Informasi yang diberikan Wony kepada Darrel berhasil membuat pria itu langsung menyibukan diri mencari detective agar bisa segera berangkat ke Skotlandia dan menemukan Olivia. Perasaan Darrel yang masih kuat kepada Olivia mencipatakan banyak kekhawatiran. Kini Olivia ada di Inggris, besar kemungkinan mereka bertemu akan lebih tinggi. Wony harus menyingkirkan Olivia secepatnya. Setelah perjuangannya yang besar menyingkirkan Olivia dengan berbagai cara, Wony tidak akan membiarkan Olivia kembali. Susah payah Wony berusaha mengisi posisi anak Olivia dengan Ellis, meski saat ini hanya diberpolehkan sebatas memanggil Darrel dengan panggilan ‘ayah’. Wony percaya, lambat laun Ellis akan menjadi anak angkat Darrel dan menjadi salah satu pewaris kekayaan keluarga McCwin. Wony melangkah dengan percaya diri memasuki mansion, beberapa pelayan yang tidak sengaja berpapasan dengannya membungkuk memberi hormat layaknya bertemu dengan nyonya besar. Jauh Wony melangkah, wanita itu akhirnya berdiri
Leary terbangun di sore hari ketika langit sudah menguning, anak itu duduk di kursi memandang penjuru arah mencari-cari keberadaan Olivia yang tidak terlihat. “Ibu..” panggil Leary dengan suara yang serak. Leary melompat turun dari kursi dan memeriksa setiap ruangan untuk mencari-cari Olivia dan memanggil namanya. “Ibu..” panggil Leary lagi. Leary membuka pintu belakang dan duduk di ambang pintu melihat ke belakang rumahnya, anak itu sempat menangis karena tidak menemukan keberadaan Olivia. Leary menarik napasnya dengan sesak, dia baru ingat jika tadi ibunya pergi dan tidak memungkinkan untuk Olivia berada di rumah untuk dua sampai tiga hari ini. Dengan berat hati Leary kembali beranjak, dan kembali menutup pintu, tidak lupa menguncinya. Dalam suasana sepi yang tidak begitu menyenangkan, Leary pergi ke kamar mandi dan menanggalkan semua pakiannya sebelum memulai mandi sendiri. Tidak mudah melakukan hal-hal seperti ini sendirian, tetapi Leary akan terus belajar agar dia bisa men
Hujan kembali turun di malam hari, Leary di lantai sisi jendela yang dekat dengan meja persembunyiannya. Leary duduk memeluk lututnya, di depannya terdapat segelas susu yang berhasil dia dapatkan meski harus membuat air tumpah dan sempat mengenai tangannya. Tubuh Leary gemetar kedinginan, kilauan hijau manic mata Leary terlihat berkilauan di antara kilatan petir yang muncul diluar rumah. Ada perasaan sesak yang membuatnya sulit bernapas dan terdorong ingin menangis, namun Leary menahannya sekuat mungkin. Leary meminum susunya perlahan, bola matanya sesekali melihat ke pintu depan, takut jika aka nada orang asing yang datang. Jam di atas lemari sudah menunjukan pukul satu malam, Leary mulai beranjak dari tempat duduknya, anak itu menatap ke sekitar dengan bingung. Perutnya sakit karena ingin buang air kecil, namun dia takut. Dalam langkah yang ragu Leary mengambil dua bonekanya, lalu menyimpannya di depan pintu toilet yang terbuka lebar. Berkat keberadaan boneka-boneka itu Leary
Sunyi sepi kediaman keluarga McCwin membuat Olivia bergerak sedikit lebih leluasa melalui taman yang kekurangan pencahayaan. Olivia memanjat sebuah tangga darurat untuk bisa sampai lantai dua dan berada di balkon kamar Petri. Olivia tidak memperhatikan apapun di sekitarnya karena kini tujuan utamanya adalah melihat Petri. Kaca jendela yang tertutup rapat membuat Olivia harus membukanya dengan pisau yang dia bawa. Dengan penuh kehati-hatian Olivia masuk ke dalam, melihat putra kesayangannya yang tertidur lelap di bawah remang cahaya. Kaki Olivia gemetar tidak bertenaga, air mata luruh tidak terbendung membasahi pipi begitu melihat sosok yang selama ini sangat ingin dia temui. Selama ini Olivia hanya melihat Petri dan mengetahui kabarnya dua bulan sekali melalui laporan dan sebuah photo yang di ambil diam-diam, dan kini dia memiliki kesempatanuntuk melihat putranya secara langsung. Petri tampak tumbuh dengan baik tanpa kekurangan, kecuali seorang ibu. Tangan Olivia terkepal sampa
Olivia sudah kembali ke motel, wanita itu terlihat duduk merenung tidak bisa tidur, pikirannya terus tersita pada apa yang telah dia lihat satu jam yang lalu. Wony, perempuan tidak tahu diri itu tidak hanya ingin melenyapakan Olivia, dia juga mencuri dan ingin mencelakai Petri. Niat kejam Wony membuat Olivia risau, Olivia harus mengutamakan keselamatan Petri sebelum semuanya terlambat. Bahkan meski Wony masih baru berencana mencelakai Petri, memang sudah sepantasnya jika Wony disingkirkan. Sebuah kertas kosong dan pena berada di atas sebuah buku, Olivia ingin mengirimkan surat kepada sahabatnya yang selama ini selalu menjadi teman terbaik adiknya juga. Olivia mengambil pena itu dan sejenak terdiam, mencoba memikirkan kata-kata yang harus dia rangkai untuk menyapa setelah sekian lama tidak memberi kabar apapun. Untuk adikku, Joan. L September 1997 Aku sungguh minta maaf karena baru sempat memberimu surat lagi untuk memberi kabar, ada banyak alasan yang sulit aku jelaskan kepadam
Leary berbalik, kembali melangkah, anak itu pergi melewati beberapa rumah lagi sampai akhirnya bertemu dengan ibu Jamila, salah satu anak yang berteman dengan Moore. Kate, ibu Jamila, kini dia tengah berada di kandang kuda. Leary berdiri di depan pagar kayu, tidak memiliki keberanian untuk masuk sembarangan setelah mendapatkan bentakan seperti yang telah terjadi beberapa saat yang lalu. “Nyonya,” sapa Leary pelan. Kate tidak menyahut, wanita itu hanya menatapnya sekilas dan kembali memberi rumput untuk pakan kudanya. “Nyonya, apa boleh saya minta tolong?” tanya Leary memberanikan diri. Kate keluar dari kandang kudanya dan menatap tajam Leary, memperhatikan penampilannya yang berantakan. Sontak Leary mundur dua langkah dan tertunduk. “Ada apa?” tanya Kate. Leary menarik napasnya pelan, bibir mungilnya menekan dan matanya sedikit berkaca-kaca dipenuhi keraguan karena takut kembali mendapatkan bentakan. “Anu ini,” tangan mungil Leary gemetar menunjuk rambutnya, “di rambut saya ad
Bibir mungil Leary terkatup rapat agar tidak mengeluarkan segukan sisa tangisnya, kedatangan orang asing yang selalu berbuat jahat membuat Leary waspada. Kini ibunya tidak ada di rumah, tidak ada yang bisa melindunginya. Orang-orang yang tinggal di sekitar tidak peduli kepadanya, sulit meminta pertolongan. Gerak-gerik William yang mengintip jendela depan rumah membuat Leary kian takut, tanpa membuang waktu, anak itu berlari pergi ke belakang menuju bukit. Leary ingat betul dengan nasihat Olivia yang meminta dirinya untuk berlari pergi sejauh mungkin jika bertemu dengan orang asing yang bertindak mencurigakan. Kaki kecil Leary terseok-seok sampai membuat dia terjembab di antara rerumputan. Dengan lemah anak itu kembali bangun dan memutuskan duduk di bawah pohon delima sambil memperhatikan rumahnya untuk memastikan kapan William pergi. Kehadiran Leary selalu tidak diharapkan dan penampilan rambutnya yang berubah membuat anak-anak yang tengah bermain mulai memperhatikannya. Mereka m
Di bawah rindangnya pohon delima, Leary masih duduk memperhatikan, tidak ada keberanian untuknya pulang, Leary takut orang jahat itu menyakitinya. Leary beranjak dari duduknya, pergi ke pinggiran sungai untuk menunggu Jach yang mungkin saja hari ini akan melewati rumahnya. Hari mulai siang, matahari mulai terik, ada beberapa kuda yang melewati jalan sepanjang sungai, namun Jach tidak terlihat sedikitpun. Sementara William yang mencari Olivia dengan Leary masih belum pulang, pria terlihat siap siaga, tidak sabar melancarkan aksinya dan membawa kepala Olivia dan anaknya ke hadapan Wony. *** Waktu telah berlalu, matahari sudah mulai menuju arah barat, Leary sampai ketiduran di atas bebatuan. Jach yang ditunggunya, hari ini dia tidak lewat, kemungkinan dia tidak memiliki sesuatu untuk dijual sehingga tidak pergi ke pasar. Leary sangat ingin pergi ke rumah Jach, namun karena harus melewati hutan dan jalan yang sangat jauh, Leary takut tersesat. Suara perut yang lapar dan mulut yang
Langit terlihat memerah, dalam waktu beberapa menit lagi akan benar-benar tenggelam. Leary duduk di rerumputan melihat banyaknya daun semanggi yang tumbuh subur.Gadis kecil itu terlihat merenung teringat Petri yang pernah dia beri daun semanggi.Petri, entah mengapa Leary ingin lebih dekat dengannya dan terus memikirkannya. Leary gelisah melihat Petri yang terlihat bersedih.“Apa yang kau lakukan di sini? Masuklah,” titah Chaning yang datang menyusul, sekilas pria itu melihat jauh keberadaan Ferez yang masih menunggangi kudanya di pacuan.Wajah Leary terangkat, menatap lekat Chaning yang kini disinari sinar matahari sore. Pria itu terlihat kuat, indah dan hangat, sehangat matahari sore.Leary tidak bersuara, namun anak itu terus menatap Chaning dalam diam, Leary bergumul dalam pikirannya mencoba untuk merangkai sesuatu untuk diungkapkan.“Kenapa?” tanya Chaning yang menyadari sesuatu.Leary segera berdiri. “Paman, apa boleh saya berteman baik dengan Petri?” tanya Leary terdengar seper
Ferez berjalan sendirian keluar dari kantin sekolah, beberapa saat yang lalu dia sempat pergi ke kelas Leary untuk memastikan keadaannya karena ingin tahu keadaannya. Ferez tidak menemukan keberadaannya, dia sempat berpikir Leary pergi ke kantin sekolah, namun ternyata Leary juga tidak ada.Cukup jauh Ferez melangkah akhirnya dia sampai di taman sekolah, tidak membutuhkan waktu lama untuknya mencari Leary karena kini perhatiannya langsung tertuju pada gadis kecil itu yang kini tersenyum melambaikan tangannya pada Petri yang beranjak pergi meninggalkannya.Ferez juga melihat Duke yang kini tengah berdiri di bawah pohon, Ferez tidak habis pikir dengan keputusan ayahnya yang mengirim Duke dibandingkan pengawal lainnya. Padahal Duke memiliki fisik yang mencolok dibandingkan dengan Romero.Tanpa pikir panjang Ferez segera pergi menghampiri Leary.“Ferez,” sapa Leary dengan senyuman lebar terlihat senang.“Bagaimana kelas pertamamu?” tanya Ferez seraya duduk, namun tatapannya yang tajam it
“Apa boleh saya duduk di sini?” tanya Leary memberanikan diri.Sekali lagi Petri menarik napasnya dalam-dalam, dan berkata, “Duduklah.”Leary memutuskan untuk duduk di samping Petri, sementara Duke berdiri menunggu di bawah pohon sambil berbicara dengan seorang anak laki-laki yang meminta tolong kepadanya karena bolanya menyangkut di dahan pohon.Leary dan Petri duduk berdampingan, keduanya terlihat terjebak dalam kecanggungan meski hatinya saling memiliki rasa penasaran dan bertanya-tanya ingin tahu kabar masing-masing.Petri melirik Leary yang kini membuka bekal makanannya di atas pangkuannya. “Kau mulai sekolah hari ini?”Leary mengangguk dengan senyuman.“Bagaimana perasaanmu?” tanya Petri lagi.“Luar biasa, saya sangat senang.”Petri ikut tersenyum meski jauh di dalam lubuk hatinya dia merasa sedikit iri karena tidak bisa pergi bersama ke sekolah dengan adiknya, malahan kini mereka berdua tampak seperti dua orang asing yang sedang mengobrol.Leary mengambil roti isi yang dibuat o
Noah menopang dagunya memperhatikan gurunya tengah berbicara di depan, perhatiannya sempat teralihkan pada Petri yang tengah membaca buku. Sejak kejadian hari itu, Petri menjadi jarang sekolah, dia harus menanggung banyak tanggung jawab dan lebih mementingkan untuk belajar khusus bisnis dibandingkan dengan sekolah umum untuk anak-anak seusianya.Keadaan Darrel tidak kunjung membaik dan dia terus mendapatkan perhatian khusus, bisa dikatakan mungkin kini keadaan jauh lebih buruk. Beruntung Adelle sering datang membantu Petri dikala dia kesulitan. Kini kediaman keluarga McCwin sudah kosong tidak berpenghuni, Petri lebih memilih tinggal bersama Andrew yang sampai saat ini masih setia kepadanya meski sudah mengundurkan diri.Karena kejadian di hari itu, Petri sempat tidak sekolah selama satu bulan, dia harus mendapatkan banyak bimbingan agar bisa melewati masa traumanya.Kini, Petri yang cerdas dan selalu kompetitif dalam belajar sudah berubah, dia lebih banyak diam dan menyendiri, menja
Chaning dan Liebert duduk dalam ketegangan, kehadiran kedua pria itu membuat seseorang guru yang mengurus administrasi pendaftaran sekolah sempat dibuat diam dan tersenyum canggung.Hari kemarin seseorang bertubuh tinggi besar dangan wajah bertato yang datang memberikan semua berkas keperluan, dan kini yang datang menjadi wali adalah dua pria bertubuh besar.Chaning dan Liebert berpenampilan rapi, namun aura mematikan mereka tetap saja tidak bisa dihindarkan. Terlebih, sebelumnya Russel pernah bertemu dengan Chaning yang pernah mendaftarkan Ferez.Nama Benvolio sangat begitu jarang digunakan, dan nama itu dikenal sebagai nama klan besar keluarga mafia.“Kita pernah bertemu sebelumnya, Anda orang tuanya Ferez?” ucap Russel berbasa-basi, padahal sebelumnya dia sudah dihubungi secara khusus oleh petinggi sekolah bahwa akan ada tamu penting yang akan medaftar anaknya sekolah.Chaning mengangguk samar.Russel berdeham pelan sambil menyeka keringat dingin di keningnya. “Jadi, anak atas nama
“Aku paman kandungnya, aku akan menjadi walinya,” Liebert angkat bicara ditengah-tengah sarapan pagi yang akan dimulai.Pagi ini Chaning dan Liebert tengah berdiskusi mengenai sekolah pertama Leary, nampaknya diskusi itu sedikit terganggu karena Chaning dan Liebert sama-sama ingin menjadi wali Leary.Chaning menengok seketika, pria itu mendorong piring makanan untuk Ferez. “Apa kau sudah lupa? Sekarang aku menjadi ayah angkatnya secara sah, secara garis besar aku lebih berhak menjadi walinya.”Kening Liebert mengerut samar, pria itu tampak tidak setuju dengan apa yang telah Chaning katakan kepadanya. “Ayah angkat di atas kertas, Leary masih memanggilmu paman.”“Memangnya kenapa? Saat kecil, Ferez juga memanggilku Chaning dibandingkan dengan sebutan ayah. Lagi pula, Leary lebih dekat denganku.”Liebert tersenyum miring, pria langsung bersedekap sombong. “Oh ya? Jika kalian sangat dekat, apa kau tahu keahilannya?”“Apa maksudmu? Aku lebih tahu tentang dia dibandingkan denganmu,” debat C
Empat bulan kemudian..Leary terbaring dalam kegelisahan, gadis kecil itu terlihat beberapa kali melihat baju seragam sekolahnya yang digantung di depan lemari. Besok adalah hari pertama dia akan sekolah, Leary sangat gugup dan berdebar hebat tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi besok.Keadaan Leary sudah pulih sejak tiga bulan yang lalu, namun karena dia masih kesulitan berbicara dan takut dengan orang asing, butuh waktu lama untuknya bisa pulih seperti sekarang.Kini, Leary telah kembali menjadi anak yang penuh semangat dan selalu ceria. Sejak tinggal di rumah Chaning, secara perlahan Leary mendapatkan lebih banyak keberaniannya berkat dorongan semua orang.Chaning maupun Liebert, mereka berdua memang tidak begitu bisa bersikap manis dan lembut seperti orang lain. Namun, mereka berdua mampu memberikan banyak kenyamanan dan rasa aman untuk Leary, mereka berdua selalu menumbuhkan rasa percaya diri Leary agar dia berhenti berpikiran buruk lagi dengan orang-orang yang ada di se
Desa Bibury, tempat yang telah Leary tinggalkan, tempat kenangan terakhir Olivia hidup, kini berada di depan mata. Leary berdiri terpaku, berdiri di tengah-tengah rumah kecil sederhana dan kumuh. Pandangannya mengedar melihat ke penjuru tempat, merasakan kembali kenangan indah dirinya bersama ibunya dulu.Leary mengusap dadanya, merasakan sesuatu perasaan yang kosong kini terasa kembali penuh hanya dengan membayangkan wajah Olivia, mencium sisa-sisa aromanya yang masih tertinggal.Di tempat ini, Leary melewati masa indah terakhirnya bersama ibunya. Leary melangkah pelan dalam tuntunan Chaning, mendekati sebuah tungku perapian. Di tempat itu, Olivia menghembuskan napas terakhirnya dalam pelukan Leary. Leary masih ingat, dia memeluk tubuh Olivia yang semula hangat berubah dingin, Leary yang sudah berjanji untuk menjadi anak yang kuat menahan air matanya hingga hembusan napas terakhir Olivia, hingga detak jantung terakhirnya, Leary menangis tanpa suara agar Olivia tidak mendengarnya.
Leary terduduk di kursi rodanya dengan sebuah pakaian yang tebal, gadis kecil itu tidak berhenti memandangi Liebert yang sejak tadi menyisir rambutnya, membantu mengenakan pakaian tebal hingga membantu mempersiapkan kepergian mereka karena pulang dari rumah sakit.Suara ketukan di pintu terdengar, tidak terduga Petri berdiri di ambang pintu. Ini untuk pertama kalinya Petri keluar usai kejadian itu, kini konisi Petri sudah mulai stabil berkat bantuan dokter. Petri berdiri tertunduk terlihat ragu untuk menatap.“Apa aku dibolehkan masuk?” Tanya Petri terdengar pelan nyaris tidak terdengar.Liebert sempat terdiam, pria itu lebih dulu melihat reaksi Leary. Jika Leary ketakutan, maka Liebert akan menolak.Melihat Leary yang terlihat tenang, Liebert akhirnya segera berdiri. “Masuklah,” jawab Liebert memberi izin.Petri mencoba memberanikan diri untuk mengangkat wajahnya dan menatap Liebert, orang sudah menembak kaki ayahnya dengan kejam. Namun entah mengapa, tidak ada kebencian di dalam ha