Willis duduk dengan anggun, memperhatikan Olivia yang datang berjalan dengan tongkatnya, diam-diam Willis berdecak kagum memperhatikan kecantikan Olivia seperti sebuah mutiara. Olivia sangat cocok mengenakan pakaian mewah seperti era Great Gatsby yang digandrungi banyak orang kaya, tidak mengherankan juga jika dulu dia primadona yang sangat bersinar di kalangan bangsawan. Bahkan meski kini Olivia berjalan dengan tongkat dan tidak mendapatkan perawatan kecantikan, dia masih bisa mencuri perhatian banyak laki-laki di sekitarnya sampai membuat beberapa wanita yang tinggal di dekat rumahnya harus banyak menegur suaminya agar tidak tergoda. Bibir Willis tertarik membentuk sebuah senyuman miring, sampai saat ini dia masih tidak menyangka, Olivia yang cantik, anggun dan lembut seperti seorang tuan putri adalah wanita berdarah dingin yang tidak segan mengambil nyawa siapapun orang yang sudah mengusiknya. Di antara jari-jarinya yang cantik itu, entah sudah ada berapa nyawa yang sudah dia r
Siang telah berlalu dengan cepat, berganti menjadi sore yang cerah, sinar kekuningan dari upuk barat langsung menyinari rumah kecil Leary. Leary duduk memeluk buku dongengnya yang telah diperbaiki, anak itu sibuk memakan beberepa buah kue kering cokelat kesukaannya, namun matanya tidak berhenti memperhatikan Olivia yang kini terlihat sibuk membersihkan rumah dan banyak membuat makanan. Leary bergerak gelisah, dia tahu, ini bukan pertanda baik. “Ibu akan pergi bekerja lagi?” tanya Leary. Olivia membuang napasnya dengan berat, tubuhnya bersandar ke dinding meredakan rasa pegalnya karena terlalu lama berdiri dengan bantuan tongkat. “Ibu benar-benar minta maaf, pekerjaan ini tidak bisa ibu tinggalkan, tapi ibu berjanji, setelah pekerjaan ini diselesaikan dengan baik, ibu tidak akan pernah meninggalkanmu lagi di malam hari,” jawab Olivia penuh janji. “Benarkah?” tanya Leary tidak yakin. Olivia mengangguk dengan senyuman. “Kau bisa memegang janji ibu.’ “Berapa lama?” “Ibu belum bis
Informasi yang diberikan Wony kepada Darrel berhasil membuat pria itu langsung menyibukan diri mencari detective agar bisa segera berangkat ke Skotlandia dan menemukan Olivia. Perasaan Darrel yang masih kuat kepada Olivia mencipatakan banyak kekhawatiran. Kini Olivia ada di Inggris, besar kemungkinan mereka bertemu akan lebih tinggi. Wony harus menyingkirkan Olivia secepatnya. Setelah perjuangannya yang besar menyingkirkan Olivia dengan berbagai cara, Wony tidak akan membiarkan Olivia kembali. Susah payah Wony berusaha mengisi posisi anak Olivia dengan Ellis, meski saat ini hanya diberpolehkan sebatas memanggil Darrel dengan panggilan ‘ayah’. Wony percaya, lambat laun Ellis akan menjadi anak angkat Darrel dan menjadi salah satu pewaris kekayaan keluarga McCwin. Wony melangkah dengan percaya diri memasuki mansion, beberapa pelayan yang tidak sengaja berpapasan dengannya membungkuk memberi hormat layaknya bertemu dengan nyonya besar. Jauh Wony melangkah, wanita itu akhirnya berdiri
Leary terbangun di sore hari ketika langit sudah menguning, anak itu duduk di kursi memandang penjuru arah mencari-cari keberadaan Olivia yang tidak terlihat. “Ibu..” panggil Leary dengan suara yang serak. Leary melompat turun dari kursi dan memeriksa setiap ruangan untuk mencari-cari Olivia dan memanggil namanya. “Ibu..” panggil Leary lagi. Leary membuka pintu belakang dan duduk di ambang pintu melihat ke belakang rumahnya, anak itu sempat menangis karena tidak menemukan keberadaan Olivia. Leary menarik napasnya dengan sesak, dia baru ingat jika tadi ibunya pergi dan tidak memungkinkan untuk Olivia berada di rumah untuk dua sampai tiga hari ini. Dengan berat hati Leary kembali beranjak, dan kembali menutup pintu, tidak lupa menguncinya. Dalam suasana sepi yang tidak begitu menyenangkan, Leary pergi ke kamar mandi dan menanggalkan semua pakiannya sebelum memulai mandi sendiri. Tidak mudah melakukan hal-hal seperti ini sendirian, tetapi Leary akan terus belajar agar dia bisa men
Hujan kembali turun di malam hari, Leary di lantai sisi jendela yang dekat dengan meja persembunyiannya. Leary duduk memeluk lututnya, di depannya terdapat segelas susu yang berhasil dia dapatkan meski harus membuat air tumpah dan sempat mengenai tangannya. Tubuh Leary gemetar kedinginan, kilauan hijau manic mata Leary terlihat berkilauan di antara kilatan petir yang muncul diluar rumah. Ada perasaan sesak yang membuatnya sulit bernapas dan terdorong ingin menangis, namun Leary menahannya sekuat mungkin. Leary meminum susunya perlahan, bola matanya sesekali melihat ke pintu depan, takut jika aka nada orang asing yang datang. Jam di atas lemari sudah menunjukan pukul satu malam, Leary mulai beranjak dari tempat duduknya, anak itu menatap ke sekitar dengan bingung. Perutnya sakit karena ingin buang air kecil, namun dia takut. Dalam langkah yang ragu Leary mengambil dua bonekanya, lalu menyimpannya di depan pintu toilet yang terbuka lebar. Berkat keberadaan boneka-boneka itu Leary
Sunyi sepi kediaman keluarga McCwin membuat Olivia bergerak sedikit lebih leluasa melalui taman yang kekurangan pencahayaan. Olivia memanjat sebuah tangga darurat untuk bisa sampai lantai dua dan berada di balkon kamar Petri. Olivia tidak memperhatikan apapun di sekitarnya karena kini tujuan utamanya adalah melihat Petri. Kaca jendela yang tertutup rapat membuat Olivia harus membukanya dengan pisau yang dia bawa. Dengan penuh kehati-hatian Olivia masuk ke dalam, melihat putra kesayangannya yang tertidur lelap di bawah remang cahaya. Kaki Olivia gemetar tidak bertenaga, air mata luruh tidak terbendung membasahi pipi begitu melihat sosok yang selama ini sangat ingin dia temui. Selama ini Olivia hanya melihat Petri dan mengetahui kabarnya dua bulan sekali melalui laporan dan sebuah photo yang di ambil diam-diam, dan kini dia memiliki kesempatanuntuk melihat putranya secara langsung. Petri tampak tumbuh dengan baik tanpa kekurangan, kecuali seorang ibu. Tangan Olivia terkepal sampa
Olivia sudah kembali ke motel, wanita itu terlihat duduk merenung tidak bisa tidur, pikirannya terus tersita pada apa yang telah dia lihat satu jam yang lalu. Wony, perempuan tidak tahu diri itu tidak hanya ingin melenyapakan Olivia, dia juga mencuri dan ingin mencelakai Petri. Niat kejam Wony membuat Olivia risau, Olivia harus mengutamakan keselamatan Petri sebelum semuanya terlambat. Bahkan meski Wony masih baru berencana mencelakai Petri, memang sudah sepantasnya jika Wony disingkirkan. Sebuah kertas kosong dan pena berada di atas sebuah buku, Olivia ingin mengirimkan surat kepada sahabatnya yang selama ini selalu menjadi teman terbaik adiknya juga. Olivia mengambil pena itu dan sejenak terdiam, mencoba memikirkan kata-kata yang harus dia rangkai untuk menyapa setelah sekian lama tidak memberi kabar apapun. Untuk adikku, Joan. L September 1997 Aku sungguh minta maaf karena baru sempat memberimu surat lagi untuk memberi kabar, ada banyak alasan yang sulit aku jelaskan kepadam
Leary berbalik, kembali melangkah, anak itu pergi melewati beberapa rumah lagi sampai akhirnya bertemu dengan ibu Jamila, salah satu anak yang berteman dengan Moore. Kate, ibu Jamila, kini dia tengah berada di kandang kuda. Leary berdiri di depan pagar kayu, tidak memiliki keberanian untuk masuk sembarangan setelah mendapatkan bentakan seperti yang telah terjadi beberapa saat yang lalu. “Nyonya,” sapa Leary pelan. Kate tidak menyahut, wanita itu hanya menatapnya sekilas dan kembali memberi rumput untuk pakan kudanya. “Nyonya, apa boleh saya minta tolong?” tanya Leary memberanikan diri. Kate keluar dari kandang kudanya dan menatap tajam Leary, memperhatikan penampilannya yang berantakan. Sontak Leary mundur dua langkah dan tertunduk. “Ada apa?” tanya Kate. Leary menarik napasnya pelan, bibir mungilnya menekan dan matanya sedikit berkaca-kaca dipenuhi keraguan karena takut kembali mendapatkan bentakan. “Anu ini,” tangan mungil Leary gemetar menunjuk rambutnya, “di rambut saya ad