“Kau memiliki ibu Leary, di sini ibu tidak akan pernah meninggalkanmu,” jawab Olivia menghibur.“Ibu janji?”Olivia tidak menjawab, samar pandangan Leary mengabur, wajah Olivia yang menatap lembut dirinya dengan penuh kesedihan mulai berubah menjadi setumpuk bunga-bunga di pemakanaman.Leary terpaku berdiri dalam kedinginan bersama bibi Willis, namun kehadiran bibi Willis menghilang dengan cepat meninggalkan dirinya.Kekosongan yang ada di depan mata Leary berubah menjadi sosok Darrel yang berdiri di hadapannya, menatap dingin dan penuh amarah seakan Leary sudah membuat sebuah dosa besar.Tubuh Leary gemetar ketakutan, anak itu melihat ke sekelilingnya dengan bingung karena tidak ada siapapun di sisinya selain kegelapan yang pekat.“Ayah..” panggil Leary dengan suara yang serak.Darrel tidak menyahut.“Anda ayah saya kan?” tanya Leary terbata.Darrel tetap membungkam, sorot matanya kian tajam dan terlihat dipenuhi kebencian yang menyiratkan ia tidak mau berdekatan dengan Leary dan tida
Cukup lama Leary dan Ferez terdiam, secara perlahan Leary akhirnya kembali mendapatkan ketenangannya lagi.“Kenapa kau kebingungan untuk pulang?” tanya Ferez pelan. Ferez tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, dia juga tidak tahu mengapa Leary bisa dibawa oleh ayahnya karena Chaning tidak menjelaskan apapun.Leary mundur sedikit menjaga jarak, Leary mengangkat wajahnya untuk menatap Ferez, wajah mungil itu terlihat masih merah dan basah oleh air mata. “Aku haus,” bisik Leary serak.“Tunggu sebentar,” Ferez kembali turun dari ranjang dan pergi keluar kamar tamu. Ferez memutuskan pergi ke dapur untuk mengambil segelas air mineral dan sepiring kue yang mungkin bisa Leary makan.“Kenapa kau masih terjaga di tengah malam seperti ini?” suara Chaning terdengar di arah pintu. Ferez berbalik, melihat Chaning yang membawa gelas kopi yang sudah kosong. “Leary butuh minum.”Kening Chaning mengeryit, “Kenapa kau di kamar anak perempuan semalam ini?”“Memangnya kenapa? Kita berteman.”Chaning m
“Kenapa Kakak marah padaku? Aku salah apa?”“Salahmu? Kau suka berbohong dan tidak tahu berterima kasih,” jawab Petri sebelum pergi meninggalkan Ellis yang kini menangis lebih keras.Petri pergi keluar rumah dan mengabaikan tangisan Ellis yang kini terdengar. Petri berdiri di teras melihat kepergian Darrel yang sudah masuk ke dalam mobil.Mata Petri terasa panas, dengan cepat dia mengusap air matanya yang sempat terjatuh lagi.Tidak ada yang tahu seberapa terlukanya hati Petri saat ini, tidak ada yang tahu seberapa rapuhnya hati Petri sesungguhnya. Dia berusaha bersikap dingin dan tegar karena dia adalah anak laki-laki.Petri McCwin, meski dia dilimpahi banyak uang, namun dia tetap anak yang kesepian dan tidak bisa banyak mengungkapkan perasaannya karena terlalu terbiasa dengan memendamnya.Ketika ibunya pergi, Petri baru berusia lima tahun, betapa berat untuknya menerima kenyataan bahwa ibunya pergi begitu saja meninggalkannya. Di setiap malam Petri selalu menangis merindukan ibunya
“Tidurlah, ini sudah sangat malam,” titah Ferez.Leary mengusap permukaan selimut yang menutupi kakinya, pandangannya mengedar mulai sadar bahwa kini dia berada di tempat yang bagus. Leary merasa seperti sedang berada dalam istana.Dulu, dia sempat berpikir bahwa kamar yang diberikan oleh Darrel adalah kamar terbaik yang dimiliki Leary meski semuanya sudah usang dan kekurangan pencahayaan. Namun kamar ini jauh lebih bagus dan mewah dari kamarnya yang ada di rumah keluarga McCwin.Leary merasa takjub, kulitnya terasa nyaman karena seprai dan selimut yang tebal juga sangat lembut. Leary bergerak ke belakang dan membaringkan diri untuk bersiap-siap tidur lagi. Perhatian Leary tidak lepas dari Ferez yang kini masih duduk di sisinya.“Kenapa kau melihatku seperti itu?” tanya Ferez.Leary kembali bangun dan duduk dengan tegak. “Bulan ini aku ulang tahun, apa boleh aku meminta sesuatu pada Ferez?”Ferez langsung bersedekap di dada. “Kau semakin banyak menuntut ya.”“Aku tidak akan memaksa Fe
Dama duduk di sisi bak mandi tengah membantu membilas rambut Leary.Dama tersenyum samar, wanita itu tidak bersuara, sorot matanya yang lembut dan keibuan itu tidak dapat mengalihkan perhatiannya dari sosok Leary yang kini tengah duduk membelakanginya.Setelah empat tahun bekerja, ini untuk pertama kalinya Dama melihat keluarga Benvolio membawa seorang perempuan.Semalam, ketika Dama melihat Leary, wanita itu sempat berpikir bahwa dia adalah anak Liebert karena warna rambut dan garis wajah mereka yang sama. Namun ketika Dama melihat kondisi tubuh Leary yang begitu kurus kering, dan sorot mata yang menunjukan banyak kesedihan, Dama mulai berpikir bahwa dia bukan anak Liebert.Liebert sangat menyukai anak-anak, mustahil dia menelantarkan puterinya sendiri.Dama menurunkan pandangannya, melihat tulang Leary yang tercetak di sepanjang punggungnya. Dama penasaran, apakah anak ini mengalami kekurangan gizi? Mengapa dia begitu kurus dan lemah? “Nona, jika saya kasar, katakanlah, saya akan
Ferez beranjak begitu melihat piring Leary sudah bersih tanpa sisa. “Aku mengambil tasku dulu.”Kepergian Ferez kini menyisakan Chaning dan Leary yang sudah selesai makan.Leary melompat turun dari kursinya dan membawa piring kotor.“Kau mau ke mana?” tanya Chaning yang segera berhenti sarapan karena tingkah Leary yang terus menyita perhatiannya.Leary berdiri di sisi Chaning, anak itu mengangkat wajahnya dan menatap Chaning dengan serius. “Saya akan mencucinya.”“Tidak perlu,” Chaning merebut piring kotor di tangan Leary dan menyimpan kembali di meja. “Aku tidak mempekerjakan anak di bawah umur.”Leary mematung kaget, gadis kecil itu berdiri dalam kecanggungan, sorot matanya yang dalam tidak berhenti menatap Chaning.Kening Chaning mengerut samar terlihat risih karena Leary terus menatapnya seperti seekor anak anjing yang baru diberi makan. “Berhenti menatapku seperti itu,” peringat Chaning terdengar jengkel.“Kenapa Chaning sangat baik kepada saya?” tanya Leary pelan.“Aku tidak per
Leary menyimpan dengan baik uang pemberian Chaning di dalam koper, menggabungkannya dengan alat tulis dan sepatu pemberian Ferez. Ada senyuman yang terlukis di bibir mungil anak itu, kini Leary memiliki banyak harta yang harus di jaga.Leary akan berusaha belajar lebih giat lagi dan mengingat di mana tempatnya tinggal dulu agar bisa kembali ke desa.Leary mengambil sepotong pakaian miliki Olivia, Leary memeluk dan mengendusnya, bau parfume dan tubuhnya mulai memudar dan membuat Leary semakin rindu rumahnya.“Aku rindu ibu, tidak apa-apa jika kini aku tidak bersama ibu lagi, tapi datanglah ke mimpiku lebih sering,” bisik Leary penuh harap. Mata Leary terpejam, “Bulan ini aku ulang tahun, aku akan tumbuh lebih tinggi, aku tidak akan banyak mengeluh lagi karena ingin membeli kue. Aku akan lebih giat lagi belajar agar paman baik, Ferez, Burka, Jimmy, paman Liebert dan Andrew tidak kecewa padaku, aku juga tidak akan nakal lagi.”Tangan mungil Leary meremas lebih kuat pakaian Olivia, bebera
Suasana kelas kembali terdengar berisik ketika jam istirahat sudah tiba. Petri duduk sendirian dan terlihat merenung memperhatikan langit cerah melalui jendela, Petri tidak banyak berbicara sejak tadi pagi, pikirannya tidak berhenti berkelana memikirkan sesuatu.Satu persatu anak sekolah keluar kelas menikmati waktu istirahat mereka dengan bermain.“Pergilah lebih dulu, ada yang harus aku urus,” pinta Ferez pada Noah yang baru saja akan angkat bicara dan mengajaknya pergi.Noah melirik Petri yang duduk di samping sejajar dengan mejanya, lalu kembali melihat Ferez kembali. Tubuh Noah langsung membungkuk, Noah berbisik, “Kau tidak sedang memiliki masalah kan? Kau jangan membuat masalah, jika kita dikeluarkan dari sekolah ini, nanti kita tidak diterima di seluruh sekolah London,” peringat Noah memberitahu.“Aku tidak memiliki masalah. Jadi pergilah,” jawab Ferez.Noah sempat terdiam dan menatap tidak percaya, namun dia tidak memiliki alasan yang kuat agar bisa melihat apa yang sebenarnya