Bara mengernyit, merasakan cahaya lampu yang menyilaukan matanya."Sedang apa kalian disana?" Elviara menatap penuh tanya ke arah Bara dan juga Revina bergantian.'Malam-malam seperti ini, apa yang tegah mereka lakukan disini?' wajar saja seorang istri berfikiran yang tidak-tidak melihat suaminya berduaan apa lagi di tengah malam, walaupun gadis itu adalah adiknya.Bara segera menghempas tangan Revina yang menyentuhnya dan menghampiri Elviara. Bara tersenyum, mengenggam erat tangan Elviara seakan ingin menjelaskan apa yang terjadi saat ini, "Jangan salah paham, sayang! Kamu tau kan, tadi saya kemana dan untuk urusan apa? Kebetulan saat saya pulang tadi bertemu dengan Revina!"Apa benar, jika ini kebetulan? Elviara mencoba untuk menghempaskan segala pikiran buruk tentang Bara dan Revina. Akhirnya, Elviara memilih untuk tersenyum dan mengangguk, mendengar penjelasan Bara. Walaupun, di dalam hatinya masih banyak menyimpan tanda tanya tentang mereka.'Sudahlah, lebih baik aku tanyakan lagi
Elviara menatap ke arah Bara, "Apa kamu tidak merasa, jika Revina menyukai kamu?""Tidak. Di hidup saya, saya hanya sekali merasakan cinta, yaitu hanya kepada kamu, sayang!" sahut Bara seraya mengusap perut Elviara.Entah kenapa, setelah mendengar penjelasan dari Bara, mood Elviara menjadi buruk."Sudah, lebih baik segera habiskan makanan kamu sebelum dingin, takutnya nanti menjadi tidak enak!" ucap Bara seraya menyalakan kompor untuk memanaskan air.Mendengar Bara yang sepertinya sudah tidak ingin membahas hal itu, membuat Elviara terpaksa menuruti kalimat Bara. Dengan cepat, Elviara menghabiskan makanannya.TAK.Bara meletakkan segelas susu hangat tepat di dekat Elviara, "Minumlah, selagi masih hangat!"Pagi, siang, malam, asal Bara berada dekat dengan Elviara, pria itu tidak pernah lupa untuk mengingatkan Elviara agar rutin meminum susunya. Bahkan, selama masa kehamilan Elviara, Bara sudah tidak pernah lagi melakukan perjalanan bisnis di luar kota, hanya untuk menjaga Elviara.Tanp
Baru kali ini Meylani sampai meneteskan air matanya ketika bercinta dengan Willyam, sikap lembut pria itu entah kemana perginya. Bahkan kali ini tubuh Meylani merasakan sakit yang lebih menyiksa dari pada saat pertama kali mereka melakukan itu.'Jika tidak seperti ini, kamu tidak akan bisa menghargai seberapa tulusnya seseorang kepada kamu!' Sebenarnya, jantung willyam berdesir melihat bagaimana berantakkannya Meylani setelah dia gempur habis-habisan."Hapus air mata mu!" singkat Willyam sebelum beranjak meninggalkan Meylani.Meylani hanya terdiam, menatap punggung pria yang masih bertelanjang dada itu. Mata sembab Meylani tidak henti-hentinya menatap Willyam dengan kebenciannya, 'Sampai kapan pun, aku tidak akan memaafkan kamu!'Meylani bergelut dengan pikiran, emosi, dan dendamnya yang bercampur menjadi satu. Sedangkan Willyam, seperti biasa ketika pria itu memiliki banyak fikiran selalu menghabiskan watunya menatap kearah luar jendela dengan sebatang rokok yang tidak pernah lepas d
'Apa saya tidak salah dengar?' Mungkin, sudah hampir lima belas tahun lebih, Rouhan setia mengikuti Willyam. Bahkan ketika Grisella masih hidup, Rouhan sudah menjadi orang kepercayaan Willyam. Sehingga tidak heran lagi, jika Rouhan mengetahui naik turun, bahkan saat terpuruknya sekali pun. Jadi wajar jika Rouhan tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar, mengingat bagaimana bencinya Willyam dengan Bara. Bahkan dulu dirinya sendiri yang menjadi saksi, jika Willyam bersumpah akan membalaskan dendam untuk kematian kekasihnya kepada Bara."Tunggu, Pak!" Rouhan menghentikan langkah Willyam yang telah bersiap masuk kedalam ruang rawat Meylani."Ada apa?""Anda yakin dengan keputusan tadi? Saya sudah menyusun semuanya sesuai dengan apa yang anda perintahkan, Pak!" Jelas Rouhan.Sebenarnya Willyam menyayangkan semua kerja kerasnya selama ini, tapi mau bagaimana pun, dirinya harus memikirkan calon anaknya. Tidak ingin sampai terjadi sesuatu dengan calon anaknya, karena ulah dan kece
Willyam menatap Meylani dengan penuh harapan, berharap gadis itu menerima pinangannya. Namun, hidup memang tidak selamanya sesuai dengan apa yang di harapkan. Seperti saat ini, Meylani justru menolak mentah-mentah ajakan Willyam."Menikah? Dengan kamu? Aku benar-benar tidak sudi!" setelah mengatakan kalimat itu, Meylani berpaling mentap ke arah lain. Sebenarnya, Meylani merasa takut jika saja Willyam memberikan respon bringas seperti tadi. Tapi, mendengar pinangan dari pria itu, membuat rasa takutnya melebur dan berganti dengan kebencian.Willyam menyentuh dagu Meylani, dengan kasar memaksa gadis itu untuk menatap ke arahnya, "Apa karena pria itu, alasan kamu menolak saya?"Mata biru itu menatap tajam ke arah Meylani, bersamaan dengan jemarinya yang menyentuh semakin erat di dagu Meylani."Lepaskan!" Meylani menepis kasar tangan Willyam, dengan tatapan antara amarah dan kesedihan ke arah Willyam.Bukan hanya karena Bara, alasannya menolak Willyam, tapi ... "Pria mana yang setuju dan
"Kak?" lirih Elviana, menatap ke arah Elviara dengan tatapan yang seakan menjelaskan bagaimana perasaannya setelah melihat tingkah Revina di meja makan.Elviara menoleh sekilas ke arah Elviana, dan menghela nafasnya.Tak."Tidak perlu repot-repot, masih ada kakak disini!" Elviara tersenyum lembut, namun tatapan matanya setajam pisau. Elviara sengaja menghadang sendok berisi lauk yang berada di tangan Revina, mengetahui gadis itu dengan sengaja ingin melayani Bara. "Aku tidak repot, kak! Justru sangat senang jika bisa membantu kak Bara!" sahut Revina dengan senyuman tidak kalah lembutnya dengan Elviara. Berani sekali gadis ini? dan kenapa Bara tidak menolak saat gadis itu berusaha untuk mendekatinya? Elviara sedikit tidak mengerti apa yang tengah di fikirkan oleh Bara."Biarkan saja, Ra. Hitung-hitung adik kamu ini belajar untuk lebih dewasa!" ucap Novi yang seakan mendukung apa yang di lakukan oleh Revina.Apa katanya? belajar menjadi dewasa? Mengingat apa yang telah gadis itu lakuk
"Kalau begitu, kami tunggu di mobil!" singkat Bara. Dengan berat hati, akhirnya Bara dan Elviara mengizinkan Revina untuk ikut bersama mereka.'Yes!' sorak Revina di dalam hati. Tidak ingin berlama-lama, gadis itu segera menuju kamarnya untuk berkemas. Sedangkan di dalam mobil, Bara masih saja meragukan keputusan Elviara. "Apa kamu yakin, mengizinkan Revina untuk tinggal bersama kita?""Iya. Lagi pula, gadis seusianya tinggal sendiri di kota sebesar itu justru akan berbahaya untuknya!" Walaupun Revina sangat menyebalkan, tapi mereka masih memiliki hubungan darah. Sebagai putri tertua di keluarga Adiwijaya, tidak sepatutnya membiarkan saudarinya hidup sendiri di sana. "Baiklah. Jika gadis itu membuat masalah, saya tida bisa berjanji untuk tidak mengusirnya!" karena Bara sudah berfirasat buruk dengan kehadiran Revina nanti.Elviara tersenyum dan mengangguk, menyetujui apa yang baru saja di ucapkan oleh suaminya, "Terimakasih!""Tidak perlu berterimakasih, karena itu sudah tugas saya.
'Apa mereka tidak malu?' Elviana yang saat itu belum berangkat, dan masih menunggu kedatangan Nicholas. Menyaksikan bagaimana Ibu dan anak itu memaksa Bara untuk berganti mobil, agar Revina bisa ikut bersama mereka.Semakin kesini, Elviana juga semakin meragukan kewarasan Novi dan Revina. Ibu dan anak yang menurutnya sama-sama aneh dan minim rasa malu.Tin ... Tinn."Astaga," seketika Elviana memegang dadanya, setelah terperajat mendengar klakson mobil yang berhenti tepat di depannya."Maaf, apa kamu baik-baik saja?" melihat keadaan Elviana, dengan panik Nicholas segera keluar dari mobilnya, dan tidak sengaja berpapasan dengan mobil Bara yang berjalan keluar dari kediaman Adiwijaya."Tidak, saya tidak apa-apa!" sahut Elviana.Bara menghentikan mobilnya, dan membuka kaca itu tepat di samping Nicholas."Bara?" lirih Nicholas, mengira jika sahabatnya sudah kembali ke kota.Bara dan Elviara menunda keberangkatannya, memutuskan untuk turun dari mobil untuk menyapa Nicholas."Ohh, ternyata