Haripun kini kembali berganti. Seperti biasa, setiap pagi dan hampir menjelang siang, suara Dimdim akan menggelegar, memenuhi lantai dua di sebuah rumah mewah. Rumah milik seorang aktor ternama, setiap pagi terlihat lebih hidup oleh ramainya orang-orang yang menghuni di dalamnya."Udah bangun Mas Bintangnya?" tanya Bi Sari, yang saat itu sedang duduk di salah satu kursi, yang mengelilingi meja makan. Wanita yang usianya sudah lebih dari empat puluh tahun itu, melempar pertanyaan begitu matanya menangkap sosok pemuda yang mendekat ke arahnya."Sudah," jawab si pemuda agak lesu sembari meletakan pantatnya di kursi lain yang ada di sana. "Apa Bintang tiap hari harus dibangunin seperti itu? Tidak menggunakan alarm?" tanya Naina sembari melangkah dari arah dapur dengan tangan membawa piring berisi gorengan untuk sarapan. "Harus! Kalau nggak kayak gitu ya, nanti dia bakalaan telat," jawab Bi Sari, lalu dia bangkit dari duduknya dan mengambil piring terus mengisinya dengan nasi. Untuk lauk
"Kamu serius?" tanya Jona sembari memutar badannya sedikit hingga menghadap wanita yang baru saja mengajukan pertanyaan kepadanya. Mata Jona menatap lekat wanita yang belum lama ini bekerja pada salah satu aktor, yang dia pegang dengan tatapan menuntut jawaban secepatnya."Kalau tidak serius, buat apa aku bertanya Mas?" balas Naina lalu wanita itu tersenyyum canggung. Naina lalu mengedarkan pandangannya ke arah Bintang yang nampak sangat fokus dengan pekerjaannya saat ini.Begitu juga dengan Jona. Sebelum menanggapi ucapan Naina, pria itu juga melempar pandangan matanya ke arah yang sama dengan wanita yang berada satu langkah di belakangnya. "Apa alasan kamu ingin kerja di tempat lain?" tanya Jona sedikit penasaran.Untuk beberapa saat Naina menoleh, menatap lekat pria yang masih serius memperhatikan aktornya. Kemudian Naina pun tersenyum dan kembali menatap ke arah yang sama. "Aku ingin bekerja di tempat yang membuatku merasa nyaman, Mas."Kali ini giliran Jona yang menatap lekat b
"Dasar sialan! Cowok apaan itu kayak gitu!" umpat Naina begitu mobil yang dikemudikan Dimdim menjauh. Tangan wanita itu mengepal dengan tatapan mata penuh kemarahan, menatap tajam mobil yang mulai menghilang dari pandangan."Tahu begini, mending aku bongkar sekalian kebohongan kamu saat di rumah sakit dulu," gumam Naina dengan segala amarah yang masih menyelimutinya. Wanita itu menghembuskan nafasnya secara kasar lalu dia mengedarkan pandanganya ke sekitar."Ini aku ada di mana? Benar-benar kurang ajar itu Bintang, kalau pengin ngebuang aku di kota orang, nggak perlu pakai cara pengecut seperti itu!" berkali-kali Naina mengumpat sembari berpikir mencari jalan keluar untuk masalahnya.Naina segera mengambil ponsel di tas slempang yang setia menemaninya sedari dulu. Setelah melihat waktu, dia mencari petunjuk tentang keberadaan dirinya. Setelah mendapat sedikit informasi tentang tempat keberadaannya melalui maps, Naina memutuskan pergi dari tempat itu.Di sisi lain, tepatnya di dalam mo
"Yura?" tanya Bintang, dan saat itu juga dia menunjukkan wajah terkejutnya. Bahkan pria itu menatap lekat sang sutradara yang begitu ringan dalam mengembangkan senyum kepadanya. "Anda menawari saya bekerja sama dengan Yura?" tanya Bintang memastikan.Dengan sangat yakin sang sutradara itu mengangguk. "Yah, kenapa?" tanya pria yang usianya sudah mencapai lima puluh tahun lebih tersebut dengan sangat santai. Melihat reaksi sutradara yang terkesan biasanya saja, seketika Bintang langsung tersenyum sinis. "Sepertinya, saya terlalu membuang waktu, datang ke tempat ini," ucapnya sedikit kecewa. Bintang lantas langsung berdiri dan bersiap untuk pergi."Tunggu dulu," sang sutradara segera menahannya. Dia cukup terkejut melihat reaksi Bintang saat ini, "Bukankah ini sangat menguntungkan bagi kamu? Tenang saja, ada banyak sponsor yang berani membayar mahal untuk proyek ini."Bintang kembali menunjukan senyum sinisnya. "Menguntungkan bagi saya, atau menguntungkan bagi Anda? Sudah, jangan buang
"Kita mau kemana, Mas?" setelah berada di dalam mobil, Naina langsung bertanya kepada sosok yang menjemputnya. Untuk pertemuan kali ini Naina sudah tidak merasa canggung lagi pada sosok yang menjadi idolanya. Dialah Miko Angelo, pria tampan yang menjadi aktor idola bagi Naina. Begitu mendapat kabar tentang wanita itu, Miko langsung menghubungi Naina untuk menjemputnya. Awalnya Naina menolak, tapi setelah Miko meyakinkan, wanita yang mengidolakannya pun akhirnya pasrah.Tentu saja, sebagai penggemar, Naina sebenarnya tidak ingin melewatkan kesempatan seperti ini. Jadi, saat Naina menolaknya, itu hanya sikap pura-pura saja."Bagaimana kalau kita makan dulu? Kebetulan, aku sedari tadi belum makan," jawab Miko memberi ide sembari sesekali melirik Naina. "Kenapa Mas Miko senang banget ngajak aku makan sih?" balas Naina sedikit bercanda, "Apa Mas Miko ingin menjadikanku wanita gendut?""Hahaha... nggak lah," bantah Miko sembari tergelak. "Kebetulan aja mungkin. Lagian, bukankah lebih nyam
Untuk beberapa saat, Naina terdiam sembari menatap lekat lawan bicaranya. Wanita itu menunjukan raut wajah yang sedang berpikir dan sedikit rasa bingung untuk memberikan jawaban yang tepat atas pertanyaan yang baru saja diajukan untuknya.Tak lama setelahnya, Naina tersenyum lalu memasukan makanan yang dijadikan cemilan karena nasinya telah dia habiskan. Miko yang memperhatikan sikap Naina pun ikutan tersenyum lalu tangannya meraih gelas berisi jus alpokat yang isinya tinggal setengah."Tidak perlu dijawab, kalau kamu nggak mau menjawabnya, Nai," ucap Miko sebelum dia menyesap jus alpokat. Tentu saja hal itu membuat Naina tertegun dan kembali menatap Miko dengan wajah penuh tanya."Tanpa kamu jawab pun aku sudah tahu jawabannya," ucap Miko lagi. Kali ini dia berkata setelah menyesap minumannya namun tidak sampai habis. "Sekarang yang perlu kamu jawab, kamu mau pulang atau bagaimana?"Naina pun kembali menunjukan senyumnya. Namun senyum yang dia perlihatkan jelas sekali kalau wanita it
"Wahh! rumahnya gede banget!" seru Naina nampak begitu takjub kala mobil yang membawanya ke rumah aktor idolanya, melintasi pintu gerbang yang lumayan tinggi. Mata Naina pun saat itu juga langsung mengedar ke berbagai arah, memperhatikan apa saja yang bisa dia lihat."Rumah segede ini, Kenapa Mas Miko malah tinggal di apartemen?" Naina sontak melempar pertanyaan tanpa memandang seseorang yang baru saja disebut namanya.Miko yang sedari tadi tersenyum memperhatikan tingkah wanita yang duduk di sampingnya, sontak semakin tersenyum lebar begitu mendengar pertanyaan dari wanita itu. Miko tidak langsung menjawab, pria itu memilih memarkirkan mobil yang dia kendarai terlebih dahulu."Aku tahu, kenapa Mas Miko memilih tinggal di apartemen daripada di rumah sebesar ini," kali ini Naina menerka sembari menatap pria yang baru saja mematikan nyala mobilnya. "Pasti agar Mas Miko bebas memasukan wanita di sana, iya kan?""Hahaha..." seketika tawa Miko pecah, "sok tahu kamu," ucapnya lalu dia seger
"Tentu saja boleh," jawaban antusias seorang wanita yang usianya diperkirakan sudah menginjak angka lima puluh tahun, membuat Naina dan Miko dapat menghembuskan nafas leganya. Namun setelahnya wanita itu memperhatikan penuh selidik kepada wanita yang dibawa oleh putranya."Tapi, kasih tahu Mama, alasan yang masuk akal dulu. Mama nggak mau loh, ke depannya nanti ada masalah gara-gara Mama mengijinkan anak gadis orang nginep di sini," wanita yang dipanggil Mama oleh Miko kembali bersuara dan menatap anaknya serta Naina secara bergantian."Sebenarnya aku ajak dia nginep di sini, gara-gara Bintang, Ma," ucap Miko tak lama setelah dia dan Naina saling menatap dan terkesan saling memberi isyarat pada tatapan mereka masing-masing."Gara-gara Bintang? Bintang siapa?" sang Mama nampak terkejut dan kali ini dia lebih lekat menatap anaknya."Itu, anaknya Tante Salma," tunjuk Miko. Seketika sang mama nampak menganggukan kepalanya beberapa kali dengan raut wajah yang menunjukan kebingungan. "Ema
Suasana hati Bintang saat ini masih belum baik-baik saja. Berbagai macam perasaan dan pikiran terus berkecamuk tanpa bisa dia ungkapkan. Sesekali tatapannya terlempar ke arah wanita yang matanya masih terpejam sejak beberapa jam yang lalu. Meskipun dokter serta beberapa perawat yang sedari tadi memantau keadaan Naina mengatakan, kalau keadaan wanita itu baik-baik saja, tapi informasi tersebut tidak sepenuhnya membuat Bintang merasa tenang. Justru dilema makin berkembang pesat memenuhi rongga dadanya."Bagaimana keadaan Naina sekarang, Tang?" sebuah suara berat khas seorang laki-laki, tiba-tiba menggema dalam ruang rawat inap, dimana saat ini Bintang sedang terbaring di atas sofa dengan mata terpejam. Mata Bintang seketika terbuka dan dia melempar pandangannya ke arah sumber suara untuk beberapa saat, lalu mata itu kembali terpejam. "Kata dokter sih, baik-baik saja. Mungkin dalam beberapa jam lagi, dia akan sadar dari tidurnya.""Syukurlah," balas pria lain, yang memilih duduk di sis
Bintang masih terdiam dengan posisi tubuh yang masih sama. Hingga beberapa puluh menit berlalu, dirinya masih dihinggapi kebimbangan setelah tadi berbicara dengan asisten perempuannya. Bintang tidak tahu, apa yang harus dia lakukan selanjutnya.Untuk saat ini, Bintang menyerahkan segala urusan yang berhubungan dengan pekerjaannya kepada Jona dan dua asistennya. Untuk sementara, mereka juga sepakat menutup mulut tentang identitas Naina dan semua yang berhubungan dengan kejadian penusukan beberapa waktu lalu. "Bintang," seru suara seseorang begitu masuk ke dalam ruang rawat inap dimana Bintang saat ini sedang membaringkan tubuhnya sendiri di atas sofa. Mata Bintang yang beberapa menit itu sedang terpejam, seketika terbuka dan dia langsung menoleh ke arah sumber suara."Bagaimana keadaan Naina? Kenapa bisa jadi begini sih?" orang itu adalah Salma. Dia terlihat cukup panik sembari memperhatikan Naina yang masih terlelap. Salma pun menoleh, manatap anaknya dan menuntut penjelasan."Aku ju
Syok, itulah yang terjadi pada Bintang saat ini. Dia yang sedang mencoba menenangkan diri di sebuah cafe and club, begitu terkejut ketika memutar badannya dan melihat apa yang terjadi di belakang tubuhnyaBukan hanya Bintang, beberapa pengunjung serta karyawan termasuk Dimdim pun juga sangat terkejut dengan kejadian tak terduga di depan mata mereka. Mungkin karena pengunjung di sana tidak terlalu banyak, jadi peristiwa yang menimpa Naina langsung menjadi perhatian."Naina!" teriak Bintang dengan suara yang begitu lantang. Pria itu segera mengambil tindakan, menyongsong tubuh Naina yang ambruk ke lantai sembari memegang perut bagian kirinya.Ya, Naina seketika ambruk ke lantai sembari mengerang dan memegang perutnya. Bintang terlihat begitu panik sampai dia sendiri juga ikut memegangi bagian perut Naina yang mengeluarkan darah. Sementara Dimdim dan beberapa pria lain saat itu juga langsung menangkap sosok misterius yang baru saja melakukan tindak kejahatan. Bahkan sosok yang belum dik
Seketika Naina sedikit ternganga begitu wanita yang sedang dia tatap, kembali mengajukan saran yang sedari tadi membuat Naina tercengang. Wanita itu tentu saja merasa bingung dengan sikap dari orang tua pria yang pernah dia sakiti hatinya di masa lalu."Apa, Tante? Menikah?" meski Naina sudah mendengar usulan Salma dengan cukup jelas, tapi wanita itu malah melempar pertanyaan karena merasa usulan itu masih tidak bisa diterima oleh akal.Salma dengan yakin, menganggukan kepalanya. "Ya, menikah. Bukankah itu ide yang bagus?" dengan enteng Salma kembali menegaskan usulannya, membuat Naina semakin tercengang dengan kedua mata menatap tak berkedip lawan bicaranya. "Maaf, Tante, kenapa Tante bisa menyarankan aku sama Bintang untuk menikah saja?" dengan sopan dan supaya tidak menyinggung perasaan, Naina melempar satu pertanyaan. Sementara Salma sendiri masih menunjukan senyum tipis penuh kehangatan, yang membuat lawan bicaranya cukup merasa nyaman dengan sikap hangat wanita, yang telah mel
Untuk beberapa saat, dua anak manusia yang sedang duduk bersama di taman depan sebuah rumah mewah, terdiam, sembari menyelami pikiran masing-masing. Dilihat dari kondisinya, pembicaraan mereka berdua belum ada tanda untuk berakhir, dan sepertinya pembahasan itu akan semakin panjang."Mungkin menurut kamu, tindakan kamu sudah benar karena apa yang kamu lakukan, itu demi menolong teman. Tapi, apa kamu tidak pernah mempertimbangkan perasaanku saat itu? Apa kamu menganggap perasaanku itu sebuah permainan, Nai?" ucap Bintang beberapa saat kemudian dengan mata menerawang ke arah lain. Naina pun sontak menoleh dan menatap pria yang saat ini baru bisa mengungkapkan rasa kecewanya akibat perbuatan Naina. Kemudian Naina menunduk tanpa mengeluarkan suaranya. Naina sadar, apapun alasan yang Naina katakan, akan tetap terlihat salah di mata Bintang."Baiklah, sekarang, semuanya terserah kamu aja, Nai. Lagian, jika aku memaksa kamu untuk terus tinggal bersamaku, semua orang akan menganggap aku yang
Naina tertegun dengan apa yang baru saja dia dengar. Saat itu juga wanita tersebut langsung menghindari tatapan Bintang yang menuntut sebuah penjelasan darinya. "Apaan sih," bantahnya agak salah tingkah.Namun, hal itu justru makin membuat Bintang menatap tajam wanita itu. Entah apa yang dirasakan Bintang saat ini, diwla justru merasakan keanehan pada sikap Naina, yang menurutnya janggal. Dia hendak mencecar Naina lagi, tapi pertanyaan Naina yang tiba-tiba meluncur, langsung membungkam mulut Bintang saat itu juga."Sekarang sudah jelas kan, siapa yang mengawali taruhan itu?" ucap Naina hati-hati.Bintang yang pikirannya sedang tertuju ke arah lain, sontak saja terdiam untuk beberapa saat. Hingga tidak membutuhkan waktu yang lama, pria itu pun bersuara, "tapi kan tetap saja apa yang kamu lakukan itu sudah keterlaluan. Sekarang, bagaimana kalau posisi kita dibalik. Jika kamu yang jadi bahan taruhan, apa yang kamu rasakan? Senang atau bagaimana?"Kali ini Naina langsung terbungkam. Wanit
"Apa!" kali ini Bintang memekik cukup keras. Selain terkejut dengan ucapan Naina, pria itu juga seketika berusaha mengingat kejadian beberapa tahun silam, di mana saat dia masih sekolah."Apa itu benar, Bel?" tanya Salma, langsung melempar pertanyaan kepada Belinda. Wanita itu juga terkejut begitu mendengar cerita dari Naina, dan Salma merasa sedikit janggal, karena cerita masa lalu anaknya memiliki versi yang berbeda."Kok ceritanya bisa berbeda dengan yang kamu ceritakan?" Salma tidak tahan menyembunyikan rasa herannya. Tapi apa yang ditanyakan Salma, cukup membuat Bintang dan Naina terkejut secara bersamaan,."Maksud Mama? Ceritanya berbeda bagaimana, Ma?" cecar Bintang dengan segala rasa penasaran yang kembali menyelimuti benaknya. Begitu juga yang dirasakan Naina. Beruntung, Bintang yang melempar pertanyaan, jadi Naina tinggal menunggu jawaban dari Salma."Sekarang, kamu jawab pertanyaan Tante, cerita mana yang benar? Cerita dari kamu apa cerita Naina barusan?" desak Salma tanpa
Naina hanya tersenyum meski Bintang menatapnya dengan tatapan serius dan menuntut sebuah jawaban darinya. Bagi Naina tidak penting menjawab pertanyaan Bintang untuk saat ini, tapi bagi Bintang, entah kenapa dia malah bersikap seperti tidak terima. Bahkan di wajahnya, Bintang menunjukan rasa terkejut yang tidak biasa."Terus bagaimana setelah itu?" tanya Salma yang sudah tidak sabar untuk mendengarkan kelanjutan cerita tentang masa lalu anaknya. Wanita itu semakin tertarik dengan kisah anak muda yang saat ini bersama Salma."Yah, dari kejadian itu aku dan teman-temanku kan jadi benci banget sama Bintang, Tante. Apapun yang berhubungan dengan Bintang, aku jadi sangat membencinya. Apa lagi jika aku mendengar para cewek memuji Bintang dari berbagai aspek, rasanya tuh, aku ingin banget menyumpal mulut mereka," jawab Naina semakin antusias."Hahaha..." suara tawa Salma pecah. Dari tiga orang yang mendengarkan cerita Naina, hanya Salma yang nampak antusias. Dua orang lainnya lebih banyak di
"Apa, Tante?" tanya Naina dengan suara yang sedikit lebih tinggi tapi masih dengan sikap yang cukup sopan. Dari raut wajahnya, nampak jelas kalau Naina cukup terkejut atas pertanyaan yang diajukan ibunya Bintang. Setelah melempar tanya kepada Salma, Naina juga seketika itu juga melempar pandangan matanya, pada wanita seusianya, yang saat ini sedang salah tingkah. Pandangan Naina cukup tajam sampai Belinda sendiri tidak berani membalas tatapannya.Bintang juga sama terkejutnya dengan pertanyaan dari Mamanya. Dari apa yang Bintang dengar, dia saat itu juga langsung menyimpulkan, kalau sosok yang memberi tahu Mamanya tentang masa lalu Bintang, pasti wanita yang saat ini sedang ditatap oleh Naina.Bintang pun melayangkan tatapan tajam pada Belinda. Bahkan, bagi Belinda, tatapan Bintang lebih menakutkan daripada tatapan yang dilayangkan Naina. Belinda tidak menyangka kalau apa yang baru saja dia ceritakan, akan langsung diungkap secepat itu kepada orangnya."Apa benar, dulu kamu pernah me