“Dave, aku mencintaimu ...” Gadis itu meracau dan perlahan membuka mata, menoleh sebentar dan menemukan seorang lelaki masih terlelap di sampingnya.
Pandangan matanya bergerak turun dari kepala lalu ke bagian bawah, lelaki itu tak mengenakan pakaian dan hanya tertutup selimut sebatas pinggang. Shienna membelalak seketika dan memeriksa dirinya sendiri.“Astaga! K-kenapa aku tidak memakai—“ Kalimat Shienna terhenti saat mendengar igauan lelaki di sampingnya.“Selena, aku cinta—“ Lelaki itu memutar tubuh dan wajahnya kini menghadap dengan Shienna yang bola matanya nyaris mencelus.“Bryan?!” pekiknya yang berhasil membangunkan lelaki yang sama kaget dengan dirinya.“Shienna? Apa yang kau lakukan di sini?!”“Bukankah aku yang harusnya bertanya padamu? Apa yang kau—tidak mungkin!” Shienna menutup mulut dengan kedua tangannya.Keduanya secara bersamaan menilik pada tubuh mereka masing-masing. Shienna menarik selimut agar menutupi dada dan sekujur tubuhnya yang polos, sementara Bryan pun melakukan hal yang sama. Satu selimut pada akhirnya menjadi rebutan antara Shienna dan lelaki yang mungkin telah menghabiskan malam panas dengannya.“Lepaskan! Ini selimutku! Apa yang kau lakukan di kamarku, hah?! Kau pasti mencari kesempatan dalam kesempitan, karena kau tahu kalau aku baru saja putus dengan kekasihku—ooh ... iya benar. Kaulah penyebab segala kesialan hidupku! Dasar kau bajingan!” Shienna menyerang lelaki itu dengan brutal, memukulinya hingga ia tak sadar kalau selimut yang semula menutupi dadanya kini terbuka dan memperlihatkan tubuh yang masih polos tanpa busana.Bryan yang semula berusaha melindungi bagian tubuh yang diserang oleh Shienna, tak lagi peduli apakah gadis itu memukuli atau bahkan membunuhnya karena tatapannya kini tertuju pada pemandangan indah di hadapannya.“Akhirnya aku bisa melihat bagian yang kau tutup selama ini. Hmm ... lumayan juga. Aku tidak menyangka meski kau adalah gadis manja dan galak, tetapi kau memiliki lekuk tubuh yang tertata,” pujinya dengan raut datar yang membuat Shienna gelagapan dan sibuk menutupi tubuhnya kembali.“Dasar brengsek! Bajingan mesum! Tanpa bertemu denganmu pun aku sudah merasa sial. Sekarang justru harus bertemu denganmu setelah sekian lama terbebas dan merasa bahagia. Apakah kau tahu kenapa? Karena sumpah serapahmu tidak terbukti dan sekarang—sialan! Kau pasti sengaja menguntitku, kan? Kau maniak! Pasti mengikuti ke mana pun aku pergi! Apa tujuanmu? Apa kau sengaja agar bisa menertawaiku karena sekali lagi diselingkuhi dan patah hati?!” Shienna memberondong Bryan lalu mengurut keningnya. “Keluar kau dari sini, keparat! Pergi!”Bryan tampak tak gentar dengan kemurkaan Shienna dan justru mendekat pada gadis itu, karena perkataan Shienna seketika mengusiknya.“Diselingkuhi? Apa yang kau bicarakan?" tanya Bryan, tak mengerti."Oh, kau berpura-pura tidak tahu sekarang, hah? Keluar dari sini!""Ouch! Shie, aku tak tahu apa yang terjadi pada kita, tapi mumpung aku masih di sini dan si junior akan bangkit sebentar lagi, jadi, bagaimana kalau kita reka ulang kejadian semalam?” goda lelaki itu menaik turunkan alisnya. Mendengar perkataan lelaki yang kini tengah memangkas jarak dengannya, Shienna memundurkan tubuh dengan raut cemas. “Kenapa? Apakah kau takut?”“Pergi! Jika tidak, aku akan memanggil petugas keamanan hotel untuk menangkapmu!” ancam gadis itu yang membuat Bryan terkekeh.“Tenang, tenang. Aku akan pergi.” Ia turun dari ranjang dan memakai pakaiannya di depan Shienna yang menoleh ke arah lain. “Tidak perlu membuang muka. Kau sudah melihat semuanya semalam. Dan pastinya sudah merasakan bagaimana garangnya si junior.”“Ewh! Menjijikkan! Kau pasti membual! Tidak mungkin aku melakukannya denganmu!”Mendengar kalimat bernada ketus dari Shienna, Bryan hanya menyunggingkan senyum miring. “Kau bahkan tidak ingat bagaimana nakalnya kau semalam. Nakal dan garang. Aku suka itu.” Ia telah selesai mengenakan pakaiannya lantas berdiri tegak menghadap Shienna yang masih berada di ranjang mendekap selimut agar tubuhnya tak terekspos. “Baiklah, katakan padaku, berapa tarifmu untuk malam tadi, hm?”“A-apa? Tarif? Kau pikir aku perempuan murahan, huh?!” teriak Shienna dengan niat untuk memancing reaksi pria itu, tetapi nihil. Pria dengan pahatan rahang tegas dan lekuk atletis itu menatap Shienna dengan tatapan tajam tak berperasaan.“Bukankah kau menyukai pria berduit? Untuk apa lagi kalau bukan memberikan kenikmatan pada mereka? Oh, tentu saja, padaku juga. Karena aku sudah merasakannya malam tadi.” Bryan menyeringai sinis, raut wajah yang semula menampakkan karakter nakal dan mesum, mendadak berubah drastis.Ia lantas mengambil ponsel dan menghubungi seseorang. “Cepat kau datang kemari dan bawakan pakaian bersih untukku. Aku ada di kamar nomor ... cari tahu saja lewat GPS. Aku tidak ingat berapa nomor kamar ini. Ya, kau tahu. Bisnis seperti biasa. Tarifnya terlalu mahal. Mungkin kau bisa carikan perempuan lain untukku nanti. Oke, aku tunggu.”Pria itu mengakhiri panggilan yang saat itu membuat Shienna tercengang.Tarif terlalu mahal apa maksudnya? Apakah yang Bryan maksudkan adalah dirinya? Dan lagi, dengan tenang lelaki itu melenggang meninggalkan Shienna yang masih termenung berusaha mengumpulkan ingatan mengenai apa saja yang terjadi malam tadi. Namun, tak berapa lama, terdengar suara langkah kaki kembali ke kamarnya.“Ambillah!" Bryan melemparkan beberapa lembar seratusan dolar dan selembar kartu nama ke atas ranjang. "Apakah kurang? Itu kartu namaku. Kau bisa menghubungiku di nomor yang atas jika kau merasa yang kuberikan ini tidak cukup banyak—juga bila terjadi sesuatu padamu. Atau jika tidak mendapat jawaban, kau bisa hubungi nomor yang bawah. Itu nomor asistenku.”“Apa maksudmu? Kau anggap aku pelacur, hah? Lagi pula, untuk apa aku menghubungimu?”“Ya, siapa tahu kau ingin meminta tanggung jawab. Karena dari yang kuingat, kita tidak menggunakan pengaman tadi malam. Kalau kau tidak mau, tak masalah. Tapi kupastikan aku tidak akan percaya apalagi bertanggung jawab jika kau datang dan mengaku mengandung anakku. Penawaran tidak datang dua kali. Bye.”Bryan pergi meninggalkan Shienna yang kembali gamang. Dan setelah memastikan lelaki itu tak akan kembali, Shienna memeriksa bagian bawah tubuhnya juga seprei yang bersih tanpa noda apa pun. Ia mendesah lega saat mengetahui tak ada jejak bahwa dirinya telah bercinta dengan mantan kekasihnya itu.“Syukurlah tak ada bercak darah. Kata orang, kalau pertama kali pasti akan berdarah. Berarti aku tidak melakukan apa pun dengannya malam tadi. Memang dasar bajingan! Aku tidak boleh bertemu lelaki pembawa sial itu lagi.” Shienna menggerutu sendiri di tengah kelegaan hatinya karena menemukan kenyataan bahwa ia tampaknya tidak melakukan apa pun dengan Bryan.Bisa jadi efek anggur yang ia minum membuatnya kegerahan lalu menanggalkan semua pakaian malam tadi.Ia lantas memakai kembali pakaiannya dan termenung teringat lelaki yang merupakan mantan kekasihnya saat ia masih di bangku kuliah.“Apa yang ia lakukan di negara ini? Tidak mungkin hanya kebetulan, bukan? Dia berubah drastis dan sangat...” Shienna menggeleng keras berusaha mengusir bayang-bayang Bryan dan menampar pipinya sendiri.“Sadarlah, Shienna! Dia adalah mantan kekasih yang paling tidak oke. Bisa jadi ia datang untuk mengadu nasib. Tidak mungkin ia memiliki uang sebanyak itu untuk berangkat ke luar negeri dan membayarku. Sial! Ia membayarku seperti seorang pelacur! Atau jangan-jangan ....”Shienna masih tenggelam dalam angan tentang sang mantan kekasih ketika ponselnya berdering. Ia sempat mengirim pesan teks pada sahabatnya sebelum akhirnya ia mendapat telepon dari sang sahabat.Mereka berbincang cukup lama, sebelum akhirnya Shienna memutuskan untuk keluar sekadar menghirup udara segar. Bukan segar, melainkan dingin dan menusuk tulang. Ia menyesal mengapa keluar tanpa menggunakan mantel berlapis.Tulangnya terasa seperti ditusuk-tusuk dan giginya pun mulai bergemeletuk. Ia masuk ke sebuah minimarket untuk menghangatkan diri dan tak disangka, ia bertemu lagi dengan pria yang telah menghabiskan malam indah dengannya.Jangan katakan bahwa malam itu begitu indah, karena bagi Shienna, tetaplah mimpi buruk.“Kau berubah pikiran?” ejek lelaki itu, menyunggingkan senyum miring. Entah mimpi apa Shienna semalam, sampai-sampai ia harus menghabiskan malam dengan Bryan dan dalam hitungan jam harus bertemu dengannya lagi.“Jangan terlalu percaya diri, Tuan Sanders. Aku tidak sudi meminta pertanggung jawaban darimu karena tidak terjadi apa pun malam tadi!” ketus Shienna dengan raut serius. Bryan hanya mendengkus, menyeringai penuh ejekan.“Kenapa? Bukankah aku sekarang sudah kaya raya? Kau seharusnya tak lagi malu membawaku ke mana pun kau pergi, sekaligus membawaku naik ke atas tubuhmu.”“Jaga mulutmu, Bray! Atau aku akan berteriak karena kau telah melakukan pelecehan!” geram Shienna setengah berbisik yang justru membuat Bryan semakin tergelak memperolok sikap perempuan pujaan hatinya.“Baiklah, maafkan aku. Aku akan serius, sekarang.” Bryan melangkah mengikis jarak antara dirinya dan Shienna yang hendak mundur, tetapi dengan cepat Bryan melingkarkan lengan di pinggang gadis itu. “Jangan lari lagi, Shie. Ikutlah denganku. Kita pastikan apakah kau mengandung atau tidak.”“Aku tidak akan mengandung karena bercinta denganku adalah khayalanmu sejak dulu. Aku tak akan heran dan bertanya-tanya mengapa kau bisa ada di tempat ini. Sosiopat sepertimu tak akan tenang jika tidak mengganggu kehidupanku,” balas Shienna.“Mari kita hentikan pertengkaran ini. Karena yang seharusnya marah dan membenci adalah aku setelah kau memutuskan hubungan kita dengan alasan absurd. Dan aku serius saat mengatakan dan meminta untuk ikut bersamaku. Aku tahu kau masih memiliki perasaan terhadapku.”“Mimpi saja, kau!” Shienna melenggang hendak meninggalkan Bryan, tetapi berbalik, merogoh tas dan mengeluarkan lembaran yang ia bawa sejak tadi lantas memberikan pada pria itu. “Ambil uangmu, karena aku tidak membutuhkannya!”Shienna melangkah meninggalkan Bryan yang tertegun sesaat, dan sadar bahwa ia tak bisa biarkan kesempatan menghilang lagi. Ia bergegas mengejar Shienna yang sudah keluar dari toko.“Shienna! Aku hanya memiliki satu kesempatan. Jika kau tidak ikut denganku, kau akan kesulitan menemukanku selama beberapa bulan ke depan. Mari kita hentikan pertikaian tidak jelas ini dan ikutlah bersamaku. Aku akan menunggu sampai pukul sepuluh. Kuharap kau bersedia datang. Jika tidak, maka tak akan ada lagi kesempatan untuk kita.”Tiga bulan kemudian ... “Shie, bagaimana perasaanmu? Apakah kau masih memikirkan Bryan dan malam panas kalian?” tanya sang asisten saat menemukan Shienna memegang Cello tetapi tatapannya tertuju ke depan dengan kosong.Bahkan setelah asistennya melambaikan tangan di depan wajahnya, Shienna tetap bergeming seolah tengah berkelana ke dimensi lain, kembali pada malam dirinya dan Bryan mungkin memang telah bercinta. Shienna masih tak percaya kalau lelaki yang sudah tidur dengannya adalah Bryan, mantan kekasih semasa masih di bangku perkuliahan. Ia bahkan hanya mengingat hal buruk yang dimiliki oleh lelaki itu; tubuh tambun, bekerja serabutan di sebuah gerai makanan cepat saji, dan bisa berkuliah pun karena bantuan beasiswa. Entah bagaimana Shienna bisa tertarik pada Bryan dua tahun sebelumnya dan mereka berpacaran cukup lama. Dua tahun bukan waktu yang sebentar atau sekejap, karena seharusnya hati keduanya makin lama makin terikat. Sayangnya, tidak demikian dengan yang Shienna rasakan.
Shienna mengetukkan heels-nya di atas lantai marmer yang ia pijak. Sudah hampir setengah jam ia menunggu di lobi, tetapi belum juga pria itu muncul. Ia dengan sengaja datang ke kantor milik pria yang telah menghabiskan malam dengannya di Palmerston, Cook Island. Pegawai resepsionis sudah memintanya menunggu, tetapi, ia merasa usahanya sia-sia. Shienna lantas mengambil ponsel dan menghubungi nomor yang tertera di kartu nama yang pria itu berikan. “Sialan! Apakah dia sedang berusaha menghindariku?” gumamnya, kesal. Ia bangkit, mengentak kaki menerobos beberapa pria yang bertugas menjaga keamanan, berdiri di depan elevator, memastikan tidak ada sembarang orang yang mengakses kotak besi itu untuk menuju ke ruang direksi. “Maaf, Nona. Anda mau ke mana?” tanya penjaga, ketika Shienna menekan tombol lift menuju ke lantai 21, di mana ruangan pria yang ia cari berada. “Aku akan ke atas untuk bertemu pemilik perusahaan.” “Apakah anda sudah membuat janji?” “Sudah, beberapa menit lalu.” “Ka
Prosesi berjalan lancar dan khidmat. Baru kali ini, Shienna melihat perhelatan pernikahan secara langsung karena dialah mempelai wanitanya. Sementara itu, raut wajah Bryan tidak menunjukkan semringah kebahagiaan, tidak juga tampak sedih. Bisa saja ia sengaja menyembunyikan perasaan karena ia sedang berusaha menjaga image. Pastilah pernikahan ini bukanlah sesuatu yang mereka harapkan. Beberapa pemburu berita mulai berdesakan di halaman hall Gladiola Palace, memastikan jalannya prosesi pernikahan Sang Diva dan pengusaha terkaya yang tak pernah terlihat bersama wanita mana pun. Artinya, rumor itu benar, bahwa mereka memang telah menghabiskan malam panas di Palmerston. Kini para wartawan hanya menantikan klarifikasi dari yang pihak Shienna dan Bryan mengenai berita tersebut. “Aku sudah meminta beberapa orang untuk datang ke rumahmu dan mengambil semua barang yang kau butuhkan,” ucap Bryan, saat mereka sudah berada di kamar pengantin Gladiola Hotel. Mereka tidak ingin menghabiskan mala
Tok tok tok! “Shie, maaf kalau mengganggu kalian. Aku hanya ingin menyampaikan sesuatu terkait jadwal untuk besok,” ucap asisten Shienna setelah mengetuk pintu larut malam. Bryan yang mengenal asisten sekaligus sahabat dari sang istri, hanya melirik sekilas, lantas kembali menyibukkan diri dengan pekerjaan di laptopnya. “Katakanlah, J.” “Sejak kau menjadi Nyonya Sanders, wartawan sudah melakukan polling untuk mengetahui siapa saja yang tertarik mendengar klarifikasi darimu.” Jennifer menjeda kalimat demi memastikan reaksi sahabatnya. “Apakah kau bisa melakukan konferensi pers untuk besok?” “Um ... masalah itu ....” “Ahem ... jangan lupakan perjanjian antara kita,” timpal Bryan, tak tahan mendengar percakapan seolah dirinya tidak berada di sana. “Apakah kau ingin aku mengatakan di hadapan orang-orang bahwa kau mengandung bayi karena kesalahan?” Shienna menatap Bryan dengan sorot tajam, kemudian kembali memusatkan perhatian pada Jennifer yang menunggu respon darinya. “Jennie
Shienna tiba di gedung yang tak asing baginya. Ia menoleh pada Bryan ketika mereka sudah tiba di lobi dan melangkah masuk ke gedung pencakar langit yang ia tahu merupakan kantor Bryan. Beberapa pegawai yang semula tengah sibuk bekerja, bangkit dan menghadap pada Bryan dan Shienna yang diikuti oleh asisten dan beberapa pengawal. “Selamat datang kembali Tuan dan Nyonya Sanders!” Salam sambutan mereka ucapkan, dan Shienna juga Bryan menerima kalimat yang sama setiap kali bertemu dengan pegawai lain bahkan ketika memasuki lift. “Tidak ke lantai 21, Bertha. Bawa kami ke lantai 21A,” titah Bryan saat perempuan berseragam rapi itu hendak menekan tombol yang biasa ia tekan setiap kali mengantar sang atasan menuju ke penthouse. Hari ini, untuk pertama kalinya, Bryan meminta perempuan bernama Bertha untuk membawanya ke lantas yang berada di atas ruang pribadinya. Perempuan itu mengangguk dan mengeluarkan kartu dari saku dan mendekatkan benda itu ke arah sensor yang terdapat pada dinding Lift.
Shienna memandangi Ray yang melangkah keluar dari penthouse-nya dengan tatapan sedih. Ia tak rela melepaskan pengawal seandal Ray yang selama ini membuat Shienna merasa aman di mana pun ia berada. Akan tetapi, satu hal yang ia tegaskan pada Ray, bahwa pria itu harus terus mengabari keadaannya dan jika sewaktu-waktu membutuhkan bantuan, maka Shienna akan bisa membantunya. Ditambah sebuah janji bahwa Shienna akan memakai jasanya kembali jika urusannya dengan Bryan sudah selesai. Kali ini giliran Jennifer yang sudah duduk tak jauh dari tempat Shienna yang tampak ragu untuk memulai perbincangan. “Shie, apakah kau yakin akan setuju dengan keputusannya? Kau akan memberhentikanku? Apakah ini akhir persahabatan kita?” “Ck! Tentu saja tidak, bodoh! Aku hanya tak ingin membuat masalah dengan pria psiko itu. Kau tidak dengar apa yang ia katakan malam tadi? Keberadaanmu di sini hanyalah sebagai sahabat, bukan asistenku lagi. Artinya, kau boleh tinggal di sini sampai kapan pun.” Jennifer memut
Shienna tersenyum senang saat melihat paket yang datang dan ia buka pembungkusnya. Piano dan alat musik lainnya benar-benar Jennifer kirimkan ke penthouse dan hal itu membuatnya meneteskan air mata tiba-tiba.“Oh, lihatlah si bodoh itu! Dia sangat perhatian padaku,” gumamnya sembari mengusap air mata dan menekan nomor yang tertera pada layar ponselnya. “J ... apakah kau sedang luang? Aku ingin bertemu dan mengucapkan terima kasih atas perhatianmu.”“Apa? Untuk apa, Shie? Sudahlah ... aku melakukan itu ketika masih menjadi asistenmu, jadi anggaplah itu adalah tugasku dan kau sudah membayar dengan nominal yang bagus. Suamimu juga telah menambah bonus pesangon untukku,” jawabnya.“Apa? Ia menambah pesangon untukmu? Kenapa ia lakukan itu?”“Aku tak tahu. Kau tanyakan saja padanya.”“Tidak. Aku ingin mendengarnya darimu. La Kafe, jam makan siang. Aku tidak mau ada kata penolakan. Ini adalah reuni sahabat, kau harus meluangkan waktu, oke?”Setelah mendapat jawaban setuju dari sang sahabat,
Shienna akhirnya berhasil kelua dari kerumunan dan tiba kembali di penthouse. Ia kini tengah mengurung diri di kamar, sama sekali tidak membuka pintu. Tak peduli siapa pun yang mengetuk dari luar.Ia tak mengerti siapa yang harus ia percaya. Bryan memang tidak mengatakan apa pun ketika mereka menikah, bahkan saat ia dan pria itu membicarakan tentang surat kontrak yang isi pasalnya bahkan lupa untuk ia pastikan kembali. Namun, pernikahan mereka pun tidak dilandasi cinta, pantaskah kalau dirinya meminta kejelasan dari sang suami mengenai masalah ini?Tok tok tok!“Shie, ini aku. Elea mengatakan kalau kau enggan keluar dari kamar sejak tadi. Apa yang terjadi?” tanya sebuah suara yang Shienna tahu betul itu pasti Bryan. Namun, ia enggan bertemu siapa pun untuk saat ini. Ia sungguh tertekan. Selama dirinya menjadi public figure, tak pernah sekali pun ia berurusan dengan masalah percintaan. Apalagi menjadi tersangka atas rusaknya hubungan seseorang.Ia selalu dikhianati, diselingkuhi, kini
“Apa yang terjadi padamu, Shie? Ayo kita kembali ke kamar, berpeganganlah.” Bryan menggendong sang istri yang tak lagi memiliki daya untuk melawan, bahkan untuk menghindar ketika sekali lagi aroma tubuh Bryan mengusiknya.Ia pasrah saja ketika Bryan membaringkannya di ranjang dan segera meraih ponsel untuk menghubungi Ryan Karl.“Ya, Bryan. Kawanku itu sudah dalam perjalanan. Ia mengabari beberapa menit lalu. Tunggulah.”Belum selesai pembicaraan keduanya, salah satu pelayan mengetuk pintu dan mengabarkan bahwa ada seorang dokter yang sudah menunggu di luar. Bryan meminta pelayan untuk mempersilakan dokter masuk dan segera melakukan pemeriksaan.“Apakah kau mengalami mual dan muntah hampir setiap hari?” tanya dokter sembari menempelkan stetoskop di dada Shienna dan memeriksa denyut nadinya.“Ya. Bahkan seperti setiap saat. Aku tidak menyukai aroma yang kusukai sebelumnya dan kurasa hasrat seksualku menurun sejak itu. Entahlah,” jawab Shienna sembari melemparkan tatapan pada sang suami
Bryan masih memikirkan nasib Amara setelah orang suruhan Edward mengepung dan menabrak mobil yang ia kemudian hingga terbakar. Namun, belum ada kabar lanjutan terkait peristiwa tersebut sehingga Edward mengambil kesimpulan kalau Amara pasti sudah tewas di tempat.Sementara itu, Shienna belum mengetahui apa pun mengenai hal itu. Bryan tak ingin sang istri menjadi gelisah dan berpikiran yang tidak-tidak terhadap Edward.“Mengapa kau tampak gelisah sejak tadi?” tanya Shienna sembari memeluk Bryan dari belakang. “Apakah Ed mengabarkan sesuatu yang buruk?”“Ya. Namun, aku tidak sedang memikirkan hal itu. Aku hanya membayangkan bagaimana jika kita memiliki bayi lagi?” tanya Bryan yang terus memandangi Shienna dengan tatapan penuh cinta.Shienna tak lagi takut untuk memiliki bayi, tetapi sanggupkah ia jika hanya anak mereka yang akhirnya menemaninya melewati masa tua?Bukankah itu ide bagus, memiliki sesuatu yang berasal dari Bryan agar ia bisa terus mengenang lelaki tercintanya jika ia perg
Dua bulan kemudian ... Shienna dan Bryan sudah pulih pasca menjalani operasi. Bryan tampak jauh lebih baik dan Ryan telah menyatakan kalau ia dalam kondisi yang prima. Banyak wejangan yang Ryan berikan untuknya, agar lebih menghargai apa yang ia miliki, termasuk kesehatan. Akan tetapi, ada hal yang tidak ia katakan pada Bryan melainkan hanya pada Shienna. “Mengenai kondisi ginjal dan organ lain, bisa kukatakan tak ada masalah. Namun, hasil tes menunjukkan kalau lupus yang ia derita masih aktif dan aku menyarankan agar ia tetap menjalani tritmen dengan obat-obatan.” “Apakah itu tidak akan mempengaruhi keadaan ginjalnya? Secara logika, ginjalnya tak lagi sama dengan miliknya yang sebenarnya, terlebih setelah menjalani operasi. Artinya, kondisinya akan memburuk sewaktu-waktu, kan?” Raut wajah Shienna mulai menegang. Terlebih setelah melihat respon dari Ryan, tubuhnya serasa tak bertulang. “Maksudmu, dia tetap akan pergi?” Keterdiaman Ryan membuat Shienna mengambil kesimpulan sendiri
Bryan akhirnya setuju dan segera menghubungi Edward dan pria itu datang bersama Jennifer. Di antara mereka tak ada satu pun yang bicara selama menunggu operasi Bryan dan Shienna berjalan lancar. Perawat keluar dari ruang operasi beberapa kali, saat itulah Edward menanyakan kabar Shienna dan Bryan.Beberapa jam berlalu, lampu di bagian atas pintu operasi menyala dengan warna hijau yang artinya operasi telah selesai. Edward bangkit dan segera menemui dokter yang baru saja keluar dari ruangan. Ryan dan beberapa dokter spesialis yang membantu jalannya operasi, tampak tergesa kemudian hanya Ryan yang akhirnya berhenti sejenak untuk menjawab kegelisahan sahabatnya.“Bagaimana kondisinya, Ryan?” tanya Edward dengan raut cemas yang tak bisa ia sembunyikan. Ini kali kedua Bryan melakukan operasi dan hal itu selalu sukses membuatnya begitu cemas.“Operasi berjalan lancar, kita tinggal menunggu Bryan dan Shienna siuman.”“Tolong tempatkan mereka di satu ruangan, itu akan mempercepat pemulihan k
Shienna berada di atas brankar yang bergerak cepat dalam kondisi setengah sadar. Ia sempat pingsan untuk beberapa waktu setelah dokter datang dan menemukannya bersimbah darah dengan sebilah pisau lipat menancap di pinggang sebelah kanan.Ia bisa melihat lampu terang menyorot dan membuat matanya merasakan silau. Ia memejamkan mata sejenak, tak kuasa menahan perih dan nyeri di pinggang serta mata yang terasa berat.“Shienna, buka matamu. Tetaplah sadar. Shienna!” Suara itu terus ia dengar memanggil namanya. Ia tak tahu di mana dirinya berada, tetapi sekilas, ia tahu kalau Ryan-lah yang ada di dekatnya.“Bryan ...” gumam Shienna dengan suara lirih. “Di mana suamiku?”“Aku akan segera mengabarinya.”Ryan hendak pergi, tetapi Shienna segera meraih lengan jasnya. “Tolong, jangan katakan apa pun padanya. Lakukan operasi pencangkokan sekarang tanpa memberi tahukan kondisiku padanya. Bisa, kan?”“Uhm, Shie—““Kumohon, kumohon ... aku akan bertahan. Aku janji. Tapi Bryan tak akan mendapat kesem
Bryan sudah meminta orang kepercayaannya untuk memeriksa loker sesuai yang Shienna informasikan dan menemukan banyak hal di sana. Namun, ia setuju untuk membiarkan semua file dan benda-benda milik Jun tetap aman dengan penjagaan tersembunyi. Ia harus memastikan terlebih dahulu kalau Jun akan membebaskan Edward dari tuntutannya.Jun pada akhirnya menarik tuntutan atas Edward dengan mengatakan bahwa ia telah salah menuduh Edward sementara yang terjadi padanya adalah murni sebuah kecelakaan. Ia juga membayar seorang petinggi polisi yang menangani kasus tersebut agar membebaskan Edward dari jerat hukum.Edward hari ini diputuskan untuk bebas bersyarat. Jennifer menjemput Edward, tetapi ia dan Bryan enggan pergi karena ada masalah lain yang harus mereka selesaikan. Meski Jun telah menarik tuntutannya, tetapi kasus yang akan mereka laporkan rupanya berhubungan dengan Jun.“Aku menemukan benda ini di penthouse Shienna dan di kamar ibuku. Aku tidak bisa memastikan ini milik siapa karena terl
Semua mata terbelalak dan tertuju pada wanita yang berdiri di hadapan Bryan. Tak ada luka yang terlihat, tetapi kemudian ia memegangi salah satu bagian tubuh yang mengucurkan darah segar.Nyaris limbung dan tersungkur, Bryan gegas meronta membebaskan diri dari pria yang memeganginya, lantas menghambur demi menopang tubuh sang istri.“Shienna!” Ia memanggil nama itu dengan perasaan cemas, memeriksa di mana bagian tubuh Shienna yang terkena tembakan, tetapi menemukan hanya lengan yang terluka. Ia melepaskan jaket dan membungkus luka tersebut. “Pegang ini kuat-kuat, oke?”Ia melepaskan Shienna yang bisa duduk dengan baik karena tak ada luka serius yang membuat Bryan bisa mengurus hal lain yang sudah seharusnya ia lakukan sejak tadi.Ia menghambur ke arah Jun, mencengkeram batang tenggorok lelaki itu dan membuatnya nyaris kehabisan napas.“Seharusnya aku menghabisimu sejak dulu, bajingan! Aku membiarkanmu hidup karena pelacurmu yang pandai berdusta itu. Ia tampaknya begitu memanjakanmu, s
Shienna tiba di rumah lamanya, karena ia meninggalkan Bryan pagi-pagi sekali dan saat ia masuk ke rumah, ia tak menemukan siapa pun selain beberapa wanita yang tengah melakukan pekerjaan di dapur basah yang ada di bangunan belakang.Ia memeriksa ruangan lain, tetapi nihil. Tak ada tanda-tanda keberadaan Bryan di mana pun.“Apa Anda mencari Tuan Sanders, Nyonya?” tanya salah satu pelayan yang memerhatikan Shienna mondar-mandir dengan wajah bingung sejak tiba di rumah.“Ya. Apakah kau tahu dia di mana? Apakah ia meninggalkan pesan untukku?”“Tuan Sanders hanya mengatakan kalau ia sedang ada keperluan dan meminta Anda untuk makan siang lebih dulu. Ia akan segera kembali jika semua urusan telah selesai.”Mendengar perkataan pelayan, Shienna justru semakin cemas. Masalah apa yang tengah Bryan hadapi sehingga ia sama sekali tidak mengabari. Bryan juga tidak menghubungi Shienna, padahal ia pasti panik saat tak menemukan Shienna di mana pun, tetapi mengapa ia tidak membombardirnya dengan pang
Mobil Bryan berhenti di halaman sebuah bangunan yang seharusnya tidak asing bagi Shienna. Namun, Bryan sengaja menutup mata Shienna sejak awal, karena tak ingin sang istri mengetahui ke mana tujuan mereka.Bryan membantu Shienna turun dan berjalan hingga tiba di sebuah pelataran yang sebelumnya hanyalah lahan kosong dan kini beberapa pegawai konstruksi tengah melakukan pembangunan gedung megah yang Bryan yakin akan membuat Shienna gembira jika mengetahuinya.Ia membuka penutup mata Shienna dan menunjukkan bangunan yang sudah mencapai 70% pembangunan dan tak lama lagi akan selesai. Bryan sudah meminta pekerja konstruksi untuk menyelesaikan dengan segera, karena ia tak bisa menjamin dirinya akan bertahan lebih lama.Shienna bungkam kala melihat apa yang ada di hadapannya. Bangunan lain yang pernah ia rencanakan akan ia bangun, meski tak yakin untuk tujuan apa, kini sudah hampir sepenuhnya berdiri.Ia menoleh pada Bryan yang masih menyunggingkan senyum, puas melihat mata sang istri berka