Moza yang geram segera meminta seseorang untuk menghubungi Diandra, melihat nomor asing yang tertera di layar membuat Diandra segera mengangkatnya, suara tangis terdengar dan itu adalah suara Nick, putranya.Diandra menegang mendengar suara Nick yang tersedu-sedu dari telepon. Hatinya berdegup kencang, tangannya gemetar saat menggenggam ponsel. "Nick? Nick! Di mana kau?" serunya, suara panik dan putus asa terdengar jelas.Tak ada jawaban lain selain tangisan lemah dari putranya. Diandra merasa tubuhnya menjadi ringan, seolah-olah dunia runtuh di sekitarnya. "Siapa ini? Apa yang kau inginkan?" jeritnya, mencoba mencari tahu siapa yang menghubunginya.Di kediaman Samy, Moza menatap layar dengan senyum sinis. Di depannya, monitor memperlihatkan Nick yang ketakutan. "Aku tidak akan membiarkanmu menikmati waktu bersama Samy," ucap Moza dengan dingin, penuh kebencian. Tangannya mengepal erat di atas meja, amarah menggelegak di dalam dirinya."Aku yang berhak atas Samy, bukan kamu," bisiknya
Saat pintu apartemen terbuka, Diandra melihat Tania dan Felix berdiri di sana, wajah mereka penuh kekhawatiran. Tanpa menunggu, Diandra berlari ke arah Tania dan langsung memeluknya erat. Air mata yang sempat ia tahan kembali mengalir deras."Tania... aku tak tahu harus berbuat apa... Nick... dia hilang," isak Diandra dalam pelukan sahabatnya.Tania membelai rambut Diandra lembut, mencoba menenangkannya. "Aku dengar kabarnya, Diandra. Kami datang secepat mungkin setelah tahu. Tenanglah, kami di sini bersamamu. Kami akan bantu mencari Nick."Felix mendekat, wajahnya tegang namun penuh dukungan. "Kami akan lakukan apa saja, Diandra. Jangan khawatir, kita akan temukan Nick."Samy yang berdiri di sudut ruangan mengamati interaksi itu, merasa sedikit lega melihat Tania dan Felix hadir. Meskipun ada perasaan asing saat melihat Felix, dia tahu ini bukan waktunya untuk persoalan pribadi. Dia berjalan mendekat, mencoba tetap tenang."Kami sudah melibatkan pihak kepolisian," kata Samy pada Feli
Diandra terdiam sejenak, mencerna perkataan Felix yang tampaknya masuk akal. “Jadi… kau berpikir bahwa Moza akan semakin menunjukkan dirinya jika aku lebih dekat dengan Samy?” tanyanya pelan, masih ragu.Felix mengangguk yakin. “Tepat. Jika benar Moza yang ada di balik semua ini, dia akan melakukan apa pun untuk menjauhkanmu dari Samy. Itu berarti semakin kau mendekat, semakin dia terpicu untuk bertindak.”Tania yang berdiri di samping Felix ikut menimpali, “Ini mungkin bisa jadi cara untuk mengungkap apakah dia yang mengambil Nick. Moza tidak bisa menyembunyikan rasa cemburu atau rasa bersalahnya, dan itu akan memperlihatkan niat sebenarnya.”Diandra menatap Felix dan Tania bergantian, mencoba menemukan keberanian di dalam dirinya. “Tapi… bagaimana kalau itu membuat situasi lebih buruk? Bagaimana kalau Moza semakin berbahaya?”Felix menggeleng pelan, menatap Diandra dengan tegas. “Kita tidak bisa membiarkan ketakutan menguasai kita, Diandra. Jika kau ingin Nick kembali, kita harus me
Setelah puas berbelanja, Moza memutuskan untuk makan siang di salah satu restoran paling mewah di mall tersebut. Dia tak pernah merasa khawatir soal uang, karena Samy selalu memastikan semua kebutuhannya terpenuhi. Namun, satu hal yang masih terasa kosong—hati Samy yang belum sepenuhnya ia miliki.Sambil menunggu pesanan datang, Moza meraih ponselnya. Dia memutuskan untuk membuat acara spesial malam ini. Mungkin, pikirnya, acara yang romantis akan membantu mengembalikan kehangatan dalam hubungan mereka. Ia pun melakukan reservasi untuk makan malam di rooftop hotel paling eksklusif di kota.Setelah memastikan semuanya sudah diatur sesuai rencana, Moza tersenyum puas. Sesaat kemudian, ia menghubungi Samy, berharap memberitahunya akan membuat pria itu sedikit antusias."Sam, aku sudah memesan tempat untuk kita besok malam di rooftop hotel. Aku ingin kita menghabiskan waktu bersama di tempat yang spesial," katanya dengan nada yang manis dan berharap.Di ujung telepon, Samy terdengar ragu
Diandra bersembunyi di salah satu sudut ruangan ketika Samy keluar, berusaha menenangkan napasnya yang berdebar keras. Sambil menunggu keadaan aman, telinganya menangkap suara samar percakapan Samy dengan Damian. Mereka berbicara tentang sesuatu yang terdengar serius, namun Diandra tak bisa mendengar semuanya dengan jelas. Meski begitu, instingnya mengatakan ada yang lebih dari sekadar pertemuan profesional di balik obrolan itu.Setelah Samy pergi, Diandra cepat-cepat meninggalkan rumah Damian, menyusup keluar tanpa terlihat. Malam itu, Samy menuju hotel yang telah dipesan oleh Moza untuk makan malam, dan Diandra yang sudah mempersiapkan rencananya sejak tadi sore langsung mengikuti mobil yang dikendarai sopir Samy. Dalam kesunyian malam, Diandra memastikan jaraknya cukup aman, namun cukup dekat agar tidak kehilangan jejak. Mobil Samy melaju dengan tenang menuju hotel, sementara Diandra berusaha menjaga konsentrasinya, dia sudah memikirkan apa yang akan ia lakukan nanti.Moza sudah du
Samy menatap Diandra yang tertidur di kursi penumpang, cahaya lampu jalan menyinari wajahnya dengan lembut. Semakin lama ia memandang, semakin dalam rasa terpesonanya. Ada sesuatu tentang Diandra—ketenangan, kelembutan, atau mungkin hanya kenyataan bahwa dia terlihat begitu damai dalam tidurnya. Bibirnya, dengan lekukan sempurna, menggoda pikirannya.Tanpa bisa mengendalikan dorongan hatinya, Samy mendekatkan wajahnya perlahan, seakan tertarik oleh magnet yang tak terlihat. Jarak antara mereka semakin tipis, napasnya tertahan ketika bibirnya hampir menyentuh bibir Diandra. Tapi tiba-tiba, Diandra membuka matanya dengan kaget, refleks menampar pipi Samy."Samy!" serunya, terkejut dan sedikit bingung. Namun, yang terjadi selanjutnya membuat Diandra tak kalah terkejut.Bukannya mundur atau marah, Samy justru semakin mendekat, memegang wajahnya dengan lembut dan, tanpa berkata apa-apa, mencium bibir Diandra. Ciuman itu penuh dengan intensitas, seakan ada hal yang terpendam lama dan baru s
Samy merasa bahagia karena Diandra tidak menolaknya, namun di saat yang sama hatinya masih diliputi kebingungan soal hubungannya dengan Moza. Perasaannya pada Moza lebih terasa seperti rasa kasihan daripada cinta, namun ia tak bisa begitu saja mengabaikannya.Pagi itu, Samy turun ke ruang makan dan bertanya pada pelayan yang sedang menata meja, "Moza belum bangun?"Pelayan itu menghentikan pekerjaannya sejenak dan menjawab dengan sopan, "Nona Moza sudah pergi, Tuan. Katanya melakukan pengobatan."Alis Samy terangkat. "Pengobatan apa? Bukankah dokter yang dibawa ibunya sering datang ke sini?"Pelayan itu tampak berpikir sejenak sebelum menjawab, "Nona bilang ada pengobatan akupuntur yang direkomendasikan oleh dokter dari China itu.""Maksudmu dia pergi ke China?" Samy bertanya dengan nada heran, merasa ada sesuatu yang aneh."Sepertinya begitu, Tuan," jawab pelayan tersebut dengan hati-hati.Samy terdiam, rasa bingung memenuhi pikirannya. Hal sebesar itu pergi ke luar negeri untuk peng
Moza meremas ponselnya dengan kuat, amarah yang tersimpan begitu jelas di matanya saat dia menyaksikan video dari CCTV yang merekam momen Samy membawa Diandra ke rumahnya. Tatapan dingin Moza semakin mengeras saat melihat Diandra sibuk memasak di dapur, sebuah pemandangan yang seharusnya hanya miliknya. Dengan itu, Moza tahu bahwa Diandra bukan sekadar dokter biasa. Hubungan mereka lebih dari sekadar profesional.Alma, ibu Moza, yang juga ikut memperhatikan dari samping, bertanya, “Moza, dokter itu yang dipilihkan Samy untukmu, kan?”Moza mengangguk dengan geram. "Iya, dia. Tapi dia juga wanita yang ingin merebut Samy dariku."Alma menatap putrinya dengan prihatin. "Apa yang akan kau lakukan? Samy sepertinya mulai berubah sikap."Moza tidak ragu sedikit pun. Matanya memancarkan keteguhan saat dia menjawab, "Ibu, lihat saja. Tidak ada yang bisa mengambil Samy dariku. Aku akan pastikan itu."Moza segera mengambil tindakan. Dia menghubungi salah satu orang suruhannya dan memberikan instr
Air mata menggenang di mata Diandra. Dia mengerti betapa dalam cinta Alex untuknya, dan itu membuat hatinya terasa penuh. Dia mengangkat wajahnya untuk menatap Alex, tersenyum lembut sambil menyeka air mata yang hampir jatuh. "Aku janji, Alex. Aku akan menjadi ibu yang baik untuk Aurora, istri yang setia untukmu. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Kau dan Aurora adalah dunia bagiku." Alex menunduk, mencium keningnya dengan lembut. "Itu saja yang kubutuhkan, Dee. Kau adalah segalanya untukku." Malam itu, di bawah sinar bulan, mereka berdua berdiri dalam pelukan, menguatkan janji mereka untuk saling menjaga, mencintai, dan bersama membangun kehidupan penuh kebahagiaan. Kehidupan keluarga kecil itu semakin bahagia setelah janji-janji malam itu. Hari-hari mereka diisi dengan cinta dan perhatian, terutama untuk Aurora yang kini menjadi pusat dunia mereka. Alex mulai meluangkan lebih banyak waktu di rumah, memastikan dia tidak melewatkan momen berharga bersama Diandra dan bayi m
Di sela-sela pesta, Alex mendekati Diandra yang sedang duduk di sofa. "Kau baik-baik saja? Tidak terlalu lelah?" tanyanya penuh perhatian.Diandra tersenyum lembut. "Aku baik-baik saja, Alex. Terima kasih sudah membuat hari ini begitu istimewa."Alex mencium puncak kepalanya. "Kau yang istimewa, Dee. Aurora adalah hadiah terbaik yang pernah kubayangkan."Pesta berlangsung meriah namun tetap hangat dan intim. Saat malam tiba, Alex mengangkat gelasnya untuk memberi toast terakhir."Untuk Aurora, cahaya baru dalam hidup kita. Semoga dia selalu dikelilingi cinta dan kebahagiaan," ucapnya.Semua tamu bersorak, memberikan doa dan harapan terbaik untuk bayi mungil itu. Hari itu menjadi momen penuh kebahagiaan dan cinta yang akan selalu dikenang oleh keluarga Evanders.Setelah pesta berakhir, rumah keluarga Evanders kembali hening. Diandra sedang menyusui Aurora di kamar bayi yang telah dihias dengan warna pastel lembut. Lampu gantung berbentuk bintang memancarkan cahaya hangat, menciptakan s
Diandra merasa energinya semakin bertambah. Perutnya sudah membuncit, dan hal itu membuat Alex semakin perhatian. Setiap malam, Alex dengan sabar mengoleskan minyak khusus ke perut Diandra untuk mencegah stretch mark.“Alex, kau tidak harus melakukannya setiap malam,” ujar Diandra sambil terkikik.“Tapi aku mau,” balas Alex dengan senyum lebar. “Ini seperti ritual bonding dengan bayi kita. Dan tentu saja, aku ingin kau tetap merasa cantik.”Diandra hanya bisa menggeleng pelan sambil tersenyum, hatinya penuh rasa syukur.“Aku merasa sangat beruntung,” kata Alex sambil menatap Diandra.“Kenapa?” tanya Diandra, bersandar di bahunya.“Karena aku punya istri yang luar biasa, keluarga yang mendukung, dan sekarang, kita akan punya bayi. Hidupku terasa sempurna.”Diandra meremas tangan Alex dengan lembut. “Aku juga merasa begitu, Alex. Aku tidak sabar melihat bayi kita tumbuh, menciptakan lebih banyak kenangan indah bersama.”Malam itu, mereka menikmati kebersamaan dalam diam, hanya ditemani
Melihat kondisi itu, Alex menghela napas panjang. Hatinya hancur melihat Diandra seperti ini, tetapi ia tidak ingin menyerah. Ia bangkit, berjalan ke dapur, dan memutuskan untuk mencoba memasak sendiri. Sup hangat yang ringan, pikirnya.Ketika Alex kembali ke kamar dengan semangkuk sup, Diandra masih terbaring di posisi yang sama. "Aku tidak ahli memasak, tapi aku sudah berusaha. Tolong coba satu sendok, ya, Dee?"Diandra membuka matanya perlahan, menatap Alex yang berdiri di sampingnya dengan ekspresi penuh harapan. Dengan enggan, ia mengangguk. Alex membantu menyendokkan sup ke bibirnya.Rasa hangat sup itu sedikit mengurangi mual Diandra, dan ia berhasil menelan beberapa suap. "Rasanya… lumayan," gumamnya dengan lemah, mencoba tersenyum.Alex tertawa kecil, merasa lega. "Lumayan sudah cukup baik untukku. Besok aku akan coba membuat hal lain yang lebih enak."Hari-hari berlalu dengan Alex yang terus merawat Diandra sepenuh hati. Ia memastikan Diandra mendapatkan asupan nutrisi yang
Diandra memanggil salah satu pelayan untuk membuatkan salad siang itu. Setelah memastikan pesanannya disampaikan, ia berjalan perlahan menuju kamar di lantai atas. Namun, saat mulai menaiki tangga, rasa pusing yang mengganggu sejak pagi semakin menjadi-jadi.Tangannya bergetar saat meraih sisi pegangan tangga, tubuhnya terasa semakin lemah. Pandangannya kabur, dan suara detak jantungnya berdentam keras di telinganya."Aku harus sampai ke kamar," gumamnya pelan, mencoba melangkah lagi. Namun tubuhnya terasa seperti kehilangan kendali. Mata Diandra mulai terpejam, tubuhnya lunglai, dan gravitasi perlahan menariknya ke bawah.Di saat kritis itu, suara langkah cepat terdengar di belakangnya. Alex, yang kebetulan baru pulang lebih awal dari kantor, menyadari sesuatu yang tidak beres."Diandra!" seru Alex panik. Dia berlari ke arah istrinya dan berhasil menangkap tubuhnya tepat sebelum Diandra jatuh ke lantai."Dee! Buka matamu!" Alex mengguncang tubuhnya pelan, suaranya bergetar dengan kek
Kata-kata Diandra menghangatkan hati Alex. Dia meremas tangan istrinya, berterima kasih atas kehadirannya. "Terima kasih, Dee. Aku hanya… ada banyak hal yang harus kuurus. Tapi aku janji, semuanya akan baik-baik saja."Namun, sebelum percakapan mereka berlanjut, pintu suite mereka diketuk. Alex berjalan ke pintu, membuka dengan hati-hati."Pak Evanders, ini paket untuk Anda," ucap seorang pelayan hotel sambil menyerahkan sebuah kotak kecil berwarna hitam.Alex mengucapkan terima kasih, lalu menutup pintu. Dia membawa kotak itu ke meja, membuka perlahan. Di dalamnya terdapat sebuah amplop putih dan flash drive kecil."Apa itu?" tanya Diandra penasaran.Alex membuka amplop tersebut. Di dalamnya hanya ada satu kalimat, ditulis dengan huruf cetak tebal:"Kebenaran selalu memiliki cara untuk muncul ke permukaan."Alex memandang flash drive itu dengan cemas. Diandra memperhatikan ekspresinya yang tegang. "Alex, apa kau ingin memeriksanya?"Alex mengangguk. "Aku harus tahu apa ini."Mereka m
Ruangan itu hening. Nick melompat kecil sambil berbisik, "Mommy, bilang iya!"Diandra tertawa kecil, lalu mengangguk sambil menahan air matanya. "Ya, Alex. Aku mau menikah denganmu."Sorak-sorai kecil dari Nick dan tepuk tangan dari Veny serta Samy memenuhi ruangan. Alex bangkit dan memeluk Diandra erat-erat.Setelah lamaran itu, persiapan pernikahan dimulai. Alex memastikan setiap detailnya sempurna. Lokasi pernikahan mereka dipilih di taman bunga mewah di New York, tempat yang indah dengan pemandangan kota yang menakjubkan.Diandra merasa gugup tapi juga bahagia. Dengan dukungan penuh dari keluarga dan Alex yang selalu ada di sisinya, dia tahu bahwa ini adalah awal dari perjalanan baru mereka.Dan di hari pernikahan mereka nanti, Alex berencana memberikan satu kejutan terakhir yang akan membuat hari itu semakin tak terlupakan.Matahari pagi bersinar lembut di New York, menandai dimulainya hari yang istimewa. Di sebuah suite hotel mewah, Diandra tengah bersiap dengan bantuan perias p
Saat malam tiba, Alex dan Diandra duduk di sebuah restoran kecil dekat pantai, menikmati makanan laut yang sederhana. Mereka berbicara tentang masa depan mereka, tentang bagaimana mereka akan mendukung satu sama lain.Alex merasa bahwa Diandra bukan hanya seseorang yang ia sukai. Dia adalah rumah, tempat di mana ia merasa damai dan diterima apa adanya.Bagi Diandra, Alex bukan hanya pria yang membuatnya tertawa. Dia adalah seseorang yang memberinya harapan, seseorang yang meyakinkannya bahwa cinta bisa ditemukan di tempat yang tidak terduga.Ketika mereka kembali ke rumah Samy, Veny menatap mereka dengan tatapan penasaran. "Kalian kelihatannya sangat menikmati waktu bersama," katanya dengan senyum menggoda.Diandra mencoba menyangkal, tapi Alex dengan santai menjawab, "Tentu saja, Mommy. Aku sedang memastikan putrimu bahagia."Samy, yang sedang membaca koran di ruang tamu, hanya melirik mereka sambil berkata, "Kau harus lebih dari sekadar memastikan, Alex. Jika kau serius, tunjukkan."
"Dee, aku ingin bertanya sesuatu," ucap Alex sambil menatapnya dalam-dalam."Apa itu, Alex?""Jika aku meminta kau menjadi bagian dari hidupku, apa kau bersedia?"Diandra terkejut mendengar pertanyaan itu. Dia melihat ketulusan di mata Alex dan tahu bahwa pria itu benar-benar serius."Aku..." Diandra menghela napas, lalu tersenyum lembut. "Aku ingin waktu untuk memikirkannya, Alex.""Aku akan menunggu, seberapa pun lama waktu yang kau butuhkan," jawab Alex.Beberapa minggu kemudian, Diandra akhirnya membuat keputusan.Saat mereka duduk bersama di taman kecil dekat rumah, Diandra menatap Alex dengan mata penuh keyakinan. "Alex, aku juga menyukaimu. Aku ingin mencoba menjalani hubungan ini denganmu."Alex tersenyum lebar, dan tanpa ragu, dia menggenggam tangan Diandra. "Aku janji, aku akan selalu menjagamu, Dee."Hubungan mereka resmi dimulai, membawa harapan baru untuk masa depan.Malam itu terasa tenang, hanya ditemani suara jangkrik dan gemerisik angin yang menggerakkan dedaunan. Dia