Mendadak ponsel Ronald berdering ketika dia hendak mengatakan sesuatu. Jantungnya terasa sakit bagai ditusuk oleh benda tajam saat melihat panggilan masuk itu berasal dari Hilmi. Setiap kali Hilmi menelepon, pasti ada hal penting yang ingin disampaikan olehnya. Saat ini Darren sedang menjalani operasi, jika Hilmi menghubunginya sekarang, apakah mungkin ….Jari pria yang biasanya dingin seperti es itu kini gemetar ketakutan.“Pak Ronald, kondisi Den Darren sudah aman! Operasinya sebentar lagi selesai. Dokter bilang, kalau nggak ada apa-apa, nanti malam harusnya Den Darren sudah sadar!”“Donor darahnya gimana?” tanya Ronald sambil berjalan masuk ke rumah sakit.Memang sebelumnya Ronald sudah menghubungi kenalannya untuk meminta donor darah, tapi tidak mungkin darahnya sampai secepat ini.“Bu Rachel … itu, kakak kandungnya Bu Shania, kebetulan golongan darah dia juga Rh negatif! Bu Rachel juga ada di tempat kejadian waktu Den Darren ketabrak. Dia yang bawa Den Darren ke rumah sakit, dan d
Ronald juga duduk di sisi ranjang yang lain dan berkata kepada Hilmi, “Pak Hilmi, siapin satu gelas the hangat.”Selain Darren yang masih belum sadarkan diri, kini hanya ada Ronald dan Rachel di kamar yang dipenuhi dengan bau alkohol.“Makasih, ya, untuk hari ini. Kalau kamu butuh apa-apa nantinya, jangan ragu buat kasih tahu kau.”“Aku ikhlas nolong Darren karena aku suka sama dia. Lagi pula … dia pasti kabur dari rumah lagi gara-gara mau ketemu aku, makanya dia jadi kecelakaan ….”Suara Rachel berbicara terdengar sedikit lesu, dan alis matanya juga seperti sedang menyembunyikan segala macam perasaan yang saat ini dia alami.“Dia memang suka sama kamu,” tutur Ronald.Spontan Rachel mengelus wajah Darren yang sedang terbaring di ranjang. Sejak pertama kali bertemu dengan Darren di bandara, Rachel sudah punya firasat kalau dia pasti akan menyukai anak ini. Setelah itu, beberapa kali Darren menemuinya, dan hati Rachel yang telah lama mengeras pun seketika melunak.Bisa dibilang, selain M
Sepertinya Ronald juga tidak keberatan menikahi wanita yang ada di depannya ini.Rachel yang menyadari Ronald sedang menatap lekat dirinya segera mengganti topik pembicaraan.“Sekarang memang nggak sakit, nanti kalau efek obat biusnya sudah hilang, baru, deh, kamu bakal nangis kesakitan. Biar tahu kamu kayak apa rasanya ditabrak mobil! Darren, kalau lain kali kamu mau ketemu aku, tinggal telepon saja, biar aku yang jemput kamu! Kalau kamu masih kabur dari rumah kayak hari ini, aku nggak mau ketemu sama kamu lagi!” kata Rachel dengan tegas.“Iya, Tante, nggak bakal aku ulangi lagi … aku kangen banget sama Tante, cium, dong ….”Mata Darren yang besar dan berkaca-kaca itu bagai sorot mata anjing yang ditelantarkan. Hati Rachel pun melunak dan mencium jidat Darren.Kening Ronald seketika mengerut. Entah mengapa tiba-tiba dia merasa iri pada anaknya ketika melihat Rachel menciumnya.“Aku juga mau cium Tante!”Darren lantas memeluk leher Rachel dan mencium wajahnya. Rachel lalu memegang tan
Eddy sudah berkecimpung di dunia bisnis semenjak dia masih berusia tiga tahun. Perusahaan yang kini Eddy tangani adalah sebuah anak perusahaan yang dulunya sempat ingin dibubarkan oleh Tanjaya Group dua tahun yang lalu, tapi Eddy mengambil alih satu hari sebelum perusahaan tersebut dinyatakan bangkrut. Setelah beroperasi selama satu tahun, Tales Technology berhasil menjadi top three anak perusahaan Tanjaya Group yang paling menguntungkan.Tidak seperti biasanya yang selalu tampil tenang, kali ini Eddy merasa sedikit cemas ketika dia baru saja menghadiri rapat. Sikap kekanak-kanakannya hanya akan muncul ketika dia sedang dilanda rasa khawatir yang berlebih.Asisten muda Eddy yang bernama Yoshi berkata, “Pak, kerjaan hari ini kurang lebih sudah selesai. Apa Bapak mau pulang dulu untuk istirahat?”Eddy menggelengkan kepalanya. Saat ini dia masih merasa ada sesuatu yang mengganjal di hati. Apa mungkin terjadi sesuatu pada Darren? Di saat Eddy baru saja hendak meraih ponselnya di atas meja
“Ma, biar aku suruh anak buahku yang selidiki kejadian ini. Mama tenang saja. Aku nggak bakal biarin siapa pun menyakiti Darren.”“Untuk sementara ini, Rachel pasti nggak bakal apa-apain Darren lagi karena dia baru saja donorin darahnya. Dia pasti bakal cari kesempatan yang bagus buat beraksi lagi karena sekarang dia sudah dapat kepercayaan papa kamu. Ed, Mama takut dia bakal nyakitin kamu dan Darren ….”“Aku nggak bakal biarin itu terjadi,” balas Eddy mantap dan langsung menutup teleponnya. Kemudian dia berbalik dan berkata kepada asistennya, Yoshi, “Coba kamu selidiki apa yang sebenarnya terjadi di kasus tabrakan mobil di depan Gedung Hutomo Group tadi sore.”“Siap,” jawab Yoshi. Setelah itu dia segera menghubungi seseorang, sementara Eddy menyuruh sopirnya untuk mengantar ke rumah sakit.Mobil melaju stabil di jalan raya yang padat dengan kendaraan, dan Yoshi sudah mendapatkan informasi dari kepolisian sebelum mereka tiba di rumah sakit.“Kondisi lalu lintas di Jalan Perintis selal
“Kebetulan Rachel ada di TKP waktu kecelakaannya terjadi, dan dia juga yang donorin darahnya untuk Darren. Apa Papa nggak merasa ini terlalu kebetulan?” ucap Eddy dengan sikap yang sangat tenang dan suara yang berat, sama sekali tidak seperti mendengar ucapan seorang anak berusia empat tahun.“Kamu curiga kalau kecelakaan ini sudah diatur sedemikian rupa sama Rachel, begitu?”“Dia punya motivasi untuk berbuat itu,” tutur Eddy, “Papa pasti tahu kayak apa hubungan antara Rachel sama Mama, ‘kan …?”“Nggak mungkin dia pelakunya,” bantah Ronald.Sebelumnya, sudah ada bawahan Ronald yang terlebih dahulu memberikan laporan terkait kecelakaan ini padanya. Insiden ini memang merupakan kecelakaan yang sudah direncanakan, hanya saja Ronald masih tidak bisa membayangkan orang macam mana yang berani-berani menyakiti anaknya. Namun yang jelas, orang itu sudah pasti buan Rachel.“Pa, masalahnya masih belum jelas, kenapa Papa yakin kalau bukan dia pelakunya?” tanya Eddy dengan nada bicara sinis, “Kala
Di saat yang bersamaan, Rachel juga memanfaatkan Darren untuk mendapatkan kepercayaan seisi keluarga Tanjaya. Rupanya … siasat Rachel benar-benar licik. Oleh karena itulah, Eddy harus mempersiapkan dirinya dengan baik. ***Setelah Rachel menjemput anak-anak dan sedang memasak makan malam di dapur, dia mendapat panggilan video call dari Darren.“Tante Rachel kenapa ngga jenguk aku lagi!” ujarnya dengan suara yang masih terdengar lesu, “Aku bosan sendirian di sini. Tante bisa temani aku, nggak? Aku mau dengar ceritanya Tante ….”“Hari ini sudah malam, besok saja Tante baru jenguk kamu lagi. Sekalian besok Tante bawain semangkuk sup iga buat kamu.”“Wah, Tante Rachel memang yang terbaik, deh! Aku paling suka sama Tante!”“Ya sudah, cepat istirahat sana, jangan bergadang.”“Kalau begitu Tante harus kasih aku ciuman sebelum tidur.”Darren menjulurkan bibirnya ke layar. Kepalanya masih dililit perban sehingga kelakuannya ini membuatnya terlihat konyol tapi juga lucu. Rachel menyambut ciuman
Tales Technology merupakan sebuah perusahaan yang berkecimpung di bidang media internet. Dua tahun yang lalu, perusahaan tersebut dikabarkan bangkrut, tapi setelah diakuisisi, tiba-tiba Tales Technology hidup kembali dan menjadi ujung tombak di bidangnya. Hanya saja, informasi mengenai perusahaan ini tidak bisa ditemukan di internet sedikit pun. Rachel membaca sekilas profil terkait perusahaan itu dan berkata, “Mereka bikin janji jam berapa?”“Jam 14.30 siang, lokasinya di Peninsula Cafe.”Setelah membereskan semua pekerjaannya di pagi hari, siangnya Rachel berangkat ke lokasi yang telah dijanjikan dengan mobilnya. Dia tiba sepuluh menit lebih awal dan memesan secangkir kopi, kemudian lanjut mencari informasi Tales Technology di internet. Namun, upaya ini tidak membuahkan hasil sama sekali, bahan informasi mengenai investornya pun tidak ada. Perusahaan Tales Technology ini tentunya dikepalai oleh seseorang yang hebat, tapi entah alasan apa yang membuat mereka menghubungi Rachel yang