"Mungkin aku harus menyerah," gumam Molly saat berada di dalam mobil.Perjalanan singkat ini telah menghantarkan ia menuju tempat pernikahan. Samy sudah berdiri di sana, ia membantu ibunya. Mereka masuk ke dalam. Tinggal menunggu kedatangan Moza."Kau terlihat tampan dengan jas itu!" puji Molly."Mempelai wanita sudah tiba!"Pembawa acara mengumumkan kedatangan rombongan Moza.Pintu mobil dibuka, turunlah dua anak kecil perempuan dan dua anak kecil laki-laki. Mereka berbaris menghadap ke arah gedung. Mobil yang ditumpangi oleh Moza pun perlahan terbuka, kaki jenjang yang tertutupi oleh gaun bertabur bunga mawar itu menapak di lantai.Decak kagum terdengar kala melihat sosok Moza yang tampil sangat elegan dan anggun.Moza berjalan dengan senyum penuh kemenangan, wajahnya bercahaya, dan gaun putih yang indah itu membuatnya tampak sempurna di hari yang telah ia impikan selama bertahun-tahun. Matanya menatap lurus ke depan, di mana Samy berdiri dengan ekspresi yang sulit diartikan. Ia men
"Mom, Nick haus," ucap Nick saat mereka tiba di bandara."Astaga! Mom lupa membawa air mineral." Diandra menepuk jidatnya pelan."Nyonya, saya akan membelikannya," kata Isla yang ikut mengantar mereka ke bandara."Kamu temani Nick di sini, biar aku saja yang pergi," kata Diandra.Isla mengangguk, mereka duduk di kursi, sedangkan Diandra sudah melangkah pergi."Astaga, di mana mereka? Apa mereka tidak kasihan melihatku mengangkat tas ini, dasar anak tidak peka!" Gerutuan wanita berambut putih itu menyita perhatian Diandra.Satu koper serta dua tas berukuran besar dengan susah payah dibawa oleh wanita tua itu."Nenek, berikan padaku!" Diandra menghampirinya ingin memberi pertolongan.Perempuan tua itu mengamatinya sampai beberapa detik."Aku tidak bermaksud jahat, aku akan membantu nenek sampai ke tempat tunggu." Diandra tersenyum."Baiklah, ini, ini bawa ini!" Wanita tua itu menyodorkan dua tas besarnya pada Diandra. Sedangkan dirinya menggeret koper menuju tempat duduk."Terima kasih
Samy menjauhkan tubuhnya, kedua tangannya meraup wajahnya, untuk beberapa saat mereka saling diam. Diandra yang masih memeluk dirinya menatap Samy. Pria yang masih berstatus suaminya itu tampak menangis."Sudah terlambat untuk menyesal, pergilah dengan Moza. Dialah yang akan menjadi masa depanmu." Diandra berkata sedikit lirih, tak ada lagi emisi di nada bicaranya."Apa tidak ada kesempatan lagi untukku?" Jauh dilubuk hati Samy sangat mengharapkan itu, namun sayangnya Diandra menggeleng. "Nick akan tiba sebentar lagi."Selanjutnya Samy beranjak menuju ke luar rumah membiarkan Diandra sendiri di dalam.Samy menatap ke depan, ke lautan biru yang lepas, andai perasaannya juga bisa sama seperti lautan itu. Samy kembali menitikkan air mata penyesalan.Diandra menghela napas panjang, hatinya terasa berat melihat Samy pergi dengan kepala tertunduk, namun ia tahu ini adalah keputusan yang harus diambilnya. Perlahan, ia berdiri dan berjalan ke arah jendela, memandang Samy yang masih berdiri d
Diandra hanya bisa diam, dia tak berucap lagi sampai helaan napas dari Samy terdengar."Untuk malam ini, bisakah kalian menginap di sini?" Diandra menoleh mendengar permintaan Samy. "Izinkan aku tidur bersama Nick. Besok pagi aku akan mengantarkan kalian ke bandara."Malam itu Diandra membuang sedikit rasa egoisnya. Ia pun masuk ke dalam vila."Nick, sudah waktunya tidur, sayang," ucapnya dengan wajah yang ramah penuh kasih sayang.Molly memperhatikan cara Diandra memperlakukan Nick, meski di tengah ketidak nyamanan ia bisa membuat Nick merasa aman."Kita akan tidur di sini, Mom?""Ya, besok pagi kita ke bandara," ucap Diandra membuat Nick mengangguk senang. "Sayang, malam ini tidurlah dengan daddymu.""Dengan Mom juga?"Diandra menggeleng. "Mom akan tidur dengan Isla.""Lalu kapan kita tidur bertiga, seperti teman-teman Nick?"Diandra memalingkan wajahnya sesaat, tidak menyangka Nick akan bertanya seperti itu. "Mmm, besok kita akan ke Philadelphia, tidurlah lebih awal."Nick tampak
Diandra sedang ditangani oleh tim medis. Di luar Samy tampak cemas. Isla juga tak kalah khawatir, ia dan Nick duduk di kursi.Samy terus mondar mandir menunggu kabar dari dalam. Sedangkan pesawat yang hendak ditumpangi oleh ibu dan anak itu sudah take off beberapa detik yang lalu.Seorang petugas kesehatan keluar, Samy langsung memberondongnya dengan pertanyaan."Anda suaminya?" tanya kepala tim medis bandara itu."Ya, aku suaminya, apa yang terjadi pada istriku?" Kecemasan tak tertutupi di wajah pria itu."Pasien dehidrasi dan kelelahan. Dia dalam keadaan mengandung," jelas dokter itu."Mengandung?" Samy kilas balik saat beberapa waktu yang lalu saat ia dan Diandra melakukannya karena minuman yang dibuat oleh Moza.Samy tertegun mendengar kata-kata dokter. "Mengandung?" ulangnya pelan, seolah tak percaya.Kilas balik ingatan tentang kejadian beberapa waktu lalu muncul di benaknya—malam ketika ia dan Diandra berada dalam situasi yang rumit, dipengaruhi oleh minuman yang disajikan oleh
"Benarkah? Veny mengandung anakmu?" Molly begitu terkejut dengan ekspresi bahagia saat Samy menghubunginya. "Ibu akan datang dan tinggal bersama kalian.""Ibu, maaf jika harus mengatakan ini," ucap Samy," Veny sepertinya belum bisa menerima keadaan ini. Jadi, Samy rasa sebaiknya Ibu tetap di rumah pantai untuk saat ini."Molly mempertimbangkan ucapan anaknya. "Tentu tidak mudah baginya. Baiklah ibu akan tetap di sini, tapi ibu akan kesana menyapanya sekaligus bertemu Nick. Ibu merindukannya."Samy tersenyum kecil, memahami betapa besar kasih sayang ibunya kepada Nick. "Baik, Bu. Kami akan senang menerima Ibu kapan saja, tapi mungkin beri Veny sedikit ruang dulu."Molly menghela napas, meski hatinya rindu, ia memahami keadaan Veny yang belum sepenuhnya pulih dari luka masa lalunya. "Ibu mengerti, Samy. Tapi kau juga harus sabar dan bijak. Dia butuh waktu untuk menerima semuanya lagi.""Iya, Bu, Samy akan berusaha pelan-pelan. Terima kasih sudah mengerti."Setelah menutup telepon, Samy
Tak semudah itu untuk percaya pada Samy. Di satu sisi, Samy masih membiarkan Moza berkeliaran bebas tanpa berniat untuk menghukumnya."Mommy!" Nick berlari ke arahnya."Hai sayang. Bagaimana tidurmu?" Veny bertanya."Nick bermimpi, Mom," kata anak kecil itu."Mimpi?"Nick mengangguk. "Ada mom, Nick, Daddy dan perempuan kecil yang lucu.""Oh ya?" Veny tersenyum ikut antusias mendengarnya."Mom, apa Nick akan kembali ke sekolah?" tanyanya.Diandra terdiam, dia belum berani mengambil keputusan sebab hati dan pikirannya berharap untuk pulang ke philadhelpia."Tentu saja sayang, Daddy sudah mencarikan sekolah untukmu. Jika Nick bersedia, kita akan melihatnya hari ini." Samy datang menyahut.Veny menatap Samy dengan sorot mata yang sulit ditebak. Di satu sisi, dia ingin mempertahankan kebebasannya dan kembali ke Philadelphia, namun di sisi lain, Samy tampak begitu berusaha untuk memperbaiki hubungan mereka—terutama demi Nick.Nick tersenyum cerah dan mengangguk. "Benar, Mom? Kita akan lihat
Di kota lain, Moza tengah menatap hamparan luas laut yang biru berlapis kaca mata hitam tebal miliknya. Ia terlihat seksi dengan bikini berwarna maroon.Di sampingnya berdiri lelaki tampan memakai celana pendek putih disertai kemeja motif pantai berwarna biru. pria itu menggunakan teropong untuk melihat ke kejauhan.Moza menyeringai puas, menikmati desiran angin pantai yang menerpa wajahnya. Matahari memantul pada permukaan air laut yang tenang, dan ia merasakan dirinya benar-benar bebas dari bayang-bayang masa lalu.Pria di sebelahnya, dengan wajah maskulin yang dihiasi senyum tipis, menurunkan teropongnya dan berbalik menghadap Moza. "Jadi, apa rencanamu sekarang?" tanyanya santai, memeriksa Moza dengan tatapan penuh minat.Moza tersenyum sinis, menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. "Hanya menikmati hidupku... tanpanya," jawabnya sambil melirik pria itu, seolah mencari konfirmasi dari keputusan yang telah ia buat.Pria itu tertawa kecil. "Kau benar-benar berani, Moza. Melepaska
Malam itu, setelah acara makan malam selesai, Alex menawarkan untuk mengantar Diandra ke kamar hotelnya.“Nick bilang dia harus menghadiri rapat video dengan rekan bisnisnya,” ucap Alex sambil tersenyum kecil. “Jadi, aku akan memastikan kau sampai dengan aman.”Diandra mengangguk pelan. “Terima kasih, Alex.”Mereka berjalan berdua melewati lobi hotel yang mewah. Suasana malam begitu hening, dan hanya suara langkah mereka yang terdengar.“Bagaimana pendapatmu tentang New York sejauh ini?” Alex memulai percakapan untuk mencairkan suasana.“Indah, tapi juga terasa begitu sibuk. Aku tidak terbiasa dengan keramaian seperti ini,” jawab Diandra jujur.Alex tersenyum. “Aku juga butuh waktu untuk menyesuaikan diri saat pertama kali tinggal di sini. Tapi aku yakin, kau akan menyukai kota ini jika diberi kesempatan lebih lama.”Diandra hanya tersenyum tipis.Ketika mereka sampai di depan pintu kamar hotel Diandra, Alex memberanikan diri untuk berbicara lebih serius.“Diandra, ada sesuatu yang in
Nick dan Diandra memutuskan untuk mengundang Alex makan malam di rumah mereka di San Diego. Awalnya, Diandra sempat ragu, merasa undangan itu terlalu mendadak. Namun, Nick meyakinkannya.“Kak, aku tahu ini jauh, tapi aku merasa ada banyak hal yang harus kita bicarakan langsung dengan Alex. Ini penting,” ujar Nick.“Memangnya, apa yang mau dibahas?” tanya Diandra.Nick tersenyum samar. “Tentang masa depan. Aku yakin Alex akan menghargai undangan ini.”Di sisi lain, Alex menerima pesan Nick saat sedang rapat di New York. Membaca undangan itu, Alex terdiam sesaat, memikirkan jarak dan waktu yang dibutuhkan. Namun, rasa penasaran dan keinginan bertemu Diandra membuatnya segera membalas pesan tersebut.“Aku akan datang. Kirimkan alamatnya.”Alex langsung mengatur penerbangan menggunakan jet pribadinya. Dengan bantuan asistennya, perjalanan ke San Diego pun terencana dengan rapi.Selama di dalam pesawat, Alex memikirkan ulang keputusannya. Jarak ribuan mil ini terasa sepele dibandingkan den
"Jika kau terus bersama Alex, kau akan menyesal. Jauhkan dirimu darinya, atau keluargamu yang akan menderita."Pesan itu membuat Diandra gemetar. Celia mungkin sudah kalah secara resmi, tetapi ancamannya tampaknya belum selesai.Diandra membaca pesan itu berulang kali, seakan memastikan ia tidak salah lihat. Napasnya tersengal, pikirannya penuh kekhawatiran. Siapa pun yang mengirim pesan itu pasti tahu tentang hubungannya dengan Alex, meskipun hubungan itu belum sepenuhnya jelas.Dia mencoba menenangkan diri. “Tidak. Aku tidak bisa membiarkan ancaman seperti ini mengontrol hidupku,” gumamnya. Namun, bayangan keluarganya muncul di benaknya—Nick, Felix, Tania—semua orang yang ia cintai. Jika mereka menjadi sasaran, ia tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri.Sementara itu, Alex tiba di rumah setelah perjalanan panjang dari New York. Meski lelah, kemenangannya atas Celia tidak memberikan rasa lega yang utuh. Ia terus memikirkan Diandra, berharap bisa mendengar kabar darinya.Namun, saa
"Alex," ucapnya lembut.Alex menoleh, matanya bertemu dengan tatapan Diandra. "Ada apa?""Terima kasih," kata Diandra, senyumnya tulus. "Untuk segalanya."Alex tersenyum tipis, lalu menjawab, "Aku akan selalu melindungimu, Diandra. Apa pun yang terjadi."Diandra merasakan sesuatu yang hangat di hatinya. Kini ia tahu, Alex bukan hanya sekadar teman, tetapi seseorang yang tulus ingin memperjuangkannya. Diandra mulai menyadari bahwa mungkin, ia juga memiliki perasaan yang sama.Setelah konferensi pers itu, Alex memutuskan untuk tinggal di San Diego lebih lama. Ia merasa ada banyak hal yang belum selesai, terutama terkait Celia dan Rod yang masih menjadi ancaman. Namun, di sisi lain, Alex juga sadar bahwa alasan sebenarnya ia ingin tetap di kota itu adalah Diandra.Diandra mulai merasa kebersamaan mereka semakin intens. Setiap kali Alex berada di sekitar, ia merasa nyaman, meskipun ia mencoba menyangkal perasaan itu.Suatu sore, Alex mengundang Diandra untuk berjalan-jalan di taman dekat
Beberapa minggu setelah makan malam itu, Alex semakin sering datang ke San Diego. Tidak hanya untuk bertemu Diandra, tetapi juga menjalin hubungan baik dengan Nick, Veny, dan bahkan Samy. Diandra yang awalnya ragu mulai menyadari bahwa Alex tidak main-main.Suatu sore, Diandra sedang duduk di taman belakang rumah sambil membaca buku. Alex tiba-tiba muncul dengan membawa sekotak besar kue."Hei, aku tidak tahu kau suka membaca buku filsafat," kata Alex sambil duduk di samping Diandra.Diandra menutup bukunya dan menatap Alex. "Aku hanya mencoba memahami hidup ini lebih baik."Alex tertawa kecil. "Kalau begitu, bagaimana kalau kita memulai dengan memahami rasa kue ini?"Diandra tertawa, lalu membuka kotak itu. Di dalamnya terdapat berbagai jenis kue yang tampak lezat."Kenapa kau selalu membawa sesuatu setiap kali datang?" tanya Diandra sambil mengambil sepotong kue."Karena aku ingin kau tahu bahwa aku serius. Dan, aku ingin kau bahagia," jawab Alex, menatap Diandra dengan mata penuh k
Diandra menunduk, merasa jantungnya berdebar kencang. Selama ini, ia juga merasakan sesuatu yang berbeda terhadap Alex, tapi ia tidak berani mengakui bahkan pada dirinya sendiri."Alex," akhirnya ia berbicara. "Aku tidak tahu harus berkata apa. Aku menghargai kejujuranmu, tapi aku butuh waktu untuk memikirkan ini."Alex mengangguk dengan senyum pahit. "Tentu. Aku tidak ingin memaksamu. Ambillah waktu sebanyak yang kau butuhkan."Diandra mengangguk kecil, dan suasana di antara mereka menjadi sunyi. Namun, meski tanpa kata, ada sesuatu yang terasa lebih dalam di udara, seperti awal dari sesuatu yang baru.Saat Alex pergi meninggalkan rumah, ia merasa lega telah mengungkapkan perasaannya, meskipun tidak tahu bagaimana tanggapan Diandra selanjutnya. Sementara itu, Diandra berdiri di depan pintu, memikirkan kata-kata Alex dan mencoba memahami perasaannya sendiri.Hari-hari berlalu sejak pengakuan Alex, dan hubungan antara Alex dan Diandra menjadi lebih canggung namun penuh arti. Diandra se
Alex menatap Samy dengan tenang, kemudian mengarahkan pandangannya kembali ke Diandra. "Seseorang yang pernah membantuku melewati masa sulit. Aku rasa tidak ada salahnya menunjukkan rasa terima kasih."Nick berdiri dari tempat duduknya, berusaha mengalihkan perhatian. "Kenapa tidak kita bicara di luar, Alex? Ada beberapa tempat bagus yang ingin kutunjukkan padamu."Alex tersenyum mengangguk, tetapi sebelum berdiri, ia berkata, "Tentu. Tapi sebelum itu, aku ingin mengatakan sesuatu pada Diandra."Semua mata langsung tertuju pada gadis itu. Diandra yang merasa pusat perhatian, semakin salah tingkah. "Ya... ada apa, Alex?"Alex mengambil napas sejenak, lalu berkata, "Aku tahu kau pernah mengalami banyak hal yang sulit, tapi aku ingin kau tahu bahwa aku sangat mengagumi keteguhanmu. Kau adalah seseorang yang spesial, Diandra. Itu sebabnya aku ingin memastikan bahwa kau bahagia."Ruangan itu hening. Diandra menatap Alex dengan campuran keterkejutan dan kebingungan. Nick tampak tidak senang
Beberapa minggu kemudian, pengadilan memutuskan bahwa Celia dan Rod bersalah atas pencemaran nama baik serta penyalahgunaan wewenang selama menjabat di perusahaan. Mereka dijatuhi hukuman yang membuat mereka kehilangan hak untuk terlibat dalam dunia bisnis.Di kantor EC, Alex berdiri di depan seluruh karyawan, memberikan pidato kemenangannya.“Hari ini bukan hanya kemenangan bagi saya, tapi juga bagi kita semua. Perusahaan ini adalah warisan ayah saya, dan saya berjanji akan menjaga kepercayaannya dengan bekerja bersama kalian untuk membuat EC semakin besar.”Tepuk tangan riuh memenuhi ruangan. Diandra dan Nick tersenyum bangga di belakang ruangan, menyadari bahwa perjalanan mereka bersama Alex baru saja dimulai.Kini, Alex tidak hanya membuktikan dirinya sebagai pewaris sah, tetapi juga pemimpin yang layak untuk memimpin EC ke masa depan yang lebih cerah.Setelah semua kekacauan selesai, Nick dan Diandra memutuskan untuk kembali ke San Diego. Mereka merasa tugas mereka di New York su
Salah satu anggota dewan, Tuan Harry, angkat bicara. "Bukti ini sangat jelas. Saya setuju bahwa tindakan hukum harus diambil. Kita tidak bisa membiarkan perusahaan ini jatuh ke tangan yang salah."Celia mencoba membela diri. "Ini semua tidak benar! Ini hanya rekayasa Alex untuk menjatuhkan kami!"Namun, Alex tetap tenang. "Jika Anda merasa ini rekayasa, Nyonya Celia, Anda bisa membuktikannya di pengadilan."Dewan direksi akhirnya memutuskan untuk memecat Celia dan Rod dari semua posisi mereka di perusahaan dan menyerahkan kasus tersebut kepada pihak berwenang.Setelah pertemuan itu, Alex berdiri di balkon kantornya, memandang langit malam. Nick dan Diandra mendekatinya."Kau melakukannya, Lex," kata Nick sambil tersenyum bangga.Alex mengangguk pelan. "Ini semua bukan hanya untukku, tapi juga untuk ayah dan semua orang yang telah bekerja keras membangun perusahaan ini."Diandra tersenyum. "Sekarang apa rencanamu, Alex?"Alex menoleh ke mereka berdua. "Mulai sekarang, aku akan membawa