Kembali ke keadaan sekarang....
Malam telah tiba, angin dingin bertiup perlahan membawa aroma tanah basah dan kayu terbakar dari perkemahan prajurit di bawah benteng. Di atas dinding kastil, Elara berdiri sambil memandang ke arah hutan yang gelap di kejauhan. Suara gemerisik daun yang ditiup angin dan desahan napas prajurit yang berjaga terdengar sayup-sayup di latar belakang.
Alaric mendekat, jubahnya berkibar pelan. "Kau terlihat gelisah, Elara," katanya dengan suara dalam dan penuh kekhawatiran.
Elara menoleh, tatapannya penuh pemikiran. "Aku melihat bayangan, Alaric. Sesuatu yang gelap dan mengancam. Kita perlu bersiap lebih baik."
Alaric mengangguk, merasakan beban di pundaknya semakin berat. "Apa yang kau lihat dalam visimu, Elara?"
Elara menutup mata sejenak, merasakan dinginnya batu di bawah telapak tangannya.
"Aku melihat pasukan besar, lebih besar dari apa yang kita hadapi hari ini. Mereka datang dari arah utara, dengan api dan kemarahan. Dan di tengah-tengah mereka, ada sosok misterius dengan kekuatan yang belum pernah kulihat sebelumnya."
Alaric merasakan darahnya mendidih. "Kita harus memperingatkan yang lain. Tidak ada waktu untuk disia-siakan."
Keesokan harinya di pelataran kastil, Kael berlatih dengan tekun di bawah bimbingan Elara. Hingga Matahari yang sudah tenggelam memberikan sedikit cahaya bulan, menciptakan bayangan yang bergerak seiring gerakan Kael. Bau tanah lembap dan suara kicauan burung malam menambah suasana magis malam itu.
"Fokus, Kael," suara Elara lembut namun tegas. "Kau harus bisa mengendalikan kekuatan kristal ini dengan sempurna."
Kael mengangguk, keringat membasahi dahinya. Dengan tangan terulur, dia merasakan energi mengalir dari kristal di tangannya, mengalir melalui tubuhnya, menyatu dengan alam sekitar.
Elara memperhatikan dengan seksama. "Ingat, Kael, kekuatan ini bukan hanya untuk menghancurkan. Kau harus bisa menggunakannya untuk melindungi mereka yang kau cintai."
Kael menutup mata, membiarkan energi itu mengalir lebih bebas, merasakan koneksi antara dirinya dan dunia di sekitarnya. Dia bisa mendengar detak jantung bumi, bisikan angin, dan gemerisik daun. Semua terasa hidup dan terhubung.
Malam semakin larut, ketegangan di udara semakin terasa. Suara langkah kaki tergesa-gesa terdengar di sepanjang koridor kastil. Prajurit membawa berita buruk, wajah mereka pucat diterpa cahaya obor.
"Raja Cedric, kami mendapat laporan dari pengintai," kata salah satu prajurit, napasnya terengah-engah. "Pasukan musuh sedang bergerak menuju sini. Mereka akan sampai sebelum fajar."
Raja Cedric berdiri dengan tegak, matanya penuh determinasi. "Siapkan semua prajurit. Ini akan menjadi pertempuran yang menentukan. Kita harus bertahan."
Di perkemahan, suara besi bertemu besi dan kayu berderak menggema di udara. Para prajurit sibuk mempersiapkan senjata, memperbaiki perisai, dan memastikan bahwa mereka siap menghadapi musuh. Bau besi dan keringat bercampur di udara malam.
Alaric berjalan di antara prajuritnya, memberikan kata-kata penyemangat. "Ingat, kita bertarung untuk rumah kita, untuk keluarga kita. Jangan biarkan ketakutan menguasai kalian. Kita kuat karena kita bersama."
Kael berdiri di samping Alaric, tangannya menggenggam erat kristal biru yang berkilauan di bawah cahaya obor. "Aku siap," katanya dengan suara mantap.
Elara bergabung dengan mereka, membawa beberapa prajurit yang dilatih khusus dalam penggunaan sihir. "Kita akan berada di garis depan bersama kalian," katanya tegas. "Kita harus memastikan bahwa musuh tidak dapat menembus pertahanan kita."
Fajar mulai menyingsing, memberikan semburat warna oranye dan merah di cakrawala. Suara genderang perang dan teriakan komando mulai terdengar. Prajurit Valen bersiap di garis depan, dengan perisai terangkat dan tombak siap meluncur.
Alaric berdiri di barisan depan, matanya menatap lurus ke depan. "Ini saatnya," gumamnya.
Tiba-tiba, suara terompet perang musuh menggema di udara, mengguncang tanah dan hati para prajurit. Dari balik kabut, muncul pasukan musuh dengan bendera hitam berkibar, dipimpin oleh sosok besar dengan helm bertanduk.
Alaric mengangkat pedangnya tinggi-tinggi. "Untuk Kerajaan Eldoria!" teriaknya, diikuti oleh gemuruh suara prajuritnya.
Pertempuran pun dimulai, denting pedang dan raungan pertempuran mengisi udara. Kael, di tengah kekacauan, merasakan energi kristal mengalir lebih kuat dari sebelumnya. Dia menutup mata sejenak, merasakan kekuatan itu, dan dengan satu gerakan tangan, dia melepaskan ledakan energi yang menghantam barisan musuh, membuka jalan bagi prajurit Kerajaan Eldoria.
Di tengah pertempuran, Elara melihat sosok bertanduk yang berada di garis depan musuh. "Alaric, itu dia! Sosok dalam visiku!" teriaknya.
Alaric mengangguk, menyiapkan diri. "Kita harus menghentikannya. Kael, bersiaplah!"
Kael berlari mendekat, kristalnya berkilauan dengan intensitas yang semakin tinggi. "Aku siap. Mari kita selesaikan ini."
Sosok bertanduk itu mengayunkan pedang besar dengan mudah, menghantam prajurit Kerajaan Eldoria yang mencoba menghalangi jalannya. Alaric melompat maju, pedangnya berkilauan di bawah sinar matahari yang baru terbit. "Aku adalah Alaric dari Kerajaan Eldoria! Aku akan menghadapimu!"
Sosok bertanduk itu berhenti, menatap Alaric dengan mata merah menyala. "Kau tak lebih dari sekadar bayangan, Alaric. Aku akan menghancurkanmu dan semua yang kau cintai."
Dengan teriakan perang, Alaric dan sosok bertanduk itu saling menghantam. Suara dentingan pedang mereka terdengar keras, memecah kesunyian pagi. Kael, dari belakang, mengumpulkan kekuatan kristalnya, menunggu saat yang tepat untuk menyerang.
Elara menggunakan sihirnya untuk melindungi Alaric, menciptakan perisai energi yang memantulkan serangan musuh. "Cepat, Kael! Kita tidak bisa bertahan lama!"
Kael mengangguk, berkonsentrasi dengan seluruh kekuatannya. Dengan teriakan, dia melepaskan ledakan energi yang menyilaukan, menghantam sosok bertanduk itu dengan kekuatan dahsyat. Suara ledakan menggema, membuat tanah bergetar.
Namun, ketika asap mulai mereda, sosok bertanduk itu masih berdiri, meski terlihat terluka. Dia tertawa pelan, suaranya serak dan menakutkan. "Kalian pikir bisa menghentikanku semudah itu?" Dengan satu gerakan cepat, dia mengayunkan pedangnya ke arah Alaric, yang berhasil menangkisnya dengan susah payah.
Di sisi lain medan pertempuran, pasukan Kerajaan Eldoria mulai kewalahan. Musuh semakin mendesak, dan prajurit Valen mulai terjatuh satu per satu. Kael, yang kelelahan, melihat sekelilingnya dengan putus asa. "Kita tidak bisa bertahan lebih lama lagi," katanya pada dirinya sendiri.
Elara merasakan bahaya yang semakin dekat. Dia mendekati Alaric dan Kael. "Kita harus mundur dan mengatur ulang strategi. Ini bukan pertempuran yang bisa kita menangkan sekarang."
Alaric mengangguk, wajahnya penuh ketegangan. "Prajurit Eldoria, mundur! Kembali ke benteng!"
Dengan perintah Alaric, prajurit Kerajaan Eldoria mulai mundur perlahan, berusaha mempertahankan formasi sambil melawan tekanan musuh. Suara pertempuran semakin dekat, dan bau darah memenuhi udara. Alaric dan Kael berusaha melindungi rekan-rekannya yang mundur, tapi mereka tahu ini hanya masalah waktu sebelum musuh mencapai benteng.
Elara menggunakan sisa kekuatannya untuk menciptakan penghalang sihir, menahan musuh sejenak agar prajurit Kerajaan Eldoria bisa masuk ke dalam benteng. "Cepat, masuk ke dalam! Aku tidak bisa menahan mereka lebih lama!"
Ketika prajurit terakhir berhasil masuk, Elara jatuh berlutut, kelelahan. Kael dan Alaric segera membantu Elara bangkit, menariknya ke tempat yang aman.Di dalam benteng, suasana mencekam. Prajurit yang terluka berbaring di lantai, sementara tabib dan perawat berusaha memberikan pertolongan pertama. Bau obat-obatan bercampur dengan bau darah memenuhi udara. Cahaya obor yang berkedip-kedip memberikan bayangan yang menari di dinding batu kastil.Raja Cedric berdiri di tengah ruangan, matanya memandang kosong ke arah peta yang tergantung di dinding. "Kita kalah telak," gumamnya, suaranya penuh penyesalan.Salah satu jenderal, Sir Eadric, mendekat dengan langkah cepat. "Yang Mulia, kita harus segera mencari jalan keluar. Musuh akan segera menyerang benteng ini."Cedric mengangguk pelan. "Aku tahu, Eadric. Tapi apa yang bisa kita lakukan sekarang? Mereka terlalu kuat."Tiba-tiba, pintu ruang strategi terbuka dengan keras, dan masuklah seorang pria tua berjubah hitam dengan tongkat sihir di
Benteng Eldoria bergetar di bawah gemuruh serangan pasukan Darkbane. Langit malam diselimuti asap tebal, sementara bau darah dan mesiu memenuhi udara. Suara dentingan pedang dan teriakan kematian menyatu dalam sebuah simfoni kehancuran. Raja Cedric, dengan tatapan penuh tekad, berdiri di atas tembok benteng. "Ini bukan akhir kita! Pertahankan Eldoria!" teriaknya, suaranya menggema di antara para prajurit.Di bawah, Kael, Elara, dan Alaric bertempur mati-matian. Kael merasakan energi kristalnya berdenyut di tangannya, memancarkan cahaya biru yang bersinar terang. Setiap ayunan pedangnya menebas musuh yang mendekat, namun jumlah mereka terlalu banyak. Elara di sampingnya, matanya bersinar dengan kekuatan sihir. Dia melontarkan bola api dan kilatan petir, mencoba menahan gelombang serangan. "Kael, kita tidak bisa membiarkan mereka menembus pertahanan ini!" teriak Elara."Elara, mereka terus datang. Kita butuh rencana baru!" seru Kael, suaranya parau oleh kelelahan dan ketegangan."Kita ha
Di sudut barat Kerajaan Eldoria, berdiri sebuah istana megah yang dikelilingi oleh pegunungan tinggi dan hutan lebat. Istana ini dikenal sebagai Kastil Drakenfeld, pusat pemerintahan dari klan Valen, salah satu klan paling berkuasa di seluruh Eldoria. Para leluhur Valen telah memerintah selama beberapa generasi, menjaga stabilitas dan kemakmuran dengan tangan besi. Namun, di balik kemegahan Kastil Drakenfeld, bayangan gelap perebutan kekuasaan mulai mengintai. Dalam beberapa tahun terakhir, klan-klan lain mulai merasakan aroma perubahan angin. Mereka melihat kesempatan untuk merebut tahta dan mengakhiri dominasi klan Valen. Di antara klan-klan tersebut, terdapat dua yang paling berambisi: klan Draugr dari utara yang dikenal dengan kekuatan magis dan klan Leoric dari selatan yang terkenal dengan kemampuan militer mereka yang luar biasa. Kedua klan ini telah lama berseteru, namun kini mereka menemukan musuh bersama dalam bentuk klan Valen. Di tengah-tengah pergolakan ini, seorang
Elara tidak diberi banyak waktu untuk beristirahat. Ketika malam tiba, pertemuan rahasia diadakan di ruang dewan tersembunyi di dalam Kastil Drakenfeld. Pangeran Alaric, Raja Cedric, dan beberapa penasihat kepercayaan berkumpul di sana. Dinding batu yang tebal dan lilin yang berkedip-kedip menciptakan suasana tegang. “Elara, ceritakan sekali lagi visimu,” pinta Raja Cedric. Suaranya lelah namun penuh perhatian. Elara mengangguk dan mulai menceritakan penglihatannya dengan lebih rinci. “Dalam visi itu, aku melihat pasukan Draugr menyerang dari utara dengan sihir mereka. Api berkobar di seluruh istana, dan dari selatan, pasukan Leoric datang dengan kekuatan militer mereka. Di tengah kekacauan itu, ada seorang sosok misterius yang muncul. Aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas, tapi dia tampak seperti pahlawan yang akan menentukan arah pertempuran.” “Bagaimana kita menemukan sosok ini?” tanya salah satu penasihat. Elara menatap mereka satu per satu. “Aku tidak tahu siapa di
Malam itu, di Kastil Drakenfeld, suasana perayaan kecil masih terasa meski bayang-bayang pertempuran berikutnya terus mengintai. Di sebuah ruang di dalam kastil, Alaric, Kael, dan Elara berkumpul bersama beberapa pemimpin klan sekutu untuk merencanakan langkah selanjutnya. Hadir di ruangan itu adalah Lord Garrick dari klan Ironwood, seorang ahli taktik yang dikenal dengan ketangguhan dan kecerdasannya, serta Lady Seraphina dari klan Stormrider, seorang penyihir angin yang memegang kekuatan besar dalam kendalinya. “Pertempuran tadi hanyalah permulaan,” kata Lord Garrick dengan suara berat. “Musuh akan kembali dengan kekuatan yang lebih besar. Kita harus menyatukan semua klan di Eldoria untuk melawan mereka.” Lady Seraphina mengangguk. “Klan Stormrider akan mendukung kalian. Angin akan selalu berpihak pada kita.” Alaric menatap mereka dengan penuh rasa syukur. “Terima kasih, Lord Garrick, Lady Seraphina. Kita membutuhkan setiap bantuan yang bisa kita dapatkan.” Di sudut lain Eldoria
Elara menghabiskan malam terakhir sebelum pertempuran besar di ruang pribadinya, merenungkan perjalanan yang telah membawanya ke titik ini. Sebagai keturunan klan Valen, dia memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga keamanan dan kelangsungan kerajaan. Namun, beban sebagai seorang peramal dan penasihat utama juga memberikan tekanan yang luar biasa.Sejak kecil, Elara selalu merasakan keanehan dalam dirinya. Di saat anak-anak lain bermain, dia kerap kali tenggelam dalam visi dan mimpi yang terasa sangat nyata. Orang tuanya, anggota klan Valen yang setia, segera menyadari potensi istimewa putri mereka. Mereka mengirimnya untuk belajar di bawah bimbingan seorang penyihir bijak bernama Arion, yang tinggal di pegunungan utara Eldoria.Arion mengajarkan Elara cara mengendalikan visinya dan menggunakan kemampuannya untuk kebaikan. Dia belajar membaca tanda-tanda alam, memahami aliran energi, dan menguasai sihir pelindung. Namun, Arion selalu mengingatkannya bahwa kekuatan besar datang denga
Kilas balik Seorang pemuda bernama Kael...Di tepi barat Eldoria, terdapat sebuah desa nelayan yang tenang bernama Tiryas. Desa ini dihuni oleh para nelayan yang setiap hari berjuang melawan gelombang lautan untuk menghidupi keluarga mereka. Di desa inilah Kael menghabiskan masa kecilnya, jauh dari hiruk-pikuk kerajaan dan konflik antar klan.Kael lahir dari pasangan nelayan sederhana, Dorian dan Alys. Dorian adalah seorang pria dengan tangan kasar dan wajah yang selalu tersenyum, sementara Alys adalah wanita lembut dengan suara merdu yang selalu menyanyikan lagu-lagu rakyat untuk menghibur anak-anak desa. Mereka hidup sederhana, namun penuh dengan cinta dan kebahagiaan.Sejak usia muda, Kael menunjukkan ketertarikan yang mendalam pada lautan. Setiap pagi, dia akan bangun lebih awal untuk membantu ayahnya menyiapkan perahu dan jaring. Dia menyukai rasa angin laut yang segar dan suara ombak yang menenangkan. Dorian dengan senang hati mengajarkan semua yang dia tahu tentang menjadi seor
Benteng Eldoria bergetar di bawah gemuruh serangan pasukan Darkbane. Langit malam diselimuti asap tebal, sementara bau darah dan mesiu memenuhi udara. Suara dentingan pedang dan teriakan kematian menyatu dalam sebuah simfoni kehancuran. Raja Cedric, dengan tatapan penuh tekad, berdiri di atas tembok benteng. "Ini bukan akhir kita! Pertahankan Eldoria!" teriaknya, suaranya menggema di antara para prajurit.Di bawah, Kael, Elara, dan Alaric bertempur mati-matian. Kael merasakan energi kristalnya berdenyut di tangannya, memancarkan cahaya biru yang bersinar terang. Setiap ayunan pedangnya menebas musuh yang mendekat, namun jumlah mereka terlalu banyak. Elara di sampingnya, matanya bersinar dengan kekuatan sihir. Dia melontarkan bola api dan kilatan petir, mencoba menahan gelombang serangan. "Kael, kita tidak bisa membiarkan mereka menembus pertahanan ini!" teriak Elara."Elara, mereka terus datang. Kita butuh rencana baru!" seru Kael, suaranya parau oleh kelelahan dan ketegangan."Kita ha
Ketika prajurit terakhir berhasil masuk, Elara jatuh berlutut, kelelahan. Kael dan Alaric segera membantu Elara bangkit, menariknya ke tempat yang aman.Di dalam benteng, suasana mencekam. Prajurit yang terluka berbaring di lantai, sementara tabib dan perawat berusaha memberikan pertolongan pertama. Bau obat-obatan bercampur dengan bau darah memenuhi udara. Cahaya obor yang berkedip-kedip memberikan bayangan yang menari di dinding batu kastil.Raja Cedric berdiri di tengah ruangan, matanya memandang kosong ke arah peta yang tergantung di dinding. "Kita kalah telak," gumamnya, suaranya penuh penyesalan.Salah satu jenderal, Sir Eadric, mendekat dengan langkah cepat. "Yang Mulia, kita harus segera mencari jalan keluar. Musuh akan segera menyerang benteng ini."Cedric mengangguk pelan. "Aku tahu, Eadric. Tapi apa yang bisa kita lakukan sekarang? Mereka terlalu kuat."Tiba-tiba, pintu ruang strategi terbuka dengan keras, dan masuklah seorang pria tua berjubah hitam dengan tongkat sihir di
Kembali ke keadaan sekarang....Malam telah tiba, angin dingin bertiup perlahan membawa aroma tanah basah dan kayu terbakar dari perkemahan prajurit di bawah benteng. Di atas dinding kastil, Elara berdiri sambil memandang ke arah hutan yang gelap di kejauhan. Suara gemerisik daun yang ditiup angin dan desahan napas prajurit yang berjaga terdengar sayup-sayup di latar belakang.Alaric mendekat, jubahnya berkibar pelan. "Kau terlihat gelisah, Elara," katanya dengan suara dalam dan penuh kekhawatiran.Elara menoleh, tatapannya penuh pemikiran. "Aku melihat bayangan, Alaric. Sesuatu yang gelap dan mengancam. Kita perlu bersiap lebih baik."Alaric mengangguk, merasakan beban di pundaknya semakin berat. "Apa yang kau lihat dalam visimu, Elara?"Elara menutup mata sejenak, merasakan dinginnya batu di bawah telapak tangannya."Aku melihat pasukan besar, lebih besar dari apa yang kita hadapi hari ini. Mereka datang dari arah utara, dengan api dan kemarahan. Dan di tengah-tengah mereka, ada sos
Kilas balik Seorang pemuda bernama Kael...Di tepi barat Eldoria, terdapat sebuah desa nelayan yang tenang bernama Tiryas. Desa ini dihuni oleh para nelayan yang setiap hari berjuang melawan gelombang lautan untuk menghidupi keluarga mereka. Di desa inilah Kael menghabiskan masa kecilnya, jauh dari hiruk-pikuk kerajaan dan konflik antar klan.Kael lahir dari pasangan nelayan sederhana, Dorian dan Alys. Dorian adalah seorang pria dengan tangan kasar dan wajah yang selalu tersenyum, sementara Alys adalah wanita lembut dengan suara merdu yang selalu menyanyikan lagu-lagu rakyat untuk menghibur anak-anak desa. Mereka hidup sederhana, namun penuh dengan cinta dan kebahagiaan.Sejak usia muda, Kael menunjukkan ketertarikan yang mendalam pada lautan. Setiap pagi, dia akan bangun lebih awal untuk membantu ayahnya menyiapkan perahu dan jaring. Dia menyukai rasa angin laut yang segar dan suara ombak yang menenangkan. Dorian dengan senang hati mengajarkan semua yang dia tahu tentang menjadi seor
Elara menghabiskan malam terakhir sebelum pertempuran besar di ruang pribadinya, merenungkan perjalanan yang telah membawanya ke titik ini. Sebagai keturunan klan Valen, dia memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga keamanan dan kelangsungan kerajaan. Namun, beban sebagai seorang peramal dan penasihat utama juga memberikan tekanan yang luar biasa.Sejak kecil, Elara selalu merasakan keanehan dalam dirinya. Di saat anak-anak lain bermain, dia kerap kali tenggelam dalam visi dan mimpi yang terasa sangat nyata. Orang tuanya, anggota klan Valen yang setia, segera menyadari potensi istimewa putri mereka. Mereka mengirimnya untuk belajar di bawah bimbingan seorang penyihir bijak bernama Arion, yang tinggal di pegunungan utara Eldoria.Arion mengajarkan Elara cara mengendalikan visinya dan menggunakan kemampuannya untuk kebaikan. Dia belajar membaca tanda-tanda alam, memahami aliran energi, dan menguasai sihir pelindung. Namun, Arion selalu mengingatkannya bahwa kekuatan besar datang denga
Malam itu, di Kastil Drakenfeld, suasana perayaan kecil masih terasa meski bayang-bayang pertempuran berikutnya terus mengintai. Di sebuah ruang di dalam kastil, Alaric, Kael, dan Elara berkumpul bersama beberapa pemimpin klan sekutu untuk merencanakan langkah selanjutnya. Hadir di ruangan itu adalah Lord Garrick dari klan Ironwood, seorang ahli taktik yang dikenal dengan ketangguhan dan kecerdasannya, serta Lady Seraphina dari klan Stormrider, seorang penyihir angin yang memegang kekuatan besar dalam kendalinya. “Pertempuran tadi hanyalah permulaan,” kata Lord Garrick dengan suara berat. “Musuh akan kembali dengan kekuatan yang lebih besar. Kita harus menyatukan semua klan di Eldoria untuk melawan mereka.” Lady Seraphina mengangguk. “Klan Stormrider akan mendukung kalian. Angin akan selalu berpihak pada kita.” Alaric menatap mereka dengan penuh rasa syukur. “Terima kasih, Lord Garrick, Lady Seraphina. Kita membutuhkan setiap bantuan yang bisa kita dapatkan.” Di sudut lain Eldoria
Elara tidak diberi banyak waktu untuk beristirahat. Ketika malam tiba, pertemuan rahasia diadakan di ruang dewan tersembunyi di dalam Kastil Drakenfeld. Pangeran Alaric, Raja Cedric, dan beberapa penasihat kepercayaan berkumpul di sana. Dinding batu yang tebal dan lilin yang berkedip-kedip menciptakan suasana tegang. “Elara, ceritakan sekali lagi visimu,” pinta Raja Cedric. Suaranya lelah namun penuh perhatian. Elara mengangguk dan mulai menceritakan penglihatannya dengan lebih rinci. “Dalam visi itu, aku melihat pasukan Draugr menyerang dari utara dengan sihir mereka. Api berkobar di seluruh istana, dan dari selatan, pasukan Leoric datang dengan kekuatan militer mereka. Di tengah kekacauan itu, ada seorang sosok misterius yang muncul. Aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas, tapi dia tampak seperti pahlawan yang akan menentukan arah pertempuran.” “Bagaimana kita menemukan sosok ini?” tanya salah satu penasihat. Elara menatap mereka satu per satu. “Aku tidak tahu siapa di
Di sudut barat Kerajaan Eldoria, berdiri sebuah istana megah yang dikelilingi oleh pegunungan tinggi dan hutan lebat. Istana ini dikenal sebagai Kastil Drakenfeld, pusat pemerintahan dari klan Valen, salah satu klan paling berkuasa di seluruh Eldoria. Para leluhur Valen telah memerintah selama beberapa generasi, menjaga stabilitas dan kemakmuran dengan tangan besi. Namun, di balik kemegahan Kastil Drakenfeld, bayangan gelap perebutan kekuasaan mulai mengintai. Dalam beberapa tahun terakhir, klan-klan lain mulai merasakan aroma perubahan angin. Mereka melihat kesempatan untuk merebut tahta dan mengakhiri dominasi klan Valen. Di antara klan-klan tersebut, terdapat dua yang paling berambisi: klan Draugr dari utara yang dikenal dengan kekuatan magis dan klan Leoric dari selatan yang terkenal dengan kemampuan militer mereka yang luar biasa. Kedua klan ini telah lama berseteru, namun kini mereka menemukan musuh bersama dalam bentuk klan Valen. Di tengah-tengah pergolakan ini, seorang