Rashel berjalan mendekat.Keempat anak itu tahu tidak ada gunanya bersembunyi, jadi mereka menundukkan kepala dan berjalan keluar.Ketiga anak laki-laki itu mengenakan pakaian kasual berwarna abu-abu, serta topi yang menutupi sebagian besar wajah mereka.Sementara yang anak perempuan mengenakan terusan, dengan sepasang mata berbinar cerah di bawah poninya.“Kenapa kalian ada di sini?” Rashel menunduk dan bertanya kepada mereka.Ketiga anak laki-laki itu sangat tinggi, mungkin hampir 1,5 meter, yang bisa dibilang sangat tinggi untuk anak berusia sembilan tahun.Sedangkan yang perempuan agak lebih pendek, tapi setidaknya masih 1,4 meter.Keempat anak itu berdiri rapi di depannya, yang sangat menarik perhatian.“Kami....” Eddy tidak ingin berbohong, tetapi tidak dapat menemukan alasan yang masuk akal. Dia ragu-ragu untuk waktu yang lama dan akhirnya tidak mengatakan apa-apa.Rashel langsung bertanya ke intinya, “Gedung perkantoran ini tiba-tiba didiskon 50%. Apa kalian yang ada di balikny
Ronald berjalan dengan perlahan dan seketika dia masuk ke dalam, seluruh divisi penjualan sudah kosong melompong, bahkan tidak ada satu pun pelayan toko yang terlihat di sana. Jantung Rashel pun kembali berdetak kencang. Dia punya alasan untuk curiga mungkinkah dia menderita penyakit jantung. Detak jantungnya selalu saja melompat-lompat tak terkendali.“Ini properti milik Tanjaya Group,” kata Ronald. “Aku bisa kasih satu bangunan ini buat kamu.”Rashel sungguh tidak mengira seorang pria yang dingin dan pendiam seperti Ronald rupanya bisa juga mengucapkan kata-kata yang begitu impulsif.Satu lantai dari gedung ini saja harganya sudah sekitar 120 miliar. Dengan total 30 lantai yang ada, kurang lebih keseluruhan harganya sudah mencapai 3,6 triliun. Kalau diberikan secara cuma-cuma ….Ronald menjentikkan jarinya, dan dalam sekejap seorang manajer dari divisi penjualan datang menghampirinya.“Peralihan hak milik gedung sudah diurus?” tanya Ronald.“Sudah, Pak Ronald. Sekarang cuma butuh tan
Ronald menggendong Rashel dan menurunkannya di sofa yang ada di lounge. Lalu dia berlutut di depan Rashel dan melepaskan sepatunya, “Bagian tumit kamu kulitnya mengelupas.”Sepatu hak tinggi yang Rashel kenalan baru saja dia beli dan baru digunakan sekali ini. Setiap kali mengenakan sepatu baru pasti akan terasa sakit, tapi Rashel sudah terbiasa dengan itu.“Iya, agak sakit, nih.kamu bisa tolong beliin aku plester?”Seketika itu sorot mata Ronald langsung dipenuhi dengan perasaan senang. Rashel yang selama ini selalu menolak bantuan darinya tiba-tiba meminta dibelikan sesuatu. Apakah itu berarti bahwa jarak antara dia dengan Rashel sudah mulai mendekat?“Oke, kamu tunggu saja di sini. Aku beliin sebentar.”Rashel langsung menghela napas lega begitu Ronald pergi. Dia mengenakan sepatunya kembali dan mengambil tasnya. Ya, dia berniat untuk melarikan diri, karena apabila dia tidak pergi di saat itu juga, kesempatan tidak akan datang untuk kedua kalinya.Ronald bagaikan sebuah racun yang m
Selama perjalanan di taksi, kedua mata Rashel terus memandangi apa yang ada di balik jendela. Mendadak ponselnya bergetar. Dia pun mengeceknya yang ternyata adalah panggilan masuk dari Ronald. Awalnya Rashel sudah tidak ingin mengangkatnya, tapi dia juga yang pergi tanpa pamit, jadi dia merasa sedikit tidak enak hati.“Pak Ronald, tadi kakakku tiba-tiba telepon, katanya ada masalah di rumah, jadi aku harus pulang duluan. Kamu nggak usah cari aku, aku lagi sibuk.”Esok hari Rashel sudah harus kembali ke Kota Abrha, jadi hari ini dia sudah harus mengemas barang dan tidak punya tenaga untuk menghadapi Ronald lagi.“Oke, hati-hati di jalan.”Ronald pun tak lagi memikirkan hal itu dan mengakhiri percakapan dengan terhormat. Rashel kembali menyandarkan kepalanya ke jendela taksi dan melepaskan napas yang panjang. Tak lama taksi yang dia naiki berhenti di depan pintu masuk sebuah apartemen. Rashel membayar ongkos perjalanan dan turun dari mobil dan langsung mengurung dirinya di kamar.Rashel
Rashel membuka laptopnya dan mengetikkan sesuatu dengan cepat di keyboard. Kemampuannya dalam meretas sudah makin terlatih selama beberapa tahun terakhir, jadi hanya masalah kecil tidak menjadi gangguan baginya. Asalkan ada petunjuk sedikit saja yang masih tersisa di internet, dia bisa melacaknya kembali.Tak sampai lima menit berlalu, foto wanita yang dinobatkan sebagai wanita tercantik di satu Suwanda, yang juga adalah istrinya Ronald berhasil ditemukan.“Gila, tampangnya sama persis kayak aku!” gumam Rashel seolah tak percaya dengan apa yang dia saksikan.Wanita yang ada di foto itu terlihat tidak hanya serupa secara penampilan, tapi bahkan perangainya yang serius juga sama persis …. Tiba-tiba Rashel jadi mengerti kenapa keempat anak itu bersikeras memanggilnya “Mama”, karena tampang Rashel memang sama seperti ibu mereka. Dan Rashel juga paham mengapa Ronald langsung jatuh cinta padanya pada pandangan pertama.Ternyata Rashel sama saja seperti Ivone, mereka hanya dianggap sebagai pe
Rachel ….Sedangkan dia adalah Rashel … sungguh kebetulan yang lucu.Rashel menutup ponselnya dan kembali membereskan barang-barangnya, tapi mendadak Ivone menjerit, “Astaga, Zico juga datang!”Di bawah sana datang lagi sebuah mobil putih, dan dari mobil itu Zico turun mengenakan jas berwarna silver. Dia langsung mendatangi Ronald dan menyapanya dengan panggilan “kakak ipar”. Dua kata yang terkesan sangat sederhana itu mengandung makna yang sangat beragam.Ronald menepuk bahunya dan berkata, “Lagi-lagi Rachel nggak mau ketemu aku. Kamu ada solusi apa, nih?”Zico mengeluarkan ponselnya dan menghubungi nomor Ivone. Bibir di wajah Ivone menaik tinggi melihat nomor Zico tampil di layar ponselnya. Dia sudah tahu Zico pasti tidak akan mengabaikannya. Dia sengaja menunggu agak lama sebelum mengangkat teleponnya. Lalu dengan nada bicara yang dingin tersirat sedikit kesenangan, Ivone berkata, “Halo, ini siapa?”“Ini aku, Zico,” jawabnya dengan nada yang ramah seperti biasa.“Kayaknya salah samb
Cahaya matahari yang menyelinap masuk melalui jendela membuat satu kamar terlihat berwarna keemasan. Rashel berdiri di dekat jendela dan berkata sambil menatap ke pemandangan yang ada di luar, “Pak Ronald mau ngomong apa?”“Aku sudah lihat berita yang ada di internet itu, tapi tolong percayalah sama aku. Faktanya bukan kayak begitu.”Rashel tidak menyangka Ronald datang untuk langsung menjelaskan tentang hal itu, dia pikir Ronald akan melarikan diri.“Aku penasaran dan nyari tahu fotonya istri kamu, dan ternyata tampangnya mirip banget sama aku. Gimana kamu menjelaskan soal itu?”Ronald seketika diam membisu ketika ditanya seperti itu. Biasanya dia bisa berbicara dengan sangat fasih ketika membicarakan pekerjaannya, bahkan dengan raut wajah yang begitu tenang dan tak goyah. Aan tetapi sekarang dia malah tidak tahu harus bagaimana menjelaskannya. Apakah dia harus bilang kalau Rashel itu sebenarnya adalah istrinya? Namun jika dia mengatakan itu, apakah itu akan membangkitkan kembali inga
Atau jangan-jangan … Ivone sungguh telah salang paham terhadap semua kejadian ini? Dia spontan menoleh ke arah Jecson dan bertanya, “Kakak tahu apa hubungan antara Ronald sama Zico?”Jecon yang sudah beberapa hari ini terus berhubungan dengan orang-orang di Tanjaya Group tentu tahu sedikit tentang mereka, maka itu dia menjawab, “Istrinya Ronald itu anak sulung di keluarga Adijaya, yang berarti dia itu kakak kandungnya Zico. Jadi, Ronald itu kakak iparnya Zico.”Seketika mendengar itu, kepala Ivone terasa seperti dibelah oleh sesuatu yang sangat keras membuatnya kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke sofa.“Kamu kenapa?” tanya Jecson seraya berlari memapahnya.“Ng-nggak apa-apa.”Kini Ivone mulai mengerti segalanya. Rashel kemungkinan besar adalah istrinya Ronald, makanya Ronald begitu tertarik kepadanya, dan karena itu juga Zico terus datang mencarinya ….Kalau Rashel benar dia adalah istrinya Ronald, berarti baik keluarga Tanjaya atau keluarga Adijaya telah mengerahkan semua yang me