Suasana kelas kembali terdengar berisik ketika jam istirahat sudah tiba. Petri duduk sendirian dan terlihat merenung memperhatikan langit cerah melalui jendela, Petri tidak banyak berbicara sejak tadi pagi, pikirannya tidak berhenti berkelana memikirkan sesuatu.Satu persatu anak sekolah keluar kelas menikmati waktu istirahat mereka dengan bermain.“Pergilah lebih dulu, ada yang harus aku urus,” pinta Ferez pada Noah yang baru saja akan angkat bicara dan mengajaknya pergi.Noah melirik Petri yang duduk di samping sejajar dengan mejanya, lalu kembali melihat Ferez kembali. Tubuh Noah langsung membungkuk, Noah berbisik, “Kau tidak sedang memiliki masalah kan? Kau jangan membuat masalah, jika kita dikeluarkan dari sekolah ini, nanti kita tidak diterima di seluruh sekolah London,” peringat Noah memberitahu.“Aku tidak memiliki masalah. Jadi pergilah,” jawab Ferez.Noah sempat terdiam dan menatap tidak percaya, namun dia tidak memiliki alasan yang kuat agar bisa melihat apa yang sebenarnya
“Apa maksud Anda?” tanya Andrew kebingungan.“Saya pelayan di rumah ini, seorang pelayan tidak perlu di layani. Mulai sekarang saya akan bekerja dengan keras, saya akan membersihkan perpustakaan seperti yang Burka lakukan, membantu mengangkat jemuran. Saya akan berusaha.”Andrew terpaku, melihat Leary yang melompat turun dari ranjangnya dan merapikan pakaian ibunya yang kini sudah kusut. “Nona, Anda itu Nona besar di rumah ini, And_” Andrew tidak dapat melanjutkan ucapannya begitu melihat Leary berbalik dan berdiri di hadapanya.“Bukan Andrew. Tuan Darrel sudah memberitahu semuanya jika saya pelayan di sini. Anda tidak perlu melakukan apapun untuk saya, beri saja saya makan jika saya sudah bekerja.”Rasa sesak memenuhi dada Andrew, pria itu sampai membuang napasnya dengan kasar dan mengepalkan tangannya diam-diam di selimuti amarah yang begitu besar setelah mendengar semuanya.Ternyata, rumor pesta yang terjadi kemarin malam itu benar, semua orang membicarakan anak pelayan yang di ba
Leary memeluk tas itu dengan erat, tanpa berpikir panjang gadis kecil itu berlari pergi keluar. Beruntung Leary sudah sering berkeliaran dan bermain dengan Ferez, setidaknya dia tahu arah mall yang di sebutkan oleh Vika.Langkah kaki Leary bergerak cepat dengan terburu-buru, Leary tidak ingin dia terlambat datang dan membuat Petri gagal ikut lomba. Leary ingin menjadi seseorang yang berguna dan berhenti mendengarkan sindiran-sindiran seperti Vika yang terus mengatainya hanya menumpang hidup di dalam keluarga McCwin.Leary pergi menyusuri jalan, beberapa orang dewasa yang berpas-pasan dengannya tidak luput dari perhatian Leary, anak itu bertanya kepada mereka ke mana arah menuju sekolah yang di sebutkan oleh Vika.Wajah Leary terlihat mulai merah kelelahan karena terlalu banyak berlari, rambut peraknya yang panjang mulai kusut karena tersapu angin.Tanpa sengaja Leary tersandung oleh kakinya sendiri, namun tas dalam pelukannya tidak lepas dari perlindungannya. Dengan cepat Leary kembal
Petri mengusap air matanya yang sempat terjatuh dengan cepat. “Sekarang kau boleh panggil aku kakak.”Ucapan Petri berhasil membuat Leary kembali tertegun, mata indahnya mengerjap beberapa kali semakin dibuat terkejut hingga membuat Leary tidak tahu harus menjawab apa.Tangan Leary sedikit gemetar, dia terlihat gugup dan kebingungan karena tiba-tiba Petri begitu baik kepadanya. Tidak ada sorot mata kebencian, dia juga berbicara lembut kepadanya.Leary bertanya-tanya, mengapa Petri menjadi begitu baik kepadanya? Leary tidak terbiasa menerima kebaikan yang begitu besar dari orang-orang yang dulu membencinya.Pikiran Leary berkelana, teringat pertemuan pertama mereka dulu. Masih teringat jelas dalam kepala Leary mengenai ucapan Petri di masa lalu yang begitu membekas.“Aku dengar dari paman Andrew jika mulai sekarang kau akan tinggal di sini. Aku ingin, mulai sekarang dan selamanya, jangan mengajakku berbicara, jangan memanggilku kakak karena aku bukan kakakmu bukan juga keluargamu, adi
Leary terperangah tidak dapat menyembunyikan ekspresi terkejut sekaligus terpukaunya melihat toko game yang baru pertama kali dia lihat. Begitu banyak jenis mainan yang tersedia, selama ini Leary hanya melihatnya di photo majalah yang terbuang dan kini akhirnya dia memiliki kesempatan untuk melihat semuanya. Noah menjelaskan banyak hal kepada Leary yang baru pertama kali melihat ini. Noah anak yang baik, begitu dia tahu Leary beteman dengan Ferez, dia juga memperlakukan Leary seperti seorang teman.Leary di ajak mencoba bermain dan di ajarkan, sementara Ferez menghilang entah kemana sejak Leary mulai mencoba permaianan.Noah tampak senang bisa mengajarkan Leary karena Leary banyak tersenyum dan menunjukan banyak kebahagiaan meski itu hal yang kecil.Begitu berbeda ketika bermain dengan Ferez, Ferez jarang berekspresi, Noah merasa seperti bermain dengan sebongkah batu, namun sekalinya bertanding, Noah selalu dibuat kesal karena kalah.Semua kesenangan yang di ajarkan Noah adalah peng
“Kenapa Kakak terus menghindariku? Sejak kemarin Kakak terus menghindariku,” ucap Ellis seraya berlari mengerjar Petri yang kini berjalan cepat di depannya.“Biarkan aku sendiri Ellis,” jawab Petri terdengar dingin.“Tapi mengapa?” jerit Ellis marah.Anak-anak yang berkeliaran di sekitar mereka sontak melihat ke arah mereka, tidak seperti biasanya kakak beradik yang akur itu kini bertengkar.Petri berbalik, melihat ke sekitar dan melihat semua orang dengan dingin, menyiratkan sebuah peringatan agar mereka tidak perlu ikut campur, meski hanya sekadar ingin tahu. Pandangan Petri teralihkan pada Ellis yang kini mulai menangis seperti biasanya, Ellis terisak terlihat kesal dan tidak terima karena Petri terus menerus mengacuhkannya sejak kejadian pesta di malam itu.Ellis tidak tahu apa yang harus dia lakukan kedepannya jika Darrel berubah semakin dingin kepadanya dan Petri tidak lagi peduli kepadanya.“Kenapa Kakak berubah? Kenapa sekarang membenciku?” tanya Ellis menangis. “Aku sudah m
Di malam hari, kesibukan orang-orang mulai sedikit terhenti. Mereka berhenti beraktivitas dalam mempersiapkan pesta ulang tahu Ellis yang akan berlangsung besok malam.Andrew menarik para pekerja untuk kembali ke dapur dan beristirahat karena keluarga McCwin sedang berkabung, tidak boleh ada keributan yang berlebihan.Malam yang masih awal membuat Leary berkeliaran di sekitar taman mencari-cari bunga daun semanggi untuk dia gambar dan menghiasi surat yang ingin dia berikan kepada Ferez.Leary merangkak di atas rerumputan, melihat-lihat tumbuhan di keremangan cahaya, dia tidak berani mengambil satupun bunga-bunga indah yang ada di taman karena dia sudah mendengar kabar dari tukang kebun bahwa Darrel sangat sayang dengan tamannya. Leary baru berani mengambil daun semanggi karena itu adalah tumbuhan liar tidak di urus.Dua tangkai daun semanggi Leary dapatkan, Leary kembali berdiri dan menggenggamnya dengan hati-hati. Belum sempat Leary melangkah untuk pergi, tanpa sengaja dia melihat Da
“Aku punya hadiah untuk Ferez,” jawab Leary dengan senyuman lebarnya. Dengan terburu-buru Leary mengambil segulung kertas dari bawah meja dan memberikannya kepada Ferez. Ferez menerimanya dengan ragu, reaksi pertama Ferez saat melihat selembaran kertas itu adalah jijik sekaligus geli. Kertas itu di hiasi coretan pensil warna-warni yang acak-acakan, tulisan Leary yang buruk membuat Ferez harus mengeja setiap kata.“Ini hadiahnya?” tanya Ferez setengah tertawa meledek.“Ferez tidak suka?”“Dibandingkan dengan hadiah, ini terlihat seperti kertas.”Bibir Leary mengerut mendengarkan ejekan Ferez.“Bisa kau jelaskan ini apa?” suara Ferez berubah sedikit lembut.Leary langsung naik ke atas meja dan duduk di sisi Ferez, gadis kecil itu menunjuk coretan seperti cacing yang berdiri. “Ini Ferez, ini aku.” Jelas Leary, jari mungilnya langsung berpindah menunjukan pada gambar bulat-bulat di ujung kertas yang berwarna hijau. “Ini pohon ajaib.”“Pohon ajaib?”Leary mengangguk, dia segera merongoh d
Langit terlihat memerah, dalam waktu beberapa menit lagi akan benar-benar tenggelam. Leary duduk di rerumputan melihat banyaknya daun semanggi yang tumbuh subur.Gadis kecil itu terlihat merenung teringat Petri yang pernah dia beri daun semanggi.Petri, entah mengapa Leary ingin lebih dekat dengannya dan terus memikirkannya. Leary gelisah melihat Petri yang terlihat bersedih.“Apa yang kau lakukan di sini? Masuklah,” titah Chaning yang datang menyusul, sekilas pria itu melihat jauh keberadaan Ferez yang masih menunggangi kudanya di pacuan.Wajah Leary terangkat, menatap lekat Chaning yang kini disinari sinar matahari sore. Pria itu terlihat kuat, indah dan hangat, sehangat matahari sore.Leary tidak bersuara, namun anak itu terus menatap Chaning dalam diam, Leary bergumul dalam pikirannya mencoba untuk merangkai sesuatu untuk diungkapkan.“Kenapa?” tanya Chaning yang menyadari sesuatu.Leary segera berdiri. “Paman, apa boleh saya berteman baik dengan Petri?” tanya Leary terdengar seper
Ferez berjalan sendirian keluar dari kantin sekolah, beberapa saat yang lalu dia sempat pergi ke kelas Leary untuk memastikan keadaannya karena ingin tahu keadaannya. Ferez tidak menemukan keberadaannya, dia sempat berpikir Leary pergi ke kantin sekolah, namun ternyata Leary juga tidak ada.Cukup jauh Ferez melangkah akhirnya dia sampai di taman sekolah, tidak membutuhkan waktu lama untuknya mencari Leary karena kini perhatiannya langsung tertuju pada gadis kecil itu yang kini tersenyum melambaikan tangannya pada Petri yang beranjak pergi meninggalkannya.Ferez juga melihat Duke yang kini tengah berdiri di bawah pohon, Ferez tidak habis pikir dengan keputusan ayahnya yang mengirim Duke dibandingkan pengawal lainnya. Padahal Duke memiliki fisik yang mencolok dibandingkan dengan Romero.Tanpa pikir panjang Ferez segera pergi menghampiri Leary.“Ferez,” sapa Leary dengan senyuman lebar terlihat senang.“Bagaimana kelas pertamamu?” tanya Ferez seraya duduk, namun tatapannya yang tajam it
“Apa boleh saya duduk di sini?” tanya Leary memberanikan diri.Sekali lagi Petri menarik napasnya dalam-dalam, dan berkata, “Duduklah.”Leary memutuskan untuk duduk di samping Petri, sementara Duke berdiri menunggu di bawah pohon sambil berbicara dengan seorang anak laki-laki yang meminta tolong kepadanya karena bolanya menyangkut di dahan pohon.Leary dan Petri duduk berdampingan, keduanya terlihat terjebak dalam kecanggungan meski hatinya saling memiliki rasa penasaran dan bertanya-tanya ingin tahu kabar masing-masing.Petri melirik Leary yang kini membuka bekal makanannya di atas pangkuannya. “Kau mulai sekolah hari ini?”Leary mengangguk dengan senyuman.“Bagaimana perasaanmu?” tanya Petri lagi.“Luar biasa, saya sangat senang.”Petri ikut tersenyum meski jauh di dalam lubuk hatinya dia merasa sedikit iri karena tidak bisa pergi bersama ke sekolah dengan adiknya, malahan kini mereka berdua tampak seperti dua orang asing yang sedang mengobrol.Leary mengambil roti isi yang dibuat o
Noah menopang dagunya memperhatikan gurunya tengah berbicara di depan, perhatiannya sempat teralihkan pada Petri yang tengah membaca buku. Sejak kejadian hari itu, Petri menjadi jarang sekolah, dia harus menanggung banyak tanggung jawab dan lebih mementingkan untuk belajar khusus bisnis dibandingkan dengan sekolah umum untuk anak-anak seusianya.Keadaan Darrel tidak kunjung membaik dan dia terus mendapatkan perhatian khusus, bisa dikatakan mungkin kini keadaan jauh lebih buruk. Beruntung Adelle sering datang membantu Petri dikala dia kesulitan. Kini kediaman keluarga McCwin sudah kosong tidak berpenghuni, Petri lebih memilih tinggal bersama Andrew yang sampai saat ini masih setia kepadanya meski sudah mengundurkan diri.Karena kejadian di hari itu, Petri sempat tidak sekolah selama satu bulan, dia harus mendapatkan banyak bimbingan agar bisa melewati masa traumanya.Kini, Petri yang cerdas dan selalu kompetitif dalam belajar sudah berubah, dia lebih banyak diam dan menyendiri, menja
Chaning dan Liebert duduk dalam ketegangan, kehadiran kedua pria itu membuat seseorang guru yang mengurus administrasi pendaftaran sekolah sempat dibuat diam dan tersenyum canggung.Hari kemarin seseorang bertubuh tinggi besar dangan wajah bertato yang datang memberikan semua berkas keperluan, dan kini yang datang menjadi wali adalah dua pria bertubuh besar.Chaning dan Liebert berpenampilan rapi, namun aura mematikan mereka tetap saja tidak bisa dihindarkan. Terlebih, sebelumnya Russel pernah bertemu dengan Chaning yang pernah mendaftarkan Ferez.Nama Benvolio sangat begitu jarang digunakan, dan nama itu dikenal sebagai nama klan besar keluarga mafia.“Kita pernah bertemu sebelumnya, Anda orang tuanya Ferez?” ucap Russel berbasa-basi, padahal sebelumnya dia sudah dihubungi secara khusus oleh petinggi sekolah bahwa akan ada tamu penting yang akan medaftar anaknya sekolah.Chaning mengangguk samar.Russel berdeham pelan sambil menyeka keringat dingin di keningnya. “Jadi, anak atas nama
“Aku paman kandungnya, aku akan menjadi walinya,” Liebert angkat bicara ditengah-tengah sarapan pagi yang akan dimulai.Pagi ini Chaning dan Liebert tengah berdiskusi mengenai sekolah pertama Leary, nampaknya diskusi itu sedikit terganggu karena Chaning dan Liebert sama-sama ingin menjadi wali Leary.Chaning menengok seketika, pria itu mendorong piring makanan untuk Ferez. “Apa kau sudah lupa? Sekarang aku menjadi ayah angkatnya secara sah, secara garis besar aku lebih berhak menjadi walinya.”Kening Liebert mengerut samar, pria itu tampak tidak setuju dengan apa yang telah Chaning katakan kepadanya. “Ayah angkat di atas kertas, Leary masih memanggilmu paman.”“Memangnya kenapa? Saat kecil, Ferez juga memanggilku Chaning dibandingkan dengan sebutan ayah. Lagi pula, Leary lebih dekat denganku.”Liebert tersenyum miring, pria langsung bersedekap sombong. “Oh ya? Jika kalian sangat dekat, apa kau tahu keahilannya?”“Apa maksudmu? Aku lebih tahu tentang dia dibandingkan denganmu,” debat C
Empat bulan kemudian..Leary terbaring dalam kegelisahan, gadis kecil itu terlihat beberapa kali melihat baju seragam sekolahnya yang digantung di depan lemari. Besok adalah hari pertama dia akan sekolah, Leary sangat gugup dan berdebar hebat tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi besok.Keadaan Leary sudah pulih sejak tiga bulan yang lalu, namun karena dia masih kesulitan berbicara dan takut dengan orang asing, butuh waktu lama untuknya bisa pulih seperti sekarang.Kini, Leary telah kembali menjadi anak yang penuh semangat dan selalu ceria. Sejak tinggal di rumah Chaning, secara perlahan Leary mendapatkan lebih banyak keberaniannya berkat dorongan semua orang.Chaning maupun Liebert, mereka berdua memang tidak begitu bisa bersikap manis dan lembut seperti orang lain. Namun, mereka berdua mampu memberikan banyak kenyamanan dan rasa aman untuk Leary, mereka berdua selalu menumbuhkan rasa percaya diri Leary agar dia berhenti berpikiran buruk lagi dengan orang-orang yang ada di se
Desa Bibury, tempat yang telah Leary tinggalkan, tempat kenangan terakhir Olivia hidup, kini berada di depan mata. Leary berdiri terpaku, berdiri di tengah-tengah rumah kecil sederhana dan kumuh. Pandangannya mengedar melihat ke penjuru tempat, merasakan kembali kenangan indah dirinya bersama ibunya dulu.Leary mengusap dadanya, merasakan sesuatu perasaan yang kosong kini terasa kembali penuh hanya dengan membayangkan wajah Olivia, mencium sisa-sisa aromanya yang masih tertinggal.Di tempat ini, Leary melewati masa indah terakhirnya bersama ibunya. Leary melangkah pelan dalam tuntunan Chaning, mendekati sebuah tungku perapian. Di tempat itu, Olivia menghembuskan napas terakhirnya dalam pelukan Leary. Leary masih ingat, dia memeluk tubuh Olivia yang semula hangat berubah dingin, Leary yang sudah berjanji untuk menjadi anak yang kuat menahan air matanya hingga hembusan napas terakhir Olivia, hingga detak jantung terakhirnya, Leary menangis tanpa suara agar Olivia tidak mendengarnya.
Leary terduduk di kursi rodanya dengan sebuah pakaian yang tebal, gadis kecil itu tidak berhenti memandangi Liebert yang sejak tadi menyisir rambutnya, membantu mengenakan pakaian tebal hingga membantu mempersiapkan kepergian mereka karena pulang dari rumah sakit.Suara ketukan di pintu terdengar, tidak terduga Petri berdiri di ambang pintu. Ini untuk pertama kalinya Petri keluar usai kejadian itu, kini konisi Petri sudah mulai stabil berkat bantuan dokter. Petri berdiri tertunduk terlihat ragu untuk menatap.“Apa aku dibolehkan masuk?” Tanya Petri terdengar pelan nyaris tidak terdengar.Liebert sempat terdiam, pria itu lebih dulu melihat reaksi Leary. Jika Leary ketakutan, maka Liebert akan menolak.Melihat Leary yang terlihat tenang, Liebert akhirnya segera berdiri. “Masuklah,” jawab Liebert memberi izin.Petri mencoba memberanikan diri untuk mengangkat wajahnya dan menatap Liebert, orang sudah menembak kaki ayahnya dengan kejam. Namun entah mengapa, tidak ada kebencian di dalam ha