"Ibu dan bapak tinggal sama kamu?"Tanya Bram yang juga kaget melihat kedatangan bapak Karjo dari arah dalam rumah."Diam kamu!"Gertak Hani, lalu mencengkram lengan Bram kemudian menuntunnya keluar dari halaman rumah miliknya."Biarkan aku menyapa bapak mertuaku dahulu Hani," tuntut Bram. Dia bersikeras tak ingin pergi dari sana."Sudah sana pergi, aku tak butuh kamu. Di sini bukan tempat kamu!"Tampik Hani, dengan memberi kode pada kedua security di pos untuk segera mengurus pria jahat itu keluar dari rumahnya."Hani, jangan kurang ajar kamu sama suami!"Pekik Bram tak terima ketika tubuhnya digiring kasar oleh suruhan Hani. Kemudian menutup pintu gerbang dengan rapat-rapat."Siapa tadi itu Hani, bapak seperti mengenal suaranya," ucap bapak Karjo.Beruntung penglihatannya yang rabun sedang menyelamatkan Hani. Bapak tak bisa melihat jarak pandang yang agak jauh, jadi dia susah untuk mengenali wajah pria yang baru saja diusir oleh Hani. Tapi bapak sangat mengenali suara pria yang bar
"Tunggulah dan bersabarlah sedikit tuan perampas harta orang lain, aku akan segera mengirimkan surat gugatan cerai untuk anda."Hani tersenyum saat melihat pesannya kini centang dua, tak lama berubah menjadi biru.Di kediaman mewah nyonya Greta..ArrgggghhhhhhhBram berteriak frustasi sambil melemparkan ponselnya ke lantai, setelah membaca pesan singkat dari Hani."Lihatlah Hani, apa yang akan aku lakukan padamu."Gumam Bram dalam hatinya, sepertinya dia akan memikirkan rencana lain demi untuk keinginannya."Lakukan apa yang kau bisa Bram, aku akan menunggunya."Gumam Hani di ruang kerjanya, seakan dia tahu Bram sedang mengancam dirinya.Pagi-pagi sekali Hani berpamitan kepada kedua orang tuanya. Ada pekerjaan mendadak di butik yang harus dia lakukan segera. Sudah ada seorang asisten rumah tangga sewaan yang dihubungi olehnya dari semalam, dan pagi ini dia akam masuk ke rumah, menemani bapak dan ibunya. Dan mengerjakan pekerjaan rumahnya."Kamu tak sarapan dulu nak?"Tanya bu Karjo, k
"Kenapa harus saya bu?" Tanya Hani sekali lagi."Entahlah Hani, aku tak mengerti. Sepertinya dia sangat menyukai nama kamu. Aku juga bingung, dia menyebut nama kamu dengan sangat fasih sekali, seperti telah mengenal kamu lama sekali. Dan kebetulan kamu mengalami masalah ini, jadi aku rasa aku harus menerima tawaran ini."Jantung Hani berdegup kencang, merasa apa yang dikatakan oleh ibu Victoria padanya membuat dia bingung. Siapa sebenarnya pengusaha kaya yang sedang menawarkan bantuan dalam kesulitannya saat ini. Mungkinkah ini adalah jebakan dari seseorang yang ingin menjatuhkan dirinya, ada maksud apa berani mengorbankan sesuatu yang bernilai ratusan juta, hanya untuk membuat sebuah penawaran pada dirinya. Tapi kenapa dengan nama Hani Septriani yang disebutkan olehnya. "Sudah jangan dipikirkan Hani. Intinya masalah pekerjaan kita selesai. Dan pesanan gaun dari pada ibu pejabat dapat diselesaikan tepat waktu. Soal penawaran yang dibuat oleh pengusaha itu, kamu tenanglah, ada aku yan
Hani menggelengkan kepalanya dengan cepat."Bukan begitu, hanya saja--,"Hani menggantung perkataannya.Sepertinya ini terlalu mendadak, apa dia harus mempercayai orang asing secepat ini. Semua yang terjadi seolah sudah direncanakan, membuat hati Hani semakin curiga."Tenanglah mbak Hani, perusahaan kami bisa dipercaya," ujar Hans seakan dia tahu perasaan hati Hani saat ini.Mungkin dia khawatir tuannya akan membohongi mereka.Hani menatap wajah ibu Victoria. Dia ingin memastikan sekali lagi. Ibu Vuctoria mengangguk pelan, tanda dia menyetujui Hani menandatangani dokumen tawaran kerja sama itu."Kalau begitu terima kasih, mbak Hani. Senang bisa mengajak anda bergabung bersama bisnis perusahan kami."Hans lalu berdiri kemudian keluar dari ruangan Hani. Setelah menyalami Hani dan ibu Victoria bergantian.Ibu Victoria tersenyum pada Hani. Dia mengerti khawatiran Hani saat ini. Jadi Hani masih perlu banyak belajar darinya. "Tenanglah Hani, aku sudah mencari tahu latar belakang perusahaan
Hans menatap bingung raut wajah Hani. Sedikit dia lengah, dan tiba-tiba Hani sudah berbalik dan berlari menuju ke arah lift."Mbak Hani."Panggilnya sambil mengejar Hani.Ini sudah sampai tepat di depan pintu, kenapa Hani berlalu pergi. Hans memutuskan mengejarnya."Mbak Hani mau ke mana?"Tanya Hans, sambil tergopoh mendapati Hani menunggu pintu lift terbuka.Hani enggan menjawab. Dia memilih untuk menunggu pintu lift yang tak kunjung terbuka. Hans mendekati Hani dan meminta Hani mendengarkan dirinya."Mbak Hani tolong dengarkan saya dahulu," bujuk Hans.Sepertinya Hans sudah sadar, jika terjadi sesuatu yang membuat Hani tak menyukai semua yang sudah diatur sedemikian rupa ini untuk dirinya."Mbak Hani," ucap Hans memelas.Hani menoleh ke arah Hans, dia menatap tajam ke arah Hans."Apa mbak Hani marah?"Tanya Hans pelan.Memastikan jika Hani tak harus pergi dari sana. Jika rencana pertemuan malam ini gagal, jabatannya sebagai asisten pribadi akan terancam."Menurut kamu, aku sedang ba
Hani terpaku duduk di tempatnya. Memandang wajah pria tampan dengan tubuh tinggi dan atletis berdiri di hadapannya. Senyumannya yang tak mampu Hani hilangkan selama ini dari pikirannya. Namun apa daya dia sudah mengubur semua kenangan itu, jauh saat ibu Victoria mengajaknya ke Italia.Niko duduk di hadapan Hani. Matanya tak sedikit pun untuk berpaling ke tempat yang lain. Membuat Hani tak tahu harus berbuat apa. Terus menatap piring camilan yang berada di hadapannya."Apa kamu akan terus menatap piring itu sepanjang malam, Hani?"Niko bertanya seperti sedang menggoda Hani."Ya, i-tu a--ku bisa."Jawab Hani dengan gugup."Apa yang bisa kamu lakukan dengan tak menatap mataku, Hani?"Niko terus menggodanya.Hani ingin menjawab, namun seorang pelayan datang untuk menata makanan di piring mereka. Membuat Hani mengurungkan niatnya. Sebenarnya di dalam hatinya, Hani ingin sekali marah saat ini. Tapi harus bisa menahan diri. Banyak tanya di dalam hatinya saat ini. Kenapa dan bagaimana Niko
Tangan Hani langsung menyambar anggur di hadapannya. Lalu menuangkan anggur itu ke dalam gelasnya. Melihat Niko menghubungi seseorang, apa lagi itu adalah seoarang wanita, membuat hati Hani tak menerima."Ada apa dengan kamu Hani? Apa kamu sedang cemburu?"Suara hati Hani seakan mengejeknya."Buat apa aku cemburu. Dia bukan siapa-siapa dalam hidupku juga kan?"Berulang kali Hani menepis perasaannya.Wajahnya kini memerah dengan anggur yang baru saja diminum olehnya."Hani, apa yang sudah kamu lakukan?"Pekik Niko saat menyelesaikan panggilan telponnya. Melihat Hani sudah menghabisakn beberapa teguk minuman anggurnya."Aku sudah bilang, minum secukupnya saja. Tapi kenapa kamu malah meminumnya terlalu banyak? Lihat kamu nanti akan mabuk."Niko kesal, apa lagi dia terlalu fokus dengan pembicaraannya tadi sehingga tak sampai memperhatikan Hani.Hani malah tersenyum, wajahnya sudah memerah akibat meminum anggur yang banyak."Kenapa kamu marah, aku baik-baik saja."Racau Hani, sepertinya dia
Mata Hani membulat, melihat pria yang berada di hadapannya. "Mau apa kamu kemari? Bisa-bisanya kamu masuk tanpa ijin!"Seorang security berlari mengarah ke pintu utama dengan tergopoh."Maafkan kami nyonya, dia sudah membuat onar di depan pos jaga. Beberapa rekan saya terluka."Lapor seorang security itu pada Hani.Sepertinya Bram datang bersama beberapa orang preman. Semua penjaga keamanan dipukul habis-hanisnya oleh mereka. Hani menjadi murka, dia ingin benar-benar untuk melenyapkan pria penjahat ini jauh dari hidupnya."Berani sekali kamu!"Bentak Hani ingin menampar Bram.Namun tangan Bram tak kalah cepat dari tangan Hani. Dia segera menangkap tangan Hani."Sayang sekali Hani, aku datang kemari dengan niat baik. Aku tak ingin membuat keributan di sini. Suruh penjagamu untuk segera pergi dari sini!" Perintah Bram, agak menekan Hani."Pergilah Bram, atau aku akan menelpon polisi!"Ancam Hani, dia tak suka keberadaan Bram di rumahnya."Aku tak akan pergi, Hani. Sebelum kamu menyetuj