“Jawab telepon saya, Starla. Penting!”
Sebuah pesan muncul sesaat setelah ponsel Starla selesai berdering.
Sepuluh kali missed call, lima pesan singkat dari seseorang bernama Radev.
Starla mendengkus kesal. Bosnya itu tidak berhenti menghubunginya. Seharusnya hari ini adalah hari liburnya, tapi tetap saja dia diganggu oleh urusan pekerjaan.
Diabaikannya pesan singkat itu, lalu ditaruhnya kembali ponsel tersebut ke dalam tas. Starla tidak akan membiarkan malam ini rusak, sebab hari ini adalah malam kencan spesial bersama pria yang sudah dekat dengannya beberapa bulan terakhir.
“Starla, apa yang terjadi? Kamu nggak suka makanannya? Nggak enak ya?” tanya Lando begitu melihat Starla tampak tidak nyaman.
“Enak kok, Lan, aku suka.” Starla buru-buru menjawab kemudian sengaja mengalihkan topik obrolan. “By the way, kamu mau ngomong apa?” Starla menegakkan tubuhnya, senyum manis terukir di bibirnya, berusaha mengembalikan keadaan.
Tanpa disangka Lando menggenggam lembut tangannya. Membuat Starla terkesiap, wajahnya merona merah.
“Starla, sudah lama aku tertarik padamu. Aku ingin kita menjalin hubungan yang lebih serius. Apa kamu mau menjadi ke—“
TING!
Di tengah suasana yang sedang romantis-romantisnya, ponsel Starla berbunyi lagi menginterupsi keduanya.
“Kalau kamu nggak angkat telepon saya, gaji kamu saya potong!”
Mata Starla melebar membaca pesan itu. Benar-benar bosnya sangat menyebalkan! Tapi ia juga tidak bisa mengabaikan ancaman itu. Ini sangat serius. Ia tidak bisa membiarkan gajinya dipotong. Keluarganya bergantung padanya, dan ia membutuhkan biaya untuk pengobatan ayahnya.
“Lan, aku ke toilet sebentar ya,” izin Starla terburu-buru.
Lando mengangguk pelan.
Radev tidak pernah main-main dengan ancamannya. Dalam sekejap Starla langsung melesat dari mejanya.
“Halo, Pak.”
“Starla, saya ada di Broken Wings, temui saya di sini,” perintah Radev menyebutkan nama tempat hiburan malam.
“Tapi, Pak—"
“Ke sini atau bulan ini kamu hanya menerima setengah gaji!”
Klik!
Belum Starla sempat menjawab, bosnya itu sudah memutus panggilan sepihak. Starla hanya bisa mengelus dada. Benar-benar rasanya ingin memaki.
Keluar dari toilet, Starla kembali ke area utama restoran.
“Lan, maaf, aku harus pergi sekarang, ada hal penting yang harus aku lakukan,” ucapnya dengan perasaan tidak enak.
Lando memasang wajah masam. Mendadak suasana hatinya memburuk. Starla mengerti sebab ini bukan pertama kalinya terjadi, dan itu karena hal yang sama, Radev.
Meski merasa kecewa tapi Lando membiarkan Starla pergi.
Di dalam taksi menuju Broken Wings Starla menghela napasnya. Lagi-lagi kencannya gagal akibat CEO-nya yang sangat perfeksionis dan suka menyusahkan bawahan.
Selama bertahun-tahun bekerja sebagai personal assistant Radev membuat kebebasannya terenggut, sampai ia pun sulit memiliki waktu pribadi untuk mencari pasangan.
Teringat pada Lando yang sudah ditinggalkannya begitu saja sebelum kencan mereka selesai, Starla kembali merasa bersalah, padahal Lando begitu baik padanya.
Starla mengambil ponsel dari dalam tasnya, memutuskan untuk mengirimkan Lando pesan.
“Lan, sebagai ganti malam ini, bagaimana kalau besok kita makan siang bersama? Aku tunggu kabar darimu.”
Sesampainya di lokasi Starla langsung melihat Radev di salah satu VIP table. Lelaki itu sedang bersama partner bisnisnya dan dikelilingi banyak wanita.
Starla berdecih. ‘Di mana-mana yang namanya laki-laki sama saja. Asal punya uang mereka bisa membeli wanita manapun.’
Starla kemudian mendekat ke arah gerombolan tersebut. Melihat sang sekretaris datang, Radev langsung mengenalkan pada rekannya.
“Pak Johan, Pak Doni, kenalkan ini Starla, asisten saya.”
Starla mengulurkan tangannya untuk berjabatan. Ia tersenyum sopan. Namun, Starla merasa tidak nyaman saat Johan menyambut tangannya dengan gestur seduktif dan melirik nakal menggodanya.
“Jadi ini sekretaris plus-plus Pak Radev? Kapan-kapan kalau saya mau nyoba boleh kali ya?”
Rahang Radev mengeras begitu mendengar ucapan salah satu rekan bisnisnya.
“Maaf sekali, Pak Johan, anda salah sangka. Starla ini sudah lama kerja dengan saya. Dia murni sekretaris yang bekerja secara profesional untuk saya. Dia sama sekali bukan seperti yang ada di dalam pikiran Bapak. Mungkin Bapak yang punya sekretaris plus-plus dan biasa tidur dengan mereka. Saya nggak serendah anda,” sanggah Radev dengan nada tegas sehingga rekan kerjanya merasa tidak enak hati sendiri.
“Oh, maaf, Pak Radev, jangan diambil hati. Saya hanya bergurau. Tadi sampai mana pembahasan kita?” Johan buru-buru mengalihkan topik demi menetralkan suasana. Namun, diam-diam pria itu merasa sakit hati karena ucapan Radev.
Starla tidak menyangka jika Radev akan membelanya di depan teman-teman lelaki itu. Ia pikir Radev akan bersikap dingin dan tidak peduli seperti biasa.
Mereka terus berbincang ditemani bergelas-gelas minuman.
“Starla, kamu nggak minum?” tanya Radev melihat Starla diam saja.
“Sepertinya Bapak lupa, saya yang akan mengantar Bapak pulang nanti.”
Starla sedang bicara ketika lensa matanya menangkap seseorang yang ia kenal sedang bermesraan dengan seorang wanita.
“Pak, saya ke toilet sebentar.”
Bangkit dari duduknya setelah meminta izin pada Radev, Starla berjalan menuju orang itu.
Ternyata Starla tidak salah, orang yang dilihatnya adalah Lando. Sambil menahan rasa marah Starla menyiram laki-laki itu dengan segelas anggur.
Lando dan perempuan bersamanya menjadi panik lalu memisahkan diri. Lando sangat terkejut saat tahu bahwa Starlalah yang mengguyurnya.
“Brengsek kamu, Lan! Kamu bilang ingin menjalin hubungan yang serius denganku. Tapi apa yang kamu lakukan sekarang?”
“Kamu siapa berani-beraninya menyiramku?” balas Lando marah dan pura-pura tidak mengenal Starla.
“Dan sekarang kamu bersikap seakan kita nggak pernah kenal. Apa sih maksud kamu?” ujar Starla lagi dengan menahan rasa sakit dan kecewa.
Lando membuang napas panjang sebelum membalas perkataan Starla. Sadar kalau trik pura-pura tidak kenal tidak akan mempan, ia pun berhenti bersandiwara.
“Memangnya apa yang kamu harapkan dariku? Lihat dirimu, kamu hanya wanita yang gila kerja dan nggak tahu caranya bersenang-senang.” Lando menjeda ucapannya kemudian mempersempit jarak di antara mereka. Dipandanginya perempuan di hadapannya dari puncak kepala sampai ujung kaki. “Atau mau aku ajari caranya bersenang-senang? Sini!” Lando langsung mencekal pergelangan tangan Starla dan bermaksud mengajaknya pergi.
Lando yang berada dalam keadaan mabuk terus menarik Starla agar ikut dengannya.
“Lan, lepasin tanganku, kamu bikin aku sakit.” Starla merasa takut pada sikap Lando yang berbeda malam ini.
“Heh, jangan kasar sama perempuan!” Sebuah tepukan bersarang di pundak Lando yang membuat langkahnya tertahan.
Keduanya serentak menoleh ke belakang dan mendapati Radev berdiri di sana.
“Anda siapa? Jangan ikut campur!” Lando mendesis marah karena ada yang mencoba merecokinya.
Starla yang merasa tidak nyaman berada bersama Lando dengan cepat mengaitkan tangan ke lengan Radev dan berkata, “Dia pacarku,” lalu buru-buru menarik Radev, membawa pergi dari sana.
Starla yang merasa kecewa dan frustasi karena hubungannya yang gagal bersama Lando melampiaskannya pada minuman yang tadi ia tolak. Dengan kalap ditenggaknya minuman itu tanpa peduli pada apa pun.
“Frustasi banget kamu kayaknya. Katanya tadi kamu yang akan mengantar saya pulang. Baru juga laki-laki kayak gitu. Kenapa sih selera kamu serendah itu? Kalau nyari laki-laki cari yang seperti saya, jangan kayak si kunyuk tadi,” cetus Radev dengan senyum miring di bibirnya menyaksikan Starla yang terlihat sangat kacau.
Starla diam saja tanpa menanggapi kata-kata Radev. Perempuan itu mulai tipsy.
Starla terus menerus menenggak minuman yang diberikan bartender tanpa henti. Pun dengan Radev.
Tiba-tiba sesuatu yang berat menghentak pundaknya, membuat tubuh Starla oleng. Saat menoleh ke sebelah Starla mendapati Radev sudah teler di atas pundaknya.
“Panas, bawa saya pergi dari sini,” bisik lelaki itu.
Starla menepuk kedua pipi Radev untuk menyadarkannya, namun tak berhasil, pria itu sepertinya mabuk berat.
Starla berpikir sejenak. Tidak mungkin dia menyetir pulang sekarang karena dirinya juga sangat mabuk.
Dengan sisa-sisa kekuatan yang dimilikinya Starla membawa Radev pergi ke hotel di lantai atas.
Lift berhenti di lantai sepuluh.
Dengan tergopoh-gopoh Starla merangkul Radev berjalan menuju kamar hotel yang sudah dipesan.
Setelah Starla membantu Radev merebahkan tubuhnya ke tempat tidur, ia kemudian hendak pamit pulang.
“Pak, saya antar sampai di sini saja ya, selamat beristirahat.”
Baru saja Starla membalikkan badannya, tangannya tiba-tiba ditarik.
Starla terkejut dan terguling ke tempat tidur.
Radev mengunci pergerakan Starla dengan mengungkung perempuan itu di bawah tubuhnya kemudian menyatukan bibir mereka.
Starla seakan berhenti bernapas tersengat sensasi bibir Radev yang mengisapnya dengan kuat. Sesapan Radev di dalam mulut Starla membuat tubuhnya panas. Membengkakkan bagian dadanya dan membuat intinya mengencang.
Bagai dihipnotis Starla hanya bisa membiarkan kala tangan Radev mencoba meraih zipper gaunnya hingga turun lalu meninggalkan badannya.
Selagi bibirnya menyesap tangan Radev mulai menjelajah ke setiap lekukan yang dimiliki Starla sembari terus melucuti satu demi satu pakaian perempuan itu.
Usai kecupan panas itu Radev menurunkan bibirnya ke leher perempuan itu. Ia mulai menyisir tubuh indah Starla.
Starla terdongak ketika bibir Radev berhenti tepat di dadanya lalu menyesap puncaknya dengan nikmat. Tanpa direncana satu desahan kecil mencuri keluar dari mulut Starla.
Desahan itu membangkitkan sesuatu dalam diri Radev.
Starla hanya bisa membiarkan ketika bibir Radev merambat ke bagian tubuhnya yang lain. Memberi kecupan-kecupan panas dan sentuhan-sentuhan nan erotis. Jejak basahnya memerah, membekas di mana-mana. Iris coklat mata Radev seakan menyihir Starla yang membuatnya tidak mampu mencegah apa pun yang dilakukan laki-laki itu.
Satu desahan lagi lolos begitu saja saat kecupan Radev tiba di pangkal paha Starla. Wajah pria itu terkubur di sela-sela paha Starla. Radev menelusupkan bibir lalu membelai dengan lidahnya. Cumbuan Radev membuat Starla menggelinjang. Satu tangannya mencengkram alas kasur, sedang tangan yang lain berpegangan di rambut laki-laki itu.
Cukup lama Radev mencumbunya sampai kemudian lelaki itu menarik diri, bukan untuk berhenti, tapi untuk mengganti mulutnya dengan keperkasaannya.
Starla tidak tahu apa-apa lagi setelahnya. Kepalanya terlalu berat. Hal terakhir yang bisa diingatnya adalah saat Radev sedang berjuang keras untuk menyatukan diri dengannya.
***
Starla merasa kepalanya tertimbun bebatuan besar yang beratnya hingga berton-ton yang membuatnya ingin melanjutkan tidur lebih lama lagi. Namun, sinar matahari yang menerpa wajahnya membuat Starla merasa tidak nyaman.Begitu berhasil membuka matanya Starla terkejut.Ini bukanlah kamar di rumahnya!Starla lalu menyipit mereka ulang kejadian sejak hari kemarin. Seketika kesadaran menghantamnya saat menolehkan kepala ke samping. Tampak seorang lelaki sedang berbaring di sebelahnya.‘Astaga! Apa yang sudah aku lakukan?’ tanyanya cemas di dalam hati.Perempuan itu terkesiap. Irama napasnya memburu kencang kala menyadari dirinya dan laki-laki itu berada dalam keadaan yang sama. Sama-sama tak berbusana.Terduduk dengan cepat, Starla terpekik saat melihat ada noda darah di sprei tempatnya berbaring.Pekikan Starla membangunkan pria di sampingnya. Mereka terkejut saat bertemu pandangan mata.Radev maupun Starla begitu syok mengetahui berada di ranjang yang sama dalam keadaan yang tidak pernah
Radevian Casanova masih dilingkupi perasaan syok. Sementara orang-orang yang mengerumuni semakin banyak.“Bapak kenal orang ini? Buruan bawa ke rumah sakit sebelum terlambat. Itu tadi kayaknya kepalanya kebentur duluan ke aspal,” celetuk seseorang mendesak Radev.Radev tidak punya pilihan. Ia tidak mungkin lari dari tanggung jawab. Kondisi Starla terlihat parah. Tanpa membuang waktu lelaki itu mengangkat tubuh sekretarisnya, memasukkan ke mobil, lalu membawanya ke rumah sakit.Setelah tiba di sana Starla segera ditangani oleh tenaga medis.Puluhan menit kemudian …Aroma obat-obatan yang begitu pekat menusuk hidung Starla. Tangannya bergerak pelan bersamaan dengan kelopak matanya yang terbuka perlahan. Kepalanya berdenyut hebat. Rasanya begitu sakit. Entah apa yang terjadi padanya.Dengan ingatan yang belum sepenuhnya pulih setelah sadar dari pingsan, Starla menerka apa yang telah dialaminya.Sebelum ia tahu, seorang perawat muncul. Starla baru menyadari jika dirinya sedang berada di r
Tidak ada yang melebihi keterkejutan Radev maupun Starla saat ini selain kedatangan Ajeng yang muncul tanpa aba-aba. Bahkan perempuan itu tidak mengetuk pintu sebelumnya.Tidak mau Ajeng berpikiran yang macam-macam mengenai apa yang dilihatnya, Starla mendorong Radev hingga terpisah dari dekapannya.“Mbak Ajeng, jangan salah paham. Tadi saya hampir terjatuh karena kepala saya pusing tapi untung Pak Radev menolong saya.” Starla buru-buru menjelaskan pada tunangan atasannya.Ajeng hanya melirik Starla sekilas tanpa berkata apa-apa. Lantas perempuan itu memberi seluruh atensinya pada Radev.Starla yang tahu diri meminta izin pada Radev untuk keluar dari ruang kerja laki-laki itu.“Dasar centil,” kecam Ajeng setelah dirinya tinggal berdua dengan Radev.“Siapa?”“Asisten kamu.”“Dia bukan centil, tapi ramah,” jawab Radev mengoreksi.Starla terkenal sebagai pegawai paling cantik, baik, dan ramah di seantero Casanova Garment. Dan oleh sebab itulah diam-diam Ajeng mencemburuinya. Apalagi seba
Pagi ini Starla kerja seperti biasa. Ia datang lebih awal dibanding karyawan lainnya. Setelah masuk ke ruangannya, Starla menemukan sebuah map di meja. Ia tidak tahu siapa yang meletakkan di sana. Tapi karena penasaran Starla membukanya.“Nggak mungkin …” Gumaman terdengar dari mulutnya.Di dalam map itu terdapat selembar kertas yang ternyata adalah surat pemecatan dirinya. Mendadak detak jantungnya mengencang membaca isi surat itu. Starla tidak habis pikir. Bagaimana mungkin Radev memecatnya tiba-tiba sedangkan Starla merasa tidak melakukan kesalahan apa pun. Ia selalu bekerja dengan baik karena CEO-nya itu adalah tipe atasan yang perfeksionis.“Pak Radev pasti salah. Ini bukan surat untukku. Aku harus menanyakannya sekarang.”Membawa surat tersebut, Starla meninggalkan ruangannya. Ia menuju ruangan Radev. Namun setibanya di sana ia menemukan ruangan tersebut dalam keadaan kosong melompong. Di saat itulah ia baru menyadari bahwa Radev tidak masuk hari ini karena berangkat ke Shangha
Setelah hampir sepuluh hari berada di Shanghai Radev kembali ke Indonesia dan memulai rutinitas seperti biasa.Para karyawan Casanova Garment berbisik-bisik saat lelaki itu melintas. Dari dulu sampai sekarang pembicaraan tentang Radev tidak pernah mendingin di kalangan para pegawainya, terutama pegawai wanita. Apapun yang ada pada Radev selalu menarik untuk dibahas. Mulai dari wajahnya yang tampan, kerajaan bisnisnya yang tersohor, sampai tunangannya yang membuat iri banyak perempuan karena berhasil mendapatkan hati Radev.Sebelum memulai aktivitas kerja biasanya setiap pagi seluruh karyawan ikut briefing. Tapi briefing kali ini terasa jauh lebih spesial karena Radev menghadirinya.Para karyawan tampak khidmat menanti apa yang akan Radev sampaikan. Sementara pria itu belum bicara apa-apa. Ada sesuatu yang mengganjal. Starla tidak ada di antara karyawannya yang lain.“Starla mana?” tanyanya.“Starla kan sudah berhenti, Pak." Seseorang memberitahu.“Berhenti?” Sebelah alis laki-laki itu
Kedatangan Radev tak pelak mengejutkan Starla. Gadis itu dengan refleks menyentak tangannya yang dicekal pria di sampingnya.“Pak Radev ...”Radev mendengkus sambil memandangi pria menjijikkan yang bersama Starla. “Pantas saja kamu resign, ternyata di sini bayaran kamu jauh lebih besar,” ucapnya sinis.“Apa maksud Bapak?”“Don’t pretend with me, Starla. Saya pikir kamu perempuan baik-baik. Saya sangka kamu terpelajar. Tapi setelah apa yang saya saksikan malam ini sudah cukup menjadi alasan atas apa yang terjadi kemarin. Kamu benar-benar memalukan. Saya menyesal mempekerjakan perempuan sehina kamu sebagai asisten saya!”Senyum miring tercetak di bibir Radev menyaksikan mantan asistennya yang hanya diam membeku di hadapannya tanpa sepatah kata pun terlontar dari bibirnya sebagai pembelaan. Hal itu memberi keyakinan pada Radev bahwa Starla membenarkan perbuatannya.“Dengar, Starla, saya benar-benar menyesal pernah mempekerjakan kamu!” Radev mengucapkannya sekali lagi sebelum pergi mening
Bagai ada bom yang dijatuhkan di depannya Ajeng terkesiap. Akhirnya kebusukannya tercium oleh Radev. Tapi perempuan itu tidak akan semudah itu mengakuinya.“Surat pemecatan Starla? Ini kamu kok jadi nuduh aku sih, Dev?”“Aku menuduh kamu bukan tanpa alasan. Aku punya bukti yang kuat untuk itu.”“Bukti apa?” Ajeng mengerutkan dahi. Sementara jantungnya berdebar dengan kencang. Ia takut kalau Radev benar-benar akan menyuguhkan bukti yang tidak bisa disangkal.Radev mengeluarkan ponsel dari saku kemudian menunjukkan bukti rekaman CCTV pada Ajeng.“See? Kamu yang membuat surat itu dan menyuruh office boy untuk meletakkannya di meja Starla. Kamu kenapa sih, Jeng? Ada masalah apa dengan Starla?”“Tahu dari mana kalau aku yang membuat surat itu? Bisa aja kan office boy itu yang ngarang cerita,” balas Ajeng yang belum mau mengaku.“Buat apa dia ngarang cerita dan memfitnah kamu? Kamu itu tunangan aku, Jeng. Dia nggak akan seberani itu bawa-bawa kamu. Dia hanya karyawan biasa. Sedangkan kamu?”
Bentley hitam itu berhenti di sebuah rumah mewah bertingkat tiga. Pagar otomatis membuka memberi jalan. Dengan transisi yang mulus kendaraan roda empat itu berbelok lalu berhenti di halaman.Tak lama pintu terbuka, menampakkan sosok Radev yang keluar dari dalamnya. Ia memang lebih suka menyetir sendiri ke mana-mana ketimbang menggunakan tenaga supir, walau dirinya memiliki supir pribadi. Lelaki itu tampak begitu segar. Setelan jas mahal yang membalut tubuhnya memberi kesan profesional yang tidak dibuat-buat.Dengan sebelah tangan berada di dalam saku celana pria itu berjalan ke rumah orang tuanya.Radev tidak menemukan siapa-siapa di rumah besar itu sehingga ia pun bertanya pada asisten rumah tangga yang ditemuinya.“Mami mana, Bi?”“Ada di belakang, Mas Radev.”Radev pergi tanpa berkata apa pun. Ia menemukan ibunya itu sedang berada di ruang makan. Tidak sendiri, ada perempuan muda bersamanya. Ajeng, sang tunangan.“Coba deh, Jeng, kamu bayangin, masa Radev jam sebelas masih tidur. K
"Pokoknya kalian wajib datang. Gue nggak mau ya nerima alasan apa pun.""Apa pun?""Ya, apa pun!" tegas suara di seberang sana penuh penekanan.“Ya udah, gue tanya Kaka dulu ya, dia mau apa nggak.”"Ya pasti mau lah. Kalau nggak mau gue pecat dia jadi adek ipar."Rachel tertawa lalu memutus panggilan."Siapa, Ra?" tanya Bjorka yang baru keluar dari kamar mandi."Rai.""Raihana?"Rachel mengiakan dengan anggukan kepala.Bjorka tidak bertanya lagi. Masih dengan mengenakan handuk dia membuka lemari mencari bajunya di sana. Biasanya Rachel yang menyediakan. Tapi karena tadi asyik teleponan dengan Rai, Rachel jadi lupa."Ka, Rai minta kita hadir di acara nikahannya." Rachel menyampaikan isi pembicaraan dengan Rai tadi.Setelah bertualang dari pelukan satu laki-laki ke laki-laki lain, akhirnya Rai memantapkan hati untuk menikah. Bukan pernikahan yang pertama memang. Dan mirisnya lagi adalah calon suami Rai berumur hampir dua kali lipat dari usianya. Saat Rachel protes, "Lo yakin mau nikah s
Prosesi pernikahan Rachel dan Bjorka akhirnya berjalan dengan lancar dan baru saja berakhir.Rachel tidak merasa lelah sedikit pun meski rangkaian acara tersebut berlangsung hampir lima belas jam lamanya. Yang ada hanya perasaan bahagia.Perlahan pikirannya mulai mereka ulang lagi adegan demi adegan yang terselenggara tadi. Mulai dari prosesi akad nikah yang mengharukan sampai acara resepsi yang mewahnya tidak bisa dijabarkan dengan kata-kata.Zoia yang mulai saat ini ia panggil dengan sebutan Mama mengusahakan semuanya agar sempurna. Dia selalu memberikan yang terbaik untuk pernikahan kliennya, dan tentu saja saat pernikahan anak sendiri harus luar biasa.Seperti yang Rachel sepakati dengan Bjorka, Bjorka akan menunggunya di ballroom. Setelah mendengar komando dari MC, Rachel kemudian masuk diiringi oleh para bridesmaid. Yang menjadi bridesmaid adalah Starla, model-model Lavender Manajemen serta para sepupu Bjorka.Setelah menapakkan kaki di ballroom, wajah Rachel tertimpa lampu flas
Bagi orang-orang mungkin keputusan Bjorka untuk menikahi Rachel hanya dalam jangka waktu satu bulan setelah status mereka berpacaran adalah keputusan yang paling gila. Mungkin mereka juga menganggap Bjorka tidak berpikir panjang. Tapi demi apa pun Bjorka sudah memikirkan semua ini.Setelah jadian malam itu Bjorka mulai memikirkan untuk menjalin hubungan yang lebih serius dengan Rachel. Bjorka sudah mengenalnya bertahun-tahun. Ia tahu persis bagaimana sifat dan karakter Rachel. Dalam waktu satu bulan itu juga ia mulai merasakan chemistry demi chemistry di antara mereka yang tidak pernah ia temukan saat dulu bersama Nicole. Perlahan Bjorka menyadari bahwa ia lebih cocok dengan Rachel. Maka saat menyampaikan pada mamanya bahwa ia sudah punya pacar dan juga mengatakan ingin menikahi pacarnya itu mamanya terkejut oleh kenekatan Bjorka. Mungkin Bjorka memang nekat. Tapi nekat yang ini bukan tanpa alasan. Nekat yang ini juga akan ia pertanggungjawabkan.Setelah meyakinkan kedua orang tuany
Starla menatap Rachel sambil senyum-senyum sendiri menyaksikan tingkah adik iparnya itu.Saat ini Rachel sedang mematut diri di cermin sambil memindai diri dari puncak kepala hingga bawah kaki. Rachel mengenakan dress berwarna peach dan masih merasa ada yang kurang. Ini entah dress ke berapa yang ia coba sejak tadi.Malam ini Bjorka akan mengajak ke rumahnya. Dan status sebagai kekasihnya yang Rachel sandang saat ini membuatnya merasa harus memberikan yang terbaik. Rachel memang sudah ribuan kali mondar-mandir ke rumah Bjorka, namun itu sebagai sahabat. Malam ini adalah untuk pertama kalinya ia akan menginjakkan kaki di sana sebagai pacar Bjorka. Dan rasanya gugup bukan main."Gimana, Ra? Masih belum juga?" tanya Starla melihat Rachel yang masih bimbang akan mengenakan baju yang mana."Ini sih bagus, tapi agak ketat di bagian dada," jawab Rachel."Atau coba yang ini."Rachel menerima midi dress floral berwarna putih dengan motif bunga-bunga kecil berwarna biru yang Starla sodorkan la
"Please, Ka, jangan sekarang." Rachel menolak ketika Bjorka mengatakan akan membawa ke rumahnya dan mengenalkan pada orang tuanya bahwa saat ini Rachel adalah kekasihnya.Sudah satu bulan mereka berpacaran namun tidak seorang pun tahu perubahan status tersebut karena sejak awal mereka mengetahui keduanya bersahabat. Semua berjalan sebagaimana biasa."Kenapa nggak boleh?" Bjorka menatap Rachel lekat, ingin tahu apa alasannya.Tentu saja Rachel tidak siap dengan semua ini adalah karena ia khawatir respon yang akan diterimanya dari orang tua Bjorka. Selama ini mereka bisa menerima Rachel sebagai teman anak mereka. Namun hal yang sama belum tentu akan terjadi jika mereka tahu bahwa Rachel adalah kekasih putra mereka. Rachel tidak akan pernah lupa ucapan mamanya Bjorka yang pernah ia dengar dengan tidak sengaja. Dari sana sudah lebih dari cukup untuk menjelaskan sikap mereka pada Rachel."Bukan nggak boleh tapi aku rasa belum saatnya," jawab Rachel mengatakan alasannya."Jadi kapan saatnya
Satu tahun kemudian.365 hari telah berlalu. Bjorka kehilangan jejak Nicole. Sejak Nicole resign Bjorka tidak tahu lagi bagaimana kabarnya. Bjorka tidak pernah mencari tahu atau menghubunginya. Karena jika keep in touch dengannya semua akan semakin sulit.Hari-hari terasa begitu berat, hampa dan sunyi. Ternyata begini rasanya patah hati. Sampai detik ini Bjorka masih memikirkan perkataan Nicole waktu itu.Pintu kamar Bjorka diketuk. Lalu kepala Papanya menyembul. Javas tampak sudah rapi dengan Polo shirt hitam dan jeans biru pudar. Walau sudah bapak-bapak tapi papanya masih muda. Papanya bahkan jarang mengenakan celana kain selain ke kantor."Nggak malmingan, Ka?""Mau malmingan sama siapa, Pa?"Javas mendekat lalu duduk di pinggir tempat tidur tempat Bjorka berbaring."Masa udah mau kepala tiga masih jomblo aja," ledek Javas padanya."Ya mau gimana, nggak ada yang mau sama aku.""Yaelah, Ka, Ka ... Baru kehilangan cewek satu kali letoynya sampai satu tahun." Papa menoyor kepala Bjorka
Radev tidak menjawab pertanyaan Rachel. Aura dingin yang menguar dari ekspresinya membuat Rachel jadi ketakutan. Dulu Radev sudah menasihatinya agar jangan terpengaruh oleh Megan. Tapi yang terjadi Megan berhasil memanfaatkan Rachel. Megan tahu Rachel adalah anak yang patuh dan penurut. Kelemahannya itu digunakan Megan untuk menekan Rachel."Dev, lo tahu dari mana?" tanya Rachel sekali lagi masih dengan ekspresi yang sama. Takut-takut seperti tadi."Nggak penting gue tahu dari mana. Yang penting adalah gue tahu.""Lo tahu dari Kaka?""Sahabat gue bukan orang munafik. Dia pandai menjaga rahasia. Dia nggak bakal koar-koar ke mana-mana sekalipun sama gue."Rachel menggigit pipi bagian dalam. Kalau memang bukan dari Bjorka lantas dari mana Radev tahu? Apa selama ini Radev mengawasi pergerakan Rachel dari jauh? "Udah berkali-kali gue kasih nasihat. Lo mesti hati-hati sama Mami. Tapi nyatanya dia berhasil menjebak lo.""Sorry, Dev, gue emang salah. Abisnya gue kasihan sama Mami. Lagian wak
Hujan gerimis mengiringi pemakaman Marvel. Langit seakan berduka dan turut menangis. Satu demi satu para pelayat sudah mulai pulang. Takut kena gerimis yang akan menjelma menjadi hujan deras.Rachel masih terpaku memandangi gundukan tanah di hadapannya. Jasad Marvel sudah terkubur jauh di dalam tanah sana namun Rachel masih belum bisa menghentikan air matanya.Saat ini hanya tinggal Rachel, Radev, Starla dan Bjorka di pemakaman tersebut. Teman-teman dari Lavender Manajemen serta rekan kerja Radev sudah pulang. Sedangkan Megan dan Rai tidak mau datang sama sekali meskipun ini adalah untuk terakhir kalinya."Ra, sudah. Kita sama-sama ikhlasin Papi biar beliau tenang di alam sana," bujuk Radev mengusap punggung Rachel."Gue masih nggak percaya kalau Papi bunuh diri, Dev. Seharusnya nggak begini. Papi mengambil jalan pintas karena ngerasa nggak ada yang mendukungnya, dia ngerasa sendiri," ratap Rachel dengan perasaan sedih yang tidak kunjung habis. Mata gadis itu merah dan bengkak akibat
Sidang akan dimulai ketika Bjorka, Nicole dan Rachel masuk ke dalam ruangan.Rachel melihat Marvel mengenakan kemeja putih dan celana hitam. Tubuhnya terlihat semakin kurus dan ceking. Membuat Rachel ingin menangis melihat kondisi sang ayah. Di saat-saat begini seharusnya pria itu mendapatkan support dari orang-orang terdekatnya. Terutama istrinya. Yang terjadi, istrinya malah meninggalkannya dan meminta cerai darinya. Lalu pacaran dengan pria lain yang kaya-raya.Rachel tidak sempat berbicara dengan Marvel. Tapi mereka sempat saling mengirim tatapan. Marvel bersyukur. Semua orang meninggalkannya. Hanya putri bungsunya yang selalu setia mengunjungi dan memberi support.Sidang atas kasus penyuapan itu dimulai. Diawali oleh pembacaan susunan acara oleh panitera. Selama itu pula detak jantung Rachel tidak karuan. Semoga saja hukuman untuk papinya tidak terlalu berat.Jika diibaratkan dengan kata-kata, mungkin Rachel sudah begah oleh sidang demi sidang yang disaksikannya. Hari ini sua