PEREMPUAN YANG MEMBAWA RUMAHNYA KEMANA-MANA
Satu bulan sudah berlalu semenjak aku masuk rumah sakit. Kabar dari ibu yang mengatakan ayahku telah sembuh juga membuat keadaan psikisku menjadi lebih baik. Aku tidak perlu khawatir lagi mengenai kondisi kedua orang tuaku di Jakarta. Namun begitu aku sadar, bahwa hutang-hutangku semakin membengkak. Aku harus begegas mengumpulkan uang dan segera Kembali ke Jakarta untuk melunasi hutang. Entah mengapa hubunganku dengan Mr. Xiao semakin dekat. Mr. Xiao kini lebih sering mengantarkanku pulang. Dia tidak lagi menggunakan supir pribadinya untuk mengendarai mobil. Kini Mr. Xiao sendiri yang mengemudikannya. Sebelum pulang kami selalu mampir membeli makanan untuk Mbah di rumah. Semenjak kedekatanku di endus oleh Orang-orang di tempatku bekerja Kay, dan beberapa orang di sana semakin tidak suka denganku. Mereka selalu memasang wajah sinis setiap berpapasan denganku. Tapi aku tak menghiraukan mereka. Pernah suatu Ketika sedang makan siang, s
“Halo, selamat malam.”. Ucapku seraya lengulurkan tangan. Tetapi Perempuan pembawa gerobak reot dengan atap yang di tutupi Jerami yang di pilin-pilin menyerupai genting. Di sisi samping gerobaknya terdapat tulisan rumah itu tak acuh terhadap uluran tanganku. Melenggang pergi bahkan tidak menengok sama sekali. “aku pikir, dia bukan pengemis. Aku menjadi semakin penasaran terhadapnya.”. Tuturku dengan suara yang cukup pelan. Tanpa sepengetahuan dari Perempuan pembawa gerobak reot dengan atap yang di tutupi Jerami yang di pilin-pilin menyerupai genting, dan di sisi samping gerobak terdapat tulisan rumah itu aku mengikutinya dengan cara mengendap-endap dari belakang. Aku melihat dengan seksama punggung perempuan itu. Di sebuah tempat. Perempuan itu berhenti sesaat, melihat itu aku juga ikut berhenti dan memperhatikannya dari kejauhan. Sesekali, aku perhatikan tempat kami berhenti. Tempat itu banyak terdapat bar dan hiburan malam di sepanjang jalan. Di beberapa sudut beran
SHINTA Kami berjanji untuk saling bertemu pada pukul sepuluh malam. Di tempat biasa kami bertemu. Jadi sehabis bekerja, aku segera meluncur ke tempat yang sudah kami tentukan. Setibanya di sana aku melihat dia sedang duduk di salah satu kursi sambil mencecap kapucino. Tanpa buang waktu aku segera menghampirinya. Dia kaget setelah aku tepuk pundaknya sembari mengatakan “Hei, apa kabar?”. Mengetahui bahwa aku yang menepuknya dia segera membalas dengan mengatakan baik-baik saja. Kami pun berbincang-bincang hangat. Tapi tetap saja, dengan jelas aku mau tidak mau memerhatikan orang-orang di sekelilingku yang bersileweran sambil menunjukkan wajah ketidak sukaan mereka terhadap kami. “Sudah abaikan saja. Mereka tidak pernah melihat Wanita cantik sepertiku”. Ucap peremuan pembawa gerobak reot dengan atap yang di tutupi Jerami yang di pilin-pilin menyerupai genting, dan di sisi samping gerobak terdapat tulisan rumah. Ya, tidak lain, Wanita yang sedari tadi bersamaku ini adalah peremu
KENANGAN DAN AIR MATAShaina adalah orang yang sangat baik. Selama seminggu ini dia sering menemani Shinta mengobrol. Itu merupakan hal yang tak dapat Shinta temui lagi dalam hidupnya. Shaina selalu mengunjungi Shinta sehabis pulang bekerja. Membawa makanan untuk dimakan Bersama. Shinta mengalami hari-hari yang begitu menyenangkan Ketika Bersama Shinta. Tak lagi Nampak kenestapaan di wajahnya Ketika mereka Bersama. Saat itu Shinta sedang berada di gerobak reotnya dengan atap yang di tutupi Jerami yang di pilin-pilin menyerupai genting, dan di sisi samping gerobak terdapat tulisan rumah Ketika Shaina datang. Saat itu Shinta tengah mengingat momen-momen dalam hidup yang tak bisa Shinta lupakan. Tak ada kenangan pahit yang tidak diikuti oleh air mata. Kenangan dan air mata ibarat dua mata uang yang tak dapat dipisahkan satu sama lain menurut Shinta. Berusaha tegar hanya akan memperdalam luka yang tak bisa diobati. Dijauhi keluarga, teman dekat. Bahkan kekasih sekali pun. Orang-o
KENANGAN YANG MENGGANTUNG DI PELUPUK MATA “Aku seorang pelacur Shaina.”. ucap Shinta dengan nada getir. Shinta pun bercerita panjang lebar mengenai masa lalunya kepada Shaina.Sejak kecil ayah Shinta telah memaksanya untuk menjadi seorang pelacur. Karena tuntutan ekonomi yang menghimpit keluarga. Ayah Shinta adalah seorang penjudi. Jadi Ibunya harus banting tulang untuk menghidupi keluarga, dengan bekerja serabutan sebagai buruh suci. Namun itu semua masih dapat dikatakan belum cukup untuk menunjang kehidupan keluarganya. Semenjak Shinta berhenti sekolah dijenjang sekolah menengah pertama, Shinta jadi lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah untuk membantu keluarganya. Semenjak itu pula hal yang mengerikan menimpa Shinta. Hal yang mengerikan itu pula yang menyebabkan trauma berat bagi kondisi Psikis Shinta. Setiap kali Shinta menerima hal yang mengerikan itu, hampir setiap itu pula Shinta akan menangis dan meratapinya di kamar mandi.Rumah Shinta hanya terdiri
KElUAR “Aku sudah muak. Aku akan melaporkannya ke kantor polisi!”. Tegas Shinta dalam hatinya. Tak lama ibu Shinta pergi bekerja. Air mukanya menjadi cemas. “Apa lagi yang akan dilakukan oleh bajingan itu hari ini.”. ucap Shinta. Tak berselang kemudian. Shinta mendengar ada suara yang memanggilnya. “Shinta, tolong ambilkan makanan Ayah di meja.”. Pungkas Ayahnya.Semenjak kejadian Shinta di perkosa pertama kali oleh ayah kandungnya sendiri. Shinta mulai merasa tidak nyaman berada di rumah. Rumah menurutnya ibarat neraka yang tak sengaja diciptakan hadir di muka bumi. Shinta merasa tidak betak dan tak nyaman berada di rumah. Shinta ingin sekali pergi. Entah ke ujung bumi bagian mana. Setiap pagi setelah ibu Shinta berangkat bekerja, Shinta harus melayani nafsu purba dari bajingan itu. Shinta tak berani sekalipun mengadu kepada ibu. Selain ayahnya mengancam akan membunuhnya. Shinta juga merasa kasihan, karena ibu Shinta capek setelah seharian bekerja. Pernah suatu Ket
DI JUAL Shinta berkenalan dengan seorang pria paruh baya. Pria paruh baya tersebut sangat peduli terhadap Shinta. Memberikan Shinta sebuah tempat tinggal, memberikan semua kebutuhan yang Shinta butuhkan. Tapi itu semua ternyata hanya tipu daya dari pria paruh baya agar Shinta jatuh ke dalam jangkauannya. Namanya adalah Dani. Seorang pria paruh baya yang berpakaian sangat bagus dan juga kaya. Namun Dani memiliki kepribadian yang kurang baik, yaitu selalu meremehkan perempuan. Menurutnya perempuan derajatnya selalu di bawah laki-laki.Pada mulanya Shinta merasa Dani selalu membantunya. Tak jarang mereka pun sering berbicara berdua. Bahkan Shinta sangat terbuka kepada Dani tentang masa lalunya. Namun, suatu Ketika Dani meminta Shinta untuk mengantarkan barang ke seseorang yang berada di salah satu hotel yang cukup megah. Shinta tak pernah sekalipun berpikir bahwa Dani akan menjebaknya. Jadi, Shinta mengambil barang tersebbut dan bergegas menuju lokasi yang sudah
KEHIDUPAN SEORANG PELACURTujuh tahun lebih Shinta menjalani kehidupan sebagai seorang pelacur. Lebih baik jika Shinta melupakan masa lalu keluarganya. Pada mulanya sangat sulit menerima kebenaran bahwa Shinta menjadi seorang Wanita penghibur. “Lama kelamaan aku akan terbiasa.”. Pikir Shinta. Perekonomian Shinta perlahan mulai membaik. Kadang-kadang Shinta pergi berbelanja bersama dengan teman-teman sesama pelacur. Bahkan beberapa pelanggan setia Shinta memberi kartu kredit kepada Shinta dengan Cuma-Cuma. “Aku tidak akan menjadi Wanita yang rendah diri lagi.”. Pungkas Shinta. Hampir setiap hari dikala tidak ada pelanggan Shinta pergi tamasya, dan berbelanja kebutuhan hidupnya. Kala itu telepon genggam Shinta berdering dan Shinta menyadari bahwa panggilan itu datang dari Dani. Dani memberitahu Shinta bahwa nanti malam Shinta akan menemani salah seorang pelanggan setianya di luar kota. “Baik. Aku akan berangkat nanti sore.”. Jawab Shinta. Saa
SHINTA JATUH CINTAShinta benar-benar cantik dan elegan hari itu. Shinta menerima undangan dari Dani untuk menemani seseorang. Tempat yang diputuskan untuk bertemu adalah restoran yang terletak di utara. Tempat itu bernama Heaven hotel. “Kamu pasti Shinta.”. Ucap pria tersebut. Mereka pun berkenalan dan makan Bersama. “Kamu sangat Cantik hari ini.”. Sambung pria itu lagi. Shinta mengerti arti di balik kata-kata tersebut. Faktanya, Shinta memiliki kesan yang baik terhadap pria tersebut, Menurut Shinta, Pria ini sangat dewasa dan bijaksana. Mereka berdua berbicara hingga sore menjelang. “Mari Shinta, aku sudah menyiapkan kamar untuk kita.”. Pria tersebut berkata sambil tersenyum pada Shinta. Shinta tahu apa yang coba pria ini lakukan. Shinta bangkit tanpa terlalu memikirkan apa-apa. Mereka disambut oleh manajer hotel dengan ramah, menejer itu tahu bahwa orang yang sedang Bersama Shinta adalah orang kaya yang memiliki banyak bisnis di ba