak berapa lama Diandra bangun dari tidurnya, hal pertama yang ingin ia lihat adalah wajah suaminya.Veny membuka matanya perlahan, tubuhnya terasa sedikit kaku setelah semalaman bersandar di sisi tempat tidur Samy. Ketika pandangannya mulai jelas, ia terkejut mendapati Samy tengah menatapnya
Jika sudah begitu, Samy bisa apa? Ia memilih diam karena tak ingin membuat Veny semakin tidak mempercayainya.Mereka tak lagi saling bicara, Veny menghabiskan waktu dengan membaca buku ataupun memainkan ponselnya, selain itu satu yang Samy syukuri bahwa istrinya itu tidak meninggalkannya di rumah sakit.Hasil pemeriksaan datang dan Samy dinyatakan baik-baik saja selain hanya cedera, oleh karena itu dokter sudah mengizinkannya pulang.Veny mengemasi barang-barang mereka dan Samy masih harus memakai kursi roda untuk sampai di rumah, namun saat di lobi rumah sakit penampakan seseorang kembali mengganggu."Samy, aku senang akhirnya kau pulang." Felis menghampiri Samy tanpa mempedulikan siapapun.Samy hanya tersenyum tipis dan itu terlihat sangat canggung.Felis mengajaknya ngobrol, membuat Veny kesal. Apa lagi saat Felis mengatakan siap mengantar Samy pulang ke rumah.Perasaan Veny tidak enak, ia pun meletakkan tas di sisi kursi roda."Sepertinya tugasku sudah selesai, aku akan kembali le
Wajah Felis memerah, entah karena malu atau marah. Namun, melihat ketegasan di mata Samy, ia tahu tidak ada gunanya berdebat. "Baiklah," ujarnya akhirnya, suaranya ketus. "Aku pergi, tapi aku hanya ingin kau tahu hanya aku yang pantas untukmu."Samy tidak merespons, hanya berdiri tegak di tempatnya sampai Felis benar-benar pergi dari rumah itu.Begitu pintu tertutup, ia menghela napas berat, merasa lega tapi juga lelah. Ia menoleh ke arah tangga, berharap Veny melihat apa yang baru saja terjadi. Namun, ia tahu, untuk mengembalikan kepercayaan istrinya, butuh lebih dari sekadar mengusir Felis."Hai Tuan muda, maukah kau berkenalan denganku?" Di luar Felis menghampiri Nick."Aku tidak berkenalan dengan wanita yang mau merebut daddyku," jawab Nick, bibirnya mengerucut dan itu terlihat manis.Felis menanggapinya dengan tertawa. "Aku menyukai caramu menjaga mommymu, tapi satu hal yang perlu kau ketahui Tuan muda. Mommymu tidak menginginkan daddymu."Nick terdiam setelah Felis mengucapkan i
Malam ini Nick menemani daddynya di kamar, ia ingin daddynya tidak sendirian. Samy senang karenanya, ia merasa diperhatikan oleh anaknya, Veny tidak membatasinya dan Samy salut terhadap istrinya itu.Samy mengusap kepala Nick sebelum terlelap, ia tersenyum menatap ketampanan anak itu, hingga ia pun terlelap.Samy yang saat itu berusia sepuluh tahun baru saja pulang dari sekolah, karena ini hari ulang tahunnya ia sangat tidak sabaran untuk segera tiba di rumah."Aku duluan ya!" kata Samy pada dua temannya. Mereka mengangguk dan tersenyum.Samy dengan langkah cepatnya terus berjalan hingga dia tidak menyadari ada mobil yang sedang melaju ke arahnya. "Samy, Samy!" teriakan teman-temannya menyadarkannya, saat itulah Samy menoleh ke arah kanan dan mobil hitam melaju dengan kencang hingga membuatnya tak bisa berpikir jernih.Sampai kemudian mobil itu melaju kencang melewati jalanan, Samy merasakan tubuhnya sakit terjerembab di aspal dengan beban yang menindihnya.Samy membuka matanya dan w
"Kesempatan itu sudah hilang, Samy benar-benar tidak datang untuk membebaskanmu." Alma menjenguk putrinya di penjara.Tatapan Moza kosong."Seharusnya dia memegang janjinya untuk selalu melindungi mu." Alma tidak menyangka akan menjadi seperti ini jadinya.Dulu Samy pernah berjanji, tapi nyatanya sampai saat ini Moza tak pernah dinikahi."Selagi Samy percaya, bahwa aku yang menyelamatkannya dulu, dia pasti akan datang dan menyesalinya, Bu.""Kau selalu yakin dan berharap padahal kita sudah di ujung tanduk." Alma mulai frustasi."Aku ingin ibu melakukan sesuatu," kata Moza menatap ibunya dari balik kaca pembatas."Apa lagi yang bisa kulakukan Moza, kau lihat sekarang keuangan kita buruk, Samy tidak pernah lagi mentransfermu.""Maka dari itu, jika ibu mau hidup kita kembali jaya, lakukan apa yang kupinta." Moza meyakinkan ibunya dengan rencana barunya."Maaf, anda dilarang memasuki wilayah ini!" ucap security saat Alma mendatangi kantor Samy."Katakan padanya ini sangat penting, menyang
Diam-diam Samy mencuri pandang saat Veny menaruh makanan ke dalam piringnya. Sedangkan Nick menikmati momen itu.Saat hendak menuang air ke dalam gelas, Nick sengaja hendak berdiri dan membuat gelas itu tumpah beserta isinya."Astaga kau basah," ucap Veny refleks menarik beberapa lembar tisu dan menempelkannya di bagian baju Samy yang basah.Nick tersenyum melihat kedua orang tuanya dan Samy dengan gugup menangkap tangan Veny. "A-aku saja," katanya."Tidak, tanganmu pasti masih sakit, biar aku yang membersihkannya." Veny menolak permintaan Samy, namun saat bagian pinggang celana gerakannya langsung terhenti.Veny mengangkat kepalanya dan saat itu Samy juga menatapnya. Kejadian itu berlangsung cukup lama sampai mereka berdua tidak menyadari Nick beranjak diam-diam keluar dari ruangan daddynya.Di depan pintu ia tersenyum lalu menutup mulutnya dengan kedua tangannya."Tuan muda apa yang kau lakukan di sini?" Ran datang ingin bertemu Samy.SyutttNick memberi isyarat di bibirnya, Ran me
Pernyataan itu membuat ruangan seketika hening. Beberapa karyawan mulai berbisik-bisik, merasa ragu namun juga takut kalau anak itu benar berkata jujur.Wanita itu mendengus, menolak untuk mempercayainya. “Hah, omong kosong! Kau pikir aku akan percaya? Mana buktinya? Anak kecil seperti kau, seharusnya belajar tidak berbohong.”Nick menatap wanita itu dengan ekspresi serius, lalu mengangkat dagunya. “Kalau Bibi tidak percaya, ayo kita pergi ke ruangan Daddy sekarang.”Wanita itu tertawa lagi, tapi ada keraguan di matanya. Sebelum dia bisa menjawab, suara tegas seorang pria memotong suasana.“Ada apa ini?”Semua kepala berbalik, dan di sana berdiri Ran dengan ekspresi tegas. Dia berjalan ke arah Nick, lalu menunduk sedikit untuk bertanya.“Tuan Muda, kenapa Anda di sini?” tanyanya dengan nada lembut.Wanita itu melongo, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. “T-tuan Muda?”Ran berdiri dan menatap tajam ke arah wanita itu. “Iya, dia adalah Tuan Muda Nick Brown, putra direkt
Tampaknya hari-hari Samy telah berubah, kesuraman itu kini menjadi berwarna. Hubungannya dengan Veny sudah membaik. Kini dia sedang menyusun sebuah rencana untuk mereka bertiga.Saat ini kehamilan Veny sudah menginjak delapan bulan, dan itu semakin memperlengkap kebahagiaan mereka tatkala dokter mengatakan bahwa seorang putri akan menjadi keluarga baru di tengah-tengah mereka."Aku tidak percaya kita akan dapat sepasang sayang," ucap Samy saat mereka berada di mobil."Aku sudah menebaknya dan itu benar," sahut Veny yang duduk di samping suaminya."Nick pasti senang, dia pernah mengatakan menginginkan adik perempuan." Bibir Samy seolah enggan melepas senyumannya. "Bagaimana kalau kita ke sekolahnya?"Veny mengangguk saja sambil asyik menyuapkan makanan ke dalam mulutnya."Kau sudah makan tiga bungkus dan itu tidak baik buat bayi kita." Samy mengambil bungkus Snack itu dan memindahkannya ke kursi belakang.Veny jadi cemberut. "Padahal bayinya masih lapar.""Kita cari makanan sehat, apa
Alex terdiam, mencerna semua informasi itu. "Lalu siapa sekutu yang paman maksud?"Felix tersenyum tipis. "Masih ada beberapa orang di perusahaan yang setia pada ayahmu. Mereka mungkin takut, tapi jika kau bisa menunjukkan bahwa kau punya kekuatan untuk melawan Celia, mereka akan berpihak padamu."Alex mengepalkan tangannya. "Baik, aku akan mengikuti rencana paman. Tapi ingat, aku tidak akan mundur. Celia harus membayar untuk semua yang dia lakukan."Felix menepuk bahu Alex. "Itu semangat yang ingin kulihat. Tapi ingat, sabar dan cerdas adalah kunci kemenangan. Kita tidak akan bermain dengan emosi."Alex mengangguk. Ia tahu ini bukan pertarungan yang mudah, tetapi ia sudah bertekad. Untuk ayahnya, untuk keluarganya, dan untuk keadilan, ia tidak akan mundur.Sore ini Felix mengajak Alex untuk keluar, dan ini sudah untuk ketiga kalinya. Felix melakukannya agar Alex tidak merasa bosan, meskipun ia hanya ada di dalam mobil saja."Betapa angkuhnya Celia, dia merasa sudah memiliki semuanya,
Di sebuah rumah yang terpencil, di tengah hutan pinus, seorang lelaki tengah membersihkan ikan di atas wastafel, tangannya tertutupi oleh sarung tangan yang terbuat dari plastik.Pria itu menaruh ikan tersebut ke dalam sebuah mangkuk sebelum akhirnya dibaluri oleh bumbu.Disalah satu ruangan di rumah itu seseorang baru saja membuka matanya. Asing, itulah yang ia rasakan setelah mengamati keadaan sekitar.Alex mencoba untuk bangkit, namun ia tersadar tangannya sedang terpasang cairan infus, Alex lebih berhati-hati melakukannya."Kau sudah bangun?" Seorang pria tadi datang membawa nampan berisi makanan."Pa-paman Felix!" Alex tak menyangka jika ia bertemu adik lelaki ayahnya.Felix meletakkan nampan di atas meja lalu mendekati keponakannya. "Aku mendengar apa yang terjadi di sini.""Termasuk kepergian ayah?"Felix mengangguk. "Kau, kenapa tidak mengabari paman?""Aku tidak berdaya, ayah dinyatakan hilang dalam kecelakaan dan aku bangun sudah terkurung di gudang. Seluruh fasilitas ku dic
Dua hari pasca kejadian itu, Diandra sudah pulang ke apartemennya. Tapi dia belum bisa melupakan apa yang telah menimpanya dan juga pria bernama Alex itu.Sebelum masuk kuliah, Diandra menyempatkan diri membeli handphone baru ditemani oleh sahabatnya."Lain kali jangan ceroboh, kalau tidak handphone mahal ini bisa hilang lagi," ucap temannya.Diandra hanya bilang jika ponselnya hilang saat ia berbelanja ke mini market.Diandra hanya tersenyum tipis menanggapi komentar sahabatnya, Amanda. Tidak mungkin ia menceritakan kejadian yang sebenarnya—terlalu rumit dan berbahaya. "Iya, aku akan lebih hati-hati," balasnya singkat sambil menyimpan ponsel baru ke dalam tas.Mereka berjalan keluar dari toko elektronik di tengah kota yang ramai. Udara musim semi terasa sejuk, tapi pikiran Diandra terus melayang pada peristiwa dua hari lalu. Amanda meliriknya dengan pandangan penasaran."Kau masih terlihat sedikit linglung. Apa kau masih kesal soal ponsel lamamu hilang?" tanya Amanda sambil membetulk
Alex menatap langsung ke mata Diandra. Ada keteguhan dalam pandangannya, seolah berkata ia tidak akan membiarkannya terluka. "Lepaskan dia terlebih dahulu," katanya, suaranya tenang tapi tegas.Celia tertawa kecil. "Kau tidak dalam posisi untuk membuat tuntutan, Alex.""Kalau begitu, aku tidak menandatangani apa pun," jawab Alex sambil merogoh sesuatu dari balik jaketnya—sebuah alat kecil yang tampak seperti pemancar. Ia mengangkatnya tinggi-tinggi. "Kau tahu apa ini, kan, Celia? Aku tidak datang tanpa rencana."Wajah Celia berubah, senyumnya pudar seketika. "Apa yang kau lakukan?""Ini akan mengakhiri semua permainanmu, jika aku menekan tombol ini. Jadi, sekarang lepaskan dia, atau kita semua rugi." Alex tetap berdiri tegap, meskipun tubuhnya terasa berat. Dia tidak akan mundur.Celia terlihat ragu, anak buahnya saling bertukar pandang, menunggu perintah. Diandra menahan napas, berharap Celia memilih mundur.Rod dan Celia saling menatap lalu tersenyum."Coba saja tekan, aku tidak aka
Celia tertawa kecil, tapi nada suaranya dingin. "Itu memang ide bagus, Rod. Tapi tidak sekarang. Gadis itu mungkin hanya alat baginya, atau mungkin dia memiliki nilai lebih yang bisa kita gunakan."Rod mengerutkan dahi. "Apa kau yakin? Membiarkan dia tetap hidup bisa menjadi risiko.""Segalanya harus dilakukan dengan hati-hati. Kita tidak bisa membuat langkah gegabah," kata Celia sambil menyilangkan tangan. "Aku akan mencari cara untuk membuat mereka menyerah. Jika harus menggunakan gadis itu sebagai umpan, maka begitu lah."Rod mengangguk pelan, wajahnya tetap tanpa ekspresi. "Baiklah, Celia. Tapi jangan lupa, waktu kita tidak banyak. Jika dia terus bertahan, kau tahu apa yang harus kita lakukan."Celia menatap Rod dengan penuh keyakinan. "Aku tahu, Rod. Dan aku tidak akan membiarkan anak itu menghancurkan apa yang seharusnya menjadi milikku.""Di luar banyak penjaga, akan sangat sulit untuk mengeluarkan mu dari sini," ucap laki-laki itu setelah memperhatikan dari jendela kaca."Sepe
Dengan itu, wanita tersebut memberi isyarat pada bodyguard-nya untuk membawa Diandra keluar. "Bawa dia ke tempat aman, tapi pastikan dia tidak lupa siapa yang memegang kendali."Diandra meronta, tapi kekuatannya tidak cukup untuk melawan dua pria bertubuh besar itu. Mereka menyeretnya keluar dari ruangan dan memasukkannya ke dalam mobil hitam. Diandra mencoba menghafal jalan, tapi malam yang gelap dan jendela mobil yang gelap membuatnya sulit mengenali lokasi.Saat mobil berhenti, Diandra mendapati dirinya di sebuah tempat yang jauh lebih bersih dan terang, seperti apartemen mewah. Bodyguard itu melepaskan ikatan di tangannya dan berkata, "Kau akan tinggal di sini untuk sementara. Jangan coba-coba kabur.""Kenapa kalian melakukan ini padaku?" teriak Diandra.Bodyguard itu tidak menjawab, hanya menutup pintu keras-keras. Diandra duduk di lantai, tubuhnya gemetar. Ia tahu satu hal: ia harus mencari cara untuk keluar dari situasi ini dan mencari tahu siapa pria yang ia bantu sebenarnya.
"Ah, persediaanku habis, hufft, sepertinya aku harus belanja malam ini."Diandra menutup pintu lemari pendinginnya, beranjak ke kamar mengambil jaket untuk menghalau udara dingin malam ini.Hidup di kota besar tanpa kekurangan membuatnya sangat bersyukur. Diandra memilih untuk berjalan kaki menuju minimarket terdekat.Sambil menatap hiruk pikuk kendaraan yang malam itu terlihat cukup ramai. Diandra melewati beberapa gang yang sedikit gelap.Ia pun mempercepat langkahnya."Dasar bodoh, pengemis tak berguna." Seseorang mengumpat mengundang tatap Diandra.Dia melihat seorang pengemis dirundung dan di sepak bergantian."Hei, bisu, kau belum mau menjawab?" ucap mereka lagi.Diandra mengabaikan itu, dia takut berurusan dengan preman jalanan sedangkan dia hanya seorang wanita."Mana uangmu?" Suara tanya di ikuti dengan tendangan membuat lelaki yang tersungkur itu meringis kesakitan.Diandra yang sudah lewat itu berbalik ke belakang, sungguh ia kasihan melihat laki-laki itu."Nona, saat ini s
"Samy menolakku, semua yang kulakukan sia-sia dan apa ibu tau? Ternyata Veny lah gadis kecil yang menyelamatkannya dulu." Moza bercerita setelah seharian menangisi kegagalannya."Apa yang kau lakukan selanjutnya?" Alma akan mendukung apapun keputusan anaknya kali ini."Aku ingin pergi jauh, Bu." Moza terlihat sangat sedih. Cinta yang diperjuangkannya selama ini tidak berbalas indah.Samy terlalu sulit untuk digapai oleh cintanya.Alma mengangguk. Mereka memutuskan untuk pindah jauh tanpa ada yang tau keberadaan mereka.Waktu terus berlalu, tak ada seharipun yang terlewati tanpa rasa syukur oleh Veny dan Samy. Mereka baru saja menyambut kelahiran putri mereka yang akan di beri nama Diandra Brown.Matanya mewarisi mata Veny sebelum di operasi waktu itu, yaitu abu-abu."Dia cantik sepertimu!" Samy yang menggendong bayi itu memperlihatkannya pada Veny."Kau ingin memberinya nama apa?" Veny bertanya."Kau mengizinkannya?" Samy berbinar tak percaya.Veny mengangguk. "Kenapa tidak, kau daddy
"Menurutmu, jika kau telah menyelamatkan nyawa seseorang, apa yang pantas sebagai balasannya?" Moza mulai memainkan emosi Veny."Moza, hentikan!" Samy takut istrinya sedih karena hal itu, namun di luar dugaan Veny menjawabnya dengan tenang."Tergantung dari orang yang menyelamatkan itu, dia ikhlas menolong atau karena sesuatu."Jawaban Veny membuat Moza terdiam, tapi dia tidak akan kalah semudah itu. "Aku pikir kau harus tau kalau Samy dulu nyaris mati jika saja aku tidak menyelamatkannya."Samy menatap istrinya berharap Veny tidak meninggalkannya.Di luar dugaan, Veny masih terlihat tenang sampai Moza mengeluarkan sebuah benda dari dalam tasnya."Benda ini milik seseorang yang diselamatkan itu, dia berjanji akan selalu ada untukku." Moza menaruh robot itu di atas meja.Hening cukup lama, saat Veny terus menatapnya membuat Samy sangat ketakutan, berbeda dengan Moza yang justru seolah senang karena merasa dirinya akan menang."Oh, jadi kau pencurinya?"Moza terkejut mendengar pertanyaa