Leary berlari dengan cepat melewati taman rumah dan masuk ke wilayah perumahan, malam sudah sangat larut, dia harus segera sampai sebelum seseorang menyadari bahwa dia sudah pergi berkeliaran keluar. Baru saja Leary berpikir demikian, kini langkah Leary terhenti seketika, tubuhnya sedikit terhuyung ke sisi karena berpas-pasan dengan Petri yang baru keluar perpustakaan untuk mengambil buku pelajarannya. Dalam satu langkah Leary langsung mundur menjaga jarak, anak itu tertunduk tidak berani bertatapan dengan Petri yang kini memperhatikan penampilan Leary yang acak-acakan dan satu kakinya tidak mengenakan sepatu. Wajah Leary merah sembab terlihat sudah habis menangis, napasnya tersenggal-senggal karena banyak berlari. Melihat penampilan Leary yang acak-acakan, Petri bertanya-tanya dalam benaknya. Apakah anak itu menangis karena kejadian tadi siang? “Kemana sepatumu?” tanya Petri dengan dingin. Kaki mungil Leary yang sedikit kotor dan terluka itu bergerak bersembunyi di belakang kak
Leary pergi memberanikan diri untuk keluar lagi karena dia harus mencari sepatunya yang semalam hilang, sepatu itu dibeli Burka. Leary tidak ingin membuat Burka marah dan kecewa apalagi jika Burka tahu bahwa Leary sudah pergi keluar, selama ini Burka adalah seseorang yang paling baik kepada Leary, karena itu Leary tidak boleh membuat Burka bersikap berbeda kapadanya karena kenakalan yang sudah dia perbuat. Leary sudah mengintip lubang selokan yang dia lihat, dia juga membuka satu persatu tempat sampah yang di lihatnya meski sebagian tempat sampah itu sudah kosong di tarik petugas. Sepatunya sama sekali tidak dia temukan. Leary berlari menyebrang jalan dengan rasa lelahnya, anak itu memutuskan duduk di sisi pagar memperhatikan keramaian di depannya. Kebingungan terlukis jelas di matanya, Leary sungguh tidak tahu apa yang dia harus katakan kepada Burka jika sepatunya benar-benar tidak di temukan. Semua yang Leary lakukan, kebingungan yang di rasakannya, semua itu tidak lepas dari per
Siang telah datang, Burka dan para pekerja lainnya sudah datang, begitu pula dengan Leary yang sudah kembali sejak setengah jam yang lalu sebelum orang-orang kembali. “Nona, bagaimana keadaan Anda?” Tanya Burka yang kini merapikan pakaian Leary dan menyusunnya di lemari. “Baik,” jawab Leary dengan senyuman lebar. “Syukurlah jika Anda baik-baik saja.” Burka segera menutup pintu lemari, dan melihat ke sekitar. “Burka, aku ingin ke perpustakaan, apa Burka bisa menemaniku ke sana? Aku takut ada yang marah jika nanti masuk sendirian.” “Dengan senang hati, Nona.” Leary melompat turun dari ranjang, “Ada buku yang harus aku kembalikan.” “Ayo Nona.” Burka menuntun pergi Leary pergi menuju perpustakaan. Suasana kediaman keluarga McCwin terasa tetap sama meski kini ada anggota baru yang bergabung, sebelumnya Burka sempat melayani Petri hingga Ellis sebelum dia melayani Leary. Burka merasakan perbedaan besar sifat Leary dan Ellis saat dia tangani, keduanya memiliki sifat yang sangat bert
“Anu, aku mau membuat pengakuan,” Ucap Leary dengan suara gemetar terlihat takut, Leary sedikit mundur memberi jarak, anak itu tertunduk menatap lantai sambil memeluk buku baru yang baru di ambilnya. “Apa maksud Anda? Pengakuan apa?” “Aku.. aku tidak sengaja menghilangkan sepatu yang sudah Burka belikan, aku sudah lalai menjaga sepatunya dan berbuat nakal.” Isak Leary yang kini mulai menangis, Leary langsung membungkuk dan tiba-tiba saja bersujud di lantai, tepat di depan sepatu Burka. “Burka boleh memukulku dan memarahiku, aku salah, maafkan aku. aku tidak akan mengulanginya lagi.” Burka menutup mulutnya melihat apa yang di lakukan Leary, dengan terburu-buru Burka membungkuk membantu Leary untuk bangun, namun Leary menggeleng enggan untuk bangkit. “Nona apa yang Anda lakukan? Kenapa Anda bersujud di lantai? Jangan menangis.” “Aku tidak akan bangun sampai Burka memaafkan aku, aku sudah mengecewakan Burka. Jangan membenciku karena hanya Burka dan Jimmy yang baik padaku. Jangan mem
Bayangan teriakan bibi Willis terlihat samar terlihat, bayangan Olivia yang meninggal dan di kubur, bayangan bibi Willis yang pergi dari rumah keluarga McCwin, bayangan Petri yang menampar dan memaki bergerak berputar-putar membentuk sebuah gelombang hebat yang menakutkan. Leary terbangun dari tidurnya dan mimpi buruknya yang paling dia takuti. Peluh keringat dingin membasahi wajah Leary, anak itu melihat ke sekitar dengan napas memburu. Dalam kesunyian dan rasa sepinya Leary sempat menangis lagi hingga harus pergi membuka kopernya dan memeluk baju ibunya, mencari-cari aroma tubuhnya agar bisa kembali tenang. Jam di atas laci sudah menunjukan pukul sebelas malam, Leary masih terjaga. Leary mengurung diri di kamar usai Burka memberinya obat dan menanganinya dengan sangat baik yang membuat Leary tidak merasa sakit lagi. Kini, anak itu duduk di sisi jendela melihat indahanya sungai Thames yang kini samar dia lihat keberadaannya. Rasanya akan sangat membahagiakan bila Leary kembali bis
Akan sangat mudah untuk Ferez mematahkan tangan Leary, atau menggores wajah cantiknya dengan beberapa sayatan. Bayangan-bayangan dan rencana buruk muncul mengganggu pikiran Ferez untuk melakukan sesuatu yang kejam pada Leary hanya karena di dasari rasa penasaran dengan reaksi Petri. Tubuh Ferez menengan, anak itu sedikit tersentak kaget dengan pikirannya sendiri yang liar dan tidak semestinya. Dengan cepat Ferez mengenyahkan pikiran buruknya, ini bukan saat yang tepat untuk dia mencari masalah karena Ferez baru pindah sekolah, selain itu Ferez merasa harga dirinya akan terluka jika dia melukai seorang anak perempuan. Lama mereka berdiri di sisi sungai, waktu sudah bergerak sedikit lebih jauh mendekati tengah malam. Jarum jam di menara sudah mendekati tepat jam dua belas malam. Kaki Leary mulai merasa pegal, namun malas rasanya untuk dia kembali. Jika pulang, Leary benar-benar merasa sangat kesepian karena harus segera tidur. Setiap hari Leary merasa bosan karena dia hanya di tema
“A-ap apa?” Ferez terbata. “Apa sekarang kita berteman? Kau orang ketiga setelah Burka dan Jimmy yang sangat baik kepadaku,” cerita Leary dengan senyuman lebarnya, matanya yang berwarna hijau itu berkilauan. “Aku sangat senang jika kita kita berteman, tapi jika kau tidak mau aku tidak apa-apa.” Hembusan angin yang kencang menggerakan tudung jaket yang Leary gunakan, tudung itu kembali jatuh ke belakang, membuat helaian rambut berwarna perak anak itu kembali terlihat dan melambai indah di udara, terlihat berkilau dan lembut saat mengusap sisi wajah mungil Leary. Rambut Leary sangat kontras dengan bulu matanya yang hitam lentik ditambah dengan sepasang bola mata yang berwarna hijau seperti batu permata peridot. Ferez menelan salivanya dengan kesulitan, rasa hangat tiba-tiba menyentuh pipinya saat memperhatikan bibir mungil Leary yang terbuka menunggu jawaban Ferez. Ferez ingin melihat sebuah senyuman dari bibir Leary untuk menutup malamnya. Jika Ferez menjawab ‘ya’ Akankah Leary a
Sikap Petri yang tidak terlalu fokus membuat Ellis mau tidak mau ikut memperhatikannya juga, Ellis bisa memahami kemana pikiran kakaknya sekarang. “Apa sekarang Kakak sudah peduli dengan Leary dan melupakan aku?” Tanya Ellis dengan suara samar. Dengan cepat Petri melihat adiknya, pertanyaan Ellis yang seperti tuduhan membuat Petri merasa sedikit tidak senang. “Kau jangan berbicara seperti itu, hanya karena aku memintamu kembali makan di rumah, dengan cepatnya kau berasumsi seperti itu,” jawab Petri tidak suka. “Lalu kenapa?” Petri membuang napasnya dengan kasar, Petri terlihat gusar karena sedikit-sedikit Ellis menuntut darinya. Petri tidak suka Ellis terlalu ikut campur dengannya hanya sekadar ingin tahu tapi tidak pernah peduli. “Ellis, bisakah kita makan saja dan segera berangkat sekolah, kenapa hanya karena sarapan pagi saja, ini semua menjadi masalah? Anak itu tidak ada di sini sekarang, apalagi yang menjadi masalahmu?” Ellis mendengus kesal, anak itu segera melompat turun