Tangan dengan kapalan seperti ini adalah ciri orang yang selalu memegang senjata. Bagaimana bisa ada orang seperti ini di sisi Ronald?Pikiran tentang hal-hal janggal ini terus melintas di dalam pikiran Rachel. Namun, Rachel berusaha untuk melupakannya.Kemudian dia buru-buru berlutut dan berkata, “Eddy, sekarang kamu pulang sama Om Joni dulu, ya. Mama akan nemenin kalian tidur kalau Mama sudah pulang.”Eddy masih terlihat sangat ketakutan. Dia merasa kalau ayahnya saat ini terlihat sangat berbeda dari sebelumnya. Selain itu, Eddy juga membutuhkan waktu untuk mencerna apa yang baru dia saksikan tadi.Eddy dengan cepat mengangguk seraya berkata, “Iya, Ma! Aku pulang dulu. Dah, Mama!”Kemudian Eddy berjalan keluar ruangan sambil menundukkan kepalanya.Rachel bisa bernapas dengan lega setelah melihat Eddy keluar dari ruangan ini. Kemudian Rachel duduk di atas sofa sambil tersenyum cerah lalu berkata, “Memangnya kita mau ke mana sih?”“Acara perusahaan,” jawab Rendy cepat.“Aku nggak akan
Ini adalah acara jamuan bisnis Suwanda yang biasa diselenggarakan satu tahun sekali. Pihak penyelenggara mengundang berbagai perusahaan besar untuk hadir dalam acara ini. Antrean panjang mobil-mobil mewah sudah memenuhi area parkir tempat acara sebelum acara dimulai. Pakaian para tamu yang hadir juga terlihat mewah dan indah. Sebuah mobil mewah berwarna hitam berhenti tepat di depan pintu masuk hotel tempat acara diselenggarakan. Seorang laki-laki dan perempuan turun dari dalam mobil. Sepasang sejoli ini berhasil menarik perhatian orang-orang yang hadir di sana. "Bukankah itu Pak Ronald dan Bu Rachel dari keluarga Tanjaya?”“Mereka muncul setelah gosip perceraian mereka beredar. Bukankah ini menarik banget?”“Mereka nggak kelihatan kayak pasangan yang harmonis, ya?”“Temanku yang bekerja di Tanjaya Group bilang kalau sekarang Pak Ronald lagi dekat sama perempuan bule. Perempuan itu berada di dalam ruang kerja Pak Ronald lama banget. Bahkan bisa sampai satu jam lebih. Menurutmu, laki
Rachel langsung berbalik dan meninggalkan Hanna setelah dia selesai berbicara. Sebaliknya, wajah Hanna tampak menghitam karena marah. Dirinya merasa diinjak-injak oleh Rachel karena perusahaan Rachel memiliki teknologi inti dalam proyek yang sedang mereka jalankan bersama. Hanna tidak bisa melakukan apa pun kepada Rachel sebelum skema desain chip untuk proyek mereka keluar. Jadi, Hanna hanya bisa menahan semua amarah yang bergejolak di dalam hatinya. Dia ingin sekali berlari dan mengadu kepada ibunya. Namun, Hanna langsung melihat sosok Zico ketika dia berbalik untuk mencari Sharon. Mereka berdua seumuran, jadi mereka tidak menggunakan panggilan formal ketika mereka bertemu. “Zico, bukannya kamu nggak tertarik sama acara seperti ini? Kenapa sekarang kamu malah datang? Eh, tadi kamu lihat nggak aku bicara sama siapa?” tanya Hanna sambil tersenyum.Zico masih terlihat seperti seorang remaja dengan gigi putih dan bibirnya yang merah. Namun, kedua alisnya memancarkan aura dingin yang ber
Rachel dan Hendo sedang mengobrol di sudut ruangan. Mereka mengenakan pakaian serba hitam yang membuat mereka tidak terlalu mencolok. “Bu Rachel, Ibu kurang istirahat ya akhir-akhir ini? Lingkaran hitam mata Bu Rachel terlihat semakin jelas,” ujar Hendo dengan nada suara sedikit khawatir.“Kalau memang Ibu sulit tidur, lebih baik minum segelas susu hangat. Lalu jangan lupa rendam kaki Bu Rachel. Kedua hal itu bisa membantu Ibu tidur lebih nyenyak,” jelas Hendo.Rachel langsung tersenyum dan mengangguk lalu berkata, “Terima kasih Pak Hendo atas sarannya. Aku akan mengingatnya.”“Bu Rachel, maaf kalau saya lancang. Tapi apa benar pernikahan Ibu dan Pak Ronald sedang bermasalah?” tanya Hendo ragu. Rachel langsung mengangkat pandangannya dan menatap Hendo dengan tatapan tenang.“Maaf, bukan maksud saya untuk bergosip. Saya hanya sedikit khawatir dengan gosip yang beredar. Bu Rachel tidak perlu menjawab pertanyaan saya kalau memang Ibu kurang berkenan,” ujar Hendo cepat.“Pernikahan kami
Rachel berjalan ke sekeliling ruang acara, tapi dia tetap tidak bisa menemukan keberadaan Ronald. Kemudian dia menghentikan seorang pelayan dan bertanya, “Apa kamu lihat Pak Ronald Tanjaya?”“Sepuluh menit yang lalu, saya melihat beliau pergi ke lounge yang ada di balkon,” jawab pelayan itu sopan.“Terima kasih,” pungkas Rachel.Kemudian dia pergi menuju balkon dengan sepatu hak tingginya. Acara perjamuan sudah hampir selesai, jadi sudah banyak tamu yang pulang lebih dulu. Suasana di balkon juga terasa sangat sepi. Rachel melihat ada seorang laki-laki yang berjaga di depan pintu lounge dari kejauhan. Kemudian dia mengetahui kalau sosok laki-laki itu adalah Joni setelah dia berada di dekat pintu masuk.“Bu Rachel, tolong jangan masuk ke dalam,” ujar laki-laki itu sambil berusaha menahan Rachel. “Kamu yakin mau melarangku masuk?” tanya Rachel dengan nada datar.“Maaf Bu Rachel, tapi ini adalah perintah Pak Ronald. Saya tidak berani melanggarnya,” jawab Joni dengan penuh hormat. Rachel
“Plak!”Suara tamparan di wajah Catherine langsung menyeruak ke seluruh ruangan. Catherine benar-benar terpana akan tamparan yang dilayangkan Rachel di wajahnya. Dia merasa wajahnya mati rasa, selain itu dia juga mencium bau darah yang keluar dari mulutnya. Di sisi lain, Rachel juga merasakan mati rasa di tangannya. Rachel menampar wajah Catherine dengan menggunakan hampir seluruh tenaga yang dimilikinya. "Berani sekali kamu menyela pembicaraan kami!” seru Rachel sambil menatap tajam ke arah Catherine. “Bu ... Bu Rachel, kami berdua saling mencintai. Lebih baik Bu Rachel mundur saja,” ujar Catherine dengan bibir bergetar. Rachel benar-benar naik pitam dengan jawaban yang dilontarkan oleh Catherine. Akhirnya dia kembali menampar Catherine dengan punggung tangannya. Rachel sudah terlalu lama memendam kekesalannya. Sebenarnya, dia ingin sekali menampar wajah Ronald untuk melampiaskan kemarahannya kepada laki-laki itu, tapi Catherine selalu menyulut amarahnya. Rachel akhirnya menampar
Rachel memanggil Eddy dan membawanya ke sisi taman. Eddy terus menundukkan kepalanya. Dia tahu Rachel akan memanggilnya dan menanyakan apa yang terjadi tadi pagi. Namun, Eddy tidak tahu apa yang harus dikatakannya kepada ibunya. Dia juga tidak tahu bagaimana cara membohongi ibunya.“Eddy, kamu percaya Mama, kan?” tanya Rachel sambil menatap Eddy dan memegang bahunya.Eddy langsung mengangguk seraya berkata, “Ya, Ma! Eddy percaya Mama.”“Kamu lebih percaya sama Mama atau Papa yang sekarang?” tanya Rachel lagi. “Mama,” jawab Eddy ragu.“Bagus! Kalau begitu, ada hal yang Mama mau tanya sama kamu. Kamu mau jawab dengan jujur, kan?” Eddy hanya bisa terdiam. Dia tentu saja tahu apa yang ingin ibunya tanyakan. Namun, dia masih bingung apa dia harus memberitahukan hal itu kepada Ibunya?“Kamu adalah anak yang sangat pintar, jadi kamu pasti bisa merasakan ada yang berbeda dengan Papa yang sekarang, kan? Sebenarnya Mama sedang mencari alasannya. Mama juga sudah memiliki tebakan di dalam hati M
Rachel membuang kertas itu ke dalam mesin penghancur kertas dan membuangnya ke tempat sampah. Tidak lama kemudian, dia mendengar suara mobil memasuki halaman kediaman keluarga Tanjaya ketika dirinya sedang memikirkan alasan agar bisa pergi ke Tanjaya Group esok hari.Dia buru-buru bergerak menuju balkon lalu membuka tirai. Dia melihat sebuah mobil hitam terparkir di sana. Kemudian seseorang yang sangat dikenalnya terlihat keluar dari mobil itu. Laki-laki itu benar-benar pulang ke rumahnya sambil membawa sebuah buket bunga di tangannya. Rachel buru-buru kembali ke dalam kamarnya. Kemudian dia menuangkan air yang berada di sebelah kasurnya ke tangannya. Tidak lama kemudian, langkah kaki terdengar semakin dekat ke arah kamar Rachel. Rendy perlahan membuka pintu kamar dan melihat sosok Rachel sedang menyeka matanya dengan tisu. Di meja samping tempat tidurnya juga sudah ada banyak tisu berserakan, sepertinya Rachel sudah cukup lama menangis. “Ehem!” Rendy terbatuk seraya memberikan isya