"Kenapa kamu kecewa, apa yang sudah saya lakukan. Hingga membuat kamu begitu kecewa pada saya?" Tanya Niko melihat raut kekecewaan Hani di wajahnya. Membuat dadanya terasa sesak sekali, entah kenapa."Iya jujur saya kecewa, selama ini saya benar mempercayai tuan adalah teman saya. Nyatanya anda sudah menipu."Niko mengangkat dagu Hani dan bertanya, "Kata siapa orang kaya tak boleh berteman dengan pelayan. Kamu ini ada-ada aja. Terus siapa bilang saya penipu, saya pria baik-baik Hani.""Tadi, saat nyonya bertanya kapan tuan tiba di Indonesia, tuan menjawab baru tiba kemarin. Nyatanya selama ini tuan berada di sini, berkunjung ke rumah ini.""Jadi, tuan datang menyelinap kemari tanpa sepengetahuan nyonya Greta, untuk apa? Apa tuan berniat mencuri di rumah kakak tuan sendiri?" Cecar Hani pada Niko.Niko menggelengkan kepalanya, wanita di hadapannya ini sungguh banyak sekali bicaranya malam ini."Sudah jangan menangis, aku masih tetap teman kamu kok. Dan sekarang sebagai teman aku ingin m
"Saya permisi kembali ke dapur tuan.""Duduk di sini."Niko menunjukkan kursi di sebelahnya."Tapi,""Duduk!" Pintanya tegas.Sungguh Hani tak kuasa untuk menolak lagi.Niko mengeluarkan sebuah benda seperti pena dari dalam sakunya.Lalu dia menekan tombol kecil di ujung pena itu."Sudahlah Nit, mana mau pria adik orang kaya itu sama kamu. Walau pun pakaian kamu mahal. Penampilan kamu sudah memakai riasan tebal begitu, tentu saja si tuan Niko itu tetap tak suka sama kamu.""Tapi bu, aku kan udah pakai pakaian mahal, bedak mahal juga di mana kurangnya coba?"Suara Nita terus menggerutu terdengar jelas dari pena di tangan Niko.Hani memandang wajah Niko dengan penuh tanya."Apa ini dari benda kecil kemarin yang aku letakkan di kamar ibu Siti?"Niko mengangguk, lalu menaruh telunjuknya di bibir meminta Hani diam dan terus mendengarkan."Jadi, kita bisa mendengar semua perbincangan mereka di dalam kamar?""Ya," jawab Niko."Menurut ibu Bram akan cepat kembali nggak ya?" Suara itu kembali t
Hani tak berniat untuk menjawab ibu Siti dan Nita. Tangannya sibuk mengambil semua gaun milik nyonya Greta di atas ranjang. Tak habis pikir dia akan kelakuan ibu Siti dan Nita. Tak puas berbelanja dengan kartu kredit, sekarang malah semakin berani melakukan tindakan di luar dugaan.Gaun mahal milik nyonya Greta mereka keluarkan semuanya. Tanpa sopan santun mereka mengambil saat nyonya Greta tak berada di dalam kamarnya."Apaan sih mbak Greta itu bu, cuma beberapa gaunnya saja di ambil kembali. Apa salahnya jika dia memberikan pada kita beberapa dari gaun itu. Tak ada ruginya juga kan, buat dia."Nita mengomel karena apa yang diinginkannya lebih baik.Ibu Siti mendengus kesal karena tak bisa berbuat apa-apa."Tunggu saja kamu Greta, saat Bram sudah menyelesaikan rencananya," gumam ibu Siti dalam hatinya.Walau terlihat kesal, dia membiarkan Hani melakukan suruhan menantunya itu.Sebisa mungkin terlihat biasa saja.Hani menggelengkan kepalanya tak mengerti jalan pikiran ibu Siti dan Nita
"Sayang, aku buatkan susu untuk kamu. Tadi siang aku belikan susu khusus buat kamu."Nyonya Greta memandang wajah suaminya tak mengerti."Jadi, tadi siang aku keluar pergi ke supermarket. Terus aku melihat ini, terus aku pikir apa salahnya juga kalau kita mencoba. Iya kan sayang?""Ini susu agar kita bisa segera memiliki putra," bisik Bram perlahan di telinga istrinya.Nyonya Greta tersenyum tanda mengerti."Kamu tak marah kan sayang?"Nyonya Greta menggelengkan kepala. Lalu menerima segelas susu buatan suaminya kemudian meminumnya sampai habis."Makasih suamiku, kamu baik sekali."Bram menganggukkan kepalanya.Perlahan mata nyonya Greta berkunang-kunang, kepalanya terasa berat."Sayang aku ngantuk sekali.""Kalau begitu tidurlah, aku ingin ke kamar mandi dahulu," jawab Bram.Belum sempat menganggukkan kepalanya, suara dengkuran halus nyonya Greta terdengar. Membuat Bram tersenyum puas, usaha pertamanya berhasil.Dengan bersiul kecil Bram masuk ke kamar mandi lalu membersihkan diri den
Hani turun dari mobil berwarna silver milik Niko. Sedikit memijit pelipisnya yang terasa pusing. Tak terbiasa berkeliling naik mobil mewah. Kedua tangannya menenteng plastik obat yang tadi baru dibeli di apotik."Kemari kamu!"Sentak kasar ibu Siti, dan menarik lengan Hani menuju pojok ruang tamu."Kemana saja kamu sama nak Niko. Bisa-bisanya kamu berani menggoda adik majikan kamu ya. Sadar diri kamu itu siapa, nak Niko itu siapa. Dia tak sepadan dengan kamu."Ibu Siti mengeratkan tangannya pada lengan Hani. Namun Hani hanya mengerutkan keningnya tak mengerti jalan pikiran ibu Siti."Jika kamu masih berani seperti ini, aku akan mengusir kamu dari sini!"Hani menatap tajam wajah ibu Siti."Iya bu, usir saja. Tapi ingatlah, bagaimana jika nyonya Greta tau yang sebenarnya. Bagaimana latar belakang mas Bram. Apa dia masih bujang atau sudah memiliki istri di kampung," jawab Hani tegas.Mata ibu Siti memerah menahan amarah, bagaimana pun bisa saja keberadaan mereka terancam di dalam rumah i
Hani menghela napas panjang. Dan terus melanjutkan mencuci pakaian majikannya kembali. Bayangan tadi, dia akan simpan rapat-rapat dalam memorinya. Bagaimana kebaikan Niko untuknya selama ini dia harus menyimpannya dan terus mengingatnya sepanjang waktu. Apa yang sudah Niko lakukan mungkin tak bisa dia balaskan. Tapi dengan segala perintah Niko, apa pun dia akan lakukan semuanya.Malam ini Hani pulang agak larut. Sebab pekerjaannya yang menumpuk baru selesai. Hani menyeka keringat di keningnya. Bersiap untuk kembali ke kamar belakang."Kenapa baru kembali ke belakang?"Suara berat di belakang Hani mengagetkanya.Hani menunduk dan menjawab, " Bukankah tadi siang aku sudah katakan tuan, pekerjaanku akan menumpuk jika aku keluar dan lergi bersenang-senang. Beruntung nyonya Gretatak tahu, jika tidak mungkin ...," Hani tak melanjutkan perkataannya."Mungkin nyonya Greta akan mengusir aku dari rumah ini," lanjut Hani lemas."Aku yang akan bertanggung jawab, jika kakaku berani melakukan hal
Satu minggu nyonya Greta terbaring sakit di rumah. Karena merasa sakitnya hanya sakit kepala biasa, dia memilih beristirahat di rumah saja. Dan memantau pekerjaannya dari rumah, terhubung dengan sekertaris pribadinya yang memudahkan dia masih bisa mengontrol pekerjaannya.Dina adalah sekertaris kepercayaannya sudah lebih dari lima tahun. Segala sesuatu urusan kantornya dapat dikerjakan olehnya tanpa banyak bertanya. Nyonya Greta sudah sangat menyayanginya seperti adik kandungnya sendiri."Sayang, aku bawakan sarapan untuk kamu." Bram masuk ke dalam kamar, membawakan nampan berisi sarapan dan susu hangat.Bram melayani istrinya sebaik mungkin, hingga menyuapi makanan ke mulut nyonya Greta. Tak lupa segelas susu untuknya, sehabis makan.Kemudian obat-obatan yang sudah diganti olehnya. Tanpa sepengetahuan istrinya itu."Cepat sembuh ya sayang." Bram mengecup kening istrinya dengan lembut, nyonya Greta hanya mengangguk lemah.Lima menit kemudian, istrinya terlelap dalam tidurnya.Di
"Terima kasih pak"Pria itu mengangguk dan berlalu pergi.Tanpa menunggu lama nyonya Greta memeriksa pekerjaan itu dan menandatangani berkas penting itu."Aduh, bagimana ini?" Nyonya Greta terlihat khawatir."Berkas-berkas ibu akan di serahkan pada Dina untuk pelaksanaan kerja sama. Tapi Dina malah berhalangan datang kemari, karena harus bertemu klien penting di kantor. Padahal berkas ini sangat dibutuhkan," keluh nyonya Greta."Sini sayang, biar aku yang antarkan berkas ini ke perusahaan kamu.""Benar tak apa-apa mas?" Tanya nyonya Greta memastikan."Iya sayang, jangan khawatir. Aku bisa kok membantu kamu melakukan apa saja," jawab Bram dengan mantap, kemudian mengambil berkas itu dan berlalu keluar dari ruangan istrinya. Hanya membutuhkan tiga puluh menit perjalanan, Bram tiba di perusahaan milik istrinya. Dia sudah beberapa kali di ajak nyonya Greta ke perusahaannya. Tentunya hanya untuk melihat-lihat keadaan perusahaan istrinya itu. Perusahaan besar yang di geluti oleh istriny
Niko mendekati mbok Rumi, menantikan jawaban pasti darinya. Sesuatu yang sangat berharga milik kakaknya sudah dibongkar."Katakan padaku mbok, apa yang hilang," pinta Niko menekankan.Mbok Rumi semakin ketakutan, saat ibu Siti dan Nita juga turut masuk ke dalam kamar majikannya."Kalian sedang ingin tahu tentang apa? Bertanyalah padaku atau Nita. Kami bisa menjawabnya."Tiba-tiba ibu Siti bersuara, dan masuk ke kamar.Niko mendekati kedua wanita ular itu, lalu menatap wajah mereka satu per satu dengan tatapan tak suka."Jelaskan padaku, kemana semua barang-barang milik kakakku!" Cecar Niko pada ibu Siti."Kalau semua barang-barang milik Greta hilang bukan salah kami, dong. Kamu sebagai adiknya yang harusnya bertanggung jawab."Jawab ibu Siti dengan enteng."Maksud kamu apa?""Semua barang-barang milik Greta sudah dijual.""Semuanya salah kamu nak Niko, semua aset dan kekayaan milik menantuku kamu ambil alih, hanya tersisa perusahaan yang keuntungannya per tahun tak seberapa. Jadi wajar
"Nak Hani," panggil ibu Siti.Hani menoleh ke arah suara, dan memandang tajam ke arah ibu Siti. Wajah ibu Siti menampakan senyum terbaiknya. Membuat hati Hani sedikit lega. Pastinya ibu Siti tak mendengarkan perbincangan mereka barusan."Ayo kita makan siang nak, mbok Rumi sudah menyiapkan hidangan spesial untuk menyambut kedatangan kalian di rumah ini."Ibu Siti mengajak Hani dengan nada yang begitu lembut, seakan tak pernah terjadi apa-apa di antara mereka. Melihat tindakan ibu Siti yang tak biasa seperti ini, Hani sudah bisa menebak. Sepertinya ada sesuatu yang diinginkan oleh Ibu Siti yang mulai baik padanya. Dengan telaten ibu Siti menyendukkan nasi ke piring milik Hani. Hanya pada piring Hani, dia tak perduli dengan wajah cemberut Nita. Bram malah tersenyum melihat kelembutan ibunya."Makan yang banyak ya nak Hani, masakan mbok Rumi sangat enak lho," ucap ibu Siti.Seolah Hani tak tahu itu.Hani memutar bola matanya, rasanya malas sekali mendengar wanita penjahat ini tiba-tib
"Di mana kak Greta?Mata Niko memandang sekeliling ruangan itu, tapi kakaknya tak ada.Niko segera berdiri lalu berniat mencari keberadaan kakaknya."Niko, tunggu!"Suara Bram menghentikan langkah Niko. Tapi tak diindahkan olehnya. Niko melangkahkan kakinya menuju lantai atas, di mana kamar kakaknya.Wajah ibu Siti dan Nita berubah memucat. Mereka saling berpegangan tangan. Mungkin mereka sedang melakukan sebuah kesalahan, hingga wajah mereka ketakutan seperti itu. Apa lagi Bram tak kalah paniknya.Saat sudah tiba di depan pintu kamarnya, Niko tampak ragu membuka pintu kamar milik kakaknya itu. Belum juga di meraih handle pintu, seorang wanita dengan riasan berantakan, dan rambut kusut keluar dari kamar itu."Hei, siapa kamu?"Bentak Niko pada wanita itu, sehingga dia menjadi kaget setengah mati.Sedetik kemudian dia memandang wajah Niko, lalu mendekatinya."Tanyakan saja pada pria yang sudah membayar jasa saya semalam."Jawab wanita itu ketus, tak perduli lalu pergi tak menghiraukan
Semua yang berada di dalam ruangan saling bergantian memberikan selamat pada Hani dan Niko. Bapak terlihat meneteskan air mata, saat melihat Hani. Begitu pun dengan ibu, tak berhenti mengucapkan doa agar Hani dan Niko merasa bahagia.Keputusan telah dibuat, satu bulan lagi mereka akan menikah. "Bapak dan ibu tenang saja. Semua urusan pernikahan, aku yang akan siapkan."Ucap Niko pada kedua calon mertuanya."Terima kasih nak, bapak dan ibu mempercayakan semuanya pada nak Niko."Jawab Bapak.Dia merasa tenang, sepertinya Niko adalah pria yang baik. Apa pun yang menjadi keputusan Hani adalah yang terbaik bagi dirinya. Ibu memeluk Hani, merasa terharu. Hani sudah mendapatkan kepahitan di masa lalunya.Dia berhak menemukan kebahagiaannya saat ini. Dan Niko adalah pria yang tepat baginya. Ponsel Niko berdering, layar ponselnya menyala. Sepertinya panggilan dari nomor telpon rumah nyonya Greta kakaknya."Halo, tuan Niko."Suara mbok Rumi terdengar pelan sekali."Mbok Rumi ada apa menelpon?
Hani pulang dengan rasa bahagia. Momen terindah yang tak dapat dilupakan olehnya. Niko benar-benar memperlakukannya dengan sangat baik. Tak ada alasan bagi Hani untuk menolak dirinya.Bahkan Hani tak bisa memejamkan mata, mengingat setiap kata yang diucapkan oleh Niko tadi saat melamar dirinya. Ini bukan mimpi, dan inilah kenyataannya. Hani memandang tangannya, yang saat ini cincin berlian bertahta indah melingkar di jarinya.Entah apa yang dipikirkan oleh Niko. Kenapa permintaannya terlalu mendadak seperti ini. Sudahlah, Hani tak ingin banyak berpikir, biarkan semuanya berjalan sebagaimana mestinya.Sinar matahari pagi menerobos kaca jendela kamar Hani. Bunyi ponselnya yang berisik membangunkannya. Tangan Hani meraih ponsel di atas nakas, lalu menggeser layarnya."Halo sayang," sapa Niko terdengar sangat gembira dari seberang."Apa kamu sudah bangun? Cepatlah bersiap, aku akan mengajak kamu ke suatu tempat." Hani mengernyitkan dahinya."Mau ke mana?""Sudah jangan banyak bertanya, ha
Tepat pukul 19.00 mobil Niko sudah masuk ke halaman rumah Hani. "Hani, nak Niko sudah datang, cepatlah keluar."Pinta ibu sambil mengetuk pintu kamar Hani berulang kali.CeklekPintu kamar Hani terbuka.Melihat Hani keluar dari kamar membuat bapak dan ibu takjub.Hani mengenakan gaun berwarna hitam panjang, dengan belahan samping hingga sampai di paha. Memperlihatkan pahanya yang putih dan mulus. Gaun yang sangat pas di tubuh ramping miliknya. Polesan make up yang sedikit berbeda malam ini membuat penampilannya semakin memukau."Cantik sekali putri ibu," ucap ibu memuji putrinya."Bapak mengira kamu ini bidadari nak. Kamu cantik sekali." Bapak juga tak ingin kalah, memuji penampilan putrinya."Jika Niko melihat kamu, bapak yakin dia tak akan mengantarkan kamu pulang nak. Bisa gawat ini."Ucap bapak berkelakar.Membuat ibu dan Hani tertawa."Sudah pak, cukup guyonannya. Kasihan nak Niko kalau menunggu terlalu lama di luar." Ucap ibu meminta berhenti.Bapak dan ibu mengantar Hani keluar
Hani mengajak Niko naik ke panggung. Niko sangat tak menginginkan situasi seperti ini. Sementara Ayunda tersenyum penuh kemenangan. Karena bujukkannya pada Hani berhasil.Hani berniat mendekati Ayunda, agar tak ada jarak di antara mereka. Tiba-tiba Hans mengikuti langkah Niko. Lalu berbisik pada Niko, membuat Niko bernapas lega. Hans pun menganggukkan kepala ke arah Hani."Terima kasih Hani, kamu sudah mewujudkan keinginanku malam ini," ucap Ayunda tersenyum."Siapa bilang aku mengijinkan kamu untuk bertunangan dengan Niko?"Pertanyaan Hani sontak membuat Ayunda terperangah kaget.Seorang pria berbadan kurus dan tinggi berpakaian jas berwarna hitam masuk ke dalam ruangan. Hani tersenyum ke arah pria itu."Harusnya aku yang akan memberikan kejutan untuk kamu Ayunda."Ucap Hani tenang, melihat wajah Ayunda memerah menahan amarah saat pria itu sudah berdiri di sampingnya."Ayunda, aku bawakan kejutan untuk kamu."Pria berjas hitam itu menyerahkan sebuah amplop pada Ayunda.Segera Ayund
"Hentikan!"Niko berteriak emosi.Melihat Ayunda begitu lihai membujuk Hani agar mau mengikuti keinginannya.Niko mendekati mereka, lalu memegang pergelangan tangan Hani. Kemudian mengajak Hani pergi dari sana."Niko!"Teriak Ayunda. Niko enggan untuk sekedar berbalik untuk melihatnya. Langkahnya semakin panjang, mengajak Hani pergi dari sana lalu masuk ke dalam mobil.Lalu memerintahkan Hans untuk melajukan mobilnya. Niko meminta Hans untuk membawa mereka kembali ke hotel.***"Hani, kamu kemana saja, sejak semalam kamu pergi dan tak memberi kabar. Apa kamu tahu aku sangat mencemaskan kamu?"Tanya Niko, yang sudah duduk berdampingan dengan Hani di sofa ruangan tengah.Hani menatap manik mata elang Niko dalam.Niko mengambil tangan Hani dan menggenggamnya. Sungguh dia sangat khawatir, karena Niko sangat tahu sifat Ayunda yang sangat ekstrim. Dia bisa melakukan apa saja untuk mendapatkan keinginanya. Bahkan kalau bisa dia mengingankan mencelakakan seseorang pasti akan dia lakukan.Hani
Ayunda wanita yang sangat cantik. Dia juga seorang model yang cukup terkenal. Pertemuannya dengan Niko saat acara peresmian perusahaan baru ayahnya yang bekerja sama dengan perusahaan Niko. Keduanya lalu bertukar nomor. Dan Niko berpikir itu hanya sebatas urusan bisnis saja.Saat Ayunda menghubungi Niko, dan memintanya bertemu Niko, pikir Ayunda sudah menjadi bagian dari perusahaan ayahnya. Yang mau belajar tentang bisnis dan berbagi ilmu, itu saja.Semakin hari kedekatan Ayunda dengannya semakin membuat risih. Niko yang saat itu pikirannya sedang terbagi, antara pekerjaan dan mencari keberadaan Hani. Sikap cuek dan dingin dari Niko malah membuat Ayunda tertantang.Setiap hari Ayunda selalu memiliki alasan agar bisa bertemu Niko. Meminta Niko melakukan ini dan itu untuknya. Niko tak ingin kehidupannya terganggu oleh Ayunda berulang kali menolak Ayunda. Penolakan Niko membuat Ayunda tak pernah patah semangat."Semua pria bertekuk lutut, untuk bisa tiba di atas ranjang bersamaku. Kini