Asisten rapat menunjukkan tempat duduk yang langsung kududuki setelah menyapa semua orang yang hadir, yang bersikap ramah padaku, kecuali pria yang terduduk di samping Max. Dia hanya mengangguk pelan ketika aku memperkenalkan diriku padanya.“Aku berhasil membawa Gid keluar dari kota panas bernama Surabaya dan membawanya kemari. Dia akan menjadi salah satu investor utama dalam proyek terbesar kita,” kata Max padaku. Hari ini, ujung dari rambutnya yang mencuat terlihat berwarna hijau mencolok. Tentunya bukan warna yang sama dengan yang akan digunakan Fia untuk perayaan penyambutan bayinya.“Oh, senang bertemu denganmu, Tuan Nalendra,” kataku, mengangguk dengan sopan pada pria itu, mencoba tidak merona seraya mengingat bagaimana aku telah bersikap kasar padanya beberapa menit yang lalu. Dia hanya mengangguk tanpa menjawab apa-apa.“Namun, kalian berdua terlihat seperti pernah bertemu sebelumnya,” singgung Max, tidak ingin melewatkan hal itu. Raut wajahnya terlihat penasaran.“Aku ber
Laura“Oh, Laura. Kamu kenapa, sih?” tanyaku pada diri sendiri, berdiri di luar toilet, melihat bahwa aku telah memasuki toilet pria. Yah, aku tidak memperhatikannya dengan baik. Benakku dipenuhi oleh perihal dengan Fia yang harus aku tangani.Astaga! Sekarang pasti kesan Gideon Nalendra terhadapku benar-benar buruk. Aku menghela nafas dan beranjak ke lift. Apakah dia akan memberi tahu adiknya? Adiknya mungkin akan memberi tahu Jason, lalu semua orang akan mengetahui kejadian memalukan itu. Yah, untungnya dia sedang memunggungiku sehingga aku tidak melihat bagian privatnya.Ketika aku turun ke lantai satu dari gedung itu dan beranjak keluar, aku menyadari bahwa di luar sedang hujan dan aku tidak membawa payung hari ini. Sial sekali! Mobilku diparkirkan di seberang jalan. Apakah hujannya akan berhenti jika aku menunggu sebentar? Aku tidak yakin. Pada akhirnya, aku tidak memiliki pilihan lain selain membasahi diriku sebelum memasuki mobilku. Aku tidak ingin sopirku basah karena mencob
Angin dingin berembus ke arahku, jadi aku merapatkan jaketku. Apakah dia akan membiarkan aku kedinginan di luar sini sampai aku menyerah dan pergi? Dia pasti sangat marah padaku.Untungnya, pintu itu terbuka dan muncullah Tama. Dia menatapku dengan sedikit gelisah, jadi hanya dengan melihatnya, aku bisa tahu kalau Fia tidak ingin bertemu denganku. “Hai, Lau… Masuklah, kamu pasti kedinginan di luar,” katanya, membuatku mengangguk dan memasuki rumah mereka.“Terima kasih, Tama,” ujarku, melepas jaketku karena di dalam udaranya hangat dan nyaman. Fia berdiri beberapa meter dariku sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya. Perutnya yang hamil mulai sedikit terlihat melalui kain bajunya dan raut wajahnya tampak benar-benar kecewa.“Halo, Nyonya Tanusaputera. Apakah Anna datang bersamamu?” tanya Abel seraya dia menghampiriku untuk memelukku.“Hai, sayang,” kataku, membalas pelukan gadis itu. “Anna tetap di rumah hari ini, tapi bagaimana jika kamu ikut ke taman bermain bersama
Laura“Laura! Tunggu!” Aku mendengar seseorang memanggilku dari seberang jalan, jadi aku berbalik untuk melihat Jason berlari ke arahku. Aku sedang berada di pintu masuk gedung tempat tinggalku dan baru saja turun dari mobilku. Ternyata, Jason telah menungguku selama ini. Aku menghela nafas lelah. Apa yang dia inginkan sekarang?“Jangan terlalu dekat, Tuan, atau saya harus menggunakan kekuatan saya,” ujar pengawalku memperingatinya, mengacungkan tangannya untuk menghentikan Jason.“Aku juga tau itu, sialan. Aku hanya perlu berbicara dengannya sebentar,” kata Jason, meminta untuk dilepaskan.“Apa yang ingin kamu bicarakan, Jason?” tanyaku, ingin dia segera mengakhirinya. Hari ini melelahkan bagiku. Aku hanya ingin cepat-cepat pulang dan berbaring di ranjangku.“Kamulah yang mengirimkan uang padaku, ‘kan?” tanyanya sementara Rafael, pengawalku, masih memeganginya. Mata Jason berbinar bersemangat seraya dia membaca ekspresi wajahku.“Uang apa?” tanyaku seolah aku tidak memahami apa
“Lihatlah si rakus ini yang kelihatan seperti Papa,” kataku, menggelitik perutnya, membuatnya tertawa terbahak-bahak.“Kalau begitu, ayo pergi. Ada toko es krim di seberang jalan,” kata Laura, menunjuk ke sebuah arah.Jadi, dia, Anna, dan aku beranjak ke tempat itu, lalu kami memesan beberapa es krim dan memakannya seraya kami berbicara, tentu saja pusat perhatiannya adalah Anna. Namun, terkadang aku menyadari Laura yang terlihat berbeda. Dia terlihat jauh lebih bahagia daripada sebelumnya dan sebuah kilauan kembali ke kedua matanya seolah dia sedang bersemangat mengenai sesuatu, atau seseorang...Terkadang, dia akan meraih ponselnya dan mengetik sambil tersenyum konyol dengan bibirnya, seolah dia sedang berbicara dengan seseorang yang membuatnya benar-benar meleleh. Aku merasa hatiku merosot karenanya. Mungkin, dia sedang dekat dengan seorang pria.“Beri tahu aku sesuatu, Anna. Apakah ibumu bilang kalau dia sedang berpacaran?” tanyaku seperti seseorang yang tidak menginginkan sesu
LauraAku sedang berbaring di ranjangku, merasa luar biasa bosan. Aku baru saja kembali dari bekerja dan hari ini cukup melelahkan.“Kamu tahu kalau kamu tidak perlu berada di sini, ‘kan? Gid? Kita hanya akan memeriksa.” Aku ingat Max mengatakan itu pada kakaknya ketika dia, kakaknya, beberapa desainer lainnya, dan aku sedang mengunjungi departemen kreatif di W.J. Itu adalah kewajiban timku dan aku untuk melihat bagaimana mereka bekerja supaya kami bisa beradaptasi, tapi anehnya, Gideon Nalendra menemani kami di kegelapan melalui bermacam-macam ruangan desain di pabrik W.J., yang tidak diperlukan karena dia adalah bagian dari eksekutif dan tugasnya hanyalah berinvestasi.“Aku akan mempertaruhkan triliunan dolar untuk ini, jadi aku tidak masalah ikut memeriksa,” jawabnya dengan tegas.Sebenarnya, berada di sekitar Gideon membuat kupu-kupu di perutku terbang dengan cemas. Rasanya seperti melayang. Pipiku akan merona ketika dia berbicara denganku, tapi dia tidak pernah mencoba meningg
“Sepatu itu pasti palsu,” kata Suzy, mencoba meyakinkan dirinya sendiri.“Suzy, itu hanya sepatu,” ucapku, mengingatkannya.“Oh, berhenti menjadi membosankan, dasar wanita tua! Biarkan aku sendiri. Aku ingin marah padanya, sial, dasar menyebalkan! Kehidupan dia sempurna sekali,” gumamnya.“Apakah kamu tahu kalau dulu aku pernah miskin?” tanyaku padanya.“Apa? Kamu miskin?” tanyanya, menunjuk padaku sambil menyeringai.“Iya, aku! Apa yang kamu pikirkan ketika kamu melihatku? Apakah menurutmu aku lahir di keluarga kaya juga?” tanyaku, dan dia mengangkat bahunya.“Tentu saja, jika kamu bisa menikah dengan pria seperti Jason Santoso dan memiliki teman-teman kaya seperti si palsu ini,” katanya, menunjuk pada profil Fia di ponselnya, “dan memiliki sebuah perusahaan, kamu pasti berasal dari keluarga kaya, atau kamu mendapatkan uang yang banyak ketika kamu bercerai dengan Jason.”Aku mengambil ponselnya dan mematikannya. “Oh, kamu keliru di bagian itu, sayang. Aku lahir di keluarga misk
LauraAku sedang mengenakan gaun merah ketat yang mencapai pertengahan pahaku. Gaun ini membentuk lekukanku dengan indah dan menyorot pesona dari tubuhku. Suzy membuatku mengenakan sepatu hak, memakaikan riasan wajah yang tebal, dan bahkan meluruskan rambutku yang bergelombang.Aku hampir tidak mengenali diriku sendiri di cermin. Aku terlihat seperti orang lain. “Wah, benar-benar menawan,” komentarku pada diri sendiri dan Suzy terkekeh-kekeh.“Bukankah sudah kubilang aku akan menemukan cara?” katanya.Aku membetulkan belahanku yang benar-benar terpampang dan menarik kain gaunku turun. “Namun, entahlah… Aku tidak pernah berpakaian seperti ini. Tidakkah menurutmu aku sedikit vulgar?” tanyaku takut-takut.“Tentu saja tidak. Kamu terlihat menawan! Wanita tercantik yang pernah ada,” kata Suzy, menepuk pundakku.“Em, tapi menurutku lebih baik jika aku tidak keluar. Anna mungkin akan merindukan aku,” kataku, sudah menyerah.“Itu tidak akan terjadi, sayang. Kamu tahu bahwa Anna diasuh d
Laura“Apa yang kamu bicarakan, Jason? Kenapa Anna dan kamu akan mengacaukan sesuatu?” tanyaku padanya, ingin tahu apa yang dia maksud. “Apakah menurutmu aku merasa menyesal karena berbicara dengan pacarku saat Anna dan kamu ada di sini? Mengapa aku harus merasa bersalah? Apa salahku? Aku benar-benar berterima kasih padamu karena telah sangat membantuku kemarin, tapi jangan berpikir macam-macam, Santoso. Kamu tahu betul kisah kita sudah berakhir.” Aku memastikan untuk mengatakan itu padanya.Jakunnya bergerak di tenggorokannya seraya dia menelan ludah, merasa gugup mendengar perkataanku. “Aku tahu kita sudah putus, tapi sejujurnya, aku masih merasa itu sangat disayangkan, Laura. Apakah kamu tahu apa yang Anna katakan padaku kemarin? Dia bilang dia berharap kita tinggal bersama lagi sebagai sebuah keluarga, seperti seharusnya. Tidakkah kamu pikir putri kita pantas mendapatkan itu, Laura?” tanyanya dengan penuh harap, alisnya berkerut dengan ekspresi yang sangat sedih. Jelas sekali dia
Laura“Jason? Apakah dia bersamamu?” Di panggilan telepon itu, Gideon bertanya padaku setelah aku merangkum sedikit mengenai hariku yang rumit kemarin. Aku baru saja menyebutkan Jason di laporanku dan bahkan tidak menyadari bahwa itu dapat membuat Gideon cemburu.Aku menggigit bibirku, merasa gelisah, mengingat bagaimana Jason hampir selalu ada dan membantuku dengan hampir segalanya kemarin. Bukankah itu akan membuat Gideon khawatir karena Jason tetaplah mantan suamiku dan kami masih memiliki masalah yang belum terselesaikan?“Oh, iya. Jason muncul di tengah-tengah semua kebingungan ini dan membantuku. Kamu tahu dia dan aku tinggal di kota yang sama,” jawabku, memperbaiki rambut pirangku yang sudah memudar. Mungkin aku harus kembali mengecatnya dengan warna cokelat seperti dulu.“Sungguh, dia muncul untuk membantumu? Untunglah dia ada di sana untuk membantu. Lagi pula, Anna adalah putrinya juga. Akan aneh jika dia tidak ada di sana dalam situasi yang mengkhawatirkan itu,” katanya,
Laura“Jangan terlalu memercayai Graham, Lau. Kamu tahu dia hanya memberitahumu semua kebohongan itu untuk membuatmu kebingungan dan menculik putrimu,” kata Suzy dari ujung telepon lainnya, menunjukkan bahwa dia tidak percaya kalau dia dan aku bersaudara.Aku tidak bisa menyangkal bahwa aku sedikit kecewa dengan jawabannya karena, jika dipikirkan baik-baik kisah kami dan hal-hal yang kami lalui di masa lalu, ada konsistensi yang kuat bahwa, terlepas dari segalanya, Graham telah mengatakan yang sebenarnya. Sebenarnya, mudah untuk mengakui itu, tapi Suzy bersikap seakan-akan dia tidak ingin hubungan ini ada di antara kami dan aku tidak dapat memahaminya.“Iya, Graham memang sangat jahat, tentunya,” jawabku sambil tertawa pelan. “Namun, dengan begini, kita bisa melakukan tes DNA sederhana hanya untuk memastikannya,” saranku seolah-olah aku tidak menginginkan apa-apa.“Oh, kamu tidak perlu mengkhawatirkan itu, Laura. Itu tidak penting sekarang. Ada hal-hal yang lebih penting dan mendes
LauraJason membawaku ke rumahnya dan tidak ada yang dapat kukeluhkan karena aku ingin memeluk putriku dan menghabiskan sisa malam ini bersamanya. Jason membawaku ke tempat Anna sedang tertidur dan aku hampir mati ketika aku melihatnya berbaring di ranjang dan memeluk bantal. Aku menghampirinya dan berlutut, memeluk dan menciumnya.“Aku sangat mencintaimu, sayang …. Aku sangat merindukanmu,” tangisku. Tiba-tiba, seluruh diriku hancur karena apa yang terjadi padaku hari ini. Aku merasa sangat lemah dan ketakutan. Demikian pula, aku telah melalui banyak hal.“Apakah kamu mau mandi dulu? Aku telah mengatur airnya dengan temperatur yang kamu suka,” kata Jason padaku sambil menghampiriku dengan lembut.Aku menatapnya, sedikit ketakutan, dan mengusap air mataku, mencoba membetulkan posturku. “Terima kasih. Aku akan mandi,” kataku sambil bangkit dari lantai dan beranjak ke kamar mandi kamar itu. Akan tetapi, aku memberi tahu Jason dulu. “Temani dia, oke? Jangan tinggalkan dia sendirian.”
LauraAku baru saja berbicara dengan Suzy. Aku masih memegangi ponselku dan senyuman konyol tersungging di wajahku. Aku sangat bahagia semua hal berakhir dengan baik dan Suzy telah terbangun hingga aku mau tidak mau tersenyum. Hari itu terasa seperti wahana halilintar bagiku, dengan begitu banyak ketegangan dan aksi yang terjadi dalam waktu yang sangat singkat. Segala halnya sangat sulit untuk ditangani, tapi setidaknya semuanya berakhir dengan baik. Setidaknya, aku berharap semuanya berakhir dengan baik.“Jadi, mengenai wanita yang meneror putrimu …,” kata Detektif Gunadi, yang memimpin penggerebekan markas Lukman, seraya dia menghampiri mobil ambulans tempat Clara dan aku sedang menerima perawatan. Pria itu masih tertutupi oleh debu dari puing-puing bunker akibat ledakan salah satu dindingnya, tapi dia tidak terlihat terluka atau terguncang. Lagi pula, itu adalah pekerjaannya dan dia baru saja mencapai kesuksesan yang luar biasa hari ini karena Lukman dan bawahannya telah menyulitk
SuzyAnehnya, Tama terus menemaniku lebih lama dari yang kukira. Dia terus memberitahuku berita-berita baru, hal-hal yang telah terjadi ketika aku tidak sadarkan diri. Baru beberapa jam berlalu sejak aku kehilangan kesadaranku, tapi tampaknya seluruh dunia telah hancur. Aku diberi tahu bahwa berkat bantuan Jason, Laura berhasil menyelamatkan putrinya karena Jason dengan pintar memasang GPS pada kalung Anna dan terus melacak langkahnya untuk memastikan keamanan gadis itu karena mereka menghadapi banyak ketegangan dengan ancaman dari Kinan.Aku juga diberi tahu bahwa Jason bahkan menemaninya dalam misi berbahaya Laura, yang mana Laura harus pergi ke markas Lukman untuk menyelamatkan nyawaku dan temanku. Entah dari mana, apakah Jason telah menjadi orang yang baik ataukah dia hanya melakukannya untuk meyakinkan Laura untuk kembali padanya? Jelas sekali bahwa dia belum menyerah terhadap Laura, jika dia memang akan menyerah terhadapnya.Yang lebih membuatku terkejut adalah pasangan yang t
SuzyKetika aku terbangun, rasanya seperti aku baru saja bangun dari mimpi buruk. Hal pertama yang kulakukan adalah mengusap perutku dan aku terkejut ketika aku menyadari bahwa perutku kosong. Apa? Apa artinya itu? Apakah aku telah kehilangan bayiku? Aku ingat Graham menendangku dan mendorongku di tangga, tidak peduli jika aku sedang hamil atau tidak.“Tidak …. Putriku,” tangisku, meraba-raba perutku dengan ketakutan. “Kumohon, putriku ….”Alarm pun berbunyi. Aku bahkan tidak bisa bangun karena aku merasa sangat lemah. Kemudian, tim medis memasuki ruangan itu.“Tenanglah, Nona Allen. Putri Anda aman dan sehat. Anda telah melahirkannya,” kata mereka padaku, membuatku terkesiap terkejut.“Apa? Putriku sudah lahir?” tanyaku terkejut.“Iya. Dia sudah menunggu Anda. Jadi, Anda harus menenangkan diri dan bekerja sama supaya Anda bisa segera pulih. Putri Anda sedang menunggu Anda,” kata mereka padaku.Aku menangis, tapi sekarang karena merasa lega. “Putriku sudah lahir …. Dia baik-baik
TamaAku memperhatikan Laura meninggalkan rumah sakit bersama Jason dan putrinya. Pundak wanita itu tegang karena dia sangat mengkhawatirkan adiknya, tapi itu adalah hal yang wajar. Hari ini bukanlah hari yang baik baginya karena segala hal yang sedang dia lalui. Hari ini benar-benar tidak berjalan dengan baik bagi kami semua, setidaknya bagiku. Perdebatan dengan Fia membuatku hancur. Aku tidak egois. Aku tahu Fia juga sedang kesulitan, tapi momen itu sangat sensitif bagi kami semua. Seorang bayi baru saja lahir, ditambah, Suzy terancam akan mati. Fia harus menerimanya, menenangkan diri, dan membiarkan segala halnya begitu saja.Aku menghela napas dan bangkit untuk mengambil minum. Aku berencana tinggal di rumah sakit setiap malam jika diperlukan hingga mereka memulangkan putriku dan Suzy sudah terbebas dari bahaya. Aku melakukannya bukan karena aku menyukai Suzy, tapi karena dia pantas mendapatkannya. Aku berterima kasih padanya karena telah melahirkan putriku ke dunia ini.Aku tid
Laura“Sekarang giliranmu. Berikan tanganmu,” kata Jason sambil mengulurkan tangannya padaku untuk mengeluarkan aku dari bunker berbahaya, tempat baku tembak sedang terjadi antara para polisi dan penjahat yang telah mengancam akan membunuh adikku dan temannya.Ada garis ketegangan di antara mata Jason dan rahangnya terkatup. Dia tidak suka aku bersikeras menyuruhnya mengeluarkan Clara terlebih dulu, tapi aku tidak memberinya kesempatan selain menyelamatkan gadis itu terlebih dulu.Jadi, sekarang aku mengangkat tanganku ke arahnya supaya dia bisa membawaku pergi dari sana, tapi sebelum dia bisa menggenggam tanganku, tubuhku terpukul dengan keras dan terbanting ke lantai. Aku terengah-engah dengan berat ketika aku merasa paru-paruku kehabisan udara. Rasa sakit di bagian tubuhku yang terbentur mengenai lantai menyebar ke seluruh tubuhku. Sebelum aku mengetahuinya, seorang pria mencengkeram leherku dengan erat dengan tatapan membunuh di matanya.“Kamu yang menelepon polisi, ‘kan, dasar