Suara ketukan di pintu terdengar, Andrew kembali setelah pergi beberapa menit.Samar terlihat ada bayangan di belakang kaki Andrew. Leary berdiri di belakang Andrew terlihat gugup untuk masuk dan menunjukan diri.“Nona, masuklah,” Andrew mendorong lembut bahu Leary.Leary mendongkak, menatap Andrew dengan ragu. Pada akhirnya kaki Leary melangkah masuk dan berdiri di samping Darrel. “Tuan, Anda memanggil saya?”Darrel menengok, Leary tidak lagi memangilnya dengan sebutan ayah, bahkan saat berbicarapun suara terdengar begetar.“Duduk dan makanlah,” jawab Darrel kembali melanjutkan makan.Leary melirik kursinya dengan ragu, anak itu menariknya dan perlahan merangkak naik ke atas. Belum sempat Leary mengambil alat makanya, anak itu dibuat diam mematung melihat kilatan tajam Ellis yang tertuju kepadanya.Tatapan itu menunjukan permusuhan dan kebencian.Leary tertunduk, mencoba untuk tetap makan meski perasaan asing dan penuh tekanan terus mengintimidasinya, membuat Leary ingin segera pergi.
Leary merangkak di sisi-sisi pagar rumput, melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda. Anak itu tengah mencari-cari daun semanggi yang sempat pernah dia lihat tumbuh di taman. Leary tidak memiliki apapun untuk bisa membalas kebaikan Petri, namun dengan daun semanggi, Leary pikir itu pantas untuk menjadi balasan atas kebaikan Petri.Leary merangkak perlahan mencari-cari pohon daun semanggi dengan teliti, begitu menemukannya, Leary mengambilnya dari akar menggunakan skop, dan memindahkannya pada sebuah gelas kecil yang tidak terpakai dan sudah terisi tanah.Setelah bersusah payah mencari pohon daun semanggi dan menyimpannya di mangkuk kecil pemberian Jimmy, Leary segera pergi menuju kamar Petri selagi semua orang sedang beristirahat.Leary mengetuk-ngetuk daun pintu kamar Petri begitu pelan, karena ragu dan takut Petri tidak menyukainya.Tidak berapa lama, pintu kamar Petri terbuka.Dalam satu langkah Leary mundur dan tertunduk malu.Petri terdiam tanpa suara namun matanya bergerak m
Anak anjing husky si itu di beri nama Joya.Butuh banyak waktu untuk bisa membuat Leary percaya bahwa anak anjing yang mirip serigala yang di bawa Ferez itu tidak berbahaya. Butuh banyak keberanian untuk Leary yang penakut dan lemah bisa sedikit tenang dan tidak gemetar hingga beberapa kali berlari menghindar ketika Joya mendekatinya.Kini Leary terlihat sedikit lebih tenang ketika Ferez memberikan Joya sebuah bola agar dia bisa bermain.Sifat Joya yang tidak begitu jauh dengan seekor anjing pada umumnya, perlahan Leary mulai tidak menjauh lagi ketika Joya mendekatinya. Leary hanya beberapa kali terpekik dan dibuat panik ketika Joya mengeliat hingga mengoyak selimut.Leary takut Joya merusak kamar terbaik yang selama ini di milikinya.“Bagaimana Ferez mendapatkan dia?” tanya Leary begitu pelan, Leary takut jika ada seseorang yang berada di luar mendengarkan.“Pamanku memberikannya sebagai hadiah. Karena macan yang kumiliki mati, ayah menggantinya dengan ini.”Bola mata Leary berbinar
“Aku.. aku tidak bisa menjaga sepatunya, bagaimana jika tuan Petri kecewa padaku? Bagaimana jika tuan Petri membeciku lagi?” isak Leary dengan napas tersenggal-senggal.Ferez terdiam tidak bisa langsung menjawab, Ferez memperhatikan ketakutan dan kesedihan di mata Leary seakan dunianya akan runtuh hanya karena sepasang sepatu.Ada sebuah rasa sakit langsung menusuk hati Ferez, rasa sakit tidak nyaman itu seakan mendorong Ferez harus ikut turun tangan urusan Leary.“Berhentilah menangis, berikan sepatumu,” kata Ferez.Bibir Leary menekan mencoba untuk menghentikan tangisannya, dengan tangan gemetar gadis kecil itu memberikan sepatunya yang sudah rusak. “Kau tidur saja. Besok sepatu ini akan kembali bagus,” hibur Ferez.“Tapi, bagaimana bisa?” “Kau tidak percaya padaku?” tanya Ferez dengan tatapan tajamnya.“Aku percaya Ferez.”“Jika percaya padaku, tidur saja dengan nyenyak, aku akan membawanya untuk di perbaiki. Kau tinggal tahu besok saja, jangan mengunci jendela. Kau paham?”Sekal
Leary terbangun begitu pagi, begitu dia membuka matanya, pemandangan pertama yang di lihat adalah sepasang sepatu yang begitu sama seperti apa yang sudah Petri berikan kepadanya.Dengan tergesa Leary duduk, dalam keadaan linglung karena baru bangun hingga harus mengucek matanya beberapa kali untuk memastikan apa yang dilihatnya bukan sekadar mimpi. Leary mengambil sepatu itu dan melihatnya dengan seksama.Tiba-tiba suara tawa bahagia terdengar dari mulut anak itu, Leary memeluk sepatu itu dengan erat dan membawanya pergi tidur bersama.“Ferez benar-benar seperti ibu peri di dalam dongeng.”Senyuman bahagia terlukis jelas di wajah mungil Leary. Segala kekhawatiran dan rasa takut yang menderanya sepanjang malam hingga membuat Leary mengigau kini berakhir dalam kebahagiaan dan rasa senang. Ferez memberikan keajaiban untuk Leary.Secarik kertas yang di letakan di atas sepatu Leary yang di rusak Megi membuat Leary mengambilnya. Leary membacanya dengan mengeja satu persatu kata untuk meng
“Ada apa ini?” suara lantang Darrel membuat semua orang langsung diam dan tertunduk. Keributan yang menimbulkan kebisingan membuat Darrel dan Petri yang sedang berdiskusi sangat terganggu.Tapan tajam Darrel langsung tertuju pada Megi yang kini berada dalam keadaan tidak baik-baik saja, lalu pria itu melihat Leary dalam pelukan Burka terngah menggigit bibirnya menahan tangisan dengan sebagian wajah memerah dan tergores.“Saya menuntut keadilan Tuan, Nona Leary menggunduli rambut saya dan semua pakaian saya tanpa sisa,” tuntut Megi memohon.Pelukan Burka mengerat merasakan suara napas Leary yang bergerak cepat dan menggeleng tidak mengakui tuduhan Megi. Leary sampai harus memejamkan matanya dan menggigit bibirnya kuat-kuat karena takut.Petri yang melihat situasi yang terjadi di landa kekhwatiran dan rasa curiga karen Megi adalah pelayan Ellis. “Atas dasar apa kau menuduhnya? Apa ada saksi?” tanya Petri bersuara.Megi menggeleng dengan berat. “Tapi saya sangat yakin dia melakukannya.”
“Kenapa kau melakukannya?” Darrel bersedekap, menatap tajam Ellis yang kini duduk di hadapannya tengah tertunduk gemetar begitu ketakutan karena semua orang sudah tahu jika dia sudah menyuruh Megi menggunting sepatu Leary.“Aku” Ellis menarik napasnya dalam-dalam. “Aku merasa kecewa dengan kakak karena dia membelikan Leary sepatu, tapi tidak denganku.”Darrel berekspresi dingin, jawaban kekanak-kanakan dan konyol Ellis membuat dia tidak habis pikir. Padahal selama ini Darrel memberikan uang lebih dari cukup untuk Ellis agar bisa sepuasnya membeli apapun yang dia mau, sementara Leary? Sejak anak itu tinggal di rumah, Darrel tidak pernah sedikitpun berpikir memberikan dia uang jajan yang layak. Bahkan untuk membeli pakaian barunya saja, Darrel sering kali menunda-nunda karena menganggap anak itu tidak penting.Apalagi yang membuat Ellis iri? “Jangan melakukannya lagi. Megi akan di pulangkan hari ini dan tidak bekerja lagi, begitu pula dengan beberapa pelayan lainnya, mulai sekarang kau
“Mengapa aku masih di benci?” bisik Leary bertanya pada kesunyian.Sekali lagi Leary menghapus air matanya.Pertanyaan sederhana yang terucap itu terdengar di telinga Darrel. Sejenak Darrel mematung kaget hingga merasakan ada sebuah tamparan hebat yang memukul wajahnya.Leary membuang mukanya dan mencoba untuk berhenti menangis.Sebuah pergerakan bayang melewati Leary, tanpa terduga, Darrel duduk di ujung kursi kayu yang Leary duduki. Darrel tidak tahu mengapa dia memutuskan ini, namun ada dorongan kuat yang membuat Darrel ingin melihat taman juga.Leary segera menurunkan kakinya dan tertunduk menyembunyikan kesedihan yang sempat dia tunjukan. Sesaat Leary mencuri-curi pandang pada Darrel yang kini duduk di sisinya.“Olivia” Darrel bersuara. “Apa yang Olivia lakukan selama di desa Bibury?”Leary kembali tertunduk, anak itu terdiam cukup lama karena terkejut, ini untuk pertama kalinya Darrel menanyakan ibunya setelah hampir tiga minggu lamanya Leary tinggal bersama kelurga McCwin.Lea
Langit terlihat memerah, dalam waktu beberapa menit lagi akan benar-benar tenggelam. Leary duduk di rerumputan melihat banyaknya daun semanggi yang tumbuh subur.Gadis kecil itu terlihat merenung teringat Petri yang pernah dia beri daun semanggi.Petri, entah mengapa Leary ingin lebih dekat dengannya dan terus memikirkannya. Leary gelisah melihat Petri yang terlihat bersedih.“Apa yang kau lakukan di sini? Masuklah,” titah Chaning yang datang menyusul, sekilas pria itu melihat jauh keberadaan Ferez yang masih menunggangi kudanya di pacuan.Wajah Leary terangkat, menatap lekat Chaning yang kini disinari sinar matahari sore. Pria itu terlihat kuat, indah dan hangat, sehangat matahari sore.Leary tidak bersuara, namun anak itu terus menatap Chaning dalam diam, Leary bergumul dalam pikirannya mencoba untuk merangkai sesuatu untuk diungkapkan.“Kenapa?” tanya Chaning yang menyadari sesuatu.Leary segera berdiri. “Paman, apa boleh saya berteman baik dengan Petri?” tanya Leary terdengar seper
Ferez berjalan sendirian keluar dari kantin sekolah, beberapa saat yang lalu dia sempat pergi ke kelas Leary untuk memastikan keadaannya karena ingin tahu keadaannya. Ferez tidak menemukan keberadaannya, dia sempat berpikir Leary pergi ke kantin sekolah, namun ternyata Leary juga tidak ada.Cukup jauh Ferez melangkah akhirnya dia sampai di taman sekolah, tidak membutuhkan waktu lama untuknya mencari Leary karena kini perhatiannya langsung tertuju pada gadis kecil itu yang kini tersenyum melambaikan tangannya pada Petri yang beranjak pergi meninggalkannya.Ferez juga melihat Duke yang kini tengah berdiri di bawah pohon, Ferez tidak habis pikir dengan keputusan ayahnya yang mengirim Duke dibandingkan pengawal lainnya. Padahal Duke memiliki fisik yang mencolok dibandingkan dengan Romero.Tanpa pikir panjang Ferez segera pergi menghampiri Leary.“Ferez,” sapa Leary dengan senyuman lebar terlihat senang.“Bagaimana kelas pertamamu?” tanya Ferez seraya duduk, namun tatapannya yang tajam it
“Apa boleh saya duduk di sini?” tanya Leary memberanikan diri.Sekali lagi Petri menarik napasnya dalam-dalam, dan berkata, “Duduklah.”Leary memutuskan untuk duduk di samping Petri, sementara Duke berdiri menunggu di bawah pohon sambil berbicara dengan seorang anak laki-laki yang meminta tolong kepadanya karena bolanya menyangkut di dahan pohon.Leary dan Petri duduk berdampingan, keduanya terlihat terjebak dalam kecanggungan meski hatinya saling memiliki rasa penasaran dan bertanya-tanya ingin tahu kabar masing-masing.Petri melirik Leary yang kini membuka bekal makanannya di atas pangkuannya. “Kau mulai sekolah hari ini?”Leary mengangguk dengan senyuman.“Bagaimana perasaanmu?” tanya Petri lagi.“Luar biasa, saya sangat senang.”Petri ikut tersenyum meski jauh di dalam lubuk hatinya dia merasa sedikit iri karena tidak bisa pergi bersama ke sekolah dengan adiknya, malahan kini mereka berdua tampak seperti dua orang asing yang sedang mengobrol.Leary mengambil roti isi yang dibuat o
Noah menopang dagunya memperhatikan gurunya tengah berbicara di depan, perhatiannya sempat teralihkan pada Petri yang tengah membaca buku. Sejak kejadian hari itu, Petri menjadi jarang sekolah, dia harus menanggung banyak tanggung jawab dan lebih mementingkan untuk belajar khusus bisnis dibandingkan dengan sekolah umum untuk anak-anak seusianya.Keadaan Darrel tidak kunjung membaik dan dia terus mendapatkan perhatian khusus, bisa dikatakan mungkin kini keadaan jauh lebih buruk. Beruntung Adelle sering datang membantu Petri dikala dia kesulitan. Kini kediaman keluarga McCwin sudah kosong tidak berpenghuni, Petri lebih memilih tinggal bersama Andrew yang sampai saat ini masih setia kepadanya meski sudah mengundurkan diri.Karena kejadian di hari itu, Petri sempat tidak sekolah selama satu bulan, dia harus mendapatkan banyak bimbingan agar bisa melewati masa traumanya.Kini, Petri yang cerdas dan selalu kompetitif dalam belajar sudah berubah, dia lebih banyak diam dan menyendiri, menja
Chaning dan Liebert duduk dalam ketegangan, kehadiran kedua pria itu membuat seseorang guru yang mengurus administrasi pendaftaran sekolah sempat dibuat diam dan tersenyum canggung.Hari kemarin seseorang bertubuh tinggi besar dangan wajah bertato yang datang memberikan semua berkas keperluan, dan kini yang datang menjadi wali adalah dua pria bertubuh besar.Chaning dan Liebert berpenampilan rapi, namun aura mematikan mereka tetap saja tidak bisa dihindarkan. Terlebih, sebelumnya Russel pernah bertemu dengan Chaning yang pernah mendaftarkan Ferez.Nama Benvolio sangat begitu jarang digunakan, dan nama itu dikenal sebagai nama klan besar keluarga mafia.“Kita pernah bertemu sebelumnya, Anda orang tuanya Ferez?” ucap Russel berbasa-basi, padahal sebelumnya dia sudah dihubungi secara khusus oleh petinggi sekolah bahwa akan ada tamu penting yang akan medaftar anaknya sekolah.Chaning mengangguk samar.Russel berdeham pelan sambil menyeka keringat dingin di keningnya. “Jadi, anak atas nama
“Aku paman kandungnya, aku akan menjadi walinya,” Liebert angkat bicara ditengah-tengah sarapan pagi yang akan dimulai.Pagi ini Chaning dan Liebert tengah berdiskusi mengenai sekolah pertama Leary, nampaknya diskusi itu sedikit terganggu karena Chaning dan Liebert sama-sama ingin menjadi wali Leary.Chaning menengok seketika, pria itu mendorong piring makanan untuk Ferez. “Apa kau sudah lupa? Sekarang aku menjadi ayah angkatnya secara sah, secara garis besar aku lebih berhak menjadi walinya.”Kening Liebert mengerut samar, pria itu tampak tidak setuju dengan apa yang telah Chaning katakan kepadanya. “Ayah angkat di atas kertas, Leary masih memanggilmu paman.”“Memangnya kenapa? Saat kecil, Ferez juga memanggilku Chaning dibandingkan dengan sebutan ayah. Lagi pula, Leary lebih dekat denganku.”Liebert tersenyum miring, pria langsung bersedekap sombong. “Oh ya? Jika kalian sangat dekat, apa kau tahu keahilannya?”“Apa maksudmu? Aku lebih tahu tentang dia dibandingkan denganmu,” debat C
Empat bulan kemudian..Leary terbaring dalam kegelisahan, gadis kecil itu terlihat beberapa kali melihat baju seragam sekolahnya yang digantung di depan lemari. Besok adalah hari pertama dia akan sekolah, Leary sangat gugup dan berdebar hebat tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi besok.Keadaan Leary sudah pulih sejak tiga bulan yang lalu, namun karena dia masih kesulitan berbicara dan takut dengan orang asing, butuh waktu lama untuknya bisa pulih seperti sekarang.Kini, Leary telah kembali menjadi anak yang penuh semangat dan selalu ceria. Sejak tinggal di rumah Chaning, secara perlahan Leary mendapatkan lebih banyak keberaniannya berkat dorongan semua orang.Chaning maupun Liebert, mereka berdua memang tidak begitu bisa bersikap manis dan lembut seperti orang lain. Namun, mereka berdua mampu memberikan banyak kenyamanan dan rasa aman untuk Leary, mereka berdua selalu menumbuhkan rasa percaya diri Leary agar dia berhenti berpikiran buruk lagi dengan orang-orang yang ada di se
Desa Bibury, tempat yang telah Leary tinggalkan, tempat kenangan terakhir Olivia hidup, kini berada di depan mata. Leary berdiri terpaku, berdiri di tengah-tengah rumah kecil sederhana dan kumuh. Pandangannya mengedar melihat ke penjuru tempat, merasakan kembali kenangan indah dirinya bersama ibunya dulu.Leary mengusap dadanya, merasakan sesuatu perasaan yang kosong kini terasa kembali penuh hanya dengan membayangkan wajah Olivia, mencium sisa-sisa aromanya yang masih tertinggal.Di tempat ini, Leary melewati masa indah terakhirnya bersama ibunya. Leary melangkah pelan dalam tuntunan Chaning, mendekati sebuah tungku perapian. Di tempat itu, Olivia menghembuskan napas terakhirnya dalam pelukan Leary. Leary masih ingat, dia memeluk tubuh Olivia yang semula hangat berubah dingin, Leary yang sudah berjanji untuk menjadi anak yang kuat menahan air matanya hingga hembusan napas terakhir Olivia, hingga detak jantung terakhirnya, Leary menangis tanpa suara agar Olivia tidak mendengarnya.
Leary terduduk di kursi rodanya dengan sebuah pakaian yang tebal, gadis kecil itu tidak berhenti memandangi Liebert yang sejak tadi menyisir rambutnya, membantu mengenakan pakaian tebal hingga membantu mempersiapkan kepergian mereka karena pulang dari rumah sakit.Suara ketukan di pintu terdengar, tidak terduga Petri berdiri di ambang pintu. Ini untuk pertama kalinya Petri keluar usai kejadian itu, kini konisi Petri sudah mulai stabil berkat bantuan dokter. Petri berdiri tertunduk terlihat ragu untuk menatap.“Apa aku dibolehkan masuk?” Tanya Petri terdengar pelan nyaris tidak terdengar.Liebert sempat terdiam, pria itu lebih dulu melihat reaksi Leary. Jika Leary ketakutan, maka Liebert akan menolak.Melihat Leary yang terlihat tenang, Liebert akhirnya segera berdiri. “Masuklah,” jawab Liebert memberi izin.Petri mencoba memberanikan diri untuk mengangkat wajahnya dan menatap Liebert, orang sudah menembak kaki ayahnya dengan kejam. Namun entah mengapa, tidak ada kebencian di dalam ha