Hani tak berniat untuk menjawab ibu Siti dan Nita. Tangannya sibuk mengambil semua gaun milik nyonya Greta di atas ranjang. Tak habis pikir dia akan kelakuan ibu Siti dan Nita. Tak puas berbelanja dengan kartu kredit, sekarang malah semakin berani melakukan tindakan di luar dugaan.Gaun mahal milik nyonya Greta mereka keluarkan semuanya. Tanpa sopan santun mereka mengambil saat nyonya Greta tak berada di dalam kamarnya."Apaan sih mbak Greta itu bu, cuma beberapa gaunnya saja di ambil kembali. Apa salahnya jika dia memberikan pada kita beberapa dari gaun itu. Tak ada ruginya juga kan, buat dia."Nita mengomel karena apa yang diinginkannya lebih baik.Ibu Siti mendengus kesal karena tak bisa berbuat apa-apa."Tunggu saja kamu Greta, saat Bram sudah menyelesaikan rencananya," gumam ibu Siti dalam hatinya.Walau terlihat kesal, dia membiarkan Hani melakukan suruhan menantunya itu.Sebisa mungkin terlihat biasa saja.Hani menggelengkan kepalanya tak mengerti jalan pikiran ibu Siti dan Nita
"Sayang, aku buatkan susu untuk kamu. Tadi siang aku belikan susu khusus buat kamu."Nyonya Greta memandang wajah suaminya tak mengerti."Jadi, tadi siang aku keluar pergi ke supermarket. Terus aku melihat ini, terus aku pikir apa salahnya juga kalau kita mencoba. Iya kan sayang?""Ini susu agar kita bisa segera memiliki putra," bisik Bram perlahan di telinga istrinya.Nyonya Greta tersenyum tanda mengerti."Kamu tak marah kan sayang?"Nyonya Greta menggelengkan kepala. Lalu menerima segelas susu buatan suaminya kemudian meminumnya sampai habis."Makasih suamiku, kamu baik sekali."Bram menganggukkan kepalanya.Perlahan mata nyonya Greta berkunang-kunang, kepalanya terasa berat."Sayang aku ngantuk sekali.""Kalau begitu tidurlah, aku ingin ke kamar mandi dahulu," jawab Bram.Belum sempat menganggukkan kepalanya, suara dengkuran halus nyonya Greta terdengar. Membuat Bram tersenyum puas, usaha pertamanya berhasil.Dengan bersiul kecil Bram masuk ke kamar mandi lalu membersihkan diri den
Hani turun dari mobil berwarna silver milik Niko. Sedikit memijit pelipisnya yang terasa pusing. Tak terbiasa berkeliling naik mobil mewah. Kedua tangannya menenteng plastik obat yang tadi baru dibeli di apotik."Kemari kamu!"Sentak kasar ibu Siti, dan menarik lengan Hani menuju pojok ruang tamu."Kemana saja kamu sama nak Niko. Bisa-bisanya kamu berani menggoda adik majikan kamu ya. Sadar diri kamu itu siapa, nak Niko itu siapa. Dia tak sepadan dengan kamu."Ibu Siti mengeratkan tangannya pada lengan Hani. Namun Hani hanya mengerutkan keningnya tak mengerti jalan pikiran ibu Siti."Jika kamu masih berani seperti ini, aku akan mengusir kamu dari sini!"Hani menatap tajam wajah ibu Siti."Iya bu, usir saja. Tapi ingatlah, bagaimana jika nyonya Greta tau yang sebenarnya. Bagaimana latar belakang mas Bram. Apa dia masih bujang atau sudah memiliki istri di kampung," jawab Hani tegas.Mata ibu Siti memerah menahan amarah, bagaimana pun bisa saja keberadaan mereka terancam di dalam rumah i
Hani menghela napas panjang. Dan terus melanjutkan mencuci pakaian majikannya kembali. Bayangan tadi, dia akan simpan rapat-rapat dalam memorinya. Bagaimana kebaikan Niko untuknya selama ini dia harus menyimpannya dan terus mengingatnya sepanjang waktu. Apa yang sudah Niko lakukan mungkin tak bisa dia balaskan. Tapi dengan segala perintah Niko, apa pun dia akan lakukan semuanya.Malam ini Hani pulang agak larut. Sebab pekerjaannya yang menumpuk baru selesai. Hani menyeka keringat di keningnya. Bersiap untuk kembali ke kamar belakang."Kenapa baru kembali ke belakang?"Suara berat di belakang Hani mengagetkanya.Hani menunduk dan menjawab, " Bukankah tadi siang aku sudah katakan tuan, pekerjaanku akan menumpuk jika aku keluar dan lergi bersenang-senang. Beruntung nyonya Gretatak tahu, jika tidak mungkin ...," Hani tak melanjutkan perkataannya."Mungkin nyonya Greta akan mengusir aku dari rumah ini," lanjut Hani lemas."Aku yang akan bertanggung jawab, jika kakaku berani melakukan hal
Satu minggu nyonya Greta terbaring sakit di rumah. Karena merasa sakitnya hanya sakit kepala biasa, dia memilih beristirahat di rumah saja. Dan memantau pekerjaannya dari rumah, terhubung dengan sekertaris pribadinya yang memudahkan dia masih bisa mengontrol pekerjaannya.Dina adalah sekertaris kepercayaannya sudah lebih dari lima tahun. Segala sesuatu urusan kantornya dapat dikerjakan olehnya tanpa banyak bertanya. Nyonya Greta sudah sangat menyayanginya seperti adik kandungnya sendiri."Sayang, aku bawakan sarapan untuk kamu." Bram masuk ke dalam kamar, membawakan nampan berisi sarapan dan susu hangat.Bram melayani istrinya sebaik mungkin, hingga menyuapi makanan ke mulut nyonya Greta. Tak lupa segelas susu untuknya, sehabis makan.Kemudian obat-obatan yang sudah diganti olehnya. Tanpa sepengetahuan istrinya itu."Cepat sembuh ya sayang." Bram mengecup kening istrinya dengan lembut, nyonya Greta hanya mengangguk lemah.Lima menit kemudian, istrinya terlelap dalam tidurnya.Di
"Terima kasih pak"Pria itu mengangguk dan berlalu pergi.Tanpa menunggu lama nyonya Greta memeriksa pekerjaan itu dan menandatangani berkas penting itu."Aduh, bagimana ini?" Nyonya Greta terlihat khawatir."Berkas-berkas ibu akan di serahkan pada Dina untuk pelaksanaan kerja sama. Tapi Dina malah berhalangan datang kemari, karena harus bertemu klien penting di kantor. Padahal berkas ini sangat dibutuhkan," keluh nyonya Greta."Sini sayang, biar aku yang antarkan berkas ini ke perusahaan kamu.""Benar tak apa-apa mas?" Tanya nyonya Greta memastikan."Iya sayang, jangan khawatir. Aku bisa kok membantu kamu melakukan apa saja," jawab Bram dengan mantap, kemudian mengambil berkas itu dan berlalu keluar dari ruangan istrinya. Hanya membutuhkan tiga puluh menit perjalanan, Bram tiba di perusahaan milik istrinya. Dia sudah beberapa kali di ajak nyonya Greta ke perusahaannya. Tentunya hanya untuk melihat-lihat keadaan perusahaan istrinya itu. Perusahaan besar yang di geluti oleh istriny
"Ada apa ribut-ribut di sini?"Suara bariton Niko mengagetkan mereka yang berada di ruang makan.Para pelayan yang tadi mengintip kini berhamburan lari kembali menuju ke dapur. "Kami sedang mengalami masalah keluarga," jawab Bram.Niko berlalu dan tak ingin menanggapi perkataan Bram.Jika Niko sudah naik ke lantai atas, Hani wajib membawa secangkir kopi panas ke lantai atas di kamar milik Niko."Ini kopinya tuan," ucap Hani sambil meletakkan kopi di atas meja kerjanya.Niko meminta Hani duduk di kursi di depan meja kerjanya."Apa ada yang mencurigakan?""Sepertinya musibah sedang melanda keluarga tuan Bram. Rumah mereka di kampung kebakaran.""Baguslah kalau begitu.""Kok bagus tuan, orang mendapat musibah tuan malah tenang saja dengan mengucapkan kata bagus," protes Hani."Kamu mau aku mengasihani mereka?" Tanya Niko."Bukan begitu maksudku.""Aku mencurigai mereka Hani, pasti kesehatan kakakku yang bermasalah ada kaitannya dengan mereka.""Kenapa tuan berpikiran seperti itu?""Soaln
Rasa aman melakukan pekerjaan, saat ibu Siti dan Nita kembali ke kampung.Para pelayan melakukan pekerjaan seperti biasanya untuk melayani majikan mereka. Pagi-pagi secangkir kopi panas untuk tuan Niko, disiapkan oleh Hani. "Mbok Rumi, tolong katakan pada para pelayan yang lain, siapkan segala sesuatunya untuk kakakku. Siang nanti dia sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit.""Baik tuan, silahkan menikmati sarapannya," ucap mbok Rumi sopan.Sedang Hani melakukan tugasnya seperti biasa. Tak akan ada lagi beban yang memberatkan dirinya. Dengan kepergian ibu Siti dan Nita membuat dia sedikit merasa lega. Kesombongan ibu Siti dan Nita di rumah ini membuat dirinya merasa khawatir.Jika saja ibu Siti dan Nita terus berada di rumah ini, suatu saat rahasianya pasti terbongkar sebelum waktunya. Bukannya Hani tak menginginkan nyonya Greta mengetahui rahasia besar suaminya.Dia hanya merasa ketakutan jika semuanya terbongkar, dia belum bisa membayar ganti rugi kontrak kerjanya jika terpaks