Michael berdiri di satu sisi dengan binar mata yang menggelap. Kedua tangannya terkepal erat dan menahan dirinya untuk tidak maju menghampiri adiknya.Lelaki ini memang tidak pantas menjadi ayah mereka, tetapi dia memang merupakan ayah mereka. Dengan adanya Ronald, maka penyakit adiknya ada perubahan ke arah yang baik. Michael merasa dia tidak boleh egois dan memaksa adiknya untuk mengikuti pilihannya.Michael membuang wajahnya dan memutuskan untuk tidak melihat pemandangan yang membuat hatinya tidak nyaman. Sedangkan Rachel hanya bisa mengusap wajahnya dengan kepala yang mendadak pusing.Dia menghampiri Rachel dan menggendong gadis itu. Akan tetapi ternyata kekeras kepalaan gadis itu justru jauh lebih besar dari yang dia bayangkan. Tidak ada yang bisa melepaskan pelukan Michelle meski mereka sudah memisahkannya sekuat tenaga.“Tante Rachel, aku dan Papa boleh menginap di sini?” tanya Darren sambil mengerjapkan matanya.“Michelle sangat menyukai papa aku, dia pasti nggak mau papa pergi
Kedua tangan Darren tersembunyi di balik selimut dan saling meremas. Dia sangat gugup dan kedua matanya menatap ke arah Rachel dengan lekat. Darren takut sekali melihat Rachel menggelengkan kepalanya.Perempuan itu berpikir sesaat. Sebenarnya dia sampai sekarang masih belum mengerti kenapa Michelle bisa memanggil Ronald dengan sebutan “Papa”. Lalu kenapa bocah itu juga bisa kabur dari sekolah ke Tanjaya Group?Apakah Ronald sudah memberikan sesuatu pada Michelle? Akan tetapi untungnya Michelle sudah bisa berbicara. Tidak lama lagi bocah itu pasti akan memberi tahu jawabannya secara langsung pada dirinya.Rachel tersadar dan pandangannya bertemu dengan mata Darren. Dengan lembut dia berkata, “Michelle nggak ngerti apa arti dari panggilan itu makanya dia salah panggil. Tapi kamu seharusnya tahu, bukan? Tante buka mama kamu, dan seharusnya kamu juga ada mama sendiri, bukan?”Mata Darren memerah dalam seketika. Dia menggigit bibirnya dan berkata dengan nada kesal, “Kalau pun ada memangnya
Michael menarik napas dalam-dalam dan menjawab, “Formal dan Informal.”Ronald terlihat sedikit terkejut dengan jawaban bocah itu. Dia pikir anak di depannya ini hanya berpura-pura membaca buku saja. Ternyata dia benar-benar memahami isi buku tersebut.Buku mengenai logika memang terkesan membosankan dan jauh lebih tidak menarik dibandingkan matematika. Tidak banyak orang yang bisa mengerti dengan isi buku tersebut. Apalagi usianya baru menginjak empat tahun saja.Ronald menutup bukunya dan berkata, “Aku coba tes kamu satu pertanyaan mengenai logika lagi.”“Aku nggak mau buku itu lagi,” kata Michael yang memilih untuk menyerah.“Ingin mengetahui tentang ilmu logika tapi kamu nggak ada kesabaran sedikit saja?” ujar Ronald dengan suara dingin.“Pertanyaan yang mau aku tanyakan ini tentang mama kamu.” Apa pun tentang ibunya membuat Michael tidak bisa bersikap tenang. Tatapannya fokus pada Ronald dan dia bertanya, “Sebaiknya kamu menjauh dari mama aku, kalau nggak-““Yang mau aku tanyakan h
Ronald menunggu di lantai satu dengan perasaan bosan selama satu jam lamanya. Rachel yang sudah menidurkan Michelle keluar dari kamar bocah itu dengan langkah sangat perlahan. Perempuan itu terlonjak kaget ketika melihat Ronald.“Kenapa kamu masih belum tidur?”Ronald hanya diam saja. Sekarang jarum jam baru menunjukkan pukul sepuluh malam. Dia bukan anak kecil, jadi untuk apa tidur secepat itu?Dengan suara tenang dia berkata, “Tadi aku ngobrol sebentar dengan putramu.Rachel melangkah turun dari tangga. Dia sibuk membereskan mainan sambil bertanya, “Apa yang kalian bicarakan?”“Putramu sangat cerdas. Nggak berlebihan kalau menjelaskan kepintaran dia dengan kata anak paling cerdas,” kata lelaki itu.Kegiatan Rachel membereskan mainan terhenti. “Kenapa kamu bisa menyimpulkannya begitu?”Pada kenyataannya, sewaktu usia Michael belum menginjak usia tiga tahun, dia sudah tertarik dengan kode-kode di komputer. Kode apa pun yang dituliskan oleh bocah itu bisa dijalankan. Saat itu dia sangat
Berarti lelaki tersebut bodoh atau berengsek. Jelas sekali dia tidak ingin bertanggung jawab.Ronald merasa ada yang aneh. Dia tengah membicarakan perihal pendidikan anak dengan serius, tetapi perempuan ini kenapa tiba-tiba menatapnya dengan sorot seperti itu? Seakan-akan dirinya hanya seonggok sampah yang tidak berguna.“Kenapa?” tanya Ronald.“Nggak ada,” sahut Rachel yang menarik tatapannya. Setelah itu dia berkata lagi, “Michael adalah anakku, aku bisa memberikan masa depan yang baik untuknya. Pak Ronald nggak perlu khawatir. Sudah sangat larut, sebaiknya kamu istirahat saja.”Rachel berbalik dan naik ke kamar utama lantai dua. Dia menutup pintu kamarnya dengan perlahan. Ronald hanya mengelus tengkuknya dengan perasaan bingung. Untuk pertama kalinya lelaki pendiam seperti dia berbicara begitu banyak kalimat.Namun perempuan ini justru mengabaikannya. Sedangkan Michael menatapnya dengan sorot penuh permusuhan. Ronald memutuskan untuk tidak ikut campur dan masuk ke kamar tamu lantai
Suara tangisan yang pelan dan menyayat hati terdengar dari balik tembok besar kamar utama.Tangisan tersebut seperti seutas benang yang melilit jantung bagi para pendengarnya. Semakin lama lilitan tersebut semakin kencang, membuat jantung terasa sesak hingga tidak dapat berdetak.Ronald mengatupkan bibirnya tanpa suara.Pria itu berjalan mundur beberapa Langkah, lalu berkata dengan suara yang parau, “Setiap berapa lama sekali, Mama kamu bermimpi buruk?”Michael terlihat sangat tenang dan dingin, tapi sebenarnya, hatinya sudah hancur berantakan dari tadi.Sebenarnya anak ini paling membenci Ronald, tapi anehnya, Michael selalu tidak bisa menahan diri untuk membuka hatinya kepada pria itu.Michael menjawab sambil menundukkan kepalanya, “Ketika aku mulai mengerti keadaan, aku melihat Mama setiap tiga sampai lima hari sekali, pasti bermimpi buruk. Kemudian aku mulai tumbuh besar, mama juga sudah semakin sibuk dengan pekerjaannya, mimpi buruk yang dialami Mama pun mulai berkurang. Aku perna
Darren malu-malu dan menundukkan kepalanya, ujung telinganya bahkan sampai memerah.Ronald langsung mendengus dingin, menyepelekan.Bocah kecil ini sudah terbiasa berpura-pura menjadi anak baik dan penurut di depan Rachel, sejak kapan dia juga bisa berpura-pura malu?“Ayo jalan, kita pulang,” ucap Ronald dengan dingin.Wajah Darren yang awalnya tersenyum dengan ceria dan gembira, senyum tersebut seketika menggantung kaku di wajah kecilnya.Bocah kecil itu langsung menarik lengan baju Rachel, lalu berkata dengan sangat memelas, “Tante Rachel, apa boleh aku tetap tinggal di sini?”Rachel langsung mengelus kepala bocah kecil itu, sambil berkata, “Aku sebentar lagi harus berangkat kerja, Michael dan Michelle juga akan berangkat ke sekolah. Kamu sendirian di rumah untuk apa?”Darren menunduk dengan lemas seolah rohnya baru saja ditarik dari badan. “Kalau begitu, apa aku boleh datang lagi nanti?” ucapnya dengan sangat pelan.“Tentu saja boleh. Tapi ….” Rachel berhenti sebentar, sepasang mata
Sepasang mata Shania langsung memerah.Perempuan itu menggigit bibirnya, di atas matanya yang bulat terlihat lapisan air. Sosok perempuan itu langsung terlihat sangat menyedihkan.Shania melangkah maju, sambil mengadu dengan sedih. “Ronald, semalam kenapa kamu pulang dari pesta tapi nggak mengajakku untuk ikut pulang bersama? Akhirnya Pak Alec lah yang mengantarku pulang, semalam. Apa kamu tahu, betapa keterlaluan Pak Alec, itu? Pria itu terus menatapku dengan tatapan mesum, bahkan dia juga sudah memegang tanganku tanpa ijin. Kalau bukan karena aku yang sekuat tenaga berusaha menolaknya, dia hampir menarik aku masuk ke dalam hotel ….”Akhirnya Ronald menatap perempuan itu tepat di matanya, “Kenapa kamu melawannya sekuat tenaga?”Shania, “….”Perempuan itu hampir pingsan mendengar pertanyaan ini. Bukankah melawan dengan keras adalah suatu hal yang wajar untuk dilakukan? Kenapa hal ini malah dipertanyakan?Akan tetap, berhubung ini adalah pertanyaan dari Ronald, maka Shania harus tetap m