Dengan mata elangnya yang tajam itu Ronald menatap sinis dan berkata, “Nggak usah banyak bacot, langsung saja kasih tahu aku dari supplier mana si Thomas beli chip-nya?”Di tangan Ronald terdapat sebuah chip yang tentunya sudah tidak asing lagi bagi asistennya Isabel. Setiap kali Isabel ingin mengendalikan pikiran seseorang, dia akan meminta asistennya ini untuk menanamkan chip tersebut ke dalam pembuluh darah sang korban. Seketika chip tersebut dimasukkan, orang-orang yang menentang Isabel akan berubah drastis. Tak peduli sekecil apa pun perintah yang diberikan, orang tersebut akan melakukannya. Dan ketika Isabel sudah bosan, dia akan memerintahkan korbannya untuk bunuh diri.Apabila Ronald menanamkan chip tersebut ke dalam pembuluh darah asistennya Isabel, sudah dipastikan nyawanya akan melayang ….“Ja-jangan …,” ujar wanita itu dengan suara gemetar, “Oke, oke … aku kasih tahu semuanya ….”Wanita itu memeras otak membocorkan nama pemasok yang menyediakan chip untuk Thomas.“Shura Bio
Angin dingin langsung berembus masuk seketika kaca jendela dipecahkan.Rachel segera masuk ke dalam pelukan Ronald dan berkata, “Dingin banget ….”Ronald pun segera membawa Rachel ke kamar sebelah. Kali ini Rachel tidak menggila seperti biasanya. Justru sebaliknya, dia bisa melawan bisikan suara itu dan berlari memeluk Ronald dan berkata dengan nada yang tenang kalau dia kedinginan.“Ronald, aku masih ingat apa yang terjadi barusan. Ada suara cowok yang menggema di kepalaku. Dia nyuruh aku untuk hancurin kaca jendela. Tapi suara itu nggak kedengaran kayak robot, malah … rasanya suara itu nggak asing.”Kening Ronald mengerut kencang. Dia sudah banyak membaca banyak laporan dan paham betul bagaimana cara kerja chip tersebut. Chip tersebut akan mengeluarkan suara mekanik seperti robot yang memang sudah diprogram dari awal.namun ketika kali ini suaranya berubah jadi suara pria, itu berarti ada orang yang mengendalikannya dari jauh.Masalahnya, Isabel sudah mati. Siapa lagi yang bisa mengen
“Rachel, kamu jangan takut. Sekarang kita sudah tahu Rendy dalan di balik semua ini. Semuanya pasti bakal baik-baik saja. Kamu bersabar sedikit lagi, ya.”Setelah itu, Ronald langsung menghubungi Blake untuk mencari keberadaan alat tersebut. Tak sampai setengah jam kemudian, Blake menelepon balik.“Bos, sudah ketemu. Ternyata alatnya itu berbentuk anting.”“Bawa alatnya kemari secepatnya,” perintah Ronald.Namun, dengan pengiriman tercepat pun setidaknya butuh waktu dua hari. Selama dua hari itu, Rachel tidak pergi ke mana-mana dan hanya berdiam diri di vila. Ronald juga dengan setia menemaninya.Rachel menyibukkan dirinya dengan membaca buku atau menonton TV, sementara Ronald membuat makanan di dapur. Rachel tersenyum bahagia melihat Ronald yang tetap berusaha meski tidak terbiasa bekerja di dapur. Demi Rachel, Ronald belajar bagaimana caranya memasak nasi dan membuat lauk sederhana. Walaupun rasanya biasa saja, Rachel tetap sangat menyukainya.“Adijaya Group menemukan ladang minyak l
“Rachel, tunggu sebentar. Nanti aku antar habis aku cuci piring.”Ronald langsung melepas celemek, mengambil piring dan peralatan makan yang sudah kotor dan mencucinya di wastafel. Rachel masih duduk di meja makan sambil bertopang dagu menyaksikan sosok Ronald yang begitu menggoda. Tubuhnya yang tinggi dan kekar membuat Rachel tiba-tiba memiliki pikiran vulgar.Mereka berdua tidur pisah kamar semenjak pindah ke vila ini. Bahkan duduk berdekatan juga mereka tidak berani berciuman, paling banter hanya pelukan saja karena mereka sama-sama takut keintiman itu akan mengaktifkan chip yang bersarang dalam tubuh Rachel. Ketika Ronald membalikkan badan, dia dihadapkan dengan tatapan Rachel yang tergila-gila padanya.“Jangan lihat aku kayak begitu,” kata Ronald sambil berusaha meredam nafsu mulai muncul.Wajah Rachel pun seketika memerah dan sesegera mungkin mengalihkan matanya ke tempat lain. Ronald sudah cukup menderita selama ini ,dia tidak ingin menambah bebannya lagi ….Ronald pun mengelua
“Kakek, Pa, Tante,” sapa Rachel tersenyum .“Kak, Rachel,” sapa Zico.“Aku yang anak haram ini saja paling nggak masih tahu sopan santun menyapa orang yang lebih tua, tapi kamu kenapa malah nggak punya sopan santun,” tandas Rachel kepada Hanna. “Kamu yang punya orang tua saja nggak tahu sopan santun. Kalau kamu tumbuh sebatang kara kayak aku, bisa-bisa kamu lebih kurang ajar lagi.”Sharon langsung naik pitam ucapannya tadi dikembalikan mentah-mentah oleh Rachel. Itu berarti dari tadi Rachel sudah sampai, tapi dia menunggu kesempatan yang pas untuk masuk di luar.“Tante Sharon jangan marah. Mau seburuk akhlak Hanna, dia tetap sepupuku. Lain kali biar aku saja yang ajarin dia sopan santun.”“Siapa yang mau diajarin sama kamu, dasar anak haram. Memangnya kamu punya hak apa?” balas Hanna.“Hanna, sapa sepupumu yang benar,” tegur Deddy.Bukannya tidak tahu sopan santun, tapi Hanna enggan menyapa Rachel. Namun karena kakeknya sudah memberikan ultimatum, mau tidak mau Hanna harus menurutinya.
Sekali lagi Rachel tersenyum lebar. Kali ini senyumannya terus memanjang sampai ujung matanya.“Dua triliun itu aku dapat dari investorku sendiri, nggak ada hubungannya sama proyek petrokimia kalian.”“Kamu masih berani bilang nggak ada hubungannya? Dua triliun itu bukan angka yang kecil. Orang yang sanggup ngeluarin uang sebanyak itu sekaligus di satu Suwanda nggak lebih dari sepuluh orang. Coba kasih tahu, siapa yang kasih uang sebanyak itu?” tanya Hanna.Dua triliun memang bukan jumlah yang bisa dipandang remeh. Para pemegang saham bisa saja menyuntikkan uang pribadi mereka sebanyak itu, tapi pada kenyataannya, siapa yang benar-benar berani menjual saham mereka dan mengubahnya jadi uang cair?“Untung saja aku bawa semua surat penting soal proyek resor. Kalau nggak, aku bakal difitnah terus,” ujar Rachel, lantas dia mengeluarkan sebuah map coklat berisi berbagai macam berkas dan menaruhnya di depan Deddy. “Ini surat kontrak investasi proyek. Ini belum sempat aku laporin. Coba Kakek
Karena ditatap oleh Deddy dan Hendo, wanita itu menundukkan kepalanya dan berkata, “Rachel, maafkan aku.”“Nggak apa-apa, aku nggak ambil hati,” Rachel melambaikan tangannya dengan santai dan berkata, “Masih ada yang harus kuurus, jadi aku pergi dulu, ya.”Dia berbalik badan, lalu melangkah dan meninggalkan ruang kerja.Hendo segera mengejarnya dan berkata, “Rachel, kamu nggak tinggal dulu untuk makan?”“Aku sudah makan sebelum datang ke sini. Masih belum sepenuhnya tercerna, loh. Mana bisa aku makan lagi? “Rachel tersenyum dan berkata, “Pa, nggak usah antar aku ke pintu. Aku pergi dulu.”Hendo mengantar putrinya itu ke pintu dengan hati enggan.Meskipun dia sudah menemukan putrinya, kesempatan bagi mereka berdua untuk bertemu terlalu sedikit. Kasih sayang seorang ayah dari dalam dirinya tidak bisa sepenuhnya dia lepaskan.“Rachel, tunggu sebentar,” kata Hendo, “Papa membelikanmu sesuatu kemarin. Kamu sekaligus bawa pulang.”Rachel ingin mengatakan tidak, tapi Hendo sudah masuk, dan ta
Begitu mobil mereka berhenti di depan pintu vila, ada seorang kurir yang datang mengantar sebuah paket.Ronald melirik alamat tujuan di paket itu sekilas, segera menandatangani nota penerimaan barang, lalu masuk ke dalam rumah sambil menggendong Rachel.Rachel memperhatikan Ronald membongkar bungkusan itu, merobek kemasan luarnya lapis demi lapis, sampai akhirnya sebuah kotak kecil kelihatan. Suaminya itu membuka kotak kecil tersebut dan ada anting-anting emas dengan mutiara hitam tua di dalamnya.Ronald membongkar cangkang anting-anting itu dan menemukan rangkaian transistor yang tersusun dengan kompleks di dalamnya.Rachel mengambil sebuah barang dan berkata sambil tersenyum, “Ronald, beri aku waktu satu jam, aku akan mempelajarinya.”Ronald mengangguk. Dia tahu Rachel adalah seorang hacker yang handal, jadi meneliti hal semacam ini seharusnya tidak menjadi masalah bagi istrinya itu.Rachel memasuki ruang kerja sambil membawa anting-anting tersebut dan mulai mengoperasikan komputerny