Tiga bulan kemudian ...
“Shie, bagaimana perasaanmu? Apakah kau masih memikirkan Bryan dan malam panas kalian?” tanya sang asisten saat menemukan Shienna memegang Cello tetapi tatapannya tertuju ke depan dengan kosong.Bahkan setelah asistennya melambaikan tangan di depan wajahnya, Shienna tetap bergeming seolah tengah berkelana ke dimensi lain, kembali pada malam dirinya dan Bryan mungkin memang telah bercinta.Shienna masih tak percaya kalau lelaki yang sudah tidur dengannya adalah Bryan, mantan kekasih semasa masih di bangku perkuliahan. Ia bahkan hanya mengingat hal buruk yang dimiliki oleh lelaki itu; tubuh tambun, bekerja serabutan di sebuah gerai makanan cepat saji, dan bisa berkuliah pun karena bantuan beasiswa.Entah bagaimana Shienna bisa tertarik pada Bryan dua tahun sebelumnya dan mereka berpacaran cukup lama. Dua tahun bukan waktu yang sebentar atau sekejap, karena seharusnya hati keduanya makin lama makin terikat. Sayangnya, tidak demikian dengan yang Shienna rasakan.Ia yang merupakan putri bungsu dari keluarga berada bahkan bisa dikatakan salah satu dari jajaran pengusaha terkaya, tentu tidak mau menerima sembarang lelaki.Sesungguhnya Bryan bukan laki-laki dengan tingkat kegantengan biasa saja, dia juga bukan yang kepintarannya asal-asalan, bukan juga lelaki yang banyak gaya. Bryan adalah satu paket lengkap—andaikan postur tubuhnya saat itu tidak terlalu gemuk.“Shienna Miller, apakah kau masih berada di sini?” sentak sahabat sekaligus asisten yang telah berulang kali memanggil namanya, barulah ia sadar ketika perempuan dengan tablet di tangan, menepuk lengannya.“Ah, kau ... ada apa? Apakah kau datang untuk memberi tahukan jadwalku untuk minggu ini?”“Ya, kurasa begitu.” Perempuan itu menggulir layar benda di tangannya. “Yang paling penting adalah akhir pekan besok. Ada perhelatan pesta di Gladiola Palace. Pesta perusahaan kuliner sekaligus hotel terbesar dan mereka mengundangmu.”“Berapa bayaran yang sanggup mereka berikan? Aku tidak mau menurunkan rate-ku.”“Tenang saja, mereka berani membayar berapa pun yang kau minta.”“Bagus. Tolong hubungi perancang busana langganan kita. Aku ingin yang terbaik. Jika mereka berani membayar dengan tarif tinggi, kita tak boleh mengecewakan mereka.”“Siap. Ada lagi?”“Uhm ... bisakah kau belikan aku sesuatu?” Shienna terdiam sebelum mengatakan apa yang ia ingin sang asisten beli untuknya. “Makanan khas China. Aku ingin sekali makan seafood.”“T-tapi, kau alergi seafood, Shie. Bagaimana kalau aku pesankan di restaurant langgananmu? Seafood veggie! Itu favoritmu, kan?”“Tidak.” Shienna mengibaskan tangan. “Aku jenuh dan ingin muntah jika membayangkan harus makan itu lagi. Aku ingin seafood. Titik.”Sang asisten ternganga tak percaya. Shienna sangat kaku untuk masalah makanan. Tidak biasanya ia nekat memakan apa pun yang lama menjadi pantangan baginya dan jijik dengan makanan yang justru merupakan favoritnya. Apa yang terjadi padanya?“Baiklah. Aku akan belikan yang kau inginkan. Ada lagi?”“Desainernya, jangan lupa. Dan belikan makananku sekarang juga.”Gadis itu mengangguk, kemudian berlalu untuk melaksanakan perintah sang sahabat. Namun, tak urung bibirnya bergumam menanggapi sikap aneh Shienna. “Aneh sekali ....”***Setelah memutuskan rancangan gaun seperti apa yang ia inginkan, hari besar yang ia nantikan akhirnya tiba. Shienna dan asistennya serta beberapa pengawal pribadi yang melindunginya dari incaran media.Beberapa waktu terakhir, ia memang jadi buruan para pencari berita, karena telah beredar kabar tentang dirinya yang baru saja putus dari Dave, tetapi sudah menghabiskan malam panas dengan pria lain.Shienna tidak hiraukan berita itu, melainkan tetap bungkam dan tidak akan memberikan keterangan apa pun. Ia merasa aman dan selamat ketika tiba di dalam ruangan. Penjagaan yang cukup ketat membuat para wartawan tak bisa menerobos masuk.Shienna mulai tampil disaksikan banyak undangan yang berasal dari beberapa perusahaan. Penampilannya memukau, memainkan biola, sesekali memegang cello-nya, dan berpindah pada piano. Dan di acara puncak, ia memainkan piano sekaligus menyanyikan sebuah lagu yang ia ciptakan sendiri.Ia mengakhiri nyanyian dengan sangat indah. Semua yang hadir bertepuk tangan. Mata Shienna seketika mengedar dengan senyum bahagia tersungging di wajah.Ia lantas menemukan satu sosok yang menatapnya tajam dengan senyum miring, berjalan perlahan mendekat ke arahnya.Shienna terbelalak, bangkit dari duduk dan seolah menanti pria itu berada tepat di hadapannya.“Penampilanmu memukau, seperti biasa.”Perempuan itu tak mampu menjawab seolah lidahnya berubah kelu. Ia tak menyangka akan bertemu pria itu sekarang, di saat di mana dirinya bahkan sudah berhasil melupakan kejadian terakhir yang membuatnya ingin menghilang agar tak perlu bertemu dengannya.“Tenang saja. Aku tidak ingin mengganggumu. Hanya mengundangmu karena aku tahu, cuma kau yang bisa menghibur kami dengan baik di acara besar ini.”Shienna mengedar pandangan ke seluruh ruangan seolah mencari sesuatu. Dan ketika matanya menangkap sebuah spanduk bertuliskan ‘Shines Hotel and Culinary’. Rasanya ia tak asing dengan nama itu, tetapi tak bisa mengingat di mana pernah melihatnya. Dan kehadiran pria ini ... untuk apa?“Cicipilah jamuan kami, Shienna. Aku tahu kau pasti akan suka. Apakah kau masih menyukai cake? Kau bisa makan sepuasmu selama pesta.”Shienna tak tahan. Dadanya sesak, matanya terasa berputar dan seketika ia limbung.***“Shie, apakah kau baik-baik saja?” tanya seseorang yang sejak tadi mengipasi dan mengoleskan aroma terapi ke balik telinga dan mendekatkan ke lubang hidungnya.Perlahan Shienna mengerjap, mengedarkan pandangannya dan tak menemukan pria yang seperti momok dalam hidupnya. Terlebih sejak tiga bulan lalu.“Apa yang terjadi?”“Kau pingsan. Karena itu aku dengan terpaksa membawamu pulang,” jawabnya. “Shie ... maafkan aku untuk ini. Aku tidak tahu kalau perhelatan itu adalah—”“Milik Bryan? Aku tahu. Aku yakin dia memang sengaja melakukan ini untuk membuatku kesal. Sudahlah, biarkan saja. Yang terpenting aku sudah berada di rumah.”Sang asisten mengangguk. Kemudian memerhatikan wajah Shienna yang memucat. “Apakah kau baik-baik saja?”“Ya, kurasa. Entah mengapa beberapa hari terakhir aku merasa tidak enak badan.”“Apakah kau ingin aku memanggil dokter?”Shienna tak menjawab, melainkan bangkit, memegangi kepalanya yang terasa berkunang, lantas melangkah gontai menuju ke kamar mandi.Gaun pesta masih melekat di tubuhnya, membuatnya kesulitan bergerak. Namun ia tak peduli dan bergegas berjongkok menghadap kloset agar bisa memuntahkan isi perut yang sejak tadi bergejolak.HOEKK!Sang asisten hanya memerhatikan dengan dahi berkerut. Ia menanti di depan pintu kamar mandi dengan perasaan cemas.Tak berapa lama, Shienna keluar dengan tubuh lemah dan wajah memucat.“Astaga! Shie, apa yang terjadi? Kenapa kau—““Kepalaku pusing sekali, J. Bisakah kau belikan aku obat sakit kepala? Atau obat penghilang mual. Atau apa pun yang bisa membuatku membaik.”Asisten sekaligus sahabat Shienna mengangguk, kemudian bergegas keluar dari kamar dan kembali bersama seorang dokter.“Aku memintamu untuk membeli obat, bukan memanggil dokter!” sentak Shienna.“Tapi ini gawat, Shie. Aku tanya padamu, apakah kau sudah datang bulan?”“Apa maksudmu?”“Aku memeriksa stok pembalutmu dan masih utuh.”Shienna seketika tertegun. Jadwal yang padat setelah dirinya kembali dari liburan membuatnya tidak memerhatikan berapa lama waktu berlalu.Rasanya baru sebentar dan ketika ia kembali bertemu pria yang telah mengusik ketenangannya, seketika waktu berhenti dan menyadarkan bahwa selama ini ia telah berjalan di zona waktu berbeda.... atau bisa jadi, ia dengan sengaja melupakan segala kejadian yang berhubungan dengan Bryan.“Biarkan dokter memeriksamu. Kumohon.” Sang asisten menambahkan, dan dengan terpaksa Shienna mengangguk setuju.“Untuk memastikan, tolong gunakan benda ini. Silakan,” ujar dokter sembari menyerahkan sebuah kotak berukuran panjang yang Shienna terima dengan ragu.Shienna mengayun langkah ragu menuju ke kamar mandi dan melakukan seperti yang tertera di kotak mengenai cara penggunaan, menanti beberapa menit, lalu kembali dan menyerahkan benda itu pada dokter.“Baiklah, berarti dugaan kita benar. Aku akan meresepkan vitamin yang kau butuhkan.”“A-apa maksudmu, Dok?”“Kau sedang mengandung, Nona Miller. Kau sebaiknya segera memeriksakan diri ke dokter spesialis kandungan untuk mendapatkan jawaban lebih lanjut.”Shienna mengetukkan heels-nya di atas lantai marmer yang ia pijak. Sudah hampir setengah jam ia menunggu di lobi, tetapi belum juga pria itu muncul. Ia dengan sengaja datang ke kantor milik pria yang telah menghabiskan malam dengannya di Palmerston, Cook Island. Pegawai resepsionis sudah memintanya menunggu, tetapi, ia merasa usahanya sia-sia. Shienna lantas mengambil ponsel dan menghubungi nomor yang tertera di kartu nama yang pria itu berikan. “Sialan! Apakah dia sedang berusaha menghindariku?” gumamnya, kesal. Ia bangkit, mengentak kaki menerobos beberapa pria yang bertugas menjaga keamanan, berdiri di depan elevator, memastikan tidak ada sembarang orang yang mengakses kotak besi itu untuk menuju ke ruang direksi. “Maaf, Nona. Anda mau ke mana?” tanya penjaga, ketika Shienna menekan tombol lift menuju ke lantai 21, di mana ruangan pria yang ia cari berada. “Aku akan ke atas untuk bertemu pemilik perusahaan.” “Apakah anda sudah membuat janji?” “Sudah, beberapa menit lalu.” “Ka
Prosesi berjalan lancar dan khidmat. Baru kali ini, Shienna melihat perhelatan pernikahan secara langsung karena dialah mempelai wanitanya. Sementara itu, raut wajah Bryan tidak menunjukkan semringah kebahagiaan, tidak juga tampak sedih. Bisa saja ia sengaja menyembunyikan perasaan karena ia sedang berusaha menjaga image. Pastilah pernikahan ini bukanlah sesuatu yang mereka harapkan. Beberapa pemburu berita mulai berdesakan di halaman hall Gladiola Palace, memastikan jalannya prosesi pernikahan Sang Diva dan pengusaha terkaya yang tak pernah terlihat bersama wanita mana pun. Artinya, rumor itu benar, bahwa mereka memang telah menghabiskan malam panas di Palmerston. Kini para wartawan hanya menantikan klarifikasi dari yang pihak Shienna dan Bryan mengenai berita tersebut. “Aku sudah meminta beberapa orang untuk datang ke rumahmu dan mengambil semua barang yang kau butuhkan,” ucap Bryan, saat mereka sudah berada di kamar pengantin Gladiola Hotel. Mereka tidak ingin menghabiskan mala
Tok tok tok! “Shie, maaf kalau mengganggu kalian. Aku hanya ingin menyampaikan sesuatu terkait jadwal untuk besok,” ucap asisten Shienna setelah mengetuk pintu larut malam. Bryan yang mengenal asisten sekaligus sahabat dari sang istri, hanya melirik sekilas, lantas kembali menyibukkan diri dengan pekerjaan di laptopnya. “Katakanlah, J.” “Sejak kau menjadi Nyonya Sanders, wartawan sudah melakukan polling untuk mengetahui siapa saja yang tertarik mendengar klarifikasi darimu.” Jennifer menjeda kalimat demi memastikan reaksi sahabatnya. “Apakah kau bisa melakukan konferensi pers untuk besok?” “Um ... masalah itu ....” “Ahem ... jangan lupakan perjanjian antara kita,” timpal Bryan, tak tahan mendengar percakapan seolah dirinya tidak berada di sana. “Apakah kau ingin aku mengatakan di hadapan orang-orang bahwa kau mengandung bayi karena kesalahan?” Shienna menatap Bryan dengan sorot tajam, kemudian kembali memusatkan perhatian pada Jennifer yang menunggu respon darinya. “Jennie
Shienna tiba di gedung yang tak asing baginya. Ia menoleh pada Bryan ketika mereka sudah tiba di lobi dan melangkah masuk ke gedung pencakar langit yang ia tahu merupakan kantor Bryan. Beberapa pegawai yang semula tengah sibuk bekerja, bangkit dan menghadap pada Bryan dan Shienna yang diikuti oleh asisten dan beberapa pengawal. “Selamat datang kembali Tuan dan Nyonya Sanders!” Salam sambutan mereka ucapkan, dan Shienna juga Bryan menerima kalimat yang sama setiap kali bertemu dengan pegawai lain bahkan ketika memasuki lift. “Tidak ke lantai 21, Bertha. Bawa kami ke lantai 21A,” titah Bryan saat perempuan berseragam rapi itu hendak menekan tombol yang biasa ia tekan setiap kali mengantar sang atasan menuju ke penthouse. Hari ini, untuk pertama kalinya, Bryan meminta perempuan bernama Bertha untuk membawanya ke lantas yang berada di atas ruang pribadinya. Perempuan itu mengangguk dan mengeluarkan kartu dari saku dan mendekatkan benda itu ke arah sensor yang terdapat pada dinding Lift.
Shienna memandangi Ray yang melangkah keluar dari penthouse-nya dengan tatapan sedih. Ia tak rela melepaskan pengawal seandal Ray yang selama ini membuat Shienna merasa aman di mana pun ia berada. Akan tetapi, satu hal yang ia tegaskan pada Ray, bahwa pria itu harus terus mengabari keadaannya dan jika sewaktu-waktu membutuhkan bantuan, maka Shienna akan bisa membantunya. Ditambah sebuah janji bahwa Shienna akan memakai jasanya kembali jika urusannya dengan Bryan sudah selesai. Kali ini giliran Jennifer yang sudah duduk tak jauh dari tempat Shienna yang tampak ragu untuk memulai perbincangan. “Shie, apakah kau yakin akan setuju dengan keputusannya? Kau akan memberhentikanku? Apakah ini akhir persahabatan kita?” “Ck! Tentu saja tidak, bodoh! Aku hanya tak ingin membuat masalah dengan pria psiko itu. Kau tidak dengar apa yang ia katakan malam tadi? Keberadaanmu di sini hanyalah sebagai sahabat, bukan asistenku lagi. Artinya, kau boleh tinggal di sini sampai kapan pun.” Jennifer memut
Shienna tersenyum senang saat melihat paket yang datang dan ia buka pembungkusnya. Piano dan alat musik lainnya benar-benar Jennifer kirimkan ke penthouse dan hal itu membuatnya meneteskan air mata tiba-tiba.“Oh, lihatlah si bodoh itu! Dia sangat perhatian padaku,” gumamnya sembari mengusap air mata dan menekan nomor yang tertera pada layar ponselnya. “J ... apakah kau sedang luang? Aku ingin bertemu dan mengucapkan terima kasih atas perhatianmu.”“Apa? Untuk apa, Shie? Sudahlah ... aku melakukan itu ketika masih menjadi asistenmu, jadi anggaplah itu adalah tugasku dan kau sudah membayar dengan nominal yang bagus. Suamimu juga telah menambah bonus pesangon untukku,” jawabnya.“Apa? Ia menambah pesangon untukmu? Kenapa ia lakukan itu?”“Aku tak tahu. Kau tanyakan saja padanya.”“Tidak. Aku ingin mendengarnya darimu. La Kafe, jam makan siang. Aku tidak mau ada kata penolakan. Ini adalah reuni sahabat, kau harus meluangkan waktu, oke?”Setelah mendapat jawaban setuju dari sang sahabat,
Shienna akhirnya berhasil kelua dari kerumunan dan tiba kembali di penthouse. Ia kini tengah mengurung diri di kamar, sama sekali tidak membuka pintu. Tak peduli siapa pun yang mengetuk dari luar.Ia tak mengerti siapa yang harus ia percaya. Bryan memang tidak mengatakan apa pun ketika mereka menikah, bahkan saat ia dan pria itu membicarakan tentang surat kontrak yang isi pasalnya bahkan lupa untuk ia pastikan kembali. Namun, pernikahan mereka pun tidak dilandasi cinta, pantaskah kalau dirinya meminta kejelasan dari sang suami mengenai masalah ini?Tok tok tok!“Shie, ini aku. Elea mengatakan kalau kau enggan keluar dari kamar sejak tadi. Apa yang terjadi?” tanya sebuah suara yang Shienna tahu betul itu pasti Bryan. Namun, ia enggan bertemu siapa pun untuk saat ini. Ia sungguh tertekan. Selama dirinya menjadi public figure, tak pernah sekali pun ia berurusan dengan masalah percintaan. Apalagi menjadi tersangka atas rusaknya hubungan seseorang.Ia selalu dikhianati, diselingkuhi, kini
Shienna terbangun dengan tubuh yang terasa pegal dan membuatnya enggan bangkit dari ranjang. Ia justru merapatkan selimut dan tetap berbaring sampai kemudian mendengar ketukan di pintu."Nyonya, apakah Anda sudah bangun? Aku sudah menyiapkan sarapan dan vitamin. Hari ini ada jadwal pemeriksaan di spesialis kandungan, dan ... Anda hari ini akan melakukan yoga di ruang gym dengan seorang pelatih meternity yoga, bersama Tuan Sanders," ucap seorang perempuan dari luar.Mendengar penjelasan sang asisten, Shienna terpaksa bangkit dan membuka pintu untuknya."Kenapa kau tidak langsung masuk saja, Elea?" tanya Shienna."Saya khawatir Anda belum bangun, Nyonya.""Aku sudah bangun sekarang," jawab Shienna sembari melangkah menuju meja makan di mana sarapan dan semua yang ia butuhkan telah tersaji. "Bisa kau ulangi jadwalku hari ini?"Elea mengangguk, kemudian mengulang apa yang sudah ia katakan sebelumnya. Shienna tampak tenang menikmati m
“Apa yang terjadi padamu, Shie? Ayo kita kembali ke kamar, berpeganganlah.” Bryan menggendong sang istri yang tak lagi memiliki daya untuk melawan, bahkan untuk menghindar ketika sekali lagi aroma tubuh Bryan mengusiknya.Ia pasrah saja ketika Bryan membaringkannya di ranjang dan segera meraih ponsel untuk menghubungi Ryan Karl.“Ya, Bryan. Kawanku itu sudah dalam perjalanan. Ia mengabari beberapa menit lalu. Tunggulah.”Belum selesai pembicaraan keduanya, salah satu pelayan mengetuk pintu dan mengabarkan bahwa ada seorang dokter yang sudah menunggu di luar. Bryan meminta pelayan untuk mempersilakan dokter masuk dan segera melakukan pemeriksaan.“Apakah kau mengalami mual dan muntah hampir setiap hari?” tanya dokter sembari menempelkan stetoskop di dada Shienna dan memeriksa denyut nadinya.“Ya. Bahkan seperti setiap saat. Aku tidak menyukai aroma yang kusukai sebelumnya dan kurasa hasrat seksualku menurun sejak itu. Entahlah,” jawab Shienna sembari melemparkan tatapan pada sang suami
Bryan masih memikirkan nasib Amara setelah orang suruhan Edward mengepung dan menabrak mobil yang ia kemudian hingga terbakar. Namun, belum ada kabar lanjutan terkait peristiwa tersebut sehingga Edward mengambil kesimpulan kalau Amara pasti sudah tewas di tempat.Sementara itu, Shienna belum mengetahui apa pun mengenai hal itu. Bryan tak ingin sang istri menjadi gelisah dan berpikiran yang tidak-tidak terhadap Edward.“Mengapa kau tampak gelisah sejak tadi?” tanya Shienna sembari memeluk Bryan dari belakang. “Apakah Ed mengabarkan sesuatu yang buruk?”“Ya. Namun, aku tidak sedang memikirkan hal itu. Aku hanya membayangkan bagaimana jika kita memiliki bayi lagi?” tanya Bryan yang terus memandangi Shienna dengan tatapan penuh cinta.Shienna tak lagi takut untuk memiliki bayi, tetapi sanggupkah ia jika hanya anak mereka yang akhirnya menemaninya melewati masa tua?Bukankah itu ide bagus, memiliki sesuatu yang berasal dari Bryan agar ia bisa terus mengenang lelaki tercintanya jika ia perg
Dua bulan kemudian ... Shienna dan Bryan sudah pulih pasca menjalani operasi. Bryan tampak jauh lebih baik dan Ryan telah menyatakan kalau ia dalam kondisi yang prima. Banyak wejangan yang Ryan berikan untuknya, agar lebih menghargai apa yang ia miliki, termasuk kesehatan. Akan tetapi, ada hal yang tidak ia katakan pada Bryan melainkan hanya pada Shienna. “Mengenai kondisi ginjal dan organ lain, bisa kukatakan tak ada masalah. Namun, hasil tes menunjukkan kalau lupus yang ia derita masih aktif dan aku menyarankan agar ia tetap menjalani tritmen dengan obat-obatan.” “Apakah itu tidak akan mempengaruhi keadaan ginjalnya? Secara logika, ginjalnya tak lagi sama dengan miliknya yang sebenarnya, terlebih setelah menjalani operasi. Artinya, kondisinya akan memburuk sewaktu-waktu, kan?” Raut wajah Shienna mulai menegang. Terlebih setelah melihat respon dari Ryan, tubuhnya serasa tak bertulang. “Maksudmu, dia tetap akan pergi?” Keterdiaman Ryan membuat Shienna mengambil kesimpulan sendiri
Bryan akhirnya setuju dan segera menghubungi Edward dan pria itu datang bersama Jennifer. Di antara mereka tak ada satu pun yang bicara selama menunggu operasi Bryan dan Shienna berjalan lancar. Perawat keluar dari ruang operasi beberapa kali, saat itulah Edward menanyakan kabar Shienna dan Bryan.Beberapa jam berlalu, lampu di bagian atas pintu operasi menyala dengan warna hijau yang artinya operasi telah selesai. Edward bangkit dan segera menemui dokter yang baru saja keluar dari ruangan. Ryan dan beberapa dokter spesialis yang membantu jalannya operasi, tampak tergesa kemudian hanya Ryan yang akhirnya berhenti sejenak untuk menjawab kegelisahan sahabatnya.“Bagaimana kondisinya, Ryan?” tanya Edward dengan raut cemas yang tak bisa ia sembunyikan. Ini kali kedua Bryan melakukan operasi dan hal itu selalu sukses membuatnya begitu cemas.“Operasi berjalan lancar, kita tinggal menunggu Bryan dan Shienna siuman.”“Tolong tempatkan mereka di satu ruangan, itu akan mempercepat pemulihan k
Shienna berada di atas brankar yang bergerak cepat dalam kondisi setengah sadar. Ia sempat pingsan untuk beberapa waktu setelah dokter datang dan menemukannya bersimbah darah dengan sebilah pisau lipat menancap di pinggang sebelah kanan.Ia bisa melihat lampu terang menyorot dan membuat matanya merasakan silau. Ia memejamkan mata sejenak, tak kuasa menahan perih dan nyeri di pinggang serta mata yang terasa berat.“Shienna, buka matamu. Tetaplah sadar. Shienna!” Suara itu terus ia dengar memanggil namanya. Ia tak tahu di mana dirinya berada, tetapi sekilas, ia tahu kalau Ryan-lah yang ada di dekatnya.“Bryan ...” gumam Shienna dengan suara lirih. “Di mana suamiku?”“Aku akan segera mengabarinya.”Ryan hendak pergi, tetapi Shienna segera meraih lengan jasnya. “Tolong, jangan katakan apa pun padanya. Lakukan operasi pencangkokan sekarang tanpa memberi tahukan kondisiku padanya. Bisa, kan?”“Uhm, Shie—““Kumohon, kumohon ... aku akan bertahan. Aku janji. Tapi Bryan tak akan mendapat kesem
Bryan sudah meminta orang kepercayaannya untuk memeriksa loker sesuai yang Shienna informasikan dan menemukan banyak hal di sana. Namun, ia setuju untuk membiarkan semua file dan benda-benda milik Jun tetap aman dengan penjagaan tersembunyi. Ia harus memastikan terlebih dahulu kalau Jun akan membebaskan Edward dari tuntutannya.Jun pada akhirnya menarik tuntutan atas Edward dengan mengatakan bahwa ia telah salah menuduh Edward sementara yang terjadi padanya adalah murni sebuah kecelakaan. Ia juga membayar seorang petinggi polisi yang menangani kasus tersebut agar membebaskan Edward dari jerat hukum.Edward hari ini diputuskan untuk bebas bersyarat. Jennifer menjemput Edward, tetapi ia dan Bryan enggan pergi karena ada masalah lain yang harus mereka selesaikan. Meski Jun telah menarik tuntutannya, tetapi kasus yang akan mereka laporkan rupanya berhubungan dengan Jun.“Aku menemukan benda ini di penthouse Shienna dan di kamar ibuku. Aku tidak bisa memastikan ini milik siapa karena terl
Semua mata terbelalak dan tertuju pada wanita yang berdiri di hadapan Bryan. Tak ada luka yang terlihat, tetapi kemudian ia memegangi salah satu bagian tubuh yang mengucurkan darah segar.Nyaris limbung dan tersungkur, Bryan gegas meronta membebaskan diri dari pria yang memeganginya, lantas menghambur demi menopang tubuh sang istri.“Shienna!” Ia memanggil nama itu dengan perasaan cemas, memeriksa di mana bagian tubuh Shienna yang terkena tembakan, tetapi menemukan hanya lengan yang terluka. Ia melepaskan jaket dan membungkus luka tersebut. “Pegang ini kuat-kuat, oke?”Ia melepaskan Shienna yang bisa duduk dengan baik karena tak ada luka serius yang membuat Bryan bisa mengurus hal lain yang sudah seharusnya ia lakukan sejak tadi.Ia menghambur ke arah Jun, mencengkeram batang tenggorok lelaki itu dan membuatnya nyaris kehabisan napas.“Seharusnya aku menghabisimu sejak dulu, bajingan! Aku membiarkanmu hidup karena pelacurmu yang pandai berdusta itu. Ia tampaknya begitu memanjakanmu, s
Shienna tiba di rumah lamanya, karena ia meninggalkan Bryan pagi-pagi sekali dan saat ia masuk ke rumah, ia tak menemukan siapa pun selain beberapa wanita yang tengah melakukan pekerjaan di dapur basah yang ada di bangunan belakang.Ia memeriksa ruangan lain, tetapi nihil. Tak ada tanda-tanda keberadaan Bryan di mana pun.“Apa Anda mencari Tuan Sanders, Nyonya?” tanya salah satu pelayan yang memerhatikan Shienna mondar-mandir dengan wajah bingung sejak tiba di rumah.“Ya. Apakah kau tahu dia di mana? Apakah ia meninggalkan pesan untukku?”“Tuan Sanders hanya mengatakan kalau ia sedang ada keperluan dan meminta Anda untuk makan siang lebih dulu. Ia akan segera kembali jika semua urusan telah selesai.”Mendengar perkataan pelayan, Shienna justru semakin cemas. Masalah apa yang tengah Bryan hadapi sehingga ia sama sekali tidak mengabari. Bryan juga tidak menghubungi Shienna, padahal ia pasti panik saat tak menemukan Shienna di mana pun, tetapi mengapa ia tidak membombardirnya dengan pang
Mobil Bryan berhenti di halaman sebuah bangunan yang seharusnya tidak asing bagi Shienna. Namun, Bryan sengaja menutup mata Shienna sejak awal, karena tak ingin sang istri mengetahui ke mana tujuan mereka.Bryan membantu Shienna turun dan berjalan hingga tiba di sebuah pelataran yang sebelumnya hanyalah lahan kosong dan kini beberapa pegawai konstruksi tengah melakukan pembangunan gedung megah yang Bryan yakin akan membuat Shienna gembira jika mengetahuinya.Ia membuka penutup mata Shienna dan menunjukkan bangunan yang sudah mencapai 70% pembangunan dan tak lama lagi akan selesai. Bryan sudah meminta pekerja konstruksi untuk menyelesaikan dengan segera, karena ia tak bisa menjamin dirinya akan bertahan lebih lama.Shienna bungkam kala melihat apa yang ada di hadapannya. Bangunan lain yang pernah ia rencanakan akan ia bangun, meski tak yakin untuk tujuan apa, kini sudah hampir sepenuhnya berdiri.Ia menoleh pada Bryan yang masih menyunggingkan senyum, puas melihat mata sang istri berka