Melihat wajah dingin lelaki itu membuat Michelle menggenggam tangan lelaki itu sambil menggeleng dan berkata, “Kak Michael, pikiran Kakak terlalu negatif. Karena cinta makanya bisa ada benci dan luka. Aku rasa selama Kak Eddy menghilang, Nadira juga melewati masa-masa yang sulit,”“Dia pasti ada alasan sendiri makanya setengah bulan kemudian meminta putus dengan Kak Eddy. Yang terluka dalam hubungan ini nggak hanya Kak Eddy seorang saja.”Michael menahan emosinya dan akhirnya dia tidak bisa mengatakan apa pun.“Aku merasa apa yang Kak Michelle katakan cukup masuk akal,” ujar Nana sambil mengangguk.“Aku ingin sekali tanya sama Kak Nadira. Apa alasan dia sehingga begitu yakin putus dengan Kak Eddy? sikapnya di kafe tadi sudah menunjukkan kalau dia nggak bisa melupakan Kak Eddy.”“Anggun! Kamu nggak boleh tanya, Kakak nggak mengizinkan kamu ikut campur!” ujar Michael dengan tegas.“Apa?” Nana terkejut. Dia mendongak menatap Michael dan menatap lelaki itu tidak mengerti. Michelle dan Darr
“Baiklah,” ujar lelaki itu sambil mengangkat tangan menyerah. Dia membuang rokok dan pemantik tersebut ke tempat sampah.“Sekarang harus bagaimana?” tanya Michael sambil menatap wajah polos adiknya. Tatapan lelaki itu terlihat tak berdaya.“Dalam urusan hati, Kakak beneran nggak bisa apa-apa. Kakak hanya bisa mengandalkan kamu.”“Aku ingin cari Kak Nadira buat ngobrol. Kita nggak perlu langsung bilang tentang masalah Anggun, tapi setidaknya aku bisa mengerti apa yang dia pikirkan. Aku selalu merasa dia minta berpisah bukan hanya semata Kak Eddy nggak menemaninya. Pasti ada hal lain yang membuatnya mati rasa.”“Iya, boleh. Kalau kamu masih belum bisa, berarti Kakak yang akan turun tangan,” ujar Michael dengan tatapan terlihat dingin.Michelle mendadak merinding dan berkata, “Kak, Kakak itu tim jaringan keamanan negara, nggak boleh menunjukkan ekspresi berbahaya seperti itu. Kakak tahu kalau Kakak terlihat sangat menakutkan dan berbahaya?”“Sembarangan!”Jelas-jelas dia tidak berbahaya!
“Tentu saja!” puji Darren dengan bangga.Sesaat kemudian mereka tiba di hotel tempat Nadira tinggal. Keduanya langsung bertemu dengan perempuan itu di lobi.“Darren? Nana? Kenapa kalian ada di sini?” tanya Nadira terkejut.“Kak Nadira? Kebetulan sekali, eh, maksudnya long time no see!” ujar Nana dengan tergagap.Darren mengelus kepala Nana untuk menenangkan perempuan itu dan kemudian menatap Nadira. Tatapannya berubah serius sambil berkata, “Kak Nadira, kami sengaja mencarimu.”“Mencariku? Ada apa?” tanya Nadira dengan raut dingin dan terlihat waspada.“Mungkin kita bisa ganti tempat untuk bicara?” ujar Darren.Sepuluh menit kemudian, mereka duduk di kafe seberang hotel. Nadira mengaduk kopinya dengan sendok kecil sambil menertawakan dirinya sendiri dan berkata, “Hari ini aku berjodoh sekali dengan keluarga Tanjaya. Dalam sehari ketemu tiga orang.”Selama tiga tahun mereka tidak saling berkomunikasi, mendadak adik kakak ini muncul di hadapannya. Jika mereka bilang tidak ada hubungannya
“Waktu itu semua orang di rumah terkejut. Papa marah besar dan semua keluarga menyalahkan diri mereka sendiri.”Suara Nana gemetar ketika mengingat kembali masa-masa kelamnya. Matanya yang berbinar tampak berkabut dan kehilangan binarnya.“Kakak sendiri yang menghukum orang itu dan menemukan banyak musuh. Waktu itu Kakak hidup dengan sangat sulit … semua orang yang ada di rumah juga sangat sulit.”“Cukup, Nana! Jangan katakan lagi. Semuanya sudah berlalu,” ujar Nadira dengan iba.“Aku nggak pernah melihat Kak Eddy begitu mati-matian. Dia sedang menyalahkan dirinya sendiri,” lanjut Nana yang masih berada dalam ingatannya. Yang membuatnya sulit terlepas dari bahaya pelecehan kala itu bukanlah penjahatnya, melainkan rasa bersalahnya pada keluarga.Nana mengepalkan kedua telapak tangannya dan dengan wajah memucat berkata, “Kak Eddy dan Kak Michael nggak tidur, Mama dan Kak Michelle suka menangis dalam diam. Kak Darren yang paling ceria malah selama setengah tahun nggak pernah tertawa lagi.
“Sudah, Anggun, kita lanjutkan bahasan utamanya,” ujar Darren mencoba mengalihkan perhatian Nana.“Iya. Maaf, Kak Nadira. Jadi malu,” ujar Nana sambil tertawa malu.“Nggak apa-apa,” jawab Nadira sambil tersenyum dan menggelengkan kepala. Dia duduk kembali ke kursinya.“Kak Nadira, sekarang kami sudah menjelaskan alasan Kak Eddy nggak bisa dihubungi. Kak Nadira dan Kak Eddy ada kesalahpahaman yang lainnya?” tanya Darren tanpa basa-basi.Nana mengerjapkan mata besarnya dan menatap perempuan itu dengan serius. Melihat sikap penuh perhatian kedua orang itu, Nadira tidak sanggup memasang ekspresi sinis. Dia menghela napas pasrah dan tertawa masam.“Yang Nana kasih tahu tadi hanya memberi tahu aku kalau sikap Eddy bukan demi menjadi penerus perusahaan dan mengesampingkanku. Akan tetapi nggak akan mengubah kenyataan kalau dia nggak akan pernah bisa berbagi denganku ketika menghadapi masalah.”“Kalau dia percaya sedikit saja sama aku atau aku cukup berarti di hati dia, dia nggak akan kehilanga
Nadira menarik napas dalam-dalam dan dia tertawa paksa sambil berkata, “Terdengar bodoh kalau diceritakan kembali. Meski sudah melewati setengah bulan masa tersulit, aku tetap mencari alasan untuk Eddy.”“Dia nggak sengaja, dia nggak tahu. Kalau dia tahu tentang ini, dia pasti akan menemaniku. Meski dia nggak ada rasa denganku, setidaknya dia nggak akan pergi meninggalkanku di saat seperti ini. Eddy bukan orang yang seperti itu.”“Bahkan aku khawatir apakah terjadi sesuatu padanya. Aku benci dengan Yang Kuasa apakah dia mau merebut semua yang kumiliki baru bisa merasa puas. Tapi tiba-tiba aku nggak sengaja mendengar pembicaraan dari pasien di kamar samping.” Mata Nadira berubah menjadi dingin.“Kamar sebelah itu adalah kamar VIP. Terkadang ada bodyguard yang menjaga. Waktu aku lewat, aku mendengar kata ‘Keluarga Tanjaya’ dan langkah kakiku otomatis berhenti. Dalam kepalaku seperti ada suara yang memintaku untuk mendengar percakapan mereka agar mengetahui kebenarannya,”“Sampai akhirn
Nadira terdiam kemudian terkekeh sambil berkata, “Kamu bilang dia cinta denganku? Menurutmu apakah mungkin?”Nadira tertawa dengan mata memerah dan kembali berkata, “Kalau dia mencintaiku, kenapa nggak pernah berinisiatif duluan? Kalau dia mencintaiku, kenapa dia langsung menghilang begitu saja tanpa meninggalkan pesan? Kalau dia cinta denganku, kenapa harus bersikap awas dengan semua kedekatanku dan harus menghindar?”“Kamu bilang dia cinta denganku, tetapi aku nggak pernah melihat rasa itu dari matanya. Semua sikapnya juga nggak cukup membuktikan. Cinta yang sesungguhnya apakah harus menghindar? Aku nggak akan percaya.”Ucapan Nadira membuat Darren dan Nana terdiam. Eddy sudah melukai hati perempuan ini sehingga membuat Nadira begitu tidak percaya diri. Dia begitu yakin kalau Eddy tidak mencintainya sehingga sikap yang diambil oleh Nadira juga begitu tegas.Mereka akhirnya mengerti kalau keputusan berpisah yang diambil oleh Nadira bukan hanya semata-mata sebuah kesalahpahaman atau si
“Nana, aku nggak mau mencoba lagi. Aku dan dia berasal dari dua dunia yang berbeda dan ditakdirkan nggak akan ada akhir,” kata Nadira dengan mata memerah tetapi terdengar yakin.Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Nadira bangkit berdiri dan berkata pada dua orang di hadapannya, “Sudah larut dan aku mau istirahat, kalian juga kembalilah. Jangan mencariku lagi, terima kasih.”Ketika dia berbalik dan mendongak, matanya bertemu dengan sosok lelaki yang berada di luar jendela. Mendadak keadaan di sekeliling mereka menjadi sangat hening dan sunyi.“Kak …” Nana bangkit berdiri ketika melihat Eddy. Dia terdiam karena tidak tahu harus memberikan respons seperti apa. Darren tidak terkejut sama sekali. Tangannya menekan sebuah logam hitam yang tak kasat mata. Logam tersebut sama dengan sambungan pendengar yang ada di telinga Eddy. Darren membiarkan Eddy mendengar semua percakapan mereka tadi.Setelah saling berpandangan sesaat, Eddy melangkah mendekat dengan sorot yang sulit dijelaskan dan pe