Segalanya tidak sesederhana yang mereka pikirkan. Nick dan Diandra sedang menunggu pengumuman dari bandara, dua orang sedang memperhatikan mereka dari belakang.Mereka berbicara melalui kode, salah satu pria mendekat perlahan.Diandra sedang memperlihatkan sesuatu dari ponselnya pada Nick. Satu orang itu mengeluarkan sapu tangan dari sakunya, saat posisi kepala Nick dan Diandra berdekatan ia menggunakan kesempatan itu dengan membekap mereka.Mereka terkejut dan melawan sekuat tenaga, namun aroma di sapu tangan itu terlalu kuat hingga keduanya kehilangan kesadaran.Teman pria itu mendekat, mereka akan membawa Nick dan Diandra ke suatu tempat yang tersembunyi."Berhasil, gadis itu sudah ditangkap," ucap Celia. Wajahnya sudah tidak terlalu tegang."Tapi ada satu pria bersamanya," kata Rod sesuai dengan yang dilaporkan oleh anak buahnya."Lepaskan saja, kita hanya butuh gadis itu untuk pengancaman agar Alex mundur dari perusahaan.""Kau benar, baiklah aku akan mengabari mereka." Rod sege
Alex memandang Nick dengan penuh harapan sekaligus kekhawatiran. "Apa rencanamu, Nick?"Nick tersenyum tipis, penuh percaya diri. "Aku hanya akan memberikan Celia pelajaran bahwa dia tidak boleh bermain-main dengan kita. Dia berpikir dia menguasai keadaan, tapi aku akan membalikkan semuanya."Felix mengangguk pelan, memahami strategi Nick. "Kalau begitu, kita akan menyusun langkah dengan hati-hati. Celia harus merasa terjebak di permainannya sendiri."Alex, meski masih khawatir dengan keadaan Diandra, akhirnya setuju. "Baiklah, Nick. Aku akan menghubungi Celia dan mengatur pertemuan di perusahaan."Patra menambahkan, "Kita harus memastikan ini berjalan lancar. Aku akan meminta bantuan Twin K untuk berjaga di sekitar area pertemuan. Kita tidak tahu apa yang direncanakan Celia di balik ini."Nick berdiri tegak, aura ketenangan dan kekuatan terpancar dari sikapnya. "Percayalah padaku. Celia tidak tahu apa yang menunggunya. Begitu aku muncul di hadapannya, dia akan kehilangan kendali atas
Celia tidak punya pilihan selain mengalah. Tatapan Nick yang tajam dan ancaman nyata yang ia lontarkan membuatnya tak berdaya. Ia memberi isyarat kepada Rod, yang segera mengeluarkan ponsel untuk menghubungi anak buah mereka."Bawa gadis itu sekarang," perintah Rod dengan suara gemetar. "Ke ruangan ini."Suasana menjadi hening, ketegangan memenuhi udara. Nick bersandar di kursinya dengan ekspresi dingin, seakan menunggu tanpa terburu-buru. Twin K tetap siaga di dekat pintu, memastikan tidak ada gerakan mencurigakan dari Celia maupun Rod.Beberapa menit kemudian, suara langkah kaki terdengar mendekat. Pintu ruangan terbuka, dan dua pria berbadan besar masuk sambil membawa seorang gadis yang terlihat lemah. Diandra."Diandra!" Alex langsung berdiri, refleks ingin mendekat. Namun, Nick mengangkat tangannya, memberi isyarat agar Alex menahan diri.Diandra terlihat pucat dan lelah. Rambutnya sedikit berantakan, wajahnya memancarkan ketakutan yang jelas. Namun, ketika pandangan matanya bert
"Sepertinya Celia menyembunyikan berkas itu bukan di tempat ini," kata Alex pada dua anak buahnya."Anda memikirkan tempat lain?" tanya Twin K."Rumah," kata Alex, "tapi aku tidak mungkin ke sana."Alex berjalan menatap ke arah jendela, sekarang dia ada di ruangan ayahnya yang kini jadi ruangan Celia."Kami bisa mencarinya ke sana," kata Twin K.Alex menatap pada mereka bergantian."Wajah kalian sudah dikenal, Celia pasti sudah mewanti-wanti pada pelayannya di rumah." Alex tak ingin gegabah membiarkan twin K pergi dengan mudah."Anda tidak perlu khawatir, sebagai bodyguard kami memiliki beberapa kemampuan. Anda hanya perlu membayar kami," ucap mereka.Alex tampak berpikir. "Baik, jika kalian yakin maka lakukan."Malam itu, Twin K memulai misi mereka. Dengan keahlian sebagai bodyguard profesional, mereka menyamar dan menyelinap menuju rumah Celia. Berbekal informasi yang Alex berikan tentang kemungkinan lokasi berkas tersebut, mereka bergerak dengan cepat namun hati-hati.---Di rumah
"Cukup tampan dan muda, tapi yang aku dengar dia hanya perwakilan pemilik saham dari San Diego, tapi seperti sudah memiliki perusahaan ini." Manager wanita menatap Alex dengan sinis."Seperti itulah, hanya wakil tapi berlagak seperti bos. Memalukan." Kepala bagian keuangan ikut mencibir Alex."Kalian lihat, banyak sekali pekerjaan di sini, tidak ada habisnya." Kepala staff marketing ikut menimpali.Sejak kehadiran Alex pekerjaan memang semakin banyak, sehingga membuat mereka tidak menyukainya."Nyonya Celia dan Tuan Rod, entah sampai kapan berada di penjara. Jika mereka di sini, aku tak perlu bekerja sekeras ini."Tanpa mereka sadari semua pembicaraan yang keluar dari mulut mereka di dengar oleh Alex.Alex tidak menegur mereka, melainkan meminta rapat untuk semua karyawan.Setelah pengumuman terdengar, semua terlihat malas. Yang mereka lihat Alex ini seperti angkat-angkat telor."Tuan, ada beberapa yang tidak ikut berkumpul." K one membisikkannya di telinga Alex."Tujuan perkumpulan i
K Two mengangguk. "Kami sudah mengamankan saksi utama, dan mereka berada di tempat yang tidak diketahui oleh siapa pun selain tim kita."Alex berbalik menatap mereka. "Bagus. Sekarang fokuslah pada dokumen itu. Jika kita menemukannya sebelum mereka bebas, maka tidak akan ada lagi yang bisa mereka lakukan untuk mengancam posisi kita.""Kami akan mengawasi pergerakan pihak pengacara mereka juga," tambah K Two. "Dengan informasi itu, kita bisa mempersiapkan langkah berikutnya."Alex mengangguk perlahan, lalu kembali menatap keluar jendela. Di balik ketenangannya, dia merasakan tekanan besar untuk memastikan segala sesuatunya berjalan sesuai rencana. "Ini bukan hanya soal bisnis," gumamnya pelan. "Ini soal keadilan."Teng teng teng teng"Waktunya makan siang, jaga ketertiban!"Pengumuman terdengar. Para tahanan mulai berhamburan menuju dapur penjara.Dengan langkah cepat Celia menemui Rod. "Rod, kita harus menemukan dokumen itu sebelum Alex.""Apa yang terjadi?" tanya Rod bingung."Manage
Kepala pelayan itu terdiam sesaat, tampak gugup dengan pernyataan Alex. Dia tahu bahwa ancaman Alex tidak main-main, tetapi dia juga sadar bahwa posisinya tidak cukup kuat untuk menentang Alex di rumah tersebut."Baiklah, aku tidak akan memanggil polisi. Tapi aku akan melaporkan ini pada Nyonya Celia," ucapnya dengan nada yang lebih lemah."Silakan saja," jawab Alex dingin. "Aku yakin dia akan senang mendengar kabar ini."Pelayan itu pergi meninggalkan mereka dengan wajah penuh keraguan."Tuan, kita harus segera menyelesaikan ini sebelum ada lebih banyak gangguan," kata K one dengan nada mendesak.Alex mengangguk, meskipun pikirannya masih terganggu oleh perasaan aneh tentang kamar lamanya. Dia akhirnya memutuskan untuk menuruti saran Twin K."Baik, kita ke sana," katanya sambil melangkah menuju pintu kamar hitam itu.Setelah membuka pintu, Alex melihat kamar itu masih sama seperti dulu, meskipun beberapa furnitur sudah diganti. Ada perasaan nostalgia yang tiba-tiba menyeruak, namun d
Perusahaan melakukan cukup banyak perbaikan. Alex harus kerja extra memeriksa semua yang membuat kerugian belakangan ini. Ia terpaksa lembur setiap hari.K one sudah berada di dalam mobil, Alex dan K two mendampingi Alex di atas.Pria tampan itu meregangkan tangannya. Sendi-sendinya yang kaku mengharapkan istirahat segera."Kita pulang," katanya. K two segera sigap membantunya membawakan tas.Mereka berjalan beriringan menuju lift. Sampai di lantai bawah, Alex meraba sakunya."Ponselku tinggal di atas, tunggu di sini aku akan naik," kata Alex.K two segera maju. "Tuan, saya saja yang naik ke atas."Alex tersenyum. "Aku saja."Alex kembali ke atas, ia ingat ponselnya ada di dekat papan nama saat ia selesai melakukan panggilan dengan Nick meletakkannya di sana.Alex meraihnya dan kembali ke luar.BugSebuah pukulan mendarat di kepalanya, Alex oleng matanya berkunang-kunang. Seseorang berpakaian serba hitam itu mendekat dan menghajar Alex dengan meninju bagian perutnya.AaaAaaBelum sem
Saat malam tiba, Alex dan Diandra duduk di sebuah restoran kecil dekat pantai, menikmati makanan laut yang sederhana. Mereka berbicara tentang masa depan mereka, tentang bagaimana mereka akan mendukung satu sama lain.Alex merasa bahwa Diandra bukan hanya seseorang yang ia sukai. Dia adalah rumah, tempat di mana ia merasa damai dan diterima apa adanya.Bagi Diandra, Alex bukan hanya pria yang membuatnya tertawa. Dia adalah seseorang yang memberinya harapan, seseorang yang meyakinkannya bahwa cinta bisa ditemukan di tempat yang tidak terduga.Ketika mereka kembali ke rumah Samy, Veny menatap mereka dengan tatapan penasaran. "Kalian kelihatannya sangat menikmati waktu bersama," katanya dengan senyum menggoda.Diandra mencoba menyangkal, tapi Alex dengan santai menjawab, "Tentu saja, Mommy. Aku sedang memastikan putrimu bahagia."Samy, yang sedang membaca koran di ruang tamu, hanya melirik mereka sambil berkata, "Kau harus lebih dari sekadar memastikan, Alex. Jika kau serius, tunjukkan."
"Dee, aku ingin bertanya sesuatu," ucap Alex sambil menatapnya dalam-dalam."Apa itu, Alex?""Jika aku meminta kau menjadi bagian dari hidupku, apa kau bersedia?"Diandra terkejut mendengar pertanyaan itu. Dia melihat ketulusan di mata Alex dan tahu bahwa pria itu benar-benar serius."Aku..." Diandra menghela napas, lalu tersenyum lembut. "Aku ingin waktu untuk memikirkannya, Alex.""Aku akan menunggu, seberapa pun lama waktu yang kau butuhkan," jawab Alex.Beberapa minggu kemudian, Diandra akhirnya membuat keputusan.Saat mereka duduk bersama di taman kecil dekat rumah, Diandra menatap Alex dengan mata penuh keyakinan. "Alex, aku juga menyukaimu. Aku ingin mencoba menjalani hubungan ini denganmu."Alex tersenyum lebar, dan tanpa ragu, dia menggenggam tangan Diandra. "Aku janji, aku akan selalu menjagamu, Dee."Hubungan mereka resmi dimulai, membawa harapan baru untuk masa depan.Malam itu terasa tenang, hanya ditemani suara jangkrik dan gemerisik angin yang menggerakkan dedaunan. Dia
Pertemuan diatur di rumah keluarga mereka, di mana Samy sudah menunggu dengan wajah dingin. Alex datang dengan percaya diri, meskipun ia tahu bahwa ini adalah momen yang sangat menentukan.“Apa yang membuatmu ingin bertemu denganku, Alex?” tanya Samy, langsung ke intinya.Alex tidak mundur sedikit pun. “Saya ingin berbicara tentang Diandra, Paman. Saya menyukai putri Anda, dan saya ingin Anda tahu bahwa niat saya tulus.”Samy mengangkat alis, jelas tidak terkesan. “Kau pikir hanya dengan mengatakan itu aku akan menerimamu?”“Saya tidak berharap diterima dengan mudah,” jawab Alex jujur. “Tapi saya ingin Anda tahu bahwa saya akan melakukan apa pun untuk membuat Diandra bahagia. Dia adalah seseorang yang sangat berarti bagi saya.”Samy terdiam sejenak, menatap Alex dengan tajam. “Kita lihat saja apakah kata-katamu bisa dibuktikan dengan tindakan.”Pertemuan itu berakhir tanpa kepastian, tetapi Alex merasa lega karena ia sudah menyatakan niatnya dengan jujur. Kini, semuanya ada di tangan
Alex tersenyum tipis. “Aku tidak ingin membuatnya merasa terganggu. Dia butuh waktu.”“Tapi itu tidak berarti kau harus diam saja. Kadang, menunjukkan usaha adalah cara terbaik untuk meyakinkan seseorang.”Kata-kata Patra membuat Alex berpikir. Malam itu, Alex memutuskan untuk mengirim pesan singkat kepada Diandra.Alex: "Halo, Diandra. Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja. Jika ada waktu, aku ingin mendengar kabarmu."Diandra menerima pesan itu saat sedang membaca di kamarnya. Ia tertegun, lalu membaca ulang pesan itu beberapa kali sebelum akhirnya membalas.Diandra: "Aku baik-baik saja, Alex. Terima kasih sudah bertanya. Semoga kau juga baik di sana."Jawaban itu sederhana, tapi cukup untuk membuat Alex tersenyum.Satu minggu kemudianNick pulang ke rumah dengan membawa kabar mengejutkan. “Dee, kau tidak akan percaya. Alex akan datang ke San Diego minggu depan!”Diandra langsung menoleh dengan mata membelalak. “Apa? Untuk apa?”“Dia bilang ada urusan bisnis, tapi aku yakin
Malam itu, setelah acara makan malam selesai, Alex menawarkan untuk mengantar Diandra ke kamar hotelnya.“Nick bilang dia harus menghadiri rapat video dengan rekan bisnisnya,” ucap Alex sambil tersenyum kecil. “Jadi, aku akan memastikan kau sampai dengan aman.”Diandra mengangguk pelan. “Terima kasih, Alex.”Mereka berjalan berdua melewati lobi hotel yang mewah. Suasana malam begitu hening, dan hanya suara langkah mereka yang terdengar.“Bagaimana pendapatmu tentang New York sejauh ini?” Alex memulai percakapan untuk mencairkan suasana.“Indah, tapi juga terasa begitu sibuk. Aku tidak terbiasa dengan keramaian seperti ini,” jawab Diandra jujur.Alex tersenyum. “Aku juga butuh waktu untuk menyesuaikan diri saat pertama kali tinggal di sini. Tapi aku yakin, kau akan menyukai kota ini jika diberi kesempatan lebih lama.”Diandra hanya tersenyum tipis.Ketika mereka sampai di depan pintu kamar hotel Diandra, Alex memberanikan diri untuk berbicara lebih serius.“Diandra, ada sesuatu yang in
Nick dan Diandra memutuskan untuk mengundang Alex makan malam di rumah mereka di San Diego. Awalnya, Diandra sempat ragu, merasa undangan itu terlalu mendadak. Namun, Nick meyakinkannya.“Kak, aku tahu ini jauh, tapi aku merasa ada banyak hal yang harus kita bicarakan langsung dengan Alex. Ini penting,” ujar Nick.“Memangnya, apa yang mau dibahas?” tanya Diandra.Nick tersenyum samar. “Tentang masa depan. Aku yakin Alex akan menghargai undangan ini.”Di sisi lain, Alex menerima pesan Nick saat sedang rapat di New York. Membaca undangan itu, Alex terdiam sesaat, memikirkan jarak dan waktu yang dibutuhkan. Namun, rasa penasaran dan keinginan bertemu Diandra membuatnya segera membalas pesan tersebut.“Aku akan datang. Kirimkan alamatnya.”Alex langsung mengatur penerbangan menggunakan jet pribadinya. Dengan bantuan asistennya, perjalanan ke San Diego pun terencana dengan rapi.Selama di dalam pesawat, Alex memikirkan ulang keputusannya. Jarak ribuan mil ini terasa sepele dibandingkan den
"Jika kau terus bersama Alex, kau akan menyesal. Jauhkan dirimu darinya, atau keluargamu yang akan menderita."Pesan itu membuat Diandra gemetar. Celia mungkin sudah kalah secara resmi, tetapi ancamannya tampaknya belum selesai.Diandra membaca pesan itu berulang kali, seakan memastikan ia tidak salah lihat. Napasnya tersengal, pikirannya penuh kekhawatiran. Siapa pun yang mengirim pesan itu pasti tahu tentang hubungannya dengan Alex, meskipun hubungan itu belum sepenuhnya jelas.Dia mencoba menenangkan diri. “Tidak. Aku tidak bisa membiarkan ancaman seperti ini mengontrol hidupku,” gumamnya. Namun, bayangan keluarganya muncul di benaknya—Nick, Felix, Tania—semua orang yang ia cintai. Jika mereka menjadi sasaran, ia tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri.Sementara itu, Alex tiba di rumah setelah perjalanan panjang dari New York. Meski lelah, kemenangannya atas Celia tidak memberikan rasa lega yang utuh. Ia terus memikirkan Diandra, berharap bisa mendengar kabar darinya.Namun, saa
"Alex," ucapnya lembut.Alex menoleh, matanya bertemu dengan tatapan Diandra. "Ada apa?""Terima kasih," kata Diandra, senyumnya tulus. "Untuk segalanya."Alex tersenyum tipis, lalu menjawab, "Aku akan selalu melindungimu, Diandra. Apa pun yang terjadi."Diandra merasakan sesuatu yang hangat di hatinya. Kini ia tahu, Alex bukan hanya sekadar teman, tetapi seseorang yang tulus ingin memperjuangkannya. Diandra mulai menyadari bahwa mungkin, ia juga memiliki perasaan yang sama.Setelah konferensi pers itu, Alex memutuskan untuk tinggal di San Diego lebih lama. Ia merasa ada banyak hal yang belum selesai, terutama terkait Celia dan Rod yang masih menjadi ancaman. Namun, di sisi lain, Alex juga sadar bahwa alasan sebenarnya ia ingin tetap di kota itu adalah Diandra.Diandra mulai merasa kebersamaan mereka semakin intens. Setiap kali Alex berada di sekitar, ia merasa nyaman, meskipun ia mencoba menyangkal perasaan itu.Suatu sore, Alex mengundang Diandra untuk berjalan-jalan di taman dekat
Beberapa minggu setelah makan malam itu, Alex semakin sering datang ke San Diego. Tidak hanya untuk bertemu Diandra, tetapi juga menjalin hubungan baik dengan Nick, Veny, dan bahkan Samy. Diandra yang awalnya ragu mulai menyadari bahwa Alex tidak main-main.Suatu sore, Diandra sedang duduk di taman belakang rumah sambil membaca buku. Alex tiba-tiba muncul dengan membawa sekotak besar kue."Hei, aku tidak tahu kau suka membaca buku filsafat," kata Alex sambil duduk di samping Diandra.Diandra menutup bukunya dan menatap Alex. "Aku hanya mencoba memahami hidup ini lebih baik."Alex tertawa kecil. "Kalau begitu, bagaimana kalau kita memulai dengan memahami rasa kue ini?"Diandra tertawa, lalu membuka kotak itu. Di dalamnya terdapat berbagai jenis kue yang tampak lezat."Kenapa kau selalu membawa sesuatu setiap kali datang?" tanya Diandra sambil mengambil sepotong kue."Karena aku ingin kau tahu bahwa aku serius. Dan, aku ingin kau bahagia," jawab Alex, menatap Diandra dengan mata penuh k