"Samy, ibu tidak peduli dari mana dia tau, yang harus kau lakukan adalah meluangkan waktu untuk Moza dan mengurus pernikahan kalian. Moza bilang kau tidak pernah punya waktu untuk membahasnya."Samy terdiam sesaat mendengar perkataan ibunya."Moza sudah sembuh jadi sebaiknya kalian segeralah menikah," tambah Molly.Samy terdiam, tatapan matanya tampak kosong sejenak. Pernikahan dengan Moza seharusnya sudah menjadi keputusan yang final, namun, entah kenapa hatinya terasa ragu. Bayangan Diandra dan Nick masih terngiang-ngiang di pikirannya, terutama saat melihat Nick yang begitu mirip dengannya.“Ibu,” ucap Samy pelan, mencoba memilih kata-kata. “Aku hanya butuh waktu untuk memastikan ini memang yang terbaik.”Molly menatapnya dengan tegas. "Samy, Moza sudah menunggumu bertahun-tahun. Dia sudah melalui banyak hal. Ibu ingin kau melakukan ini untuk keluarga, demi Moza."Samy menghela napas, tersenyum tipis untuk menenangkan hati ibunya. "Baiklah, Bu. Aku akan membicarakannya dengan Moza
"Belum aku izinkan kau pergi," ucap Molly seraya berdiri dengan suara tegas.Diandra berbalik menatap wanita yang dulu pernah menjadi mertuanya. Dulu mereka jarang bertemu karena Molly tinggal di kota berbeda dengan Samy."Maaf, Bi, aku tidak punya urusan dengan Anda," jawab Diandra, tak ingin berlama-lama di sana."Kalau menyangkut anakku, itu urusanku juga," balas Molly dengan nada meninggi. "Samy punya tunangan. Kau seorang ibu dan dokter, seharusnya tahu diri. Jauhi anakku mulai sekarang!""Anda salah paham, tidak ada hubungan spesial antara aku dan Samy. Kami hanya kenal, dan dia baik padaku," jawab Diandra dengan tenang meskipun tak sepenuhnya benar.Molly mendengus, sinis. "Kau kira aku tak tahu kau pernah masuk ke kamar anakku?"Diandra melirik Moza yang tersenyum penuh kemenangan."Soal itu, kenapa tidak tanyakan saja pada calon menantu Anda?"Molly mengalihkan pandangannya pada Moza yang langsung mendekat. "Ibu, dia pasti hanya ingin memfitnahku," ucap Moza sambil memasang w
Diandra mencoba melupakan semuanya, ia mulai menata kembali hatinya. Sebentar lagi ia dan Nick akan berangkat ke Philadelphia. Diandra yakin semua akan kembali biasa seperti hidupnya yang damai selama tinggal bersama Tania dan Felix."Diandra, ada yang mencarimu," kata Tania yang sengaja datang ke kamar.Diandra tengah bersiap untuk berangkat ke rumah sakit."Sepagi ini?" Diandra mengira itu adalah Samy."Katanya ini penting, aku tidak mengenalnya. Kau bisa lihat sendiri,aku sudah memintanya duduk," kata Tania.Diandra menarik napas dalam, menenangkan hatinya sebelum menghampiri tamu yang menunggunya di ruang tamu. Ia sedikit terkejut melihat sosok Molly, ibu Samy, duduk di sofa dengan tatapan tajam. Kehadirannya benar-benar di luar dugaan."Jadi ini tempat tinggalmu?" Molly mengamati sekeliling ruangan dengan pandangan meremehkan.Diandra tetap tenang, meski hatinya bergejolak. "Ini fasilitas dari rumah sakit. Ada hal penting apa yang membuat Nyonya datang pagi-pagi seperti ini?" tan
Moza tidak menyia-nyiakan kesempatan. Di saat Molly ada di sini ia pun segera mengurus pernikahannya dengan Samy. Moza yakin Molly pasti akan mendukungnya."Ibu, lihatlah gaun ini, apa cocok di kulitku?" Moza tampak antusias di sebuah rumah mode terkemuka di San Diego.Namun Molly tidak langsung menjawab, fokusnya teralihkan pada apa yang ia lihat pagi tadi di dekat Lift, yaitu Nick."Ibu, memikirkan apa?" Moza agak tidak nyaman melihat tidak ada respon dari calon ibu mertuanya itu."Oh, sayang! Maaf! Kepala ibu sedikit pusing. Mungkin ibu akan pulang." Molly memegangi kepalanya."Tapi Bu..."Molly menyentuh tangan Moza. "Pilihlah sesuai keinginanmu, ibu percaya pilihanmu pasti bagus."Pada akhirnya Moza tak dapat menahan langkah Molly.Moza menatap Molly yang beranjak pergi dengan raut bingung. Biasanya, calon ibu mertuanya itu selalu antusias dalam membantunya memilih gaun dan mempersiapkan pernikahan. Namun, hari ini Molly tampak tidak fokus dan lebih pendiam dari biasanya.Setelah
Molly melangkah dengan anggun, usia tua tidak menutupi kecantikan wajahnya, ditambah dengan uang yang seolah enggan pergi dari hidupnya.Ia ingin segera tau tentang siapa sebenarnya Nick, anak yang sangat mirip dengan Samynya. Molly larut dalam ingatan masa kecil itu hingga tak sengaja tubuhnya menabrak seseorang."Ah, maaf-maaf!" kata Diandra seraya berjongkok mengambil tas Molly yang jatuh."Kau!" ucap Molly ketus, "kenapa aku harus bertemu orang sepertimu? Benar-benar sial." Molly terlihat kesal.Diandra menghela napasnya pelan. Jika ditanya dirinya juga tidak senang dengan pertemuan ini."Sepertinya aku harus memperingatkan mu lagi agar menjauhiku dan Samy.""Nyonya, aku tidak pernah merasa mendekatimu dan Samy. Ini tempat belanja, rasanya cukup wajar jika aku berada di sini. Dan juga pertemuan senelumnya, anda yang mengundangku lalu datang ke apartemenku." Diandra tak mau lemah dan dituduh sepihak seolah menjadi wanita yang tergila-gila pada Samy.Molly terdiam namun tetap tak me
"Aku sudah memilih gaun, apa kau mau menemaniku mencobanya?" Pagi ini Moza menyusul Samy ke kamarnya.Lelaki itu sedang mengenakan pakaian kantornya. "Pekerjaanku banyak, sepertinya aku tidak punya waktu untuk itu.""Tak apa, aku menunggu sampai kau punya waktu," kata Moza seraya tersenyum."Terima kasih atas pengertianmu!" Samy usai mengenakan jam tangannya dan bersiap hendak turun ke bawah."Sam, sekarang kita jarang menghabiskan waktu bersama." Moza terus mengekori langkah Samy.Samy berhenti di anak tangga, Moza menunduk seolah sedih. "Aku-aku, sebenarnya aku takut kau sudah tidak menyayangiku.""Siapa bilang? Aku tidak pernah melupakanmu, Moza." Samy mempertegas meski dalam ingatannya saat ini hanya ada Diandra saja."Samy, maaf kalau aku terlalu lancang, aku hanya merasa kau tertarik pada Dokter Diandra." Moza mengarah ke sana.Samy terdiam sejenak, mencoba menyusun kata-kata. Ia tidak ingin membuat Moza merasa terabaikan, tetapi di dalam hatinya, perasaannya terhadap Diandra me
Keesokan harinya, Moza datang ke rumah sakit. Ia minta di antar ke ruangan Dokter Diandra. Kebetulan berpapasan dengan Damian."Moza, apa yang kau lakukan di sini?" tanya Damian."Ingin menemui dokterku," jawab Moza."Doktermu? Bukankah kau berobat di luar?" Damian mengeryit."Ah, iya, aku hanya ingin memastikan bahwa kakiku ini sudah benar-benar sembuh, kau tau sendirikan, minggu depan aku dan Samy akan melangsungkan pernikahan. Jadi aku ingin semuanya baik-baik saja."Damian terdiam, Samy tidak mengatakan apapun padanya, tapi Moza bilang Minggu depan mereka akan menikah."Dokter Damian, sepertinya aku harus pergi sekarang. Tenang saja, undangan untukmu sudah kupersiapkan." Moza memang tampak berbeda ia selalu tersenyum karena hari pernikahannya yang sudah dekat.Akhirnya setelah penantian lamanya setelah Veny menghilang ia akhirnya bisa menjadi Nyonya Brown yang sesungguhnya.Damian hanya bisa tersenyum kaku melihat kegembiraan Moza, meski hatinya diselimuti kebingungan. Ia teringat
"Isla, seandainya kau bisa ikut dengan kami, tentu Nick akan senang. Dia sudah merasa cocok denganmu," ucap Diandra. Mereka sedang berkemas untuk berangkat ke bandara. Isla turut membantu."Nyonya, aku ingin ikut, tapi aku tidak bisa meninggalkan keluargaku," kata Isla. Ia pun sedih karena akan berpisah dengan Nick."Baiklah," kata Diandra. Ia mengambil amplop coklat dari dalam tas lalu memberikannya pada pengasuh anaknya itu. "Ini untukmu."Isla merasa amplop itu terlalu tebal. "Nyonya ini terlalu banyak."Diandra tersenyum memegang tangan Isla. "Sebagai rasa terima kasih ku, kau sudah menjaga Nick dan tidak meninggalkannya saat kalian diculik. Aku berhutang padamu."Isla menggenggam amplop itu dengan rasa haru. "Nyonya, terima kasih banyak. Saya hanya melakukan yang seharusnya. Nick adalah anak yang luar biasa, dan saya sangat senang bisa menjaganya selama ini."Diandra tersenyum lembut. "Itu sebabnya aku merasa sangat beruntung ada kau di sampingnya, Isla. Kau tidak hanya pengasuh
Nick dan Diandra memutuskan untuk mengundang Alex makan malam di rumah mereka di San Diego. Awalnya, Diandra sempat ragu, merasa undangan itu terlalu mendadak. Namun, Nick meyakinkannya.“Kak, aku tahu ini jauh, tapi aku merasa ada banyak hal yang harus kita bicarakan langsung dengan Alex. Ini penting,” ujar Nick.“Memangnya, apa yang mau dibahas?” tanya Diandra.Nick tersenyum samar. “Tentang masa depan. Aku yakin Alex akan menghargai undangan ini.”Di sisi lain, Alex menerima pesan Nick saat sedang rapat di New York. Membaca undangan itu, Alex terdiam sesaat, memikirkan jarak dan waktu yang dibutuhkan. Namun, rasa penasaran dan keinginan bertemu Diandra membuatnya segera membalas pesan tersebut.“Aku akan datang. Kirimkan alamatnya.”Alex langsung mengatur penerbangan menggunakan jet pribadinya. Dengan bantuan asistennya, perjalanan ke San Diego pun terencana dengan rapi.Selama di dalam pesawat, Alex memikirkan ulang keputusannya. Jarak ribuan mil ini terasa sepele dibandingkan den
"Jika kau terus bersama Alex, kau akan menyesal. Jauhkan dirimu darinya, atau keluargamu yang akan menderita."Pesan itu membuat Diandra gemetar. Celia mungkin sudah kalah secara resmi, tetapi ancamannya tampaknya belum selesai.Diandra membaca pesan itu berulang kali, seakan memastikan ia tidak salah lihat. Napasnya tersengal, pikirannya penuh kekhawatiran. Siapa pun yang mengirim pesan itu pasti tahu tentang hubungannya dengan Alex, meskipun hubungan itu belum sepenuhnya jelas.Dia mencoba menenangkan diri. “Tidak. Aku tidak bisa membiarkan ancaman seperti ini mengontrol hidupku,” gumamnya. Namun, bayangan keluarganya muncul di benaknya—Nick, Felix, Tania—semua orang yang ia cintai. Jika mereka menjadi sasaran, ia tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri.Sementara itu, Alex tiba di rumah setelah perjalanan panjang dari New York. Meski lelah, kemenangannya atas Celia tidak memberikan rasa lega yang utuh. Ia terus memikirkan Diandra, berharap bisa mendengar kabar darinya.Namun, saa
"Alex," ucapnya lembut.Alex menoleh, matanya bertemu dengan tatapan Diandra. "Ada apa?""Terima kasih," kata Diandra, senyumnya tulus. "Untuk segalanya."Alex tersenyum tipis, lalu menjawab, "Aku akan selalu melindungimu, Diandra. Apa pun yang terjadi."Diandra merasakan sesuatu yang hangat di hatinya. Kini ia tahu, Alex bukan hanya sekadar teman, tetapi seseorang yang tulus ingin memperjuangkannya. Diandra mulai menyadari bahwa mungkin, ia juga memiliki perasaan yang sama.Setelah konferensi pers itu, Alex memutuskan untuk tinggal di San Diego lebih lama. Ia merasa ada banyak hal yang belum selesai, terutama terkait Celia dan Rod yang masih menjadi ancaman. Namun, di sisi lain, Alex juga sadar bahwa alasan sebenarnya ia ingin tetap di kota itu adalah Diandra.Diandra mulai merasa kebersamaan mereka semakin intens. Setiap kali Alex berada di sekitar, ia merasa nyaman, meskipun ia mencoba menyangkal perasaan itu.Suatu sore, Alex mengundang Diandra untuk berjalan-jalan di taman dekat
Beberapa minggu setelah makan malam itu, Alex semakin sering datang ke San Diego. Tidak hanya untuk bertemu Diandra, tetapi juga menjalin hubungan baik dengan Nick, Veny, dan bahkan Samy. Diandra yang awalnya ragu mulai menyadari bahwa Alex tidak main-main.Suatu sore, Diandra sedang duduk di taman belakang rumah sambil membaca buku. Alex tiba-tiba muncul dengan membawa sekotak besar kue."Hei, aku tidak tahu kau suka membaca buku filsafat," kata Alex sambil duduk di samping Diandra.Diandra menutup bukunya dan menatap Alex. "Aku hanya mencoba memahami hidup ini lebih baik."Alex tertawa kecil. "Kalau begitu, bagaimana kalau kita memulai dengan memahami rasa kue ini?"Diandra tertawa, lalu membuka kotak itu. Di dalamnya terdapat berbagai jenis kue yang tampak lezat."Kenapa kau selalu membawa sesuatu setiap kali datang?" tanya Diandra sambil mengambil sepotong kue."Karena aku ingin kau tahu bahwa aku serius. Dan, aku ingin kau bahagia," jawab Alex, menatap Diandra dengan mata penuh k
Diandra menunduk, merasa jantungnya berdebar kencang. Selama ini, ia juga merasakan sesuatu yang berbeda terhadap Alex, tapi ia tidak berani mengakui bahkan pada dirinya sendiri."Alex," akhirnya ia berbicara. "Aku tidak tahu harus berkata apa. Aku menghargai kejujuranmu, tapi aku butuh waktu untuk memikirkan ini."Alex mengangguk dengan senyum pahit. "Tentu. Aku tidak ingin memaksamu. Ambillah waktu sebanyak yang kau butuhkan."Diandra mengangguk kecil, dan suasana di antara mereka menjadi sunyi. Namun, meski tanpa kata, ada sesuatu yang terasa lebih dalam di udara, seperti awal dari sesuatu yang baru.Saat Alex pergi meninggalkan rumah, ia merasa lega telah mengungkapkan perasaannya, meskipun tidak tahu bagaimana tanggapan Diandra selanjutnya. Sementara itu, Diandra berdiri di depan pintu, memikirkan kata-kata Alex dan mencoba memahami perasaannya sendiri.Hari-hari berlalu sejak pengakuan Alex, dan hubungan antara Alex dan Diandra menjadi lebih canggung namun penuh arti. Diandra se
Alex menatap Samy dengan tenang, kemudian mengarahkan pandangannya kembali ke Diandra. "Seseorang yang pernah membantuku melewati masa sulit. Aku rasa tidak ada salahnya menunjukkan rasa terima kasih."Nick berdiri dari tempat duduknya, berusaha mengalihkan perhatian. "Kenapa tidak kita bicara di luar, Alex? Ada beberapa tempat bagus yang ingin kutunjukkan padamu."Alex tersenyum mengangguk, tetapi sebelum berdiri, ia berkata, "Tentu. Tapi sebelum itu, aku ingin mengatakan sesuatu pada Diandra."Semua mata langsung tertuju pada gadis itu. Diandra yang merasa pusat perhatian, semakin salah tingkah. "Ya... ada apa, Alex?"Alex mengambil napas sejenak, lalu berkata, "Aku tahu kau pernah mengalami banyak hal yang sulit, tapi aku ingin kau tahu bahwa aku sangat mengagumi keteguhanmu. Kau adalah seseorang yang spesial, Diandra. Itu sebabnya aku ingin memastikan bahwa kau bahagia."Ruangan itu hening. Diandra menatap Alex dengan campuran keterkejutan dan kebingungan. Nick tampak tidak senang
Beberapa minggu kemudian, pengadilan memutuskan bahwa Celia dan Rod bersalah atas pencemaran nama baik serta penyalahgunaan wewenang selama menjabat di perusahaan. Mereka dijatuhi hukuman yang membuat mereka kehilangan hak untuk terlibat dalam dunia bisnis.Di kantor EC, Alex berdiri di depan seluruh karyawan, memberikan pidato kemenangannya.“Hari ini bukan hanya kemenangan bagi saya, tapi juga bagi kita semua. Perusahaan ini adalah warisan ayah saya, dan saya berjanji akan menjaga kepercayaannya dengan bekerja bersama kalian untuk membuat EC semakin besar.”Tepuk tangan riuh memenuhi ruangan. Diandra dan Nick tersenyum bangga di belakang ruangan, menyadari bahwa perjalanan mereka bersama Alex baru saja dimulai.Kini, Alex tidak hanya membuktikan dirinya sebagai pewaris sah, tetapi juga pemimpin yang layak untuk memimpin EC ke masa depan yang lebih cerah.Setelah semua kekacauan selesai, Nick dan Diandra memutuskan untuk kembali ke San Diego. Mereka merasa tugas mereka di New York su
Salah satu anggota dewan, Tuan Harry, angkat bicara. "Bukti ini sangat jelas. Saya setuju bahwa tindakan hukum harus diambil. Kita tidak bisa membiarkan perusahaan ini jatuh ke tangan yang salah."Celia mencoba membela diri. "Ini semua tidak benar! Ini hanya rekayasa Alex untuk menjatuhkan kami!"Namun, Alex tetap tenang. "Jika Anda merasa ini rekayasa, Nyonya Celia, Anda bisa membuktikannya di pengadilan."Dewan direksi akhirnya memutuskan untuk memecat Celia dan Rod dari semua posisi mereka di perusahaan dan menyerahkan kasus tersebut kepada pihak berwenang.Setelah pertemuan itu, Alex berdiri di balkon kantornya, memandang langit malam. Nick dan Diandra mendekatinya."Kau melakukannya, Lex," kata Nick sambil tersenyum bangga.Alex mengangguk pelan. "Ini semua bukan hanya untukku, tapi juga untuk ayah dan semua orang yang telah bekerja keras membangun perusahaan ini."Diandra tersenyum. "Sekarang apa rencanamu, Alex?"Alex menoleh ke mereka berdua. "Mulai sekarang, aku akan membawa
Ruangan itu dipenuhi dengan bisik-bisik kaget dan tatapan tidak percaya. Beberapa tamu berdiri dari kursi mereka, ingin memastikan bahwa apa yang mereka dengar benar.Alex tetap tenang di atas panggung, menatap tamu-tamu yang mulai berbisik lebih keras."Selama ini, saya memilih untuk tidak muncul karena ingin melihat siapa saja yang benar-benar peduli pada perusahaan ini, siapa yang tulus bekerja, dan siapa yang hanya memanfaatkan nama besar EC," lanjut Alex.Nick dan Diandra yang berdiri di sudut ruangan tersenyum penuh kebanggaan. Felix dan Tania juga tampak lega melihat Alex akhirnya mengungkapkan kebenaran."Seperti yang kalian ketahui, perusahaan ini adalah hasil kerja keras ayah saya, Evanders. Dan sebagai pewaris sah, saya memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan perusahaan ini tetap berada di jalur yang benar," tambah Alex dengan nada tegas.Sementara itu, di luar ruangan, Celia yang baru siuman terlihat sangat panik. "Rod, kita harus melakukan sesuatu! Kalau tidak, hab