Udara dingin menyelimuti sekujur tubuh perempuan asal Bandung tatkala pemuda yang tak jelas asalnya tiba-tiba menarik tangannya secara paksa, Antariksha Bumisakti mendadak berubah menjadi agresif beberapa jam setelah seorang perempuan muda ditinggal sendiri oleh ayahnya. Jarum dari jam dinding yang membentuk sudut sembilan puluh derajat ke arah kanan, atau tepat pukul tiga pagi menjadi pusat perhatian kedua bagi sang perempuan setelah melihat wajah Arsha yang menjadi pusat perhatian pertamanya.
Kaki telanjang yang dipaksa menginjak lantai bersuhu rendah, tak membuat Niskala Kirani Alnair bisa begitu saja marah. Meskipun apa yang dilakukan oleh Arsha bisa jadi adalah hal yang mampu membuat sebagian besar manusia murka, Niskala masih menanggapi pemuda itu dengan penuh percaya. Kesan paksa yang tersemat pada lakon yang sedang Arsha perankan, tak bisa didukung sepenuhnya karena Arsha masih memper
Deraian air mata yang menetes dari mata indah milik Niskala, baru saja mendapatkan dukungan ekspresi berupa keindahan yang berasal dari senyum manis di bibirnya. Perempuan itu bak menyerap energi dari Galaksi Bimasakti yang sedang mengitari langit, air mata yang berbinar seakan menjadi butiran cermin yang merefleksikan cahaya dari bintang-bintang yang ia pingit. “Makasih banyak, Sha.” Bibirnya yang semula membentuk lengkungan, kini terbuka dan mengeluarkan suara yang membentuk sebuah ucapan. “Sama-sama, Ka,” balas Arsha. “Ka? Tumben hehe…,” tanya Niskala heran. “Katanya kamu pengen dipanggil ‘Niska’ atau ‘Ka’ ‘kan?” balas Arsha. “Iyaa, ya tu
Suara hentakan dari sebuah papan catur terdengar setelah benteng milik Rawamana dimakan bulat-bulat oleh ratu milik Antariksha, dilanjut dengan suara sang pemuda yang sedikit berteriak setelah mengeklaim kemenangannya, Arsha berhasil mengalahkan Rawa berkat gerakan gambit, sebuah istilah dalam permainan catur ketika pemain mengorbankan satu atau dua bidak sebagai strategi untuk mendapatkan keuntungan. “Skak mat!” seru Arsha. “Sial!” gerutu Rawa. Sore hari yang sejuk menghiasi suasana gazebo tua yang berdiri kokoh di pinggir Pantai Renjana, di hari yang begitu indah dengan langit sore yang menjingga, terdapat empat orang anak manusia yang asik menyantap es kelapa, dan dua di antaranya sedang bergemar dengan papan catur hasil pinjaman dari Koh Banar.
Keberadaan seorang perempuan cantik berambut kuncir kuda khas yang muncul secara tiba-tiba, tentu membuat semua tamu gazebo tua terkejut seketika. Shania tidaklah tinggal di desa yang sama dengan mereka, kendati rumahnya tidak begitu jauh dari jalan raya utama, ini adalah kali pertama bagi Arsha dan kedua sahabatnya melihat perempuan itu di sana. Mereka memang sempat mengenyam pendidikan di sekolah menengah kejuruan yang sama, namun lokasi sekolah itu tidaklah berada di desa, sekolah kejuruan negeri itu berada di kecamatan lain di kabupaten mereka, butuh angkutan umum untuk sampai ke sana. Oleh karenanya, pertemuan mereka dengan Shania sore ini adalah sesuatu yang sangat tidak terduga. “Shan?! Kok kamu ada di sini?” tanya Rhea penasaran. “Ehehe, iya, Rhe. Ada uru
Kepulangan Shania menjadi titik awal pembubaran dari grup perkumpulan gazebo tua, langit yang semakin gelap turut membawa alasan untuk mereka pulang ke rumah. Gazebo tua itu mereka bersihkan perlahan hingga kembali tertata, diiringi kepergian papan catur milik Koh Banar yang telah kembali ke tangan pemiliknya. Niskala yang tak bisa menaiki sepeda harus selalu berada di belakang Antariksha, mereka berdua lagi-lagi kembali menjadi pasangan di atas dua roda. Rawa dan Rhea juga tak luput mengambil sepeda mereka, acara konvoi dari tiga buah sepeda dengan empat orang peserta, terlihat mulai bergerak dari pesisir Pantai Renjana untuk kembali ke markas besarnya, kembali ke rumah, kembali ke keluarga. Niskala yang biasanya selalu memiliki alasan untuk membuka mulutnya, entah untuk mengatakan bahwa suasananya nyaman, pemandangannya indah a
Suara Rawa terdengar begitu nyaring di tengah gelap, seakan mampu menembus lapisan kabut yang menyelimuti hampir di tiap sudut. Pemuda itu tampak tergesa-gesa mengayuh sepedanya sampai lupa bahwa ada seseorang di belakangnya yang tampak kurang nyaman dengan segala guncangan yang ia rasakan. Keberadaan Rawa dan Rhea di atas sepeda, di saat waktu yang telah dijanjikan untuk kedatangan mobil Pak Rama telah terlewat begitu saja, sontak membuat gelisah Arsha dan Niskala yang sejak tadi menunggu di tengah dinginnya suhu. Tak ada hal lain yang ingin mereka berdua lakukan saat ini selain menanyakan apa yang sedang terjadi kepada Rawa dan Rhea. Sepeda yang awalnya terlihat seperti titik kecil di tengah kabut tebal, perlahan mulai terbentuk kembali ke wujud asal. Teriakan Rawa berakhir sesaat setelah sepeda kayuhannya berhasil sampai dua l
Mobil perak milik Shania akhirnya sampai di depan gerbang UNSUF yang tempo hari dilewati oleh Arsha dan Niskala. Para penumpang mobil itu langsung bergegas keluar dari kendaraan yang telah membawa mereka, meski waktu masih tersisa sepuluh menit, mereka tak ingin mengambil risiko terlambat meski hanya satu detik. Karena jumlah calon mahasiswa baru tidak begitu banyak, Ospek di UNSUF mengharuskan seluruh calon mahasiswa dari tiap jurusan untuk digabung menjadi satu, dan kemudian dipecah menjadi banyak kelompok kecil berjumlah sepuluh orang. Segera setelah memasuki gerbang UNSUF, gerombolan berkalung tanda nama dari kardus itu langsung menuju sebuah lapangan besar yang terlihat ramai. Tepat pukul enam kurang sepuluh menit, mereka sudah sampai di tempat berkumpul para calon peserta didik.
Dirgantara Andromeda yang tak diduga mengumumkan perubahan sistem pemilihan raja dan ratu Ospek, memberikan kejutan kepada para kandidat yang berminat, dua orang yang Arsha tahu sebagai peserta yang berminat antara lain adalah Niskala dan Shania. Arsha memang tak bisa melihat mereka berdua, tapi ia sangat yakin bahwa mereka pasti sedang memperhatikan dengan seksama. “Voting akan tetap berjalan seperti tahun-tahun sebelumnya, namun tahun ini sumbangsih dari hasil voting hanya akan berpengaruh sebesar empat puluh persen dari keseluruhan nilai, enam puluh persennya akan didapatkan dari poin!” seru Dirga. “Poin?” “Maksudnya?” “Poin apa?” Bisikka
Para anggota kelompok dibawah pengawasan Celine ditinggalkan dengan kebingungan oleh sang ketua acara begitu saja, Celine yang terlihat seperti mengetahui sesuatu juga memilih untuk tak memberi tahu apa-apa kepada mereka. “Calon raja?” gumam Arsha dalam hatinya. Arsha yang juga tak mengerti maksud perkataan Dirga, lebih memilih untuk tak mencari tahu kepada pendamping kelompoknya. Pada akhirnya Arsha lebih memilih untuk fokus kepada acara Ospek yang akan segera berlanjut ke tahap berikutnya. “Kak, maksudnya calon raja itu apa, ya?” tanya salah satu anggota kelompok. “Iya, Kak, tadi Kak Dirga ngomongin apa, sih?” sambung anggota yang lain. “Udah, u
Setelah beberapa jam mendengarkan, acara pemberian materi akhirnya berakhir bersamaan dengan suara panggilan untuk istirahat sore menjelang petang. Tepat pada pukul lima sore, mereka semua kembali bubar untuk sekadar makan cemilan dan ibadah sore bagi yang menjalankan. Arsha telah berpisah dengan Niskala yang juga kembali ke kelompoknya, ia kini sendirian menuju sekumpulan orang yang tak lain adalah anak-anak asuh dari Celine. Pendamping kelompok yang terlihat riang itu juga terlihat menyadari keberadaan dari Arsha. “Eh, Arsha, sini-sini,” pintanya dengan gestur tangan yang mengundang. “Iya, Kak,” angguk Arsha. Celine mulai kembali menjalankan perannya. Tidak seperti pendamping kelompok pada umumnya, C
Langkah kaki Arsha melambat seiring tubuhnya yang mendekat dengan ketiga orang yang ia kenal, pandangannya lebih sering tertuju ke bawah, langsung ke arah sebuah amplop merah muda dengan pita. Ia masih menggumamkan tentang kemungkinan isi dari amplop bersangkutan, sekaligus mencoba menerka dari mana asalnya.Arsha yang terlihat seperti orang kebingungan, berhasil menarik perhatian Rawa yang tak sengaja melihatnya. Langkah kaki yang tak dihitung jumlahnya, tiba-tiba mencapai sebuah titik di mana ia akhirnya sampai ke tujuannya.Kini bukan hanya Rawa, namun juga Rhea dan Niskala yang menyadari keberadaan Arsha, Rawa yang telah lebih dulu tertarik pusat perhatiannya, tanpa basa basi langsung menyapa Arsha, tentu saja dengan caranya.“Woi, anak ilang? Lagi nyari mama?&rdqu
Ratusan pasang mata kini terpaku kepada Arsha yang baru saja mengatakan hal yang tak terduga, ia yang sedari awal berdiri berdampingan bersama Pak Ali, ternyata menjadi satu-satunya orang yang menentang dan tak menerima keputusan dari Rektornya sendiri, kendati keputusan itu sangat menguntungkan dirinya pribadi. “Tidak adil? Kenapa kamu berpikir begitu, Nak?” tanya Pak Ali. “Dalam ruangan ini, saya memiliki dua orang teman perempuan, keduanya sangat ingin menjadi ratu bahkan sebelum acara Ospek ini dimulai. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan jika ada orang lain yang juga sangat menginginkan posisi raja. Meskipun saya tidak mengenalnya, pasti di salah satu sudut ruangan ini ada yang telah mati-matian mempersiapkannya dengan penuh semangat. Saya tidak bisa begitu saja datang dan mengambil apa yang baru saja ingin mereka per
Antariksha Bumisakti termenung di tengah-tengah ruangan besar berisi banyak sekali orang kebingungan, matanya membulat sendirian dengan detak jantung berdebar tak karuan. Seorang perempuan yang duduk di sampingnya juga tak kalah bingung, ia seketika langsung memperhatikannya dengan tatapan tak percaya.Reaksi yang diterima kedua orang itu sangat kontra dengan para peserta lainnya yang mengerumuni mereka, ketika orang lain yang tak tahu apa-apa hanya mampu saling melihat satu sama lain sembari bertanya siapakah sosok Antariksha Bumisakti yang baru saja disebut oleh Pak Ali, orang-orang yang mengenal sosok aslinya mungkin sekarang sedang terdiam dan bertanya tentang hal apa yang Arsha lakukan sehingga mampu menarik perhatian seseorang sepenting itu.“Sha, kamu…,” ujar Niskala.
Ruang aula yang perlahan terisi penuh oleh para peserta, menjadi pertanda dimulainya acara selanjutnya. Sebelum pemberian materi oleh para pembicara yang merupakan tokoh-tokoh penting di UNSUF, Rafiq sang ketua divisi acara kembali hadir untuk memberikan beberapa penjelasan sebelum para peserta mulai mendengarkan pembicara yang sesungguhnya. Rafiq berdiri di atas panggung, di hadapan para peserta. Di atas panggung juga terdapat meja panjang dengan beberapa kursi di belakangnya. Dirga yang merupakan ketua panitia terlihat duduk di salah satu kursi yang disediakan di sana, ia tampaknya akan menjadi salah satu orang penting yang akan menjadi pembicara. “Selamat pagi, selamat datang bagi para peserta yang telah hadir, saya akan memberi beberapa susunan dan peraturan sebelum kita melanjutkan acara,” salam Rafiq. &
Para anggota kelompok dibawah pengawasan Celine ditinggalkan dengan kebingungan oleh sang ketua acara begitu saja, Celine yang terlihat seperti mengetahui sesuatu juga memilih untuk tak memberi tahu apa-apa kepada mereka. “Calon raja?” gumam Arsha dalam hatinya. Arsha yang juga tak mengerti maksud perkataan Dirga, lebih memilih untuk tak mencari tahu kepada pendamping kelompoknya. Pada akhirnya Arsha lebih memilih untuk fokus kepada acara Ospek yang akan segera berlanjut ke tahap berikutnya. “Kak, maksudnya calon raja itu apa, ya?” tanya salah satu anggota kelompok. “Iya, Kak, tadi Kak Dirga ngomongin apa, sih?” sambung anggota yang lain. “Udah, u
Dirgantara Andromeda yang tak diduga mengumumkan perubahan sistem pemilihan raja dan ratu Ospek, memberikan kejutan kepada para kandidat yang berminat, dua orang yang Arsha tahu sebagai peserta yang berminat antara lain adalah Niskala dan Shania. Arsha memang tak bisa melihat mereka berdua, tapi ia sangat yakin bahwa mereka pasti sedang memperhatikan dengan seksama. “Voting akan tetap berjalan seperti tahun-tahun sebelumnya, namun tahun ini sumbangsih dari hasil voting hanya akan berpengaruh sebesar empat puluh persen dari keseluruhan nilai, enam puluh persennya akan didapatkan dari poin!” seru Dirga. “Poin?” “Maksudnya?” “Poin apa?” Bisikka
Mobil perak milik Shania akhirnya sampai di depan gerbang UNSUF yang tempo hari dilewati oleh Arsha dan Niskala. Para penumpang mobil itu langsung bergegas keluar dari kendaraan yang telah membawa mereka, meski waktu masih tersisa sepuluh menit, mereka tak ingin mengambil risiko terlambat meski hanya satu detik. Karena jumlah calon mahasiswa baru tidak begitu banyak, Ospek di UNSUF mengharuskan seluruh calon mahasiswa dari tiap jurusan untuk digabung menjadi satu, dan kemudian dipecah menjadi banyak kelompok kecil berjumlah sepuluh orang. Segera setelah memasuki gerbang UNSUF, gerombolan berkalung tanda nama dari kardus itu langsung menuju sebuah lapangan besar yang terlihat ramai. Tepat pukul enam kurang sepuluh menit, mereka sudah sampai di tempat berkumpul para calon peserta didik.
Suara Rawa terdengar begitu nyaring di tengah gelap, seakan mampu menembus lapisan kabut yang menyelimuti hampir di tiap sudut. Pemuda itu tampak tergesa-gesa mengayuh sepedanya sampai lupa bahwa ada seseorang di belakangnya yang tampak kurang nyaman dengan segala guncangan yang ia rasakan. Keberadaan Rawa dan Rhea di atas sepeda, di saat waktu yang telah dijanjikan untuk kedatangan mobil Pak Rama telah terlewat begitu saja, sontak membuat gelisah Arsha dan Niskala yang sejak tadi menunggu di tengah dinginnya suhu. Tak ada hal lain yang ingin mereka berdua lakukan saat ini selain menanyakan apa yang sedang terjadi kepada Rawa dan Rhea. Sepeda yang awalnya terlihat seperti titik kecil di tengah kabut tebal, perlahan mulai terbentuk kembali ke wujud asal. Teriakan Rawa berakhir sesaat setelah sepeda kayuhannya berhasil sampai dua l