Veny menatap Samy dengan tajam, menahan rasa kesal yang mulai membuncah. "Anda mempermainkan tenaga medis seperti kami," katanya dengan nada dingin. "Banyak pasien yang benar-benar membutuhkan pertolongan di luar sana, tapi Anda datang hanya untuk berbicara omong kosong."Samy tampak sedikit tersentak dengan nada tegas Veny, tapi dia tetap tenang. "Aku tidak bermaksud seperti itu, Diandra. Ini bukan sekadar omong kosong.""Tentu saja. Setiap kali kita bertemu, itu selalu soal drama pribadi yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaanku. Jika Anda benar-benar peduli dengan keadaan Moza atau diri Anda sendiri, maka carilah bantuan profesional yang tepat, bukan aku." Veny menambahkan, tangannya melipat di dada, matanya menatap Samy dengan tegas.Samy menarik pinggang Veny untuk lebih dekat padanya hingga nyaris bibir mereka bersentuhan, Veny berang, ia memukul dada Samy agar segera melepaskannya."Lepaskan aku, bodoh!" Veny tak peduli lagi dengan panggilannya pada Samy."Sebentar saja, ak
Dunia memang ujian bagi mereka yang berhati baik.Veny terperangah ketika berjalan masuk ke apartemen, mendapati suasana yang sangat tidak beres. Ruangan terlihat berantakan, barang-barang berserakan di lantai. Jantungnya berdetak kencang, seolah firasat buruk mulai memenuhi pikirannya. Dengan cemas, ia melangkah ke kamar Nick, kosong. Kamar Isla pun sama, tak ada siapa pun. Kegelisahannya semakin menjadi.Dia berjalan ke dapur dengan harapan tipis, namun tidak menemukan tanda-tanda kehidupan. Hingga pandangannya tertumbuk pada sebuah kertas yang menempel di pintu lemari pendingin. Veny merasakan tubuhnya menegang. Dengan tangan gemetar, ia meraih kertas itu dan membacanya:"Kami sudah membawa Nick dan Isla. Jangan coba lapor polisi jika ingin mereka selamat. Tunggu instruksi lebih lanjut."Kertas itu jatuh dari tangannya. Tubuh Veny seakan membeku, sementara pikirannya kalut. Semua terjadi begitu cepat, tanpa peringatan. Nick, putra yang telah ia jaga dan lindungi dengan segenap hati
Suara bel pintu yang terus berbunyi berhasil menyadarkan Diandra dari keterpurukannya. Dengan tubuh yang lemah dan lesu akibat dua hari tidak makan, ia hampir terjatuh saat berusaha membuka pintu. Setelah beberapa detik berusaha menstabilkan diri, ia memberanikan diri untuk membuka pintu.Namun, saat pintu terbuka, pandangan Diandra seakan gelap. Di hadapannya, berdiri Damian, Ashley, dan Samy, tapi semuanya tampak samar. Pikiran yang penuh kecemasan dan air mata membuatnya tidak bisa fokus. Tak lama setelah itu, tubuhnya limbung dan ia kehilangan kesadaran.Damian yang paling dekat dengan pintu segera meraih tubuh Diandra sebelum ia jatuh. "Diandra!" serunya panik, dan Ashley segera membantu menahan tubuhnya. Samy merasa hatinya berdegup kencang melihat keadaan Diandra yang sangat lemah.“Dia tidak dalam kondisi baik,” ucap Damian, berusaha menenangkan situasi. “Kita harus membawanya ke dalam dan mencari tahu apa yang terjadi.”Mereka bertiga bergegas membawa Diandra ke sofa, sementa
Setelah Damian keluar, Diandra mencoba mengatur napasnya dan berbisik pelan, “Kau pergi saja, aku bisa sendiri.” Suaranya terdengar lemah namun tegas, mencerminkan ketidaknyamanan yang ia rasakan berada sendirian dengan Samy.Samy menatapnya, tampak tidak terpengaruh oleh permintaannya. “Aku tidak akan meninggalkanmu sendirian dalam kondisi seperti ini, Diandra,” jawabnya dengan tenang, tetapi dengan nada yang tidak memberi ruang untuk perdebatan.Diandra mengalihkan pandangannya, merasa perasaan tak nyaman semakin kuat. Ia tidak mengerti mengapa Samy begitu bersikeras berada di sisinya. “Aku baik-baik saja,” desaknya lagi, berharap bisa menyingkirkan kehadirannya. “Aku hanya ingin sendiri sekarang.”Samy tetap diam sejenak, memperhatikan ekspresi wajahnya. “Aku mengerti kau butuh ruang,” katanya akhirnya, “tapi aku juga tahu, dalam situasi seperti ini, kadang kau tidak menyadari seberapa besar kau butuh seseorang.”Diandra menelan ludah, mencoba menenangkan detak jantungnya yang berd
Moza yang geram segera meminta seseorang untuk menghubungi Diandra, melihat nomor asing yang tertera di layar membuat Diandra segera mengangkatnya, suara tangis terdengar dan itu adalah suara Nick, putranya.Diandra menegang mendengar suara Nick yang tersedu-sedu dari telepon. Hatinya berdegup kencang, tangannya gemetar saat menggenggam ponsel. "Nick? Nick! Di mana kau?" serunya, suara panik dan putus asa terdengar jelas.Tak ada jawaban lain selain tangisan lemah dari putranya. Diandra merasa tubuhnya menjadi ringan, seolah-olah dunia runtuh di sekitarnya. "Siapa ini? Apa yang kau inginkan?" jeritnya, mencoba mencari tahu siapa yang menghubunginya.Di kediaman Samy, Moza menatap layar dengan senyum sinis. Di depannya, monitor memperlihatkan Nick yang ketakutan. "Aku tidak akan membiarkanmu menikmati waktu bersama Samy," ucap Moza dengan dingin, penuh kebencian. Tangannya mengepal erat di atas meja, amarah menggelegak di dalam dirinya."Aku yang berhak atas Samy, bukan kamu," bisiknya
Saat pintu apartemen terbuka, Diandra melihat Tania dan Felix berdiri di sana, wajah mereka penuh kekhawatiran. Tanpa menunggu, Diandra berlari ke arah Tania dan langsung memeluknya erat. Air mata yang sempat ia tahan kembali mengalir deras."Tania... aku tak tahu harus berbuat apa... Nick... dia hilang," isak Diandra dalam pelukan sahabatnya.Tania membelai rambut Diandra lembut, mencoba menenangkannya. "Aku dengar kabarnya, Diandra. Kami datang secepat mungkin setelah tahu. Tenanglah, kami di sini bersamamu. Kami akan bantu mencari Nick."Felix mendekat, wajahnya tegang namun penuh dukungan. "Kami akan lakukan apa saja, Diandra. Jangan khawatir, kita akan temukan Nick."Samy yang berdiri di sudut ruangan mengamati interaksi itu, merasa sedikit lega melihat Tania dan Felix hadir. Meskipun ada perasaan asing saat melihat Felix, dia tahu ini bukan waktunya untuk persoalan pribadi. Dia berjalan mendekat, mencoba tetap tenang."Kami sudah melibatkan pihak kepolisian," kata Samy pada Feli
Diandra terdiam sejenak, mencerna perkataan Felix yang tampaknya masuk akal. “Jadi… kau berpikir bahwa Moza akan semakin menunjukkan dirinya jika aku lebih dekat dengan Samy?” tanyanya pelan, masih ragu.Felix mengangguk yakin. “Tepat. Jika benar Moza yang ada di balik semua ini, dia akan melakukan apa pun untuk menjauhkanmu dari Samy. Itu berarti semakin kau mendekat, semakin dia terpicu untuk bertindak.”Tania yang berdiri di samping Felix ikut menimpali, “Ini mungkin bisa jadi cara untuk mengungkap apakah dia yang mengambil Nick. Moza tidak bisa menyembunyikan rasa cemburu atau rasa bersalahnya, dan itu akan memperlihatkan niat sebenarnya.”Diandra menatap Felix dan Tania bergantian, mencoba menemukan keberanian di dalam dirinya. “Tapi… bagaimana kalau itu membuat situasi lebih buruk? Bagaimana kalau Moza semakin berbahaya?”Felix menggeleng pelan, menatap Diandra dengan tegas. “Kita tidak bisa membiarkan ketakutan menguasai kita, Diandra. Jika kau ingin Nick kembali, kita harus me
Setelah puas berbelanja, Moza memutuskan untuk makan siang di salah satu restoran paling mewah di mall tersebut. Dia tak pernah merasa khawatir soal uang, karena Samy selalu memastikan semua kebutuhannya terpenuhi. Namun, satu hal yang masih terasa kosong—hati Samy yang belum sepenuhnya ia miliki.Sambil menunggu pesanan datang, Moza meraih ponselnya. Dia memutuskan untuk membuat acara spesial malam ini. Mungkin, pikirnya, acara yang romantis akan membantu mengembalikan kehangatan dalam hubungan mereka. Ia pun melakukan reservasi untuk makan malam di rooftop hotel paling eksklusif di kota.Setelah memastikan semuanya sudah diatur sesuai rencana, Moza tersenyum puas. Sesaat kemudian, ia menghubungi Samy, berharap memberitahunya akan membuat pria itu sedikit antusias."Sam, aku sudah memesan tempat untuk kita besok malam di rooftop hotel. Aku ingin kita menghabiskan waktu bersama di tempat yang spesial," katanya dengan nada yang manis dan berharap.Di ujung telepon, Samy terdengar ragu
Nick dan Diandra memutuskan untuk mengundang Alex makan malam di rumah mereka di San Diego. Awalnya, Diandra sempat ragu, merasa undangan itu terlalu mendadak. Namun, Nick meyakinkannya.“Kak, aku tahu ini jauh, tapi aku merasa ada banyak hal yang harus kita bicarakan langsung dengan Alex. Ini penting,” ujar Nick.“Memangnya, apa yang mau dibahas?” tanya Diandra.Nick tersenyum samar. “Tentang masa depan. Aku yakin Alex akan menghargai undangan ini.”Di sisi lain, Alex menerima pesan Nick saat sedang rapat di New York. Membaca undangan itu, Alex terdiam sesaat, memikirkan jarak dan waktu yang dibutuhkan. Namun, rasa penasaran dan keinginan bertemu Diandra membuatnya segera membalas pesan tersebut.“Aku akan datang. Kirimkan alamatnya.”Alex langsung mengatur penerbangan menggunakan jet pribadinya. Dengan bantuan asistennya, perjalanan ke San Diego pun terencana dengan rapi.Selama di dalam pesawat, Alex memikirkan ulang keputusannya. Jarak ribuan mil ini terasa sepele dibandingkan den
"Jika kau terus bersama Alex, kau akan menyesal. Jauhkan dirimu darinya, atau keluargamu yang akan menderita."Pesan itu membuat Diandra gemetar. Celia mungkin sudah kalah secara resmi, tetapi ancamannya tampaknya belum selesai.Diandra membaca pesan itu berulang kali, seakan memastikan ia tidak salah lihat. Napasnya tersengal, pikirannya penuh kekhawatiran. Siapa pun yang mengirim pesan itu pasti tahu tentang hubungannya dengan Alex, meskipun hubungan itu belum sepenuhnya jelas.Dia mencoba menenangkan diri. “Tidak. Aku tidak bisa membiarkan ancaman seperti ini mengontrol hidupku,” gumamnya. Namun, bayangan keluarganya muncul di benaknya—Nick, Felix, Tania—semua orang yang ia cintai. Jika mereka menjadi sasaran, ia tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri.Sementara itu, Alex tiba di rumah setelah perjalanan panjang dari New York. Meski lelah, kemenangannya atas Celia tidak memberikan rasa lega yang utuh. Ia terus memikirkan Diandra, berharap bisa mendengar kabar darinya.Namun, saa
"Alex," ucapnya lembut.Alex menoleh, matanya bertemu dengan tatapan Diandra. "Ada apa?""Terima kasih," kata Diandra, senyumnya tulus. "Untuk segalanya."Alex tersenyum tipis, lalu menjawab, "Aku akan selalu melindungimu, Diandra. Apa pun yang terjadi."Diandra merasakan sesuatu yang hangat di hatinya. Kini ia tahu, Alex bukan hanya sekadar teman, tetapi seseorang yang tulus ingin memperjuangkannya. Diandra mulai menyadari bahwa mungkin, ia juga memiliki perasaan yang sama.Setelah konferensi pers itu, Alex memutuskan untuk tinggal di San Diego lebih lama. Ia merasa ada banyak hal yang belum selesai, terutama terkait Celia dan Rod yang masih menjadi ancaman. Namun, di sisi lain, Alex juga sadar bahwa alasan sebenarnya ia ingin tetap di kota itu adalah Diandra.Diandra mulai merasa kebersamaan mereka semakin intens. Setiap kali Alex berada di sekitar, ia merasa nyaman, meskipun ia mencoba menyangkal perasaan itu.Suatu sore, Alex mengundang Diandra untuk berjalan-jalan di taman dekat
Beberapa minggu setelah makan malam itu, Alex semakin sering datang ke San Diego. Tidak hanya untuk bertemu Diandra, tetapi juga menjalin hubungan baik dengan Nick, Veny, dan bahkan Samy. Diandra yang awalnya ragu mulai menyadari bahwa Alex tidak main-main.Suatu sore, Diandra sedang duduk di taman belakang rumah sambil membaca buku. Alex tiba-tiba muncul dengan membawa sekotak besar kue."Hei, aku tidak tahu kau suka membaca buku filsafat," kata Alex sambil duduk di samping Diandra.Diandra menutup bukunya dan menatap Alex. "Aku hanya mencoba memahami hidup ini lebih baik."Alex tertawa kecil. "Kalau begitu, bagaimana kalau kita memulai dengan memahami rasa kue ini?"Diandra tertawa, lalu membuka kotak itu. Di dalamnya terdapat berbagai jenis kue yang tampak lezat."Kenapa kau selalu membawa sesuatu setiap kali datang?" tanya Diandra sambil mengambil sepotong kue."Karena aku ingin kau tahu bahwa aku serius. Dan, aku ingin kau bahagia," jawab Alex, menatap Diandra dengan mata penuh k
Diandra menunduk, merasa jantungnya berdebar kencang. Selama ini, ia juga merasakan sesuatu yang berbeda terhadap Alex, tapi ia tidak berani mengakui bahkan pada dirinya sendiri."Alex," akhirnya ia berbicara. "Aku tidak tahu harus berkata apa. Aku menghargai kejujuranmu, tapi aku butuh waktu untuk memikirkan ini."Alex mengangguk dengan senyum pahit. "Tentu. Aku tidak ingin memaksamu. Ambillah waktu sebanyak yang kau butuhkan."Diandra mengangguk kecil, dan suasana di antara mereka menjadi sunyi. Namun, meski tanpa kata, ada sesuatu yang terasa lebih dalam di udara, seperti awal dari sesuatu yang baru.Saat Alex pergi meninggalkan rumah, ia merasa lega telah mengungkapkan perasaannya, meskipun tidak tahu bagaimana tanggapan Diandra selanjutnya. Sementara itu, Diandra berdiri di depan pintu, memikirkan kata-kata Alex dan mencoba memahami perasaannya sendiri.Hari-hari berlalu sejak pengakuan Alex, dan hubungan antara Alex dan Diandra menjadi lebih canggung namun penuh arti. Diandra se
Alex menatap Samy dengan tenang, kemudian mengarahkan pandangannya kembali ke Diandra. "Seseorang yang pernah membantuku melewati masa sulit. Aku rasa tidak ada salahnya menunjukkan rasa terima kasih."Nick berdiri dari tempat duduknya, berusaha mengalihkan perhatian. "Kenapa tidak kita bicara di luar, Alex? Ada beberapa tempat bagus yang ingin kutunjukkan padamu."Alex tersenyum mengangguk, tetapi sebelum berdiri, ia berkata, "Tentu. Tapi sebelum itu, aku ingin mengatakan sesuatu pada Diandra."Semua mata langsung tertuju pada gadis itu. Diandra yang merasa pusat perhatian, semakin salah tingkah. "Ya... ada apa, Alex?"Alex mengambil napas sejenak, lalu berkata, "Aku tahu kau pernah mengalami banyak hal yang sulit, tapi aku ingin kau tahu bahwa aku sangat mengagumi keteguhanmu. Kau adalah seseorang yang spesial, Diandra. Itu sebabnya aku ingin memastikan bahwa kau bahagia."Ruangan itu hening. Diandra menatap Alex dengan campuran keterkejutan dan kebingungan. Nick tampak tidak senang
Beberapa minggu kemudian, pengadilan memutuskan bahwa Celia dan Rod bersalah atas pencemaran nama baik serta penyalahgunaan wewenang selama menjabat di perusahaan. Mereka dijatuhi hukuman yang membuat mereka kehilangan hak untuk terlibat dalam dunia bisnis.Di kantor EC, Alex berdiri di depan seluruh karyawan, memberikan pidato kemenangannya.“Hari ini bukan hanya kemenangan bagi saya, tapi juga bagi kita semua. Perusahaan ini adalah warisan ayah saya, dan saya berjanji akan menjaga kepercayaannya dengan bekerja bersama kalian untuk membuat EC semakin besar.”Tepuk tangan riuh memenuhi ruangan. Diandra dan Nick tersenyum bangga di belakang ruangan, menyadari bahwa perjalanan mereka bersama Alex baru saja dimulai.Kini, Alex tidak hanya membuktikan dirinya sebagai pewaris sah, tetapi juga pemimpin yang layak untuk memimpin EC ke masa depan yang lebih cerah.Setelah semua kekacauan selesai, Nick dan Diandra memutuskan untuk kembali ke San Diego. Mereka merasa tugas mereka di New York su
Salah satu anggota dewan, Tuan Harry, angkat bicara. "Bukti ini sangat jelas. Saya setuju bahwa tindakan hukum harus diambil. Kita tidak bisa membiarkan perusahaan ini jatuh ke tangan yang salah."Celia mencoba membela diri. "Ini semua tidak benar! Ini hanya rekayasa Alex untuk menjatuhkan kami!"Namun, Alex tetap tenang. "Jika Anda merasa ini rekayasa, Nyonya Celia, Anda bisa membuktikannya di pengadilan."Dewan direksi akhirnya memutuskan untuk memecat Celia dan Rod dari semua posisi mereka di perusahaan dan menyerahkan kasus tersebut kepada pihak berwenang.Setelah pertemuan itu, Alex berdiri di balkon kantornya, memandang langit malam. Nick dan Diandra mendekatinya."Kau melakukannya, Lex," kata Nick sambil tersenyum bangga.Alex mengangguk pelan. "Ini semua bukan hanya untukku, tapi juga untuk ayah dan semua orang yang telah bekerja keras membangun perusahaan ini."Diandra tersenyum. "Sekarang apa rencanamu, Alex?"Alex menoleh ke mereka berdua. "Mulai sekarang, aku akan membawa
Ruangan itu dipenuhi dengan bisik-bisik kaget dan tatapan tidak percaya. Beberapa tamu berdiri dari kursi mereka, ingin memastikan bahwa apa yang mereka dengar benar.Alex tetap tenang di atas panggung, menatap tamu-tamu yang mulai berbisik lebih keras."Selama ini, saya memilih untuk tidak muncul karena ingin melihat siapa saja yang benar-benar peduli pada perusahaan ini, siapa yang tulus bekerja, dan siapa yang hanya memanfaatkan nama besar EC," lanjut Alex.Nick dan Diandra yang berdiri di sudut ruangan tersenyum penuh kebanggaan. Felix dan Tania juga tampak lega melihat Alex akhirnya mengungkapkan kebenaran."Seperti yang kalian ketahui, perusahaan ini adalah hasil kerja keras ayah saya, Evanders. Dan sebagai pewaris sah, saya memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan perusahaan ini tetap berada di jalur yang benar," tambah Alex dengan nada tegas.Sementara itu, di luar ruangan, Celia yang baru siuman terlihat sangat panik. "Rod, kita harus melakukan sesuatu! Kalau tidak, hab