“Eum ….” Nana mencoba menjelaskan ketika melihat ekspresi Kevin. Namun lelaki itu tidak menatapnya dan hanya melihat ke arah karyawan toko.Saat ini karyawan toko bunga tersebut melongo dan dengan tergagap berkata, “Be-benarkah? Beneran sepuluh kali lipat?”Kening Kevin berkerut dan wajahnya tampak sangat dingin. Lelaki itu berkata, “Dua puluh kali lipat kalau dibersihkan dalam lima menit! Kurang satu detik saja, kurang satu kali lipat!”Karyawan toko langsung bergerak dengan semangat dan mulai membersihkan semua bunga itu dalam waktu singkat.“Tunggu!” kata Kevin.Wajah karyawan tersebut menegang karena khawatir lelaki itu akan berubah pikiran.“Buang semua bunga ke tempat sampah! Buang yang jauh!” kata Kevin.Para karyawan toko mendesah napas lega dan menepuk dada menjamin, “Tenang saja! Saya pasti akan melenyapkan mereka semua!”Hanya dalam waktu lima menit saja, semua bunga-bunga tersebut sudah tersapu bersih! Bahkan tidak tersisa satu helai daun pun. Yoko mengutus asistennya untuk
“Kalau kamu mengabaikan aku lagi, aku akan duduk di pahamu! Kevin sayang,” ujar Nana sambil menyengir lebar. Ketukan jarinya berhenti dan tangannya berubah kaku. Melihat Kevin yang masih bersikap tenang, Nana tersenyum dalam hati. Dia mengerjapkan matanya dan dengan santai duduk di pangkuan lelaki itu.Tubuh lelaki itu berubah kaku. Nana memeluk leher Kevin dan mengerjapkan matanya sambil berkata, “Masih mau mengabaikanku? Kalau nggak bicara, aku cium kamu.”Bibir Kevin menipis, tetapi dia tidak bergerak sama sekali. Akan tetapi jakunnya bergerak naik turun. Pemandangan itu tak luput dari tatapan Nana yang membuat matanya berbinar.“Kan! Kamu sengaja mengabaikan aku, kan?! Kamu tunggu aku peluk kamu dan cium kamu, kan?! Cih! Aku nggak akan mengabulkannya!” kata Nana sambil berpura-pura bangkit berdiri.Detik itu juga Kevin bereaksi. Dia langsung menahan pinggang perempuan itu agar tidak pergi. Nana terkekeh dan menatap mata Kevin sambil berkata, “Sudah kuduga kalau kamu sengaja!”Akhir
Kening Nana ikut berkerut dan berkata, “Kalau tahu ingat bilang sama aku.”“Kenapa? Kamu mau lihat malaikat pelindungmu itu?” tanya Kevin dengan mata memicing.“Mana mungkin?! Aku mau pukul kepala dia!” jawab Nana sambil terbahak.Apa yang dilakukan lelaki itu hampir mencelakainya.“Oh iya, Sayang, kamu bantu aku lihat komentar di internet. Jangan sampai masalah ini diketahui keluargaku,” kata Nana. Kevin mengangguk dan kemudian gerakannya terhenti. Matanya memicing dan perubahan tersebut dirasakan oleh Nana.“Kenapa?” tanya perempuan itu.“Ada yang aneh. Semua gosip yang ada hubungannya denganmu sudah ditahan dan nggak akan masuk berita utama,” ujar Kevin.“Memangnya kenapa? Bukannya ini lebih bagus? Berarti artinya untuk sementara aku aman?” kata Nana dengan raut bingung.“Takutnya ini terlalu aman. Seharusnya ini kerjaan Darren. Aku tebak, sepertinya kakak keduamu itu sudah tahu keberadaanku,” terang Kevin.Wajah Nana seketika berubah. Dia mencengkeram baju lelaki itu dan bertanya,
Darren membuka pintu dan langsung ditodong dengan berbagai pertanyaan wartawan yang tengah memegang kamera.“Katanya Bapak berasal dari keluarga Tanjaya dan merupakan anak kedua? Benarkah?”“Pak Darren sedang berkencan di sini? Apakah bisa tunjukkan pasangannya?”“Ada begitu banyak mawar di luar sana, apakah teman kencan Anda yang kasih?”Berbagai suara riuh dan heboh menyerangnya hingga membuat kepalanya sakit. Wajahnya menggelap dan menunduk dengan sorot remeh. Lelaki itu mengangkat tangannya dan menutup kamera yang ada di depannya. Dengan wajah dingin dia berkata,“Siapa yang minta kalian datang? Semuanya menjauh!”Kalimat tersebut membuat semua orang tercenung dan menjadi tenang. Namun ada wartawan yang tetap bertanya, “Pak Darren, kami hanya ingin mewawancarai Bapak. Bisa bocorkan sedikit siapa yang kasih Bapak mawar?”Alis lelaki itu terangkat dan bertanya, “Mawar apa?”Semua wartawan saling berpandangan dan dengan kompak memberi jalan pada lelaki itu. Terlihat hamparan mawar mer
Teleponnya sudah berdering beberapa saat, tetapi Darren masih tidak berani menerimanya. Hingga pada akhirnya dia dengan pasrah menerima telepon itu sambil memejamkan mata.“Ka-kak Eddy.”Orang di seberang telepon terdiam sesaat dan terdengar suara tawa renyah.“Kak Darren kenapa?”Mata Darren terbuka ketika mendengar suara familiar itu. Dia tampak tidak percaya dan bertanya, “Anggun? Kenapa bisa kamu?”Kenapa dia harus gugup jika bukan telepon dari Eddy?“Iya, Kakak nggak lihat nama di layar?” ujar Nana.Wajah Darren seketika memerah malu. Para wartawan yang ada di hadapannya diabaikan begitu saja oleh Darren. Dia mengibaskan tangannya dan berkata, “Pergi, pergi! Semuanya pergi.”Setelah itu dia memerintahkan karyawan hotel, “Bersihkan semua bunganya! Memalukan!”Lelaki itu masuk ke kamar sambil membanting pintunya hingga tertutup rapat. Sedangkan para wartawan yang ada di luar hanya bisa saling berpandangan.“Tadi itu suaranya adik dia? Kira-kira siapa, ya? Suaranya merdu sekali!”“An
“Cih! Kakak nggak perlu saran dia! Tapi kamu boleh kasih teleponnya ke dia dan coba dia sampaikan. Mungkin Kakak bisa kasih masukan buat dia,” balas Darren.Nana hanya tersenyum pasrah. Matanya berbinar cerah sambil menatap Kevin dengan alis terangkat seakan tengah bertanya pendapat lelaki itu. Kevin mengangguk dan menerima telepon itu.“Halo, Kak Darren.”“Siapa kakakmu?! Jaga sikap! Keluarga Tanjaya nggak ada yang dekat denganmu!” kata Darren.Nana menggelengkan kepalanya ketika mendengar itu. untungnya Kevin tidak akan peduli dengan hal tersebut. Dengan wajah tenang dan nada bicara sopan dia berkata,“Halo, Pak Darren,” kata Kevin mengganti cara panggilannya.“Aku dengar sekarang kamu sedang melakukan penelitian Nanomedis. Kebetulan aku ada beberapa data terkait hal itu.”Nana duduk sambil memangku dagunya dan menatap Kevin yang tengah menelepon. Cahaya dari jendela mengenai bahunya dan membuatnya terlihat berkilau. Sosok Kevin yang seperti itu terlihat begitu sempurna.Perempuan it
“Iya, aku hanya bercanda. Jangan begitu serius. Aku kasih senyuman lebar,” kata Nana sambil mencubit pipi lelaki itu. Kevin hanya menatapnya pasrah dan penuh sayang.“Apa rencanamu untuk pekerjaanmu selanjutnya?”“Rencana?” Nana memiringkan kepalanya dan dengan kening berkerut berkata, “Sebenarnya aku nggak ada sasaran atau tujuan apa pun. Aku masuk ke dunia ini biar lebih dekat saja denganmu. Sekarang aku sudah berhasil dan untuk selanjutnya aku juga sedikit bimbang. Bahkan aku sedang mempertimbangkan apakah masih mau tetap berada dalam dunia hiburan.”“Aku mengerti. Nggak perlu buru-buru, kamu masih ada banyak waktu untuk menentukan pilihanmu,” ujar Kevin setelah diam sejenak.“Ok!” Nana mengangguk kepalanya mengerti. Setelah pekerjaannya selesai, Kevin mengendarai mobilnya sendiri untuk membawanya mengelilingi pusat kota. Untuk pertama kalinya mereka datang ke tempat yang ramai. Dulu mereka selalu memilih tempat yang lebih tertutup dan sepi.Kevin sudah mempersiapkan diri, dia mengg
“Kenapa?” tanya Kevin dengan kedua alis terangkat.“Di sini terlalu menarik perhatian,” kata Nana sambil melirik arah luar.Setelah itu dia terdiam sesaat dan kembali berkata, “Kamu yang terlalu menarik perhatian.”Awalnya Nana pikir dia bisa makan dengan santai di keramaian dan jalan-jalan santai seperti pasangan umum lainnya. Ternyata baru makan saja sudah terbakar api cemburu.“Aku mencium bau kecemburuan,” kata Kevin.“Mana ada!” balas Nana dengan malu.“Aku nggak peduli, kekasihku nggak boleh dilihat orang lain! Kita ganti ke ruangan saja!” ujar Nana lagi.Kevin melepaskan sarung tangan dan membersihkan tangannya. Dia tersenyum sambil mengelus kepala perempuan itu dan berkata, “Ikut kamu saja.”Dia mengeluarkan ponsel dan ketika hendak menghubungi seseorang, perempuan yang di luar berjalan masuk ke arah mereka. Kening Nana berkerut ketika melihat ekspresi para perempuan itu yang tampak antusias dan girang.“Gawat! Mereka mengenali kamu?”Kalau sampai Kevin dikenali oleh mereka di