Diandra mencoba melupakan semuanya, ia mulai menata kembali hatinya. Sebentar lagi ia dan Nick akan berangkat ke Philadelphia. Diandra yakin semua akan kembali biasa seperti hidupnya yang damai selama tinggal bersama Tania dan Felix."Diandra, ada yang mencarimu," kata Tania yang sengaja datang ke kamar.Diandra tengah bersiap untuk berangkat ke rumah sakit."Sepagi ini?" Diandra mengira itu adalah Samy."Katanya ini penting, aku tidak mengenalnya. Kau bisa lihat sendiri,aku sudah memintanya duduk," kata Tania.Diandra menarik napas dalam, menenangkan hatinya sebelum menghampiri tamu yang menunggunya di ruang tamu. Ia sedikit terkejut melihat sosok Molly, ibu Samy, duduk di sofa dengan tatapan tajam. Kehadirannya benar-benar di luar dugaan."Jadi ini tempat tinggalmu?" Molly mengamati sekeliling ruangan dengan pandangan meremehkan.Diandra tetap tenang, meski hatinya bergejolak. "Ini fasilitas dari rumah sakit. Ada hal penting apa yang membuat Nyonya datang pagi-pagi seperti ini?" tan
Moza tidak menyia-nyiakan kesempatan. Di saat Molly ada di sini ia pun segera mengurus pernikahannya dengan Samy. Moza yakin Molly pasti akan mendukungnya."Ibu, lihatlah gaun ini, apa cocok di kulitku?" Moza tampak antusias di sebuah rumah mode terkemuka di San Diego.Namun Molly tidak langsung menjawab, fokusnya teralihkan pada apa yang ia lihat pagi tadi di dekat Lift, yaitu Nick."Ibu, memikirkan apa?" Moza agak tidak nyaman melihat tidak ada respon dari calon ibu mertuanya itu."Oh, sayang! Maaf! Kepala ibu sedikit pusing. Mungkin ibu akan pulang." Molly memegangi kepalanya."Tapi Bu..."Molly menyentuh tangan Moza. "Pilihlah sesuai keinginanmu, ibu percaya pilihanmu pasti bagus."Pada akhirnya Moza tak dapat menahan langkah Molly.Moza menatap Molly yang beranjak pergi dengan raut bingung. Biasanya, calon ibu mertuanya itu selalu antusias dalam membantunya memilih gaun dan mempersiapkan pernikahan. Namun, hari ini Molly tampak tidak fokus dan lebih pendiam dari biasanya.Setelah
Molly melangkah dengan anggun, usia tua tidak menutupi kecantikan wajahnya, ditambah dengan uang yang seolah enggan pergi dari hidupnya.Ia ingin segera tau tentang siapa sebenarnya Nick, anak yang sangat mirip dengan Samynya. Molly larut dalam ingatan masa kecil itu hingga tak sengaja tubuhnya menabrak seseorang."Ah, maaf-maaf!" kata Diandra seraya berjongkok mengambil tas Molly yang jatuh."Kau!" ucap Molly ketus, "kenapa aku harus bertemu orang sepertimu? Benar-benar sial." Molly terlihat kesal.Diandra menghela napasnya pelan. Jika ditanya dirinya juga tidak senang dengan pertemuan ini."Sepertinya aku harus memperingatkan mu lagi agar menjauhiku dan Samy.""Nyonya, aku tidak pernah merasa mendekatimu dan Samy. Ini tempat belanja, rasanya cukup wajar jika aku berada di sini. Dan juga pertemuan senelumnya, anda yang mengundangku lalu datang ke apartemenku." Diandra tak mau lemah dan dituduh sepihak seolah menjadi wanita yang tergila-gila pada Samy.Molly terdiam namun tetap tak me
"Aku sudah memilih gaun, apa kau mau menemaniku mencobanya?" Pagi ini Moza menyusul Samy ke kamarnya.Lelaki itu sedang mengenakan pakaian kantornya. "Pekerjaanku banyak, sepertinya aku tidak punya waktu untuk itu.""Tak apa, aku menunggu sampai kau punya waktu," kata Moza seraya tersenyum."Terima kasih atas pengertianmu!" Samy usai mengenakan jam tangannya dan bersiap hendak turun ke bawah."Sam, sekarang kita jarang menghabiskan waktu bersama." Moza terus mengekori langkah Samy.Samy berhenti di anak tangga, Moza menunduk seolah sedih. "Aku-aku, sebenarnya aku takut kau sudah tidak menyayangiku.""Siapa bilang? Aku tidak pernah melupakanmu, Moza." Samy mempertegas meski dalam ingatannya saat ini hanya ada Diandra saja."Samy, maaf kalau aku terlalu lancang, aku hanya merasa kau tertarik pada Dokter Diandra." Moza mengarah ke sana.Samy terdiam sejenak, mencoba menyusun kata-kata. Ia tidak ingin membuat Moza merasa terabaikan, tetapi di dalam hatinya, perasaannya terhadap Diandra me
Keesokan harinya, Moza datang ke rumah sakit. Ia minta di antar ke ruangan Dokter Diandra. Kebetulan berpapasan dengan Damian."Moza, apa yang kau lakukan di sini?" tanya Damian."Ingin menemui dokterku," jawab Moza."Doktermu? Bukankah kau berobat di luar?" Damian mengeryit."Ah, iya, aku hanya ingin memastikan bahwa kakiku ini sudah benar-benar sembuh, kau tau sendirikan, minggu depan aku dan Samy akan melangsungkan pernikahan. Jadi aku ingin semuanya baik-baik saja."Damian terdiam, Samy tidak mengatakan apapun padanya, tapi Moza bilang Minggu depan mereka akan menikah."Dokter Damian, sepertinya aku harus pergi sekarang. Tenang saja, undangan untukmu sudah kupersiapkan." Moza memang tampak berbeda ia selalu tersenyum karena hari pernikahannya yang sudah dekat.Akhirnya setelah penantian lamanya setelah Veny menghilang ia akhirnya bisa menjadi Nyonya Brown yang sesungguhnya.Damian hanya bisa tersenyum kaku melihat kegembiraan Moza, meski hatinya diselimuti kebingungan. Ia teringat
"Isla, seandainya kau bisa ikut dengan kami, tentu Nick akan senang. Dia sudah merasa cocok denganmu," ucap Diandra. Mereka sedang berkemas untuk berangkat ke bandara. Isla turut membantu."Nyonya, aku ingin ikut, tapi aku tidak bisa meninggalkan keluargaku," kata Isla. Ia pun sedih karena akan berpisah dengan Nick."Baiklah," kata Diandra. Ia mengambil amplop coklat dari dalam tas lalu memberikannya pada pengasuh anaknya itu. "Ini untukmu."Isla merasa amplop itu terlalu tebal. "Nyonya ini terlalu banyak."Diandra tersenyum memegang tangan Isla. "Sebagai rasa terima kasih ku, kau sudah menjaga Nick dan tidak meninggalkannya saat kalian diculik. Aku berhutang padamu."Isla menggenggam amplop itu dengan rasa haru. "Nyonya, terima kasih banyak. Saya hanya melakukan yang seharusnya. Nick adalah anak yang luar biasa, dan saya sangat senang bisa menjaganya selama ini."Diandra tersenyum lembut. "Itu sebabnya aku merasa sangat beruntung ada kau di sampingnya, Isla. Kau tidak hanya pengasuh
"Mungkin aku harus menyerah," gumam Molly saat berada di dalam mobil.Perjalanan singkat ini telah menghantarkan ia menuju tempat pernikahan. Samy sudah berdiri di sana, ia membantu ibunya. Mereka masuk ke dalam. Tinggal menunggu kedatangan Moza."Kau terlihat tampan dengan jas itu!" puji Molly."Mempelai wanita sudah tiba!"Pembawa acara mengumumkan kedatangan rombongan Moza.Pintu mobil dibuka, turunlah dua anak kecil perempuan dan dua anak kecil laki-laki. Mereka berbaris menghadap ke arah gedung. Mobil yang ditumpangi oleh Moza pun perlahan terbuka, kaki jenjang yang tertutupi oleh gaun bertabur bunga mawar itu menapak di lantai.Decak kagum terdengar kala melihat sosok Moza yang tampil sangat elegan dan anggun.Moza berjalan dengan senyum penuh kemenangan, wajahnya bercahaya, dan gaun putih yang indah itu membuatnya tampak sempurna di hari yang telah ia impikan selama bertahun-tahun. Matanya menatap lurus ke depan, di mana Samy berdiri dengan ekspresi yang sulit diartikan. Ia men
"Mom, Nick haus," ucap Nick saat mereka tiba di bandara."Astaga! Mom lupa membawa air mineral." Diandra menepuk jidatnya pelan."Nyonya, saya akan membelikannya," kata Isla yang ikut mengantar mereka ke bandara."Kamu temani Nick di sini, biar aku saja yang pergi," kata Diandra.Isla mengangguk, mereka duduk di kursi, sedangkan Diandra sudah melangkah pergi."Astaga, di mana mereka? Apa mereka tidak kasihan melihatku mengangkat tas ini, dasar anak tidak peka!" Gerutuan wanita berambut putih itu menyita perhatian Diandra.Satu koper serta dua tas berukuran besar dengan susah payah dibawa oleh wanita tua itu."Nenek, berikan padaku!" Diandra menghampirinya ingin memberi pertolongan.Perempuan tua itu mengamatinya sampai beberapa detik."Aku tidak bermaksud jahat, aku akan membantu nenek sampai ke tempat tunggu." Diandra tersenyum."Baiklah, ini, ini bawa ini!" Wanita tua itu menyodorkan dua tas besarnya pada Diandra. Sedangkan dirinya menggeret koper menuju tempat duduk."Terima kasih