“Plak!”Suara tamparan di wajah Catherine langsung menyeruak ke seluruh ruangan. Catherine benar-benar terpana akan tamparan yang dilayangkan Rachel di wajahnya. Dia merasa wajahnya mati rasa, selain itu dia juga mencium bau darah yang keluar dari mulutnya. Di sisi lain, Rachel juga merasakan mati rasa di tangannya. Rachel menampar wajah Catherine dengan menggunakan hampir seluruh tenaga yang dimilikinya. "Berani sekali kamu menyela pembicaraan kami!” seru Rachel sambil menatap tajam ke arah Catherine. “Bu ... Bu Rachel, kami berdua saling mencintai. Lebih baik Bu Rachel mundur saja,” ujar Catherine dengan bibir bergetar. Rachel benar-benar naik pitam dengan jawaban yang dilontarkan oleh Catherine. Akhirnya dia kembali menampar Catherine dengan punggung tangannya. Rachel sudah terlalu lama memendam kekesalannya. Sebenarnya, dia ingin sekali menampar wajah Ronald untuk melampiaskan kemarahannya kepada laki-laki itu, tapi Catherine selalu menyulut amarahnya. Rachel akhirnya menampar
Rachel memanggil Eddy dan membawanya ke sisi taman. Eddy terus menundukkan kepalanya. Dia tahu Rachel akan memanggilnya dan menanyakan apa yang terjadi tadi pagi. Namun, Eddy tidak tahu apa yang harus dikatakannya kepada ibunya. Dia juga tidak tahu bagaimana cara membohongi ibunya.“Eddy, kamu percaya Mama, kan?” tanya Rachel sambil menatap Eddy dan memegang bahunya.Eddy langsung mengangguk seraya berkata, “Ya, Ma! Eddy percaya Mama.”“Kamu lebih percaya sama Mama atau Papa yang sekarang?” tanya Rachel lagi. “Mama,” jawab Eddy ragu.“Bagus! Kalau begitu, ada hal yang Mama mau tanya sama kamu. Kamu mau jawab dengan jujur, kan?” Eddy hanya bisa terdiam. Dia tentu saja tahu apa yang ingin ibunya tanyakan. Namun, dia masih bingung apa dia harus memberitahukan hal itu kepada Ibunya?“Kamu adalah anak yang sangat pintar, jadi kamu pasti bisa merasakan ada yang berbeda dengan Papa yang sekarang, kan? Sebenarnya Mama sedang mencari alasannya. Mama juga sudah memiliki tebakan di dalam hati M
Rachel membuang kertas itu ke dalam mesin penghancur kertas dan membuangnya ke tempat sampah. Tidak lama kemudian, dia mendengar suara mobil memasuki halaman kediaman keluarga Tanjaya ketika dirinya sedang memikirkan alasan agar bisa pergi ke Tanjaya Group esok hari.Dia buru-buru bergerak menuju balkon lalu membuka tirai. Dia melihat sebuah mobil hitam terparkir di sana. Kemudian seseorang yang sangat dikenalnya terlihat keluar dari mobil itu. Laki-laki itu benar-benar pulang ke rumahnya sambil membawa sebuah buket bunga di tangannya. Rachel buru-buru kembali ke dalam kamarnya. Kemudian dia menuangkan air yang berada di sebelah kasurnya ke tangannya. Tidak lama kemudian, langkah kaki terdengar semakin dekat ke arah kamar Rachel. Rendy perlahan membuka pintu kamar dan melihat sosok Rachel sedang menyeka matanya dengan tisu. Di meja samping tempat tidurnya juga sudah ada banyak tisu berserakan, sepertinya Rachel sudah cukup lama menangis. “Ehem!” Rendy terbatuk seraya memberikan isya
Rachel berusaha menahan emosinya lalu berkata dengan lembut, “Aku masih bisa mencium parfum Catherine di tubuhmu, selain itu di bajumu juga ada bekas lipstik Catherine. Kamu harus mandi dulu kalau mau menyentuhku!”Kemarahan di wajah Rendy langsung menghilang setelah mendengar perkataan Rachel. Ternyata Rachel hanya cemburu. Rendy memang masih bisa mencium wangi parfum yang cukup kuat dari tubuhnya. Kemudian dia melepas jasnya seraya berkata, “Aku mau mandi dulu. Kamu tunggu aku, ya.”Rachel menunduk lalu membersihkan pecahan gelas di atas lantai seraya berkata, “Hati-hati, jangan sampai kamu jatuh lagi di kamar mandi.”“Memangnya aku sebodoh itu,” balas Rendy sambil tersenyum lalu berjalan ke dalam kamar mandi.Rachel merasa ingin sekali menangis setelah mendengar jawaban Rendy. Dia buru-buru membersihkan pecahan gelas lalu membawa masuk sebotol anggur merah ke dalam kamar. Tidak lama kemudian, Rendy langsung melihat dua gelas anggur merah di atas meja setelah dia keluar dari kamar
Rachel memberikan foto tersebut kepada seorang dokter bedah plastik yang dia kenal di luar negeri.“Mukanya ini terlalu sempurna. Mau dilihat dari sisi mana pun, aku nggak nemu adanya cacat sedikit pun …. Kalau soal ini operasi plastik atau bukan, maaf, aku nggak ngelihat adanya bekas sayatan pisau. Kalau memang dokternya sehebat itu, mungkin saja bekas sayatannya memang nggak terlihat. Bukannya mau sombong, tapi di dunia ini dokter bedah yang lebih jago daripada aku cuma segelintir saja ….”Rachel merenung sesudah membaca pesan teks yang cukup panjang itu. Bahkan dokter ahli bedah plastik peringkat tiga besar di seluruh dunia saja bilang kalau wajah tersebut tidak pernah menyentuh pisau bedah sekali pun. Sepertinya, wajah itu benar-benar asli dan bukan hasil operasi plastik. Jadi, benarkah orang itu adalah Ronald? Benarkah dia adalah pria yang pernah Rachel cintai dengan segenap hatinya dulu?Tatapan mata Rachel kembali melirik ke pria yang sedang terbaring di atas karpet ….Tiba-tiba
“Sebenarnya ini rahasianya Den Ronald. Seharusnya aku nggak kasih tahu siapa-siapa, tapi aku nggak mau terjadi salah paham,” kata Hilmi dengan ekspresi yang sangat serius seperti sedang mengingat masa lalu yang sudah lama tersimpan dalam ingatannya. “Den Ronald punya kakak kembar. Tapi pas baru lahir, kakak kembarnya itu ternyata punya penyakit jantung bawaan. Di lingkungan keluarga sebesar ini, pasti banyak orang yang bertanya-tanya pas mereka tahu ada anak yang penyakitan, dan nggak bagus juga untuk anaknya sendiri. Jadi, keluarga Tanjaya memilih untuk merahasiakannya. Sewaktu dibawa ke rumah sakit untuk menjalani operasi, kakaknya Den Ronald hampir saja meninggal. Waktu itu, usianya baru tiga bulan. Dokter sampai menyerah dan bilang kalau anak itu cuma bisa hidup sampai umur satu tahun. Waktu itu Bu Farah dan suaminya keliling siang malam demi kakaknya Den Ronald. Akhirnya mereka datang ke sebuah kuil tua untuk diberkati. Pendeta di kuil itu bilang supaya kakaknya Den Ronald dirawat
Rachel membalikkan kepalanya menatap balik Rendy. Di tangannya memegang sebuah pensil yang dia gunakan untuk menyulam alisnya.Cahaya matahari pagi yang masuk dari sela jendela menyinari tepat di sisi samping wajah Rachel. Sinar keemasan tersebut membuat setiap detail wajahnya terlihat begitu jelas. Dengan senyum cerah dan tatapan matanya yang dingin itulah dia gunakan untuk melirik Rendy.Seketika itu pun Rendy langsung bangkit dari ranjang dengan penuh semangat. Namun ketika dia baru saja membuka selimut, dia baru menyadari dirinya tidak mengenakan busana sehelai pun. Secara perlahan, semua ingatan atas apa yang terjadi kemarin malam mulai merasuk kembali ke dalam kepalanya. Sepertinya … dia telah melakukan sesuatu dengan wanita ini.“Tolong ambilin aku baju.”“Kamu nggak punya tangan? Nggak bisa ambil sendiri?”Perangai Rachel yang penuh semangat ini benar-benar jauh berbeda dengan dirinya beberapa hari yang lalu. Rendy merasa seakan ada seberkas cahaya yang menyinari lubuk hatinya
Sekeluarga duduk bersama di meja makan untuk sarapan.Begitu mereka selesai makan, Rachel pun berkata, “Kemarin aku dapat telepon dari institusi pendidikan luar negeri. Yang telepon itu gurunya Michael dan Michelle dulu.”Mendengar itu, Farah meletakkan peralatan makannya di atas meja dan menjawab, “Ada urusan penting apa memangnya?”“Waktu itu kan kondisi Michelle kurang sehat, jadi Michelle terus dirawat di sana. Aku juga bantuin Michael mendaftar kelas percepatan. Masih ada beberapa dokumen yang belum lengkap karena waktu itu aku mendadak harus pulang, jadi tadi dia minta dilengkapi dokumennya. Aku mau bawa Michael dan Michelle pergi ke sana.”“Suruh Pak Hilmi saja yang pergi,” kata Farah.“Ini memang bisa minta tolong Pak Hilmi yang kerjain, tapi guru-guru di sana kangen sama anak-anak. Waktu itu aku cuma sendirian, dan masih harus kerja juga, jadi mereka yang jagain anak-anak. Aku rasa lebih baik sekalian saja bawa Michael dan Michelle ke sana, hitung-hitung untuk berterima kasih