Aku membaringkan tubuhku dengan posisi telentang di kasur dan menatap langit-langit di ruang tahananku. Sungguh luar biasa bagaimana orang-orang bisa mengambil kesempatan dan hanya memikirkan diri mereka sendiri. Aku memikirkan Anna dan malam yang berbahaya itu ketika aku hampir mengorbankan nyawaku untuk menyelamatkannya. Aku belum pernah melihatnya lagi sejak pagi itu karena aku diperlakukan dengan penuh hina. Apakah dia baik-baik saja? Apakah mereka telah berhasil menemukan Laura? Aku menghela nafas dalam, tidur ke samping. Orang-orang sangat bodoh dan hanya memikirkan diri mereka sendiri…*****Tidak membutuhkan waktu lama bagiku untuk dibebaskan dari penjara. Tama melakukan apa yang telah dia janjikan. Dia membayarkan deposito untukku dan bahkan mencarikan hotel yang seadanya untuk kutinggali sambil menunggu jadwal aborsiku.“Tempat seperti itu, Tama? Kamu pikir aku siapa? Itu sebuah penghinaan, tahu? Kenapa kamu tidak sekalian membuangku ke gorong-gorong?” kataku ke ponselku,
SuzyKopi dan kue yang telah kupesan masih belum tersentuh di atas meja. Aku mengetukkan jemariku ke meja dengan gelisah karena aku akan berbicara dengan seseorang yang telah membuat janji temu denganku di kedai kopi di Jakarta Selatan. Ini adalah tindakan terakhirku sebelum aku meninggalkan kota ini selamanya.Tama tersayangku bahkan mencoba untuk menghentikan aku, mengirimkan anjingnya bernama Raffa di dekatku untuk menghentikan aku, tapi aku adalah gadis yang tumbuh besar di jalanan. Aku tahu betul bagaimana caranya untuk menyelinap dan kabur tanpa diketahui, jadi mudah bagiku untuk melarikan diri dari Raffa dan datang ke kedai kopi ini.Ketika aku mengirimkan pesan itu pada istri Tama, aku kira dia akan mengabaikan aku dan tidak memedulikannya, tapi wanita itu mengejutkan aku karena langsung meneleponku. Pada saat itu, aku tertawa dan beranjak ke lobi dari kamar hotel bintang limaku.“Halo?” kataku setelah mengangkatnya. Aku sangat santai dan suaraku terdengar percaya diri.“H
”Aku juga hamil, Suzy. Karena itulah aku kemari,” ungkapnya.Mataku membelalak dan aku tertawa. “Wah! Itu berarti Tama kesayangan kita mencetak dua gol di gawang yang berbeda,” kataku sambil tertawa. Jadi, dia juga hamil? Ternyata, itulah mengapa Tama tidak pernah ragu untuk membatalkan kehamilanku. Lagi pula, istri cantiknya ini akan melahirkan anaknya.Pada saat itu, pelayan tadi kembali, meletakkan kopi wanita itu di hadapanku, lalu melangkah pergi lagi. Istri Tama menyesap kopinya dalam diam, tapi jelas sekali bahwa dia tidak nyaman.“Aku harus melalui tindakan medis untuk menjadi hamil, Tama dan aku tidak cocok,” katanya.“Apa? Apa maksudmu?” tanyaku kebingungan.“Dengar, aku bahkan tidak mengerti maksudnya bahkan setelah para dokter menjelaskannya padaku,” katanya. Sekarang, raut wajahnya terlihat kebingungan dan sedih seraya dia melamun. Tampaknya seperti dia telah melalui banyak kesulitan karena masalah itu.“Pokoknya, cocok maupun tidak cocok, kamu hamil sekarang,” katak
FiaWanita ini, Suzy, memberitahuku mengenai keterlibatannya dalam penculikan Laura. Aku tahu bahwa orang itu adalah seorang wanita, tapi aku tidak tahu bahwa itu adalah dia. Dia memberitahuku bagaimana dia menyelamatkan Anna dan bagaimana dia membantunya. Itulah mengapa dia juga mengkhawatirkan Laura, jadi aku tidak bisa menolak permintaannya untuk ikut denganku ke rumah sakit.Oke, mendapati dia di dalam mobilku memang canggung. Maksudku, dia sedang mengandung anak suamiku, sesederhana itu, dan aku tidak bisa melakukan apa pun mengenai hal itu. Wanita itu cantik. Aku sudah melihatnya ketika aku melihat foto provokatif yang dia kirimkan ke ponsel suamiku. Dia kurus dan menarik dan aku mengerti kenapa para lelaki tertarik padanya, tapi tidak dengan Tama.Aku benar-benar terkejut ketika aku membuka pesan itu dan membacanya, mengetahui hal itu, dan aku bahkan tidak bisa meragukan apa-apa karena aku sadar bahwa Tama akhir-akhir ini bersikap aneh. Sekeras apa pun dia mencoba untuk menye
”Apa…Apa maksudnya ini?” tanya Tama dengan mata yang membelalak, menatapku dan Suzy. Aku memahami keterkejutannya. Lagi pula, dia telah melakukan segala hal untuk menyembunyikannya dariku.“Aku mengetahui semuanya, Tama,” kataku padanya, menatap matanya dengan dalam. Aku bisa melihat ketakutan di matanya. Keputusasaan itu begitu dahsyat sampai terlihat dengan jelas. Aku menatap Jason. “Suzy bilang dia telah diadili karena kesalahannya, dia sudah bebas sekarang dan karena dia jelas-jelas telah membangun ikatan ini dengan putrimu, aku membiarkannya ikut denganku, Jason,” kataku padanya.Dia membuka mulutnya, ingin membantah sesuatu, tapi dia melambaikan tangannya di depannya dengan gestur tidak tertarik. “Terserah, satu-satunya yang penting bagiku sekarang adalah Laura,” katanya sambil menghela nafas, langsung mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.Suzy beranjak untuk duduk di salah satu sofa sambil menggendong Anna di pangkuannya dan kedua orang itu berbincang dengan pelan. Aku me
FiaAda taman di halaman rumah sakit itu tempat dia dan aku bisa berbincang. Tama membawaku ke sana dan berdiri di hadapanku dengan tangan di sakunya. Dia masih tidak bisa menatap mataku.“Bagaimana ini bisa terjadi?” tanyanya pada diri sendiri dibandingkan padaku, mungkin masih ingin memproses kapan situasinya sudah tidak lagi berada dalam kendalinya.“Ini terjadi karena memang seharusnya terjadi. Kebohongan tidak akan bertahan selamanya,” kataku, terdengar tenang. Dia mungkin telah melakukan segala cara untuk menyembunyikannya dariku, tapi cepat atau lambat, aku pasti akan mengetahui kebenarannya.Dia menghela nafas. Fia, aku bahkan tidak tahu apa yang harus kukatakan…” katanya, tampak kecewa.“Kita telah membuat janji temu untuk bertemu dengan putri kita secara langsung di panti asuhan, semua dokumennya sudah diproses untuk adopsi anak itu. Pada saat ini, anak itu sangat berharap bahwa dia akan memiliki pasangan yang akan menyambutnya, bahwa dia akan memiliki seorang ayah dan i
LauraKetika aku terbangun, rasanya seperti aku terbangun dari mimpi yang dalam—delirium yang membuatku memercayai sebuah ilusi. Aku belum melupakan apa pun yang telah terjadi padaku. Aku masih mengingat semua rincian mengenai apa yang telah kulalui, begitu rinci sampai aku tidak merasa bahagia mengenai kembalinya aku.Ketika para dokter memperbolehkan orang-orang tersayangku untuk menemuiku, aku akhirnya bisa memeluk anakku lagi dan merasakan ketentraman yang hanya bisa kudapatkan darinya.“Aku sangat merindukanmu, Mama,” kata gadis itu dengan wajah kecilnya tertanam di pundakku. Aku tersenyum lembut, meletakkan tanganku di punggungnya untuk menunjukkan kasih sayangku.“Mama sudah ada di sini sekarang dan Mama tidak akan ke mana-mana, putri kecilku,” ujarku padanya, mencium pucuk kepalanya.Aku masih terbaring di ranjang rumah sakit. Ada selang-selang yang terpasang pada pembuluh darahku, memberiku obat dan nutrisi. Aku masih merasa lemah dan sakit, tapi setidaknya aku sudah tida
”Kamu harus tahu sebesar apa yang telah kukorbankan untuk menemukanmu dan bagaimana hasilnya. Aku menyerahkan seluruh diriku supaya bisa menemukanmu, dan walaupun aku tidak menemukanmu secara langsung, aku telah banyak membantumu secara tidak langsung karena jika tidak, Richard sialan itu bisa saja sudah membawamu keluar dari negara ini,” katanya, membuatku menyadari bahwa dialah pahlawan yang telah menyelamatkan aku.Pada saat itu, pintu perlahan terbuka. Itu adalah Fia lagi, hanya saja kali ini dia ditemani oleh Suzy. “Oh, maaf mengganggu, tapi Suzy ingin menyapamu,” kata Fia, tersenyum. Suzy mengangguk sambil tersenyum, menatapku juga.“Astaga, Fia. Sudah kubilang bahwa keluargaku dan aku tidak menginginkan hubungan apa-apa dengan wanita itu,” kata Jason, mendengus jijik.“Aku tidak masalah. Kamu juga tidak masalah keluar dulu sebentar, ‘kan?” tanyaku pada Jason. Dia menatapku dengan ekspresi tidak percaya, tapi dia bangkit dari kursinya dan pergi dengan enggan. Aku melihat Suzy
Laura“Kamu mau makan apa untuk makan malam hari ini? Fetucini dengan jamur atau tenderloin dengan kentang?” tanya Jason padaku di ujung telepon lainnya. Dia terdengar bersemangat untuk mempersiapkan makan malam untukku dan itu membuatku senang.“Em, aku suka tenderloin, tapi aku juga ingin fetucini. Aduh, ya ampun, aku harus bagaimana sekarang?” Aku menghela napas sambil berbicara padanya di telepon. Aku sedang berada di tempat kerjaku sambil fokus pada pekerjaanku dan, pada saat yang sama, berbicara dengan suamiku di telepon.“Aku bisa buatkan dua-duanya kalau kamu mau,” usul Jason setelah terkekeh.“Aduh, seharusnya aku pilih satu saja,” gumamku. Jason terkekeh lagi.“Ini bukan salahmu, kamu hanya tidak dapat menahan masakanku, jadi sulit untuk memutuskan. Kamu tahu aku mahir dalam segala hal yang kulakukan,” sombongnya, seperti biasa.“Hm, karena kamu bersikeras, aku ingin dua-duanya,” kataku padanya, tersinggung.“Astaga, aku tahu kamu senang menghukumku, ‘kan, wanita? Namu
AnnaMalam itu, Panca dan aku bersenang-senang bersama. Kami menjahili Paman Juan dan tunangannya, hal-hal yang tidak benar-benar menyakiti mereka, tapi itu merenggut kedamaian mereka. Misalnya, menuangkan minyak zaitun ke dalam anggur Paman Juan, menambahkan garam pada potongan kue pernikahannya, meletakkan bantal kentut di tempat duduknya, dan ketika dia duduk, dia membuat suara kentut yang konyol yang membuat semua orang menertawainya, dan hal-hal semacamnya.Itu sangat menyenangkan bagiku. Meskipun itu belum cukup bagi Panca, melihat Paman Juan mengalami semua hal-hal menyebalkan itu sudah membuatnya lebih gembira. Namun, kami tertangkap di penghujung pesta. Karena kami hanyalah dua anak-anak, tidak ada yang menganggapnya serius. Ayahku dan Paman Juan meneriaki kami dan bilang mereka akan menghukum kami, jadi Panca dan aku berlari untuk bersembunyi ketika para orang dewasa sedang mengomel tentang kami.“Itu luar biasa! Gila,” seru Panca sambil tertawa ketika kami berhasil melari
AnnaIni semua dimulai ketika aku berusia 11 tahun dan Panca Mardian ingin membunuh ayah tirinya.“Apakah ayahmu punya pistol?” tanyanya ketika dia dan aku sedang bersembunyi di langit-langit ruang dansa, tempat pernikahan Paman Juan dan ibunya diadakan.“Apa?” Sesaat, kukira aku salah dengar, jadi aku bertanya.Dia menatapku, mata cokelat tuanya mencolok. Dia masih praremaja, tapi dia sudah sangat misterius dan membuatku penasaran. “Aku butuh pistol untuk membunuh ayah baruku,” ungkapnya padaku.“Paman Juan? Kenapa kamu ingin melakukan itu? Dia adalah orang yang baik,” jawabku dengan marah.Dia menggerutu jijik dan kembali melihat ke lantai bawah. Para orang dewasa sedang berbincang dengan satu sama lain, menikmati pesta pernikahannya. “Pria itu mengirimkan ayahku ke penjara,” kata Panca, kata-katanya penuh oleh amarah.“Namun, itu adalah pekerjaan dia. Paman Juan adalah seorang polisi. Dia memasukkan orang-orang jahat ke dalam penjara,” kataku padanya, sedikit takut ketika aku
AnnaSaat guruku pergi setelah kelasnya berakhir, anak-anak di ruang kelas mulai membuat suara gaduh seperti biasa ketika mereka berbincang dengan satu sama lain. Aku masih tidak bisa percaya bahwa anak yang duduk di belakangku benar-benar Panca Mardian, jadi aku berbalik ke arahnya karena aku sudah memiliki sesuatu untuk dibicarakan, yaitu tentang tugas yang telah diberikan oleh guru aljabar kami.“Kamu mau mengerjakan tugas ini bagaimana? Kita bisa bertemu di mana?” tanyaku padanya, tapi dia hanya mengangkat bahunya sambil mencorat-corat buku tulisnya.“Terserah kamu saja. Aku tidak peduli,” jawabnya, tidak menatapku sama sekali. Dia benar-benar tidak mengenaliku dan aku tidak dapat memercayainya.Astaga, dia telah banyak berubah, dia telah bertumbuh begitu besar. Apa yang telah terjadi padanya selama bertahun-tahun kami jauh dari satu sama lain? Apakah dia telah membuat teman-teman baru? Apakah dia bahkan sudah punya pacar sekarang?Namun, aku terkesiap pelan ketika aku melihat
AnnaAku memutuskan untuk mengabaikan segala hal yang sedang kupikirkan dan fokus saja pada jadwalku. Aku sejauh ini adalah siswa terbaik di kelasku. Aku selalu berdedikasi dan bekerja keras. Aku tidak pernah diomeli. Guru-guru menyukaiku karena aku adalah siswa teladan untuk pada siswa lainnya. Itulah sebabnya mereka telah memilihku sebagai perwakilan kelas. Selain itu, akulah yang paling tahu bagaimana caranya memimpin dan bagaimana caranya mewakili kelas, karena itulah mereka sangat memercayaiku.Jadi, hari ini pun tidak ada bedanya. Ketika guru-guru masuk dan mengajar kami, aku selalu melihat diriku sebagai orang pertama untuk mengajukan diri untuk segala hal, selalu menyelesaikan pertanyaan paling sulit dalam matematika dan pelajaran lainnya yang ditakuti dan tidak disukai semua orang. Aku menantang diriku sendiri untuk selalu menjadi yang terbaik. Aku ingin membuat semua orang bangga karena aku akan menggunakan potensiku untuk menjadi lebih baik daripada orang tuaku dan membuat
AnnaKetika aku kembali ke mobil dan melihat kaca spion seraya aku melaju menuju pintu masuk sekolahku, aku bisa melihat Ciko dengan tangan di kepalanya dan pundak yang merosot, terlihat sedih tentang apa yang baru saja terjadi. Aku menghela napas pasrah dan memutuskan untuk melihat ke depan dan melanjutkan hidupku. Itu adalah hal terbaik yang bisa kulakukan.“Hei, Anna,” panggil Abel padaku begitu dia melihatku berjalan memasuki aula sekolah.“Hai, Abel.” Aku tersenyum kepadanya saat aku melihat dia, beranjak untuk memeluknya. Abel adalah anak kandung dari Bibi Fia, sahabat ibuku. Dia dan aku tumbuh besar bersama sebagai teman dan selalu terhubung dengan satu sama lain.“Apa yang terjadi? Kamu sedikit terlambat hari ini,” katanya sambil memandangku.“Em … itu karena aku tadi berbicara dengan Ciko di luar,” kataku padanya sambil menyelipkan rambutku di belakang telingaku, merasa tidak nyaman hanya memikirkan tentang Ciko.“Oh! Ciko ada di luar? Astaga, dia manis sekali! Kamu beru
Anna“Aku ingin putus denganmu, Ciko.”Ketika kata-kata itu akhirnya keluar dari mulutku, aku hampir tidak dapat memercayainya. Aku sudah ingin mengatakannya sejak lama sekali hingga aku berpikir bahwa saat ini aku hanya membayangkan diriku sendiri mengatakannya seperti sebelum-sebelumnya. Namun, kali ini, itu sungguhan. Aku bisa melihat wajah Ciko hancur di hadapanku—wajahnya yang sesaat yang lalu penuh harapan, sekarang terkejut dan bahkan merasa jijik dengan kata-kataku.Dia tersenyum dengan lemah, seakan-akan dia tidak memahami apa pun. “Kamu ingin putus denganku? Apa maksudmu? Apa yang kamu bicarakan?” tanyanya, terlihat benar-benar kebingungan.Aku menghela napas, menyadari bahwa aku seharusnya tidak mengatakan itu padanya tanpa pendahuluan apa-apa. Namun, aku bukannya bersikap tidak sensitif, itu hanyalah cinta monyet dan aku berhak mengakhirinya.“Kurasa sebaiknya kita bicara lagi nanti, Ciko,” kataku dan berbalik untuk pergi, tapi dia tidak membiarkan aku pergi menjauh da
AnnaKarena adik-adikku sudah marah padaku, salah satu dari mereka sudah tidak menanggapi apa yang kukatakan ketika aku berusaha berkomunikasi dengannya, dan yang satunya menendang-nendang kakinya ke belakang tempat dudukku berkali-kali dan membuatku merasa tidak nyaman, menyebutku anak yang terlalu dimanja.“Hentikan, Daniel,” pintaku, tapi anak itu tampaknya tidak mau menurut.“Kamu mengatakan sesuatu? Aku tidak bisa mendengarnya, aku tidak mendengarkan anak-anak perempuan menyebalkan seperti dirimu,” katanya padaku, membuatku makin jengkel.Aku hanya mengesampingkannya dan bersabar hingga aku akhirnya tiba di sekolah mereka. Apa yang bisa kulakukan tentang itu? Itu adalah hubungan asmaraku, oke? Mereka seharusnya tidak terlibat dalam hal ini seperti itu. Itu bukan urusan mereka.“Kamu bisa turun sekarang,” kataku pada mereka begitu aku berhenti di depan sekolah mereka.Mereka pergi tanpa bahkan berpamitan, tapi Stefan berbalik ke arahku dan berkata, “Kuharap harimu buruk hari
AnnaAku sedang berada di depan cermin sambil duduk di meja riasku selagi. Dengan penuh konsentrasi, aku mencoba memakai eyeliner di atas mataku, tapi suara adikku yang menyebalkan mengagetkanku ketika dia tiba-tiba memasuki ruang gantiku, berteriak-teriak dan meminta perhatianku. Aku berakhir memiliki garis hitam di wajahku, menghancurkan seluruh riasan wajahku.“Kenapa kamu berteriak-teriak, sih, Daniel Williams Santoso?” tanyaku dengan mata yang setengah terpejam, hampir mencekik lehernya dan menarik kepalanya.“Ew, menjijikkan! Kamu terlihat mengerikan dengan riasan wajah itu. Apakah kamu tidak tahu cara memakainya dengan benar?” ejeknya padaku dengan raut wajah jijik.Aku tidak dapat memercayai perkataannya. Dialah yang menghancurkan momen damaiku ketika aku sedang memakai riasan wajah di kamarku sendiri! Aku tidak mau mendengar hal itu dari anak ini yang tidak mengenal apa yang dimaksud dengan ruang pribadi.“Omong-omong, apa yang kamu inginkan?” tanyaku seraya aku mengambil