Tak jauh dari sana, seorang pria tua dengan postur membungkuk masuk ke aula. Kehadirannya nyaris tidak menarik perhatian, namun mata Alex yang berdiri di sudut ruangan langsung menangkapnya. Alex terkejut, mengenali pria itu sebagai salah satu direktur lama perusahaan yang sebelumnya menghilang setelah pernikahan Celia dengan ayahnya. Alex tahu pria itu mungkin kunci untuk mengungkap masa lalu perusahaan.Alex mendekati Nick dan berbisik, "Orang tua di sana, dia adalah salah satu direktur kepercayaan ayahku. Kita harus bicara dengannya."Nick mengangguk. "Ayo temui dia. Kita butuh semua informasi untuk menghancurkan rencana Celia dan Rod."Sementara itu, Celia yang melihat pria tua itu juga mulai curiga. Dengan langkah anggun, dia mendekati Rod dan berbisik, "Apa dia diundang? Kenapa aku merasa pernah melihatnya sebelumnya?"Rod mengerutkan dahi. "Jika dia salah satu direktur lama, ini bisa jadi masalah. Kita harus memastikan dia tidak bicara dengan siapa pun, terutama dengan Nick."C
Patra, yang sejak tadi diam, menambahkan, "Kita harus berhati-hati. Celia pasti sudah mempersiapkan langkah selanjutnya. Jika dia tahu kita punya bukti, dia tidak akan tinggal diam."Tuan Blody menatap Alex dan Nick bergantian. "Jika kalian benar-benar siap melawan Celia, aku akan membantu. Tapi ingat, ini bukan hanya tentang perusahaan. Ini juga tentang keadilan untuk semua orang yang telah dirugikan olehnya."Alex mengangguk dengan tegas. "Aku siap. Dan aku tidak akan mundur sampai semuanya terungkap."Waktu terasa begitu lama, malam ini Alex gelisah tentang apa yang akan terjadi besok. Ia menguatkan hatinya, dia harus berani menjadi pemimpin demi kemajuan banyak orang.Alex tak bisa terpejam, ia memutuskan untuk ke dapur mengambil air minum."Kau belum tidur?" Diandra ternyata ada di sana ingin mengambil air minum juga."Aku haus," jawab Alex singkat, namun Diandra menangkap kekhawatiran di wajah Alex."Keraguan berlebihan bagian permainan pikiran. Dalam darahmu mengalir darah pebi
Ruangan menjadi hening sejenak, beberapa pemegang saham lainnya terlihat mengangguk pelan, terkesan dengan jawaban Nick yang penuh keyakinan. Namun, Celia memotong keheningan dengan senyum diplomatis."Bagus sekali, Tuan Brown. Komitmen seperti itulah yang dibutuhkan di perusahaan ini. Tapi tentu saja, jika ada kendala, kami akan memahami." Nada bicaranya terdengar ramah, tetapi ada sedikit nada manipulatif yang tidak luput dari perhatian Nick.Nick menatap Celia sekilas sebelum mengalihkan pandangannya kembali ke seluruh ruangan. "Komitmen adalah dasar dari sebuah kemitraan. Saya di sini untuk memastikan bahwa semua keputusan diambil demi kebaikan perusahaan, bukan untuk kepentingan pribadi."Kata-kata itu, meskipun disampaikan dengan nada tenang, terasa seperti peringatan. Celia dan Rod saling bertukar pandang, sementara beberapa pemegang saham lain terlihat semakin percaya pada integritas Nick."Bagaimana jika anda memiliki perwakilan di sini. Mungkin itu akan lebih memudahkan kita
"Akhirnya kau masuk ke dalam perusahaan itu," ucap Felix. Aura ketenangan tergambar dari wajahnya."Semua berkat kalian, Paman. Ini baru permulaan." Alex tidak meninggi, ia sadar tanpa bantuan orang lain dia bukanlah apa-apa."Paman Felix, lusa aku akan kembali ke San Diego, mungkin aku akan membawa Diandra pulang bersamaku," ucap Nick.Diandra yang baru datang dengan nampan berisi gelas kopi terkejut mendengarnya. "Kakak tidak bilang apapun padaku."Nick tersenyum sambil menerima secangkir kopi yang dihidangkan Diandra. "Aku ingin memberitahumu nanti, Di. Aku pikir ini saat yang tepat. San Diego adalah tempat yang lebih aman untuk kita semua, terutama setelah apa yang terjadi di sini."Diandra meletakkan nampan dan duduk di dekat Felix. "Tapi aku masih punya banyak hal yang harus diselesaikan di sini, Kak. Selain itu, bagaimana dengan Alex? Dia baru saja mulai menjalankan perannya di perusahaan. Bukankah seharusnya aku tetap mendukungnya di sini?"Felix menatap Diandra dengan bijaksa
Segalanya tidak sesederhana yang mereka pikirkan. Nick dan Diandra sedang menunggu pengumuman dari bandara, dua orang sedang memperhatikan mereka dari belakang.Mereka berbicara melalui kode, salah satu pria mendekat perlahan.Diandra sedang memperlihatkan sesuatu dari ponselnya pada Nick. Satu orang itu mengeluarkan sapu tangan dari sakunya, saat posisi kepala Nick dan Diandra berdekatan ia menggunakan kesempatan itu dengan membekap mereka.Mereka terkejut dan melawan sekuat tenaga, namun aroma di sapu tangan itu terlalu kuat hingga keduanya kehilangan kesadaran.Teman pria itu mendekat, mereka akan membawa Nick dan Diandra ke suatu tempat yang tersembunyi."Berhasil, gadis itu sudah ditangkap," ucap Celia. Wajahnya sudah tidak terlalu tegang."Tapi ada satu pria bersamanya," kata Rod sesuai dengan yang dilaporkan oleh anak buahnya."Lepaskan saja, kita hanya butuh gadis itu untuk pengancaman agar Alex mundur dari perusahaan.""Kau benar, baiklah aku akan mengabari mereka." Rod sege
Alex memandang Nick dengan penuh harapan sekaligus kekhawatiran. "Apa rencanamu, Nick?"Nick tersenyum tipis, penuh percaya diri. "Aku hanya akan memberikan Celia pelajaran bahwa dia tidak boleh bermain-main dengan kita. Dia berpikir dia menguasai keadaan, tapi aku akan membalikkan semuanya."Felix mengangguk pelan, memahami strategi Nick. "Kalau begitu, kita akan menyusun langkah dengan hati-hati. Celia harus merasa terjebak di permainannya sendiri."Alex, meski masih khawatir dengan keadaan Diandra, akhirnya setuju. "Baiklah, Nick. Aku akan menghubungi Celia dan mengatur pertemuan di perusahaan."Patra menambahkan, "Kita harus memastikan ini berjalan lancar. Aku akan meminta bantuan Twin K untuk berjaga di sekitar area pertemuan. Kita tidak tahu apa yang direncanakan Celia di balik ini."Nick berdiri tegak, aura ketenangan dan kekuatan terpancar dari sikapnya. "Percayalah padaku. Celia tidak tahu apa yang menunggunya. Begitu aku muncul di hadapannya, dia akan kehilangan kendali atas
Celia tidak punya pilihan selain mengalah. Tatapan Nick yang tajam dan ancaman nyata yang ia lontarkan membuatnya tak berdaya. Ia memberi isyarat kepada Rod, yang segera mengeluarkan ponsel untuk menghubungi anak buah mereka."Bawa gadis itu sekarang," perintah Rod dengan suara gemetar. "Ke ruangan ini."Suasana menjadi hening, ketegangan memenuhi udara. Nick bersandar di kursinya dengan ekspresi dingin, seakan menunggu tanpa terburu-buru. Twin K tetap siaga di dekat pintu, memastikan tidak ada gerakan mencurigakan dari Celia maupun Rod.Beberapa menit kemudian, suara langkah kaki terdengar mendekat. Pintu ruangan terbuka, dan dua pria berbadan besar masuk sambil membawa seorang gadis yang terlihat lemah. Diandra."Diandra!" Alex langsung berdiri, refleks ingin mendekat. Namun, Nick mengangkat tangannya, memberi isyarat agar Alex menahan diri.Diandra terlihat pucat dan lelah. Rambutnya sedikit berantakan, wajahnya memancarkan ketakutan yang jelas. Namun, ketika pandangan matanya bert
"Sepertinya Celia menyembunyikan berkas itu bukan di tempat ini," kata Alex pada dua anak buahnya."Anda memikirkan tempat lain?" tanya Twin K."Rumah," kata Alex, "tapi aku tidak mungkin ke sana."Alex berjalan menatap ke arah jendela, sekarang dia ada di ruangan ayahnya yang kini jadi ruangan Celia."Kami bisa mencarinya ke sana," kata Twin K.Alex menatap pada mereka bergantian."Wajah kalian sudah dikenal, Celia pasti sudah mewanti-wanti pada pelayannya di rumah." Alex tak ingin gegabah membiarkan twin K pergi dengan mudah."Anda tidak perlu khawatir, sebagai bodyguard kami memiliki beberapa kemampuan. Anda hanya perlu membayar kami," ucap mereka.Alex tampak berpikir. "Baik, jika kalian yakin maka lakukan."Malam itu, Twin K memulai misi mereka. Dengan keahlian sebagai bodyguard profesional, mereka menyamar dan menyelinap menuju rumah Celia. Berbekal informasi yang Alex berikan tentang kemungkinan lokasi berkas tersebut, mereka bergerak dengan cepat namun hati-hati.---Di rumah
Diandra merasa energinya semakin bertambah. Perutnya sudah membuncit, dan hal itu membuat Alex semakin perhatian. Setiap malam, Alex dengan sabar mengoleskan minyak khusus ke perut Diandra untuk mencegah stretch mark.“Alex, kau tidak harus melakukannya setiap malam,” ujar Diandra sambil terkikik.“Tapi aku mau,” balas Alex dengan senyum lebar. “Ini seperti ritual bonding dengan bayi kita. Dan tentu saja, aku ingin kau tetap merasa cantik.”Diandra hanya bisa menggeleng pelan sambil tersenyum, hatinya penuh rasa syukur.“Aku merasa sangat beruntung,” kata Alex sambil menatap Diandra.“Kenapa?” tanya Diandra, bersandar di bahunya.“Karena aku punya istri yang luar biasa, keluarga yang mendukung, dan sekarang, kita akan punya bayi. Hidupku terasa sempurna.”Diandra meremas tangan Alex dengan lembut. “Aku juga merasa begitu, Alex. Aku tidak sabar melihat bayi kita tumbuh, menciptakan lebih banyak kenangan indah bersama.”Malam itu, mereka menikmati kebersamaan dalam diam, hanya ditemani
Melihat kondisi itu, Alex menghela napas panjang. Hatinya hancur melihat Diandra seperti ini, tetapi ia tidak ingin menyerah. Ia bangkit, berjalan ke dapur, dan memutuskan untuk mencoba memasak sendiri. Sup hangat yang ringan, pikirnya.Ketika Alex kembali ke kamar dengan semangkuk sup, Diandra masih terbaring di posisi yang sama. "Aku tidak ahli memasak, tapi aku sudah berusaha. Tolong coba satu sendok, ya, Dee?"Diandra membuka matanya perlahan, menatap Alex yang berdiri di sampingnya dengan ekspresi penuh harapan. Dengan enggan, ia mengangguk. Alex membantu menyendokkan sup ke bibirnya.Rasa hangat sup itu sedikit mengurangi mual Diandra, dan ia berhasil menelan beberapa suap. "Rasanya… lumayan," gumamnya dengan lemah, mencoba tersenyum.Alex tertawa kecil, merasa lega. "Lumayan sudah cukup baik untukku. Besok aku akan coba membuat hal lain yang lebih enak."Hari-hari berlalu dengan Alex yang terus merawat Diandra sepenuh hati. Ia memastikan Diandra mendapatkan asupan nutrisi yang
Diandra memanggil salah satu pelayan untuk membuatkan salad siang itu. Setelah memastikan pesanannya disampaikan, ia berjalan perlahan menuju kamar di lantai atas. Namun, saat mulai menaiki tangga, rasa pusing yang mengganggu sejak pagi semakin menjadi-jadi.Tangannya bergetar saat meraih sisi pegangan tangga, tubuhnya terasa semakin lemah. Pandangannya kabur, dan suara detak jantungnya berdentam keras di telinganya."Aku harus sampai ke kamar," gumamnya pelan, mencoba melangkah lagi. Namun tubuhnya terasa seperti kehilangan kendali. Mata Diandra mulai terpejam, tubuhnya lunglai, dan gravitasi perlahan menariknya ke bawah.Di saat kritis itu, suara langkah cepat terdengar di belakangnya. Alex, yang kebetulan baru pulang lebih awal dari kantor, menyadari sesuatu yang tidak beres."Diandra!" seru Alex panik. Dia berlari ke arah istrinya dan berhasil menangkap tubuhnya tepat sebelum Diandra jatuh ke lantai."Dee! Buka matamu!" Alex mengguncang tubuhnya pelan, suaranya bergetar dengan kek
Kata-kata Diandra menghangatkan hati Alex. Dia meremas tangan istrinya, berterima kasih atas kehadirannya. "Terima kasih, Dee. Aku hanya… ada banyak hal yang harus kuurus. Tapi aku janji, semuanya akan baik-baik saja."Namun, sebelum percakapan mereka berlanjut, pintu suite mereka diketuk. Alex berjalan ke pintu, membuka dengan hati-hati."Pak Evanders, ini paket untuk Anda," ucap seorang pelayan hotel sambil menyerahkan sebuah kotak kecil berwarna hitam.Alex mengucapkan terima kasih, lalu menutup pintu. Dia membawa kotak itu ke meja, membuka perlahan. Di dalamnya terdapat sebuah amplop putih dan flash drive kecil."Apa itu?" tanya Diandra penasaran.Alex membuka amplop tersebut. Di dalamnya hanya ada satu kalimat, ditulis dengan huruf cetak tebal:"Kebenaran selalu memiliki cara untuk muncul ke permukaan."Alex memandang flash drive itu dengan cemas. Diandra memperhatikan ekspresinya yang tegang. "Alex, apa kau ingin memeriksanya?"Alex mengangguk. "Aku harus tahu apa ini."Mereka m
Ruangan itu hening. Nick melompat kecil sambil berbisik, "Mommy, bilang iya!"Diandra tertawa kecil, lalu mengangguk sambil menahan air matanya. "Ya, Alex. Aku mau menikah denganmu."Sorak-sorai kecil dari Nick dan tepuk tangan dari Veny serta Samy memenuhi ruangan. Alex bangkit dan memeluk Diandra erat-erat.Setelah lamaran itu, persiapan pernikahan dimulai. Alex memastikan setiap detailnya sempurna. Lokasi pernikahan mereka dipilih di taman bunga mewah di New York, tempat yang indah dengan pemandangan kota yang menakjubkan.Diandra merasa gugup tapi juga bahagia. Dengan dukungan penuh dari keluarga dan Alex yang selalu ada di sisinya, dia tahu bahwa ini adalah awal dari perjalanan baru mereka.Dan di hari pernikahan mereka nanti, Alex berencana memberikan satu kejutan terakhir yang akan membuat hari itu semakin tak terlupakan.Matahari pagi bersinar lembut di New York, menandai dimulainya hari yang istimewa. Di sebuah suite hotel mewah, Diandra tengah bersiap dengan bantuan perias p
Saat malam tiba, Alex dan Diandra duduk di sebuah restoran kecil dekat pantai, menikmati makanan laut yang sederhana. Mereka berbicara tentang masa depan mereka, tentang bagaimana mereka akan mendukung satu sama lain.Alex merasa bahwa Diandra bukan hanya seseorang yang ia sukai. Dia adalah rumah, tempat di mana ia merasa damai dan diterima apa adanya.Bagi Diandra, Alex bukan hanya pria yang membuatnya tertawa. Dia adalah seseorang yang memberinya harapan, seseorang yang meyakinkannya bahwa cinta bisa ditemukan di tempat yang tidak terduga.Ketika mereka kembali ke rumah Samy, Veny menatap mereka dengan tatapan penasaran. "Kalian kelihatannya sangat menikmati waktu bersama," katanya dengan senyum menggoda.Diandra mencoba menyangkal, tapi Alex dengan santai menjawab, "Tentu saja, Mommy. Aku sedang memastikan putrimu bahagia."Samy, yang sedang membaca koran di ruang tamu, hanya melirik mereka sambil berkata, "Kau harus lebih dari sekadar memastikan, Alex. Jika kau serius, tunjukkan."
"Dee, aku ingin bertanya sesuatu," ucap Alex sambil menatapnya dalam-dalam."Apa itu, Alex?""Jika aku meminta kau menjadi bagian dari hidupku, apa kau bersedia?"Diandra terkejut mendengar pertanyaan itu. Dia melihat ketulusan di mata Alex dan tahu bahwa pria itu benar-benar serius."Aku..." Diandra menghela napas, lalu tersenyum lembut. "Aku ingin waktu untuk memikirkannya, Alex.""Aku akan menunggu, seberapa pun lama waktu yang kau butuhkan," jawab Alex.Beberapa minggu kemudian, Diandra akhirnya membuat keputusan.Saat mereka duduk bersama di taman kecil dekat rumah, Diandra menatap Alex dengan mata penuh keyakinan. "Alex, aku juga menyukaimu. Aku ingin mencoba menjalani hubungan ini denganmu."Alex tersenyum lebar, dan tanpa ragu, dia menggenggam tangan Diandra. "Aku janji, aku akan selalu menjagamu, Dee."Hubungan mereka resmi dimulai, membawa harapan baru untuk masa depan.Malam itu terasa tenang, hanya ditemani suara jangkrik dan gemerisik angin yang menggerakkan dedaunan. Dia
Pertemuan diatur di rumah keluarga mereka, di mana Samy sudah menunggu dengan wajah dingin. Alex datang dengan percaya diri, meskipun ia tahu bahwa ini adalah momen yang sangat menentukan.“Apa yang membuatmu ingin bertemu denganku, Alex?” tanya Samy, langsung ke intinya.Alex tidak mundur sedikit pun. “Saya ingin berbicara tentang Diandra, Paman. Saya menyukai putri Anda, dan saya ingin Anda tahu bahwa niat saya tulus.”Samy mengangkat alis, jelas tidak terkesan. “Kau pikir hanya dengan mengatakan itu aku akan menerimamu?”“Saya tidak berharap diterima dengan mudah,” jawab Alex jujur. “Tapi saya ingin Anda tahu bahwa saya akan melakukan apa pun untuk membuat Diandra bahagia. Dia adalah seseorang yang sangat berarti bagi saya.”Samy terdiam sejenak, menatap Alex dengan tajam. “Kita lihat saja apakah kata-katamu bisa dibuktikan dengan tindakan.”Pertemuan itu berakhir tanpa kepastian, tetapi Alex merasa lega karena ia sudah menyatakan niatnya dengan jujur. Kini, semuanya ada di tangan
Alex tersenyum tipis. “Aku tidak ingin membuatnya merasa terganggu. Dia butuh waktu.”“Tapi itu tidak berarti kau harus diam saja. Kadang, menunjukkan usaha adalah cara terbaik untuk meyakinkan seseorang.”Kata-kata Patra membuat Alex berpikir. Malam itu, Alex memutuskan untuk mengirim pesan singkat kepada Diandra.Alex: "Halo, Diandra. Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja. Jika ada waktu, aku ingin mendengar kabarmu."Diandra menerima pesan itu saat sedang membaca di kamarnya. Ia tertegun, lalu membaca ulang pesan itu beberapa kali sebelum akhirnya membalas.Diandra: "Aku baik-baik saja, Alex. Terima kasih sudah bertanya. Semoga kau juga baik di sana."Jawaban itu sederhana, tapi cukup untuk membuat Alex tersenyum.Satu minggu kemudianNick pulang ke rumah dengan membawa kabar mengejutkan. “Dee, kau tidak akan percaya. Alex akan datang ke San Diego minggu depan!”Diandra langsung menoleh dengan mata membelalak. “Apa? Untuk apa?”“Dia bilang ada urusan bisnis, tapi aku yakin