Selepas pulang kerja, aku bersandar di depan pintu untuk merefleksikan lagi kegiatanku beberapa hari ini. Aku mengingat lagi satu per satu kegiatanku sepanjang waktu. “Tak ada yang mengembirakan.”. pikirku dalam hati. Yang terjadi malah sebaliknya. Aku semakin terpuruk dalam lubang hitam yang tak berujung, sepertinya kebahagiaan enggak untuk menampakkan wujud aslinya kepada diriku. Tanpa sadar air mata mengalir deras di pipiku. Tiba-tiba terdengar ketukan dari luar kamar. Tok tok tok “Shaina, apa yang terjadi. Kamu kenapa?”. Ucap Mbah cemas. Aku baru sadar ternyata aku menangis cukup kencang dan tentu saja si Mbah dapat mendengarnya. “tidak apa-apa Mbah.”. ucapku sambil menghapus air mata. Tapi walaupun begitu Mbahku dapat melihatku dengan jelas sesunggukan sambil aku membukakkan pintu untuknya. Mbah melihatku dengan teliti, jelas sekali dari tatapannya kalau ia menghawatirkan kondisiku saat ini. Apalagi beberapa hari yang lalu Mbah menerima telepon dari orang tuaku kalau ternyata aku sedang terlilit hutang. Mbah langsung memelukku dengan lembut sambil mengelus rambutku. “Mbah tahu apa yang sedang kamu alami saat ini. Kemarin ibumu menghubungi Mbah, juga memberitahukan apa yang sedang menimpamu.”. mendengar apa yang baru saja di ceritakan oleh Mbah langsung membuatku menangis tersedu-sedu. Aku tak tahu lagi harus berbicara apa, yang bisa aku lakukan hanyalah menangis di pelukan nenek yang biasanya aku panggil Mbah. Mbah mengerti apa yang saat ini aku rasakan. Sambil terus mengusap kepalaku dia sambil bercerita.
Dulu di suatu desa hiduplah dua orang kakak beradik bernama Sitas dan Siw*s. Mereka berdua mulanya adalah anak yang sangat berbakti kepada kedua orang tua. Namun suatu Ketika, mereka berdua berjalan-jalan di sebuah hutan keramat yang ada di dekat desa. Sebenarnya tidak boleh ada seorang penduduk pun yang boleh memasuki hutan tersebut. Tapi karena mereka penasaran, mereka pun memutuskan kesana tanpa memberi tahu orang tua mereka terlebih dahulu. Di dalam hutan mereka bertemu dengan seekor harimau yang sedang kelaparan. Karena melihat harimau itu berlari kearah mereka setelah mengintai mereka beberapa yang lalu tanpa disadari, tidak perlu aba-aba mereka pun lari tunggang langgang menghindari terkaman harimau tersebut. Mereka terus berlari dan berlari masuk kedalam hutan yang sangat lebat, karena harimau itu lebih cepat dari mereka berdua, hampir saja si Adik yaitu Siw*s menjadi santapan makan siang harimau yang kelaparan tersebut. Tapi, Ketika cakar dari harimau yang lapar itu mendekati leher dari Siw*s, tiba-tiba saja batang pohon yang entah datang dari mana menyelamatkan mereka. Batang pohon itu berayun seperti orang yang sedang memukul. Karena menerima sabetan yang cukup keras dari pohon tersebut harimau yang lapar itu kemudian kabur terbirit-birit karena takut. Melihat kejadian yang baru saja terjadi di depan mata mereka membuat kakak-beradik ini ketakutan setengah mati. Apalagi yang akan kami hadapi. Pikir kaka-beradik itu dalam hati. Sambil terengah-engah karena berlari cukup lama semenjak mereka memasuki hutan terlarang tersebut. “apa yang kamu lakukan di dalam hutan ini?”. Terdengar suara yang cukup asing di sekitar mereka. Kakak-beradik itu pun gemetar ketakutan bukan main. Suara itu sangat menyeramkan. Apalagi suara itu diucapkan berulang-ulang. Kakak-beradik itu pun melihat sekeliling mereka. Tapi tak ada siapa-siapa lagi di sana selain mereka berdua. Kakak-beradik itu pun kemudian berpandang-pandangan tanpa bisa bersuara apa-apa. “Kak, aku takut.”. ucap Siw*s sambil ketakutan, terlihat dari air mukanya yang menyiratkan hal serupa. Tiba-tiba sebuah batang pohon merunduk di depan mereka. Kakak-beradik itu meloncat mudur beberapa Langkah karena kaget. “Siapa kamu?”. Ucap Sitas sambil gemetar. Terdengar suara tertaw* yang memekakkan telinga mereka. Kakak-beradik itu pun tersadar kalau suara yang mereka dengar sebelumnya sama persis dengan apa yang mereka saksikan. “Pergi dari sini, segera!”. Sergah pohon tersebut. Mendapatkan peringatan keras dari pohon tersebut, kakak-beradik itu pun lari dari tempat tersebut. Merasa cukup jauh dari pohon tadi, mereka ternyata tak bisa menemukan jalan pulang, “kakak kurasa kita tersesat.”. sergah Siw*s dengan perasaan w*-w*s. “cukup, sebaiknya kita beristirahat sejenak di dekat gua itu.”. lanjut Sitas. Mereka pun tiba di mulut gua yang dekat dengan air terjun bidadari. “kak, aku lapar.”. ucap Siw*s. “sebentar, kakak akan mencari makanan dulu, kamu di sini saja jangan kemana-mana.”. ucap Sitas. Siw*s pun mengangguk. Sitas pun pergi berkeliling mencari buah untuk dimakan.Di tempat Siwas berada. Terdengar samar-samar suara yang memanggil dirinya. Karena lapar, Siwas jadi tidak berpikir secara jernih. Siwas pun mencari sumber suara tersebut. Tanpa sadar Siwas sudah berada di dalam gua yang berada di dekat air terjun bidadari. Di dekat dinding gua Siwas melihat sebuah benda berwarna putih tidak jauh dari dinding tersebut. Siwas semakin penasaran untuk mendekati benda tersebut. Ternyata yang dilihat Siwas adalah sebuah telur yang sangat besar. “Ayo kemari Siwas, makan lah telur itu, aku tahu kamu lapar.”. suara samar-samar itu terus menggema di pikiran Siwas. Diluar mulut gua Sitas mencari keberadaan adiknya berada. “Siwas kamu dimana?”. Ucap Sitas dengan putus asa. Sudah hampir menjelang malam Sitas mencari keberadaan adiknya tersebut. Namun Siwas masih belum juga di temukan. Sitas sangat cemas dengan Siwas. “kamu berada di mana Siwas?”. Sitas sudah mencoba mencari kedalam gua yang berada di dekat air terjun bidadari. Tapi SItas tidak menemukan keberadaan adiknya. Malam semakin mencekam di luar gua. Lolongan hewan-hewan nokturnal sudah terdengar memenuhi malam itu. Udara dingin yang sangat menusuk kulit juga menyempurnakan betapa sedihnya hati Sitas karena kehilangan Siwas adiknya. Di luar gua Sitas merasakan suasana sangat ramai seperti pasar. Banyak orang berlalu Lalang, juga terdengar orang-orang sedang bertransaksi jual-beli. Saat Sitas masih mencemaskan Siwas, dia dikagetkan dengan suara gamelan yang sangat gemulai mendengung di telinganya. Sitas semakin takut situasinya saat sekarang. “Kamu tahu Shaina, orang tua dari kakak-beradik itu juga mencari dimana keberadaan anak mereka. Orang tua mereka sangat khawatir, sebab baik Sitas maupun Siwas tidak memberitahu kemana mereka akan pergi. Semenjak sore orang tua kakak-beradik itu berkeliling kampung untuk mencari keberadaan Sitas maupun Siwas. Setiap warga yang mereka temui akan mereka tanyakan. Tapi kenyataannya tidak ada yang melihat Sitas dan Siwas..”. ucap Mbah sambil mengelus Pundak Shaina yang sekarang sudah tiduran di paha neneknya itu. “ Sayangku, setiap orang tua sangat menghawatirkan anaknya. Tidak ada orang tua yang tidak saying kepada anak-anak mereka.”. lanjut Mbah sambil meneruskan ceritanya. Suasana desa itu menjadi gempar karena menghilangnya Sitas dan Siwas. Sudah tujuh hari orang tua Sitas dan SIwas dibantu warga desa mencari keberadaan Sitas dan Siwas. Seluruh desa dan juga desa-desa yang berada di sekitar mereka sudah disambangi tapi hasilnya masih nihil. Orang tua mereka menangis tanpa henti sambil mencari keberadaan Sitas dan Siwas. Mereka pun memutuskan untuk mengunjungi orang pintar yang berada cukup jauh dari desa mereka untuk mencari keberadaan Sitas dan Siwas. Sesampaiinya di kediaman orang ointar tersebut, mereka disambut bau semerbak kemenyan di seluruh ruangan. Setelah duduk berhadapan dan mejelaskan maksud kedatangan mereka. Orang pintar itu pun mulai merapal mantra untuk mengetahui di mana keberadaan Sitas dan Siwas. Sambil menarik napas dalam-dalam orang pintar itu menjelaskan dengan lancar kalau keberadaan Sitas dan Siwas di dalam hutan terlarang. Mereka terjebak di dalam gua yang berada di dekat air terjun bidadari. Dan juga sambil berat hati orang pintar itu mengatakan kalau Sitas dan Siwas dalam keadaan bahaya. Setelah mendengar Panjang lebar penjelasan dari orang pintar tersebut. Keesokan pagi Orang tua SItas dan Siwas dibantu warga desa segera memasuki hutan terlarang. sesampainya di mulut gua dekat air terjun bidadari orang tua Sitas dan Siwas dibantu warga desa segera berteriak memanggil-manggil Sitas maupun Siwas. Setelah memasuki gua orang tua Sitas dan Siwas menemukan kerangka mayat yang dibalut pakaian. Dari bentuk strukturnya jelas itu adalah kerangka mayat pria muda. Setelah mengidentifikasi dari pakaian yang biasa digunakan oleh Sitas dan Siwas. Itu adalah pakaian yang biasa digunakan oleh Sitas. Raungan dan jeritan dari orang tua Sitas dan Siwas memekakkan telinga orang-orang yang berada di dalam gua dekat air terjun bidadari. Beberapa warga desa segera mengangkat mayat Sitas untuk dikebumikan, orang tua Sitas dan Siwas juga warga desa segera meninggalkan gua yang berada di dekat air terjun bidadari sebelum Kembali lagi untuk mencari keberadaan Siwas. Sesampainya di mulut gua mereka di hadang oleh seekor ular yang sangat besar, jelas sekali terlihat kalau ular tersebut adalah ular siluman. Beberapa warga desa berinisiatif untuk menyerang ular siluman tersebut. Namun nyatanya ular siluman tersebut tidak membalas serangan mereka sama sekali. Bahkan kalau diperhatikan sepertinya ingin berkomunikasi dengan mereka. Namun karena ular siluman tersebut sangat besar dan khawatir akan memangsa orang-orang yang berada di sana. Terpaksa warga desa membunuh ular siluman tersebut. Setelah beberapa kali di tikam dengan benda tajam ular siluman tersebut tersungkur ke tanah. Beberapa saat kemudian ular siluman itu Kembali menjadi manusia. Alangkah kagetnya orang tua Sitas dan SIwas juga warga desa melihat kejadian itu. Setelah membalikan badan dari mayat yang menjelma menjadi ular siluman tersebut. Alangkah kagetnya mereka ternyata mayat yang menjelma menjadi ular siluman tersebut adalah Sitas. Sudah jatuh tertimpa tangga pula, kejadian itu jelas membuat kedua orang tua Sitas dan Siwas pingsan seketika. Mereka sama tidak menyangka kalau ular siluman tersebut adalah Sitas.Dalam kurun waktu seminggu sudah lebih dari tiga kali keluarga Shaina mendapatkan terror dari orang yang tidak mereka kenal. Salah satu orang misterius itu berbadan besar dengan tatapan matanya yang dingin, juga nada bicaranya tegas. Siapa saja yang berhadapan dengannya pasti akan merasa teriintimidasi olehnya. Alasan mereka datang adalah ingin bertemu dengan Shaina, namun karena menurut orang orang tua Shaina anaknya tidak ada di rumah, mereka mengancam akan sering datang kemari untuk menemui Shaina. Pria misterius itu juga mengatakan kalau maksud kedatangan mereka adalah untuk menagih hutang yang sudah lebih dari satu tahun menunggak. Kalau di total berikut dengan bunganya Shaina harus membayar kurang lebih lima ratus juta rupiah. Seperti tersambar petir di siang bolong, orang tua Shaina kaget bukan main. Tidak menyangka kalau ternyata Shaina memiliki hutang yang begitu banyak. Yang timbul di pikiran Orang tua Shaina adalah untuk apa anaknya berhutang, dan kenapa bisa sampai
Sepulang dari rumah orang tua Shaina, Yudhis mampir ke kafetaria yang berada di dekat kampusnya. Di sana Yudhis segera duduk di kursi dan memanggil pramusaji. Yudhis memesan kopi. Sambil mencecap kopi yang sudah dihidangkan. Yudhis segera menghubungi Ghai, salah satu teman indekos untuk menemaninya. Sembari menunggu kedatangan Ghai, Yudhis mencoba menghubungi telepon genggam Shaina. Kring kring kring Yudhis gembira bukan main, “sambungannya masuk.”. kata Yudhis dalam hati. Terdengar suara lembut dari suatu tempat. “halo beb.”. suaranya terdengar renyah di telinga Yudhis. Tiba-tiba Jantung Yudhis deg degan untuk melepas rindu yang menggebu-gebu. Tak terasa sudah lebih dari dua jam mereka berbicara, juga melepas rindu. “Beb, aku sudah memutuskan untuk membantu meringankan bebanmu.”. ucap Shaina. Yudhis juga mengatakan bahwa dia tidak jadi untuk mengunjungi Shaina. Mendengar ucapan itu dari Yudhis membuat Shaina menjadi kecewa, sebab setelah be
Setelah berbicara dengan Ghai, Yudhis memutuskan untuk bekerja paruh waktu demi membantu Shaina melunasi hutangnya. Dia membuka aplikasi yang memuat info lowongan pekerjaan. banyak sudah surat lamaran kerja yang Yudhis kirim. Satu bulan berlalu semenjak kekasihnya pindah ke luar kota. Yudhis pun mendapat panggilan interview di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pencari berita untuk bekerja paruh waktu. Sebagai seorang mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra, menjadi seorang pewarta bukan hal yang asing bagi Yudhis. Seminggu pertama Yudhis di sibukkan dengan tulisan-tulisan yang banyak di revisi oleh editor tempat Yudhis bekerja. Hubungannya dengan Shaina pun terbilang baik-baik saja. Di tempat Yudhis bekerja tak ada hal-hal menarik yang Yudhis lakukan, selain bekerja dan sesekali mengunjungi kediaman orang tua Shaina. Di sana Yudhis dan kedua orang tua Shaina banyak mengobrol dan bercerita. Yang menarik perhatian Yudhis kekita kedua orang tua Shaina menceritakan masa kecil Shaina
Malam ini kamu jangan pulang dulu Shaina, kamu harus menemani Mr. Xiao. Dia akan sampai beberapa saat lagi. “ucap menejer restoran. Wajah Shaina berubah menjadi kecut, Shaina tidak bisa menolak permintaan tersebut.Di kejauhan terdengar suara kendaraan berhenti tepat di depan pintu restoran tempat Shaina bekerja. Samar-samar Shaina melihat bahwa yang datang tidak lain adalah Mr. Xiao. Setelah Mr. Xiao memasuki restoran, dia langsung disambut oleh menejer restoran. Tak berapa lama kemudian suara menejer restoran terdengar memanggil Shaina. Segera Shaina menghampiri sumber suara dengan dandanan yang sangat aduhai. Kalau kamu sudah siap. Segera berangkat. Mr. Xiao sudah menunggu. “Baik Pak.”. pungkas Shaina. Setelah itu kendaraan yang membawa Mr. Xiao dan Shaina pergi meninggalkan restoran. Kendaraan tersebut menuju sebuah villa besar yang terletak di atas bukit. Di villa tersebut sedang berlangsung sebuah pesta yang sangat megah. Hampir semua yang
Jatuh Cinta Bangun dari siumannya, Shaina merasa sudah bukan lagi berada di rumah nenknya. “Mbah, kita di rumah sakit?”. Pungkas Shaina, setelah memperhatikan dengan seksama apa yang ada di sekitarnya. “Iya. Setelah kamu pingsan semalam, atasanmu membawamu ke mari.”. jawab Mbah. Mendengar itu Shaina merasa agak sedikit merasa tidak enak terhadap Mr. Xiao. Jadi Shaina memutuskan untuk mengucapkan terima kasih kepada Mr. Xiao jika Shaina sudah pulih. Namun sebelum Shaina menyelesaikan apa yang semenjak tadi terlintas di pikirannya. Pintu kamar Shaina berderit. Seorang lelaki tampan masuk setelah membuka pintu kamar. Dia tidak lain adalah Mr. Xiao.Semenjak Shaina pingsan semalam, Mr. Xiao tidak bisa tidak khawatir terhadap Shaina. Karena sebelum meninggalkan pesta Shaina sudah mabuk berat. Ditambah Shaina mendapat kabar yang kurang baik mengenai orang tuanya yang berada di Jakarta. Jadi mau tidak mau Mr. Xiao secara tidak langsung bertanggung jawab juga atas pingsanny
PEREMPUAN YANG MEMBAWA RUMAHNYA KEMANA-MANASatu bulan sudah berlalu semenjak aku masuk rumah sakit. Kabar dari ibu yang mengatakan ayahku telah sembuh juga membuat keadaan psikisku menjadi lebih baik. Aku tidak perlu khawatir lagi mengenai kondisi kedua orang tuaku di Jakarta. Namun begitu aku sadar, bahwa hutang-hutangku semakin membengkak. Aku harus begegas mengumpulkan uang dan segera Kembali ke Jakarta untuk melunasi hutang. Entah mengapa hubunganku dengan Mr. Xiao semakin dekat. Mr. Xiao kini lebih sering mengantarkanku pulang. Dia tidak lagi menggunakan supir pribadinya untuk mengendarai mobil. Kini Mr. Xiao sendiri yang mengemudikannya. Sebelum pulang kami selalu mampir membeli makanan untuk Mbah di rumah. Semenjak kedekatanku di endus oleh Orang-orang di tempatku bekerja Kay, dan beberapa orang di sana semakin tidak suka denganku. Mereka selalu memasang wajah sinis setiap berpapasan denganku. Tapi aku tak menghiraukan mereka. Pernah suatu Ketika sedang makan siang, s
“Halo, selamat malam.”. Ucapku seraya lengulurkan tangan. Tetapi Perempuan pembawa gerobak reot dengan atap yang di tutupi Jerami yang di pilin-pilin menyerupai genting. Di sisi samping gerobaknya terdapat tulisan rumah itu tak acuh terhadap uluran tanganku. Melenggang pergi bahkan tidak menengok sama sekali. “aku pikir, dia bukan pengemis. Aku menjadi semakin penasaran terhadapnya.”. Tuturku dengan suara yang cukup pelan. Tanpa sepengetahuan dari Perempuan pembawa gerobak reot dengan atap yang di tutupi Jerami yang di pilin-pilin menyerupai genting, dan di sisi samping gerobak terdapat tulisan rumah itu aku mengikutinya dengan cara mengendap-endap dari belakang. Aku melihat dengan seksama punggung perempuan itu. Di sebuah tempat. Perempuan itu berhenti sesaat, melihat itu aku juga ikut berhenti dan memperhatikannya dari kejauhan. Sesekali, aku perhatikan tempat kami berhenti. Tempat itu banyak terdapat bar dan hiburan malam di sepanjang jalan. Di beberapa sudut beran
SHINTA Kami berjanji untuk saling bertemu pada pukul sepuluh malam. Di tempat biasa kami bertemu. Jadi sehabis bekerja, aku segera meluncur ke tempat yang sudah kami tentukan. Setibanya di sana aku melihat dia sedang duduk di salah satu kursi sambil mencecap kapucino. Tanpa buang waktu aku segera menghampirinya. Dia kaget setelah aku tepuk pundaknya sembari mengatakan “Hei, apa kabar?”. Mengetahui bahwa aku yang menepuknya dia segera membalas dengan mengatakan baik-baik saja. Kami pun berbincang-bincang hangat. Tapi tetap saja, dengan jelas aku mau tidak mau memerhatikan orang-orang di sekelilingku yang bersileweran sambil menunjukkan wajah ketidak sukaan mereka terhadap kami. “Sudah abaikan saja. Mereka tidak pernah melihat Wanita cantik sepertiku”. Ucap peremuan pembawa gerobak reot dengan atap yang di tutupi Jerami yang di pilin-pilin menyerupai genting, dan di sisi samping gerobak terdapat tulisan rumah. Ya, tidak lain, Wanita yang sedari tadi bersamaku ini adalah peremu