Willyam menatap Meylani dengan penuh harapan, berharap gadis itu menerima pinangannya. Namun, hidup memang tidak selamanya sesuai dengan apa yang di harapkan. Seperti saat ini, Meylani justru menolak mentah-mentah ajakan Willyam."Menikah? Dengan kamu? Aku benar-benar tidak sudi!" setelah mengatakan kalimat itu, Meylani berpaling mentap ke arah lain. Sebenarnya, Meylani merasa takut jika saja Willyam memberikan respon bringas seperti tadi. Tapi, mendengar pinangan dari pria itu, membuat rasa takutnya melebur dan berganti dengan kebencian.Willyam menyentuh dagu Meylani, dengan kasar memaksa gadis itu untuk menatap ke arahnya, "Apa karena pria itu, alasan kamu menolak saya?"Mata biru itu menatap tajam ke arah Meylani, bersamaan dengan jemarinya yang menyentuh semakin erat di dagu Meylani."Lepaskan!" Meylani menepis kasar tangan Willyam, dengan tatapan antara amarah dan kesedihan ke arah Willyam.Bukan hanya karena Bara, alasannya menolak Willyam, tapi ... "Pria mana yang setuju dan
"Kak?" lirih Elviana, menatap ke arah Elviara dengan tatapan yang seakan menjelaskan bagaimana perasaannya setelah melihat tingkah Revina di meja makan.Elviara menoleh sekilas ke arah Elviana, dan menghela nafasnya.Tak."Tidak perlu repot-repot, masih ada kakak disini!" Elviara tersenyum lembut, namun tatapan matanya setajam pisau. Elviara sengaja menghadang sendok berisi lauk yang berada di tangan Revina, mengetahui gadis itu dengan sengaja ingin melayani Bara. "Aku tidak repot, kak! Justru sangat senang jika bisa membantu kak Bara!" sahut Revina dengan senyuman tidak kalah lembutnya dengan Elviara. Berani sekali gadis ini? dan kenapa Bara tidak menolak saat gadis itu berusaha untuk mendekatinya? Elviara sedikit tidak mengerti apa yang tengah di fikirkan oleh Bara."Biarkan saja, Ra. Hitung-hitung adik kamu ini belajar untuk lebih dewasa!" ucap Novi yang seakan mendukung apa yang di lakukan oleh Revina.Apa katanya? belajar menjadi dewasa? Mengingat apa yang telah gadis itu lakuk
"Kalau begitu, kami tunggu di mobil!" singkat Bara. Dengan berat hati, akhirnya Bara dan Elviara mengizinkan Revina untuk ikut bersama mereka.'Yes!' sorak Revina di dalam hati. Tidak ingin berlama-lama, gadis itu segera menuju kamarnya untuk berkemas. Sedangkan di dalam mobil, Bara masih saja meragukan keputusan Elviara. "Apa kamu yakin, mengizinkan Revina untuk tinggal bersama kita?""Iya. Lagi pula, gadis seusianya tinggal sendiri di kota sebesar itu justru akan berbahaya untuknya!" Walaupun Revina sangat menyebalkan, tapi mereka masih memiliki hubungan darah. Sebagai putri tertua di keluarga Adiwijaya, tidak sepatutnya membiarkan saudarinya hidup sendiri di sana. "Baiklah. Jika gadis itu membuat masalah, saya tida bisa berjanji untuk tidak mengusirnya!" karena Bara sudah berfirasat buruk dengan kehadiran Revina nanti.Elviara tersenyum dan mengangguk, menyetujui apa yang baru saja di ucapkan oleh suaminya, "Terimakasih!""Tidak perlu berterimakasih, karena itu sudah tugas saya.
'Apa mereka tidak malu?' Elviana yang saat itu belum berangkat, dan masih menunggu kedatangan Nicholas. Menyaksikan bagaimana Ibu dan anak itu memaksa Bara untuk berganti mobil, agar Revina bisa ikut bersama mereka.Semakin kesini, Elviana juga semakin meragukan kewarasan Novi dan Revina. Ibu dan anak yang menurutnya sama-sama aneh dan minim rasa malu.Tin ... Tinn."Astaga," seketika Elviana memegang dadanya, setelah terperajat mendengar klakson mobil yang berhenti tepat di depannya."Maaf, apa kamu baik-baik saja?" melihat keadaan Elviana, dengan panik Nicholas segera keluar dari mobilnya, dan tidak sengaja berpapasan dengan mobil Bara yang berjalan keluar dari kediaman Adiwijaya."Tidak, saya tidak apa-apa!" sahut Elviana.Bara menghentikan mobilnya, dan membuka kaca itu tepat di samping Nicholas."Bara?" lirih Nicholas, mengira jika sahabatnya sudah kembali ke kota.Bara dan Elviara menunda keberangkatannya, memutuskan untuk turun dari mobil untuk menyapa Nicholas."Ohh, ternyata
Apa ini? kenapa begitu mudah papa menyetujui niat pria ini? Meylani tidak habis fikir dengan keputusan sang ayah."Pa, jangan bercanda!"Robbet terkekeh, "Siapa yang bercanda? Sebenarnya ini adalah hal yang papa tunggu-tunggu. Ingat Mel, usia papa juga semakin tua, apa kamu tidak ingin mengabulkan permintaan terakhir papa?"Apa-apaan ini papa? Kenapa justru membahas masalah umur? Setiap kali Robbet memintanya untuk segera menikah dan membawa-bawa masalah umur, Meylani selalu kesal. Mengingat, di dunia ini hanya Robbet yang menjadi sandarannya. Jika tuhan benar-benar mengambil papa, aku sama siapa?Robbet tau persis bagaimana watak putrinya, gadis itu tidak bisa mendapat tekanan dan perlakuan kasar. Karena, semakin memberi gadis itu tekanan agar sesuai apa yang kita inginkan, maka, putrinya itu akan semakin memberontak. Satu-satunya jalan adalah dengan membujuk halus gadis itu.Tanpa memberikan jawaban, Meylani tiba-tiba beranjak dari sofa.'Mau kemana dia?' Willyam yang melihat hal it
Willyam terdiam, mempertimbangkan apa yang harus dia lakukan sekarang. 'Jika saya mengatakan semuanya, apakah tidak masalah?'Tentunya Willyam memikirkan tentang kesehatan Robbet. Walaupun Willyam sangat percaya jika kesehatan pria di depannya ini sangat baik, tapi, Willyam yakin jika dirinya mengatakan yang sebenarnya, sudah di pastikan hal itu akan membuat Robbet terkejut. Mengingat bagaimana awal pertemuan mereka dulu.Ada apa dengan anak ini? terlihat sekali guratan di dahi Robbet, melihat Willyam terdiam membuatnya semakin penasaran."Ada apa, Will? Om lihat, sepertinya masalah kalian cukup rumit?"Willyam tersenyum, menetralkan raut wajahnya, "Oh, tidak, Om!""Kalau begitu, katakan kepada, Om! Siapa tau, Om bisa membantu!" desak Robbet.Willyam membenarkan posisi duduknya, menatap sekilas ke arah Robbet, seakan ragu untuk mengatakannya, "Ehemm, begini Om. Sebenarnya hubungan kami sedang ada masalah, mungkin ini semua juga karena kesalahan saya!""Om tau, tapi masalah seperti apa
Seperti biasa, walaupun tengah hamil, Elviara masih enggan untuk berdiam diri di rumah. Seperti saat ini, hampir jam delapan malam Elviara dan Bara baru pulang dari kantor. Walaupun sebenarnya di kantor, Elviara juga tidak memiliki banyak pekerjaan dan terkadang gadis itu hanya duduk bersantai atau bahkan rebahan di ruang pribadi Bara. Mungkin ini adalah awal kebahagian mereka, karena selama hamil, Elviara selalu ingin di dekat Bara, "Sayang, sepertinya anak ini nanti akan mirip dengan kamu!""Hmm, maksud kamu?" "Entahlah, mungkin karena selama masa kehamilan aku tidak bisa jauh dari kamu. Kata otang tua zaman dulu, jika seperti ini anaknya akan lebih mirip dengan ayahnya!"Bara terkekeh, "Itu hanya mitos, sayang. Tapi, jika anak kita perempuan, aku lebih berharap semoga mirip dengan kamu!""Kenapa begitu?""Agar sama menggemaskannya dengan kamu, sayang!""Ishhhhh," sahutnya seraya melangkah masuk ke dalam rumah, di ikuti oleh Bara di belakangnya.Walaupun ini seperti mimpi dan terl
Setelah menanggalkan satu persatu baju yang di kenakan oleh Elviara, Bara mengangkat tubuh sintal sang istri, dan mendudukkannya di atas sebuah meja yang berada di dalam kamar mandi itu.Bara memandang lekat wajah Elviara, dengan jemarinya yang menyusuri garis wajah cantik itu. Semakin lama, jemari itu semakin turun, berganti menyusuri lekuk tubuh Elviara yang saat ini hanya mengenakan pakaian dalam. Hingga, jemari Bara terhenti di paha Elviara."Relax, sayang!" bisik Bara.Perlahan, Bara membuka kedua paha Elviara, dan membiarkan dua paha itu berada di antara pinggangnya. Sama dengan Elviara, saat ini Bara justru sudah menanggalkan semua pakaiannya.Elviara menatap mata Bara yang penuh gairah, membuatnya spontan menyilangkan ke dua tangannya di depan dada."Kenapa harus di tutup? bahkan, saya saja sudah mencicipiya!" bisik Bara, dengan suara yang terdengar begitu berat.Sebuah senyuman tersungging di bibir Bara, melihat Elviara Enggan menuruti kalimatnya. Apa aku harus bertindak terl