Share

Bab 7. Tembok Terakhir 2

Ketika prajurit terakhir berhasil masuk, Elara jatuh berlutut, kelelahan. Kael dan Alaric segera membantu Elara bangkit, menariknya ke tempat yang aman.

Di dalam benteng, suasana mencekam. Prajurit yang terluka berbaring di lantai, sementara tabib dan perawat berusaha memberikan pertolongan pertama. Bau obat-obatan bercampur dengan bau darah memenuhi udara. Cahaya obor yang berkedip-kedip memberikan bayangan yang menari di dinding batu kastil.

Raja Cedric berdiri di tengah ruangan, matanya memandang kosong ke arah peta yang tergantung di dinding. "Kita kalah telak," gumamnya, suaranya penuh penyesalan.

Salah satu jenderal, Sir Eadric, mendekat dengan langkah cepat. "Yang Mulia, kita harus segera mencari jalan keluar. Musuh akan segera menyerang benteng ini."

Cedric mengangguk pelan. "Aku tahu, Eadric. Tapi apa yang bisa kita lakukan sekarang? Mereka terlalu kuat."

Tiba-tiba, pintu ruang strategi terbuka dengan keras, dan masuklah seorang pria tua berjubah hitam dengan tongkat sihir di tangannya. Matanya berkilauan dengan pengetahuan dan kekuatan. "Aku tahu siapa yang kita hadapi," kata pria tua itu dengan suara berat.

Elara menoleh, mengenali sosok itu. "Archmage Theron, kau datang tepat waktu."

Theron mengangguk, wajahnya serius. "Musuh kita adalah Lord Darkbane, mantan anggota Dewan Sihir Eldoria. Dia menghilang bertahun-tahun lalu, membawa serta kekuatan gelap yang kita kira sudah punah."

Theron melanjutkan ceritanya, suaranya bergema di ruangan. "Lord Darkbane dulunya adalah salah satu penyihir terkuat di Eldoria. Namun, ambisinya yang tak terbatas membuatnya jatuh ke dalam kegelapan. Dia mencari kekuatan dari sumber-sumber terlarang, mengorbankan apapun untuk mencapai tujuannya. Dewan Sihir akhirnya mengusirnya, tapi dia sudah terlalu kuat untuk dihentikan."

Semua yang hadir mendengarkan dengan seksama, merasakan beratnya sejarah yang diungkapkan. "Darkbane tidak hanya ingin menghancurkan Eldoria," lanjut Theron. "Dia ingin menguasai seluruh kerajaan ini, menjadikannya kerajaan kegelapan di bawah kekuasaannya."

Raja Cedric menatap peta dengan lebih intens. "Kita harus menemukan cara untuk menghentikan dia. Bagaimana kita bisa mengalahkan Darkbane dan pasukannya?"

Theron menatap Elara dan Kael. "Kalian adalah kunci untuk menghentikannya. Kekuatan kristal yang kau miliki, Kael, adalah satu-satunya harapan kita. Dan Elara, sihirmu bisa menjadi pelindung bagi kita semua."

Elara dan Kael saling pandang, merasakan beban tanggung jawab yang besar di pundak mereka. "Kita harus berlatih lebih keras," kata Kael dengan tekad. "Kita tidak bisa gagal."

Sementara itu, di berbagai bagian benteng, suasana kacau balau. Para prajurit yang terluka dibawa ke ruang perawatan, di mana tabib-tabib sibuk memberikan pertolongan. Suara rintihan kesakitan dan perintah tabib terdengar di udara.

Di dapur benteng, para juru masak berusaha menyiapkan makanan untuk prajurit yang kelaparan. Bau sup dan roti yang baru dipanggang menyebar, memberikan sedikit kenyamanan di tengah kekacauan.

Di aula utama, keluarga prajurit dan warga sipil yang berlindung di benteng berkumpul, berdoa dan memberikan dukungan moral satu sama lain. Anak-anak menangis, sementara orang tua mereka berusaha menenangkan dengan cerita-cerita harapan.

Di ruang strategi, Raja Cedric dan para penasihatnya, termasuk Alaric, Elara, Kael, dan Theron, berdiskusi dengan intens. "Kita harus memanfaatkan setiap sumber daya yang kita miliki," kata Sir Eadric. "Benteng ini adalah benteng terakhir kita."

Theron mengangguk. "Kita harus memperkuat pertahanan sihir di sekitar benteng. Aku akan memimpin tim penyihir untuk menciptakan penghalang magis yang lebih kuat."

Elara menawarkan diri. "Aku akan membantu. Kekuatan kristal Kael bisa memperkuat sihir kita."

Kael menambahkan, "Aku juga akan berlatih lebih keras untuk mengendalikan kekuatanku. Kita harus siap menghadapi Darkbane dengan segala yang kita miliki."

Saat diskusi berlanjut, suara langkah kaki tergesa-gesa terdengar. Seorang pengintai memasuki ruangan, wajahnya pucat. "Yang Mulia, pasukan Darkbane semakin dekat. Mereka akan tiba dalam beberapa jam."

Suasana di ruangan semakin tegang. Raja Cedric mengambil napas dalam-dalam. "Baiklah. Kita harus bersiap. Semua prajurit dan penyihir, siapkan diri kalian. Ini mungkin pertempuran terakhir kita, tapi kita akan melawan dengan segenap kekuatan kita."

Di luar, suara genderang perang musuh semakin dekat, membuat tanah bergetar. Prajurit Eldoria, baik yang terluka maupun yang masih kuat, bersiap di dinding benteng, memegang senjata mereka dengan tegang. Angin malam membawa bau tanah dan darah, mengingatkan mereka pada pertempuran yang baru saja mereka lalui.

Kael berdiri di samping Elara, merasakan energi kristalnya berdenyut seiring detak jantungnya. "Kita bisa melakukannya," katanya, mencoba meyakinkan dirinya sendiri.

Elara mengangguk, matanya bersinar dengan keyakinan. "Kita harus melakukannya, Kael. Demi Eldoria, demi semua yang kita cintai."

Theron memimpin para penyihir ke bagian atas dinding, mulai merapal mantra perlindungan. Cahaya biru berkilauan menyelimuti benteng, memberikan sedikit rasa aman kepada para prajurit yang berjaga.

Alaric berjalan di antara barisan prajuritnya, memberikan kata-kata penyemangat. "Ingatlah, kita bertarung bukan hanya untuk diri kita sendiri, tapi untuk keluarga kita, untuk masa depan kita. Jangan biarkan ketakutan menguasai kalian. Kita kuat karena kita bersama."

Ketika pasukan Darkbane akhirnya terlihat di kejauhan, suasana menjadi sangat tegang. Pasukan musuh bergerak dengan formasi yang rapi dan menakutkan, bendera hitam mereka berkibar di bawah cahaya bulan. Di tengah barisan mereka, terlihat sosok besar dengan helm bertanduk, memimpin dengan kekuatan yang tak terbantahkan.

Raja Cedric berdiri di atas dinding, matanya menatap lurus ke depan. "Ini saatnya," katanya dengan suara mantap. "Pertahankan benteng ini dengan segenap jiwa raga kalian. Jangan biarkan mereka menembus pertahanan kita."

Dengan teriakan perang yang menggema di udara malam, pertempuran kembali dimulai. Suara dentingan pedang, raungan kemarahan, dan teriakan kesakitan mengisi udara. Kael, Elara, dan Alaric berjuang di garis depan, mencoba yang terbaik untuk menahan gelombang serangan musuh.

Namun, meski dengan segala upaya mereka, situasi semakin memburuk. Pasukan Darkbane terlalu kuat dan terorganisir. Prajurit Eldoria mulai kewalahan, dan penghalang magis yang diciptakan oleh Theron dan Elara mulai retak di bawah tekanan serangan yang terus-menerus.

Kael merasakan kekuatannya semakin lemah, energi kristalnya mulai redup. "Elara, aku tidak bisa menahan lebih lama lagi," katanya dengan putus asa.

Elara, yang juga kelelahan, menatap Kael dengan mata penuh kekhawatiran. "Kita harus bertahan, Kael. Kita tidak bisa menyerah."

Di tengah kekacauan, sosok bertanduk itu, Lord Darkbane, maju dengan langkah berat namun mantap. Setiap ayunan pedangnya menghancurkan perisai dan senjata prajurit Eldoria, membuat mereka terlempar ke tanah dengan mudah. Mata Darkbane memancarkan kegelapan yang tak terbendung, kekuatan gelap yang melingkupi dirinya terasa mengerikan.

Kael, dengan sisa kekuatannya, berusaha menghadang Darkbane. Dia mengangkat pedangnya yang berkilauan dengan cahaya kristal. "Aku tidak akan membiarkanmu menghancurkan Eldoria!" teriaknya.

Darkbane tertawa dingin, suaranya menggetarkan tanah di bawah mereka. "Kau terlalu lemah untuk menghentikanku, bocah."

Dengan satu tebasan, Darkbane membuat Kael terjatuh, pedangnya terlempar jauh. Kael merasa tubuhnya lemas, nyaris tak bisa bergerak. Elara berlari mendekat, mencoba melindungi Kael dengan sihirnya. Namun, kekuatan Darkbane terlalu besar.

Theron, yang melihat situasi kritis ini, mengumpulkan kekuatannya dan melancarkan serangan sihir terakhirnya, mencoba menghambat Darkbane. "Kael, Elara, gunakan kekuatan kalian bersama. Hanya dengan begitu kita bisa menghentikannya."

Elara dan Kael saling menatap, merasakan ketegangan dan harapan yang tersisa. Mereka bergabung, menggabungkan kekuatan sihir mereka dengan kristal. Cahaya yang menyilaukan memenuhi area itu, mendorong Darkbane mundur sejenak.

Namun, energi mereka sudah habis, dan cahaya itu segera redup. Darkbane tersenyum penuh kemenangan. "Usaha yang bagus, tapi sia-sia."

Raja Cedric, yang menyaksikan pertempuran ini dari dinding benteng, merasakan putus asa. Pasukan Eldoria semakin mundur, pertahanan mereka semakin melemah. Dia tahu bahwa mereka tidak akan mampu bertahan lebih lama lagi.

Namun, dalam momen terakhir ini, Cedric tahu bahwa mereka telah memberikan segalanya. Dia mengambil napas dalam-dalam dan berkata dengan suara penuh keberanian, "Kita mungkin kalah dalam pertempuran ini, tapi semangat kita tidak akan pernah mati. Eldoria akan selalu hidup dalam hati kita."

Dengan tekad yang tak tergoyahkan, para prajurit Eldoria, Elara, Kael, Alaric, dan Theron bersiap menghadapi gelombang terakhir serangan musuh. Mereka tahu bahwa ini mungkin adalah akhir, tetapi mereka akan melawan sampai napas terakhir, mempertahankan Eldoria dengan segala yang mereka miliki.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status