Hujan kembali turun di malam hari, Leary di lantai sisi jendela yang dekat dengan meja persembunyiannya. Leary duduk memeluk lututnya, di depannya terdapat segelas susu yang berhasil dia dapatkan meski harus membuat air tumpah dan sempat mengenai tangannya. Tubuh Leary gemetar kedinginan, kilauan hijau manic mata Leary terlihat berkilauan di antara kilatan petir yang muncul diluar rumah. Ada perasaan sesak yang membuatnya sulit bernapas dan terdorong ingin menangis, namun Leary menahannya sekuat mungkin. Leary meminum susunya perlahan, bola matanya sesekali melihat ke pintu depan, takut jika aka nada orang asing yang datang. Jam di atas lemari sudah menunjukan pukul satu malam, Leary mulai beranjak dari tempat duduknya, anak itu menatap ke sekitar dengan bingung. Perutnya sakit karena ingin buang air kecil, namun dia takut. Dalam langkah yang ragu Leary mengambil dua bonekanya, lalu menyimpannya di depan pintu toilet yang terbuka lebar. Berkat keberadaan boneka-boneka itu Leary
Sunyi sepi kediaman keluarga McCwin membuat Olivia bergerak sedikit lebih leluasa melalui taman yang kekurangan pencahayaan. Olivia memanjat sebuah tangga darurat untuk bisa sampai lantai dua dan berada di balkon kamar Petri. Olivia tidak memperhatikan apapun di sekitarnya karena kini tujuan utamanya adalah melihat Petri. Kaca jendela yang tertutup rapat membuat Olivia harus membukanya dengan pisau yang dia bawa. Dengan penuh kehati-hatian Olivia masuk ke dalam, melihat putra kesayangannya yang tertidur lelap di bawah remang cahaya. Kaki Olivia gemetar tidak bertenaga, air mata luruh tidak terbendung membasahi pipi begitu melihat sosok yang selama ini sangat ingin dia temui. Selama ini Olivia hanya melihat Petri dan mengetahui kabarnya dua bulan sekali melalui laporan dan sebuah photo yang di ambil diam-diam, dan kini dia memiliki kesempatanuntuk melihat putranya secara langsung. Petri tampak tumbuh dengan baik tanpa kekurangan, kecuali seorang ibu. Tangan Olivia terkepal sampa
Olivia sudah kembali ke motel, wanita itu terlihat duduk merenung tidak bisa tidur, pikirannya terus tersita pada apa yang telah dia lihat satu jam yang lalu. Wony, perempuan tidak tahu diri itu tidak hanya ingin melenyapakan Olivia, dia juga mencuri dan ingin mencelakai Petri. Niat kejam Wony membuat Olivia risau, Olivia harus mengutamakan keselamatan Petri sebelum semuanya terlambat. Bahkan meski Wony masih baru berencana mencelakai Petri, memang sudah sepantasnya jika Wony disingkirkan. Sebuah kertas kosong dan pena berada di atas sebuah buku, Olivia ingin mengirimkan surat kepada sahabatnya yang selama ini selalu menjadi teman terbaik adiknya juga. Olivia mengambil pena itu dan sejenak terdiam, mencoba memikirkan kata-kata yang harus dia rangkai untuk menyapa setelah sekian lama tidak memberi kabar apapun. Untuk adikku, Joan. L September 1997 Aku sungguh minta maaf karena baru sempat memberimu surat lagi untuk memberi kabar, ada banyak alasan yang sulit aku jelaskan kepadam
Leary berbalik, kembali melangkah, anak itu pergi melewati beberapa rumah lagi sampai akhirnya bertemu dengan ibu Jamila, salah satu anak yang berteman dengan Moore. Kate, ibu Jamila, kini dia tengah berada di kandang kuda. Leary berdiri di depan pagar kayu, tidak memiliki keberanian untuk masuk sembarangan setelah mendapatkan bentakan seperti yang telah terjadi beberapa saat yang lalu. “Nyonya,” sapa Leary pelan. Kate tidak menyahut, wanita itu hanya menatapnya sekilas dan kembali memberi rumput untuk pakan kudanya. “Nyonya, apa boleh saya minta tolong?” tanya Leary memberanikan diri. Kate keluar dari kandang kudanya dan menatap tajam Leary, memperhatikan penampilannya yang berantakan. Sontak Leary mundur dua langkah dan tertunduk. “Ada apa?” tanya Kate. Leary menarik napasnya pelan, bibir mungilnya menekan dan matanya sedikit berkaca-kaca dipenuhi keraguan karena takut kembali mendapatkan bentakan. “Anu ini,” tangan mungil Leary gemetar menunjuk rambutnya, “di rambut saya ad
Bibir mungil Leary terkatup rapat agar tidak mengeluarkan segukan sisa tangisnya, kedatangan orang asing yang selalu berbuat jahat membuat Leary waspada. Kini ibunya tidak ada di rumah, tidak ada yang bisa melindunginya. Orang-orang yang tinggal di sekitar tidak peduli kepadanya, sulit meminta pertolongan. Gerak-gerik William yang mengintip jendela depan rumah membuat Leary kian takut, tanpa membuang waktu, anak itu berlari pergi ke belakang menuju bukit. Leary ingat betul dengan nasihat Olivia yang meminta dirinya untuk berlari pergi sejauh mungkin jika bertemu dengan orang asing yang bertindak mencurigakan. Kaki kecil Leary terseok-seok sampai membuat dia terjembab di antara rerumputan. Dengan lemah anak itu kembali bangun dan memutuskan duduk di bawah pohon delima sambil memperhatikan rumahnya untuk memastikan kapan William pergi. Kehadiran Leary selalu tidak diharapkan dan penampilan rambutnya yang berubah membuat anak-anak yang tengah bermain mulai memperhatikannya. Mereka m
Di bawah rindangnya pohon delima, Leary masih duduk memperhatikan, tidak ada keberanian untuknya pulang, Leary takut orang jahat itu menyakitinya. Leary beranjak dari duduknya, pergi ke pinggiran sungai untuk menunggu Jach yang mungkin saja hari ini akan melewati rumahnya. Hari mulai siang, matahari mulai terik, ada beberapa kuda yang melewati jalan sepanjang sungai, namun Jach tidak terlihat sedikitpun. Sementara William yang mencari Olivia dengan Leary masih belum pulang, pria terlihat siap siaga, tidak sabar melancarkan aksinya dan membawa kepala Olivia dan anaknya ke hadapan Wony. *** Waktu telah berlalu, matahari sudah mulai menuju arah barat, Leary sampai ketiduran di atas bebatuan. Jach yang ditunggunya, hari ini dia tidak lewat, kemungkinan dia tidak memiliki sesuatu untuk dijual sehingga tidak pergi ke pasar. Leary sangat ingin pergi ke rumah Jach, namun karena harus melewati hutan dan jalan yang sangat jauh, Leary takut tersesat. Suara perut yang lapar dan mulut yang
“Apa kau masih merindukannya di setiap malam?” tanya Wony terdengar seperti peduli, pada kenyataannya itu hanya sebatas basa-basi. Suara hembusan napas yang kasar terdengar dari mulut Darrel, sejak kemarin malam dia mendadak merasakan ada yang sesuatu di dalam hatinya seakan Olivia telah kembali pulang. Darrel tidak tahu apakah ini karena sebuah kerinduan yang begitu dalam tersimpan di dalam hatinya atau mungkin sebuah isyarat jika memang Olivia akan segera kembali di sisinya lagi. “Kau tidak akan tahu, seberapa berharganya Olivia untukku,” jawab Darrel terdengar sedih. “Darrel,” Wony mendekat dan berdiri di sisi Darrel. “Bagaimana jika dia melupakanmu?” Rahang Darrel mengetat, “Aku tidak peduli, selama Olivia kembali ke sisiku, itu sudah cukup untukku.” Wony tersenyum memaksakan, wanita itu menuangkan anggur ke gelas dan menyesapnya perlahan. *** Suara musik dan tawa orang-orang terdengar di sebuah mansion seorang milliuner, malam ini ada sebuah pesta formal yang di selenggar
Keributan yang terjadi membuat suasana yang menyenangkan menjadi kacau, orang-orang berhamburan berusaha menyelamatkan diri. Beberapa menit setelahnya, beberapa mobil polisi datang bergerombol. Keramaian orang-orang yang gaduh dan berusaha menyelamatkan diri masing-masing membuat kepolisian yang datang tampak keos tidak bisa menghentikan kepergin orang-orang yang ingin pergi. termasuk Willis pergi yang berpura-pura terkena sasaran tembak sehingga mendapatkan prioritas untuk pergi mendapatkan pertolongan. Dengan sebuah mobil yang sama, Willis segera pergi, dia harus segera pergi ke motel dan bersiap melepaskan semua penyamarannya, lalu membuang semua barangnya ke tempat pembakaran sampah. Sebuah mobil kepolisian lain datang, kali ini Haston dan dua anak buahnya. Olivia yang sempat akan turun mengurungkan niatnya, wanita itu kembali mengangkat senjatanya dan mengincar Haston. Haston cukup berbahaya, ini kesempatan untuk Olivia harus menyingkirkannya juga sekalian tanpa sisa. Sekali