Ting!
Sebuah pesan masuk ke dalam gawaiku, tak ada firasat apapun saat itu. Dengan santai pesan itu kubuka.Sebuah foto yang dikirim oleh nomor tak dikenal.
Mataku membulat sempurna, tak percaya dengan apa yang kulihat, hingga berkali-kali aku memperhatikan bahkan sampai men-zoom foto itu sedetail mungkin, takut jika mata ini salah menyimpulkan.
[Maafkan saya, Bu!] tulis si pengirim foto.
Aku tak menghiraukan pesannya, butir demi butir air mengalir dari sudut mata, mengaburkan penglihatan. Menandakan bahwa foto itu membuat luka didalam sana.
Sebuah foto resepsi pernikahan yang berlatarkan salah satu pemandangan di Puncak, tertampang nyata, sangat indah begitu pula dengan senyum dari kedua mempelai yang terlihat sempurna dan bahagia.
Mas Arya, pengantin laki-laki yang kini sedang bersanding dengan seorang wanita muda dan cantik itu adalah suamiku. Suami yang sudah sepuluh tahun ini kuhaturkan bakti kepadanya.
"Ma, Mama kenapa menangis?" cepatku susut air mataku dengan ujung jari, dan mematikan ponselku agar gambar yang begitu mengiris hati itu tak sampai terlihat oleh Alisa, putriku.
"Ga, sayang. Mata Mama kelilipan," ungkapku asal.
Kuraih tubuh mungil Alisa dalam pelukan, gadis lima tahun ini begitu sangat berarti bagiku."Kak Alif mana sayang?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.
"Ada, Ma lagi di kamar, muraja'ah,"
Aku tersenyum getir.
'Mas, kita sudah punya putra dan putri yang begitu membanggakan, aku juga meninggalkan karierku demi berbakti kepadamu, kenapa masih saja curang dibelakang ku?' bisikku dalam hati.
"Ma, Ayah kapan pulang?" Alisa bersandar didadaku, tanganku terulur membelai rambut panjang nan hitam milik Alisa.
"Baru juga dua hari, Ayah pergi Nak, udah rindu aja," ujarku menggoda sambil menekan emosi dihati.
Dua hari yang lalu, Mas Arya pamit akan ke Kalimantan mau mengurus bisnisnya. Aku yang tak begitu mengikuti perkembangan perusahaan, percaya saja padanya. Tak mungkin rasanya, Mas Arya mengkhianatiku dia lelaki yang baik, sholeh, penyayang dan selalu romantis.
Namun, apa yang terjadi benar-benar diluar bayangan. Mas Arya tega bermain dibelakangku.Jam sudah menunjukkan angka sebelas siang, pesta mereka sedang meriah-meriahnya, begitu yang terlihat dari video yang dikirimkan oleh nomor asing itu. Aku hanya melihat tanpa merespon. Entah apa maksud si pengirim, mengirimkan foto dan video itu padaku, aku harus hati-hati. Yang jelas aku cukup menerima tanpa perlu mempertanyakan.
"Halo Assalamu'alaykum, Pak mulai besok tolong kirimkan semua laporan keuangan dan laporan perkembangan perusahaan kepada saya!" perintahku kepada Pak Idrus, orang kepercayaanku juga Papa, tanpa sepengetahuan Mas Arya tentunya."Baik, Bu." jawabnya cepat.
"Tetap rahasiakan semua dari Pak Arya!"
Panggilan kuakhiri, kuamati foto pernikahan kami, pasangan yang begitu bersahaja. Mas Arya hanya tau bahwa aku seorang karyawan di perusahaan itu. Tanpa tahu bahwa perusahaan itu milik Papa, dan sudah Papa serahkan kepadaku.
Dia yang dulu hanya seorang office boy telah kuangkat derjatnya, hingga menjadi sekarang ini. Sopan santun, juga lemah lembutnya serta tak pernah meninggalkan sholat membuatku begitu kagum. Dengan bujuk rayu, aku meminta Papa menaikan jabatan nya, dan melamarnya menjadi suamiku.
Drrrt drrttt drrttt...Panggilan telepon dari Mas Arya membuyarkan lamunan."Assalamu'alaikum, Dek? lagi apa?"
"Wa'alaykumussalam...biasa Mas, lagi main bersama Alisa."
Hati ini bergemuruh, ingin rasanya memaki laki-laki tak tahu diri itu. Tapi permainan baru saja dimulai. Aku ingin menikmati peranku menjadi wanita teraniaya dan mungkin akan pura-pura mengemis cinta. Sebelum aku membuang lelaki itu ke asalnya.
"Sayang, Mas rindu sekali..."ujarnya.Jika dulu hatiku selalu berbunga mendengar rayuannya, kini aku merasa jijik.
"Mas, kapan pulang. Alisa juga rindu sama kamu," kataku datar.
"Pekerjaan lagi banyak-banyak nya sayang, sabar ya... dua atau tiga hari lagi Mas pulang."Aku berdecih. Banyak? Saat ini dia bahkan tak mempedulikan nasib Perusahaan. Sibuk memadu kasih dengan wanita jalang itu.
"Baiklah...jaga kesehatan ya Mas, aku tutup dulu. Alisa minta disuapi makan,"
Akupun mengucapkan salam dan menutup telepon itu terlebih dahulu.
Ternyata pura-pura baik-baik saja itu susah juga. Air mataku mengalir kembali.'Stop Dita! Pengkhianat seperti dia tak pantas ditangisi!"
'Mas Arya, tunggu saja tanggal mainnya.' bisikku.
Hari ini Mas Arya pulang."Dek, hari ini Fitri, sepupu Mas mau numpang tinggal dirumah kita beberapa hari, bisa tolong siapkan kamar tamu buat dia, sayang?" Kata Mas Arya di telepon.
Fitri? Sepupu? sepuluh tahun aku menikah tapi belum tahu jika Mas Arya punya sepupu bernama Fitri. Baiklah, lanjutkan aja dulu.
"Memang
rumahnya dimana Mas? kok aku baru dengar kamu punya sepupu bernama Fitri?" tanyaku sok penasaran."Rumahnya di Bogor, dia lagi mampir rencananya mau nyari kerja," ujarnya.
"Oh, baiklah." jawabku singkat.
Mas Arya sampai dirumah, aku menyambutnya biasa. Anak-anak begitu bahagia ayahnya pulang.Sekitar sepuluh menit pintu terdengar diketuk.
Seorang gadis muda, dengan pakaian modis berdiri sambil memamerkan senyum di bibirnya. Tunggu, bukankah wanita ini yang ada di foto pernikahan Mas Arya waktu itu.
'hmmm...aku tahu sekarang. Permainanmu itu basi Mas!'
"Mencari siapa ya?" tanyaku.
"Mbak Dita ya? saya Fitri, sepupu Mas Arya yang dari Bogor." katanya sambil mengulurkan tangan.
"Oh Fitri, Mas Arya udah cerita tentang kamu. Mari masuk," Ajakku ramah. Walau sebenarnya ingin sekali meremukkan tulang wanita kurus didepanku ini dengan tanganku sendiri.
"Sayang, sepupumu sudah datang, nih." Aku mengeraskan suaraku agar terdengar oleh Mas Arya yang sedang berada di ruang tengah bersama Alif dan Alisa.Mas Arya datang, aku memegang tangannya dan bergelayut manja. Perempuan itu membuang pandangannya ke lantai.
"Sayang, sepupu mu cantik sekali ternyata. pujiku tulus.
"Eh iya, Aku sudah menyiapkan makanan
spesial buat kalian lho, kebetulan Fit, Mas Arya baru saja pulang dari Kalimantan. Jadi Mbak masak gulai kambing kesukaannya, biasa prepare agar hot nanti di ranjang," aku sengaja mengecilkan suaraku pada kalimat terakhir, serta mengerlingkan mata pada Fitri, rasain!Wanita itu cengengesan, salah tingkah dan mulai tak nyaman.
Mas Arya hanya diam, sesekali dia mencuri pandang ke arah Fitri yang makan dalam diam, jelas sekali dia kehilangan nafsu makan.
"Makan yang banyak sayang, aku masaknya khusus lho..." Aku terus menambah gulai kambing itu ke piring Mas Arya dan beberapa kali aku menyuapkan makanan itu ke mulut nya. Romantis!
"Fit, hayo dimakan...Jangan sungkan-sungkan." kataku mengangetkan pelakor itu yang tengah mengaduk-aduk nasi dipiringnya. Aku tersenyum jahat, setelah ini rasakan apa yang akan kau nikmati malam ini, pelakor.
Alif dan Alisa sudah tidur, Mas Arya masih terlihat nyalang matanya menatap televisi.
"Mas tidur yuk?" ajakku. Jam sudah menunjukkan angka sepuluh malam. Aku mulai mengantuk, tapi terpaksa kutahan."Sebentar lagi sayang, filmnya lagi seru." jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya.
Aku mencebikan bibir, seru apa nya, dari tadi layar televisi itu hanya menayangkan acara-acara yang sama sekali tak menarik.
"Aku tidur duluan ya sayang, kamu mau teh hangat tidak? biar aku bikinkan." tawarku.
Mata itu berbinar, sudah kutebak, pasti dia akan ronda dikamar sepupu halu alias bini mudanya itu malam ini setelah aku tertidur.
"Boleh... boleh sayang.."katanya bersemangat
Aku pun bergegas ke dapur. Tak lama sebuah teh hangat sudah terhidang dimeja.
"Diminum sayang, mumpung masih anget,"
Mas Arya langsung meneguk teh itu sampai habis. Keliatan sekali jika dia ingin aku segera pergi.
Akupun meninggalkan laki-laki itu diluar, dan tidur dengan nyenyak.Pagi-pagi, Mas Arya masih pulas di sofa. Aku tak berniat membangunkan nya. Lebih baik langsung masak sarapan saja untuk anak-anak yang mau berangkat sekolah."Lho Fit, udah bangun? gimana tidur nya semalam, pulas?" tanyaku pura-pura perhatian. Belum tau aja rasanya minum obat pencahar dosis tinggi itu gimana, semaput deh bolak balik kamar mandi.
"Hmm..anu Mbak, pulas."
Wanita itu terlihat gugup, wajah kuyu nya mengatakan kejujuran, bahwa semalam dia begitu rajin main ke kamar mandi,hahaha, salah kamu masuk kadang harimau, Fit.
"Syukurlah...Pagi ini Mbak bikin sarapan nasi goreng. Di jamin pasti enak," kataku jumawa.
"Hmm...i-iya Mbak," Wajahnya memucat, mungkin ada rasa takut nasi gorengku ada racun tikus nya, hehehe
"Itu Mas Arya kenapa tidur diluar Mbak?" tanya nya ragu-ragu.
Mungkin perempuan ini berharap Mas Arya akan menghabiskan malam dengannya, oh tak bisa! Kau boleh pelakor nya tapi tetap aku sutradara nya.
"Biasa dia mah Fit, kalau udah nonton suka lupa waktu," kataku santai.
Mata Fitri curi-curi pandang ke arah Mas Arya yang masih pulas dan mendengkur keras. Nikmat kan tidur dibantu dengan obat tidur, lebih menghayati mimpi, hihi.
Ini belum seberapa, akan banyak kejutan yang telah kusiapkan untuk suamiku yang tampan dan istri mudanya.
Bersambung.
"Mas, bangun udah jam setengah enam ini, kamu belum sholat subuh lho...!" aku menguncangkan tubuh Mas Arya kasar.Suara dengkuran masih terdengar sangat jelas, aduh kebanyakan kali nih ngasih obatnya."Mas! bangun!" kataku lebih kencang ke telinganya."Astaghfirullah, jatahnya Fitri!" Mas Arya berteriak kencang, dan langsung terduduk."Jatah Fitri? maksudnya Mas?" kataku sedikit meninggi, biar lebih menikmati peran."Eh anu...Fitri apaan Dek?"katanya pilon."Tadi kamu bilang, jatahnya Fitri. jatah apa?" kataku mengulang pertanyaan."Oh anu dek.. Mas lupa! mimpi kayaknya, Mas mau mandi dulu, belum sholat, udah siang banget ini. Kenapa bisa ketiduran di sini sih!" katanya bergumam kesal.Syukurin, baru hari pertama. Coba kita lihat, sampai kapan kamu berani berbohong dan mengajak wanita jala*g itu tinggal disini.Mas Arya sudah mandi, aroma sabun menguar dari tubuhnya.
"Bu, semua sudah sesuai perintah, apa ada yang bisa dilakukan lagi, Bu?" telepon dari Pak IdrusAda rasa khawatir muncul di hatiku, takut Mas Arya akan menggunakan jabatan untuk mengeruk uang perusahaan. Ini tak bisa dibiarkan.Kupastikan besok kau pulang dengan wajah muram, Mas.Tak rela rasanya aku membiarkan kamu menduakanku dengan cara kampungan begini. Menikah diam-diam, seakan aku ini tak ada artinya."Ma, Tante Fitri bakal selamanya ya disini?"tanya Alif.Aku yang sedang melipat mukena selepas sholat Dzuhur, melirik ke arah Alif yang tiba-tiba sudah ada di dalam kamarku."Engga, sayang cuma sementara saja. Sampai Tante Fitri dapat kerjaan lagi," ujarku lembut."Alif ga nyaman, Ma?" Alif menunduk, antara takut dan tapi ingin bicara."Ga
Ingin tertawa, tapi takut dosa. Ampuh juga obat yang tadi aku masukin ke dalam sarapan wanita jalang itu. Siapa suruh ga mau bantuin didapur, jadi aku gampang bikin kamu semaput sekalian.Syukurin!Hari ini jatah kamu nongkrong di kamar mandi, bukan ke hotel. Dasar Pelakor!"Hayo dek, kita bawa Fitri ke dokter, mas khawatir jangan-jangan dia hamil,"Allah itu Maha Baik, saat lisan fasih berbohong, tanpa sadar dia terpeleset sendiri mengucap kejujuran."Hamil? Fitri udah nikah?" tanyaku sambil menatap tajam Mas Arya."Eh ga, bukan maksud nya takut keracunan makanan," katanya meralat, tapi justru mengundang singa didalam sana terbangun."Maksud kamu aku meracuni Fitri gitu!!" pekikku. Sengaja, kadang pelaku memang lebih nyolot dari korban, iya kan? hehe"Aduh, maaf maksudnya takut kenapa-kenapa Dek, makanya kita periksa Fitri kenapa, Maaf mas ga bermaksud apa-apa."Aku cemberut, kedua ta
Aku terbangun tepat saat adzan subuh berkumandang, kepala terasa sangat berat. Karena hampir separuh malam aku habiskan untuk menangis, bod*h!Iya, aku bod*h. Ingin berdamai dengan kenyataan, nyatanya aku tak mampu. Bayang-bayang suami berbagi peluh dengan wanita lain, membuat tekad sudah bulat untuk melambaikan tangan ke kamera, bye!Aku beranjak turun dari ranjang, Mas Arya masih tertidur pulas. Ah bayangan itu, enyahlah!Perlahan aku membasuh muka juga mandi karena ga enak sekali badan ini rasanya. Lalu mulai berwudhu walau aku ga sholat tapi kebiasaan itu udah tak bisa aku tinggalkan entah jadi pahala atau tidak, yang penting aku dapat ketenangan. Tetes demi tetes air seakan memberikan kenyamanan dalam bathin yang sakit ini."Mas, bangun udah subuh." aku menggoncang tubuh laki-laki itu kencang, memang tidurnya begitu, ngebo banget kayak odading, eh ga nyambung ya hehe maklum lagi error.Mas Arya bangun, m
Besok hari Sabtu, hari libur. Ada beberapa hal yang akan aku lakukan dirumah Papa, yang tak bisa aku kerjakan dirumah.Wajah Mas Arya terlihat bahagia, pasti dia bakalan ngayal tidur berdua bak dihotel bintang lima dirumah ini."Nanti Mbok Yuna akan kembali, jadi kamu ga usah khawatir tinggal berduaan sama Fitri dirumah ini, walau kalian sepupuan, kan tetap bukan Mahrom."Senyum diwajahnya memudar, tapi masih ada rona bahagia disana.Ah, sayang selamat menikmati party nanti malam ya...Hadiah dariku yang tak akan kalian lupakan, pastinya.Setelah Mas Arya berangkat aku bergegas mempersiapkan segala sesuatunya. Semua harus sempurna. Bukan Dita namanya kalau tak pandai membuat surprise yang tak akan terlupakan, hihi.Alisa dan Alif sudah pulang sekolah, mereka begitu senang saat aku bilang akan kerumah Opanya. Walau Papa sekarang duduk di kursi roda, tapi kasih sayang kepada cucu-cucunya
Pov ulat bulu, eh Fitri đSiapa yang tak ingin menikah dengan atasan tampan dan kaya raya. Setelah menjadi sekretaris nya beberapa bulan aku akhirnya bisa menaklukkan laki-laki itu, walau aku tahu dia sudah punya istri. Tak masalah, biasanya istri seorang direktur itu tak pernah perhatian dengan suami, sibuk menyenangkan diri sendiri.Walau wanita bernama Dita, itu cantik. Tapi aku pastikan dia akan kalah dalam hal merebut hati Mas Arya, bos ku sekaligus suamiku. Kami sudah menikah. Perhelatan besar itu kami adakan di Puncak Bogor, gampang saja mengelabui si Dita itu. Bucin sih, jadi mudah di beg* in suami."Sayang, Mas ingin kamu dan Dita akur, Mas mau kamu tinggal bersama kami, berpura-pura menjadi sepupu Mas. Setelah Dita merasa nyaman denganmu, baru kita beritahu bahwa kita adalah suami istri,"Kata Mas Arya, setelah kami lelah menuntaskan hasrat y
Pov Bulu Ulat/ POV FitriTiba-tiba, badanku terasa gatal semua. Ada sesuatu yang bergerak dikakiku, merambat pelan. Ada satu, eh dua eh apaan sih nih?! aku menyingkap selimutku.Daaaan!"Huaaaaa huaaaa huaaaaa...." aku meloncat turun dari ranjang, tanganku mengibaskan makhluk hitam berbulu lebat itu jijik, rasa gatal pun menyerang hingga ke ubun-ubun."Huaaaaa Maaaaaaassss!!!"Dari kamar Mas Arya malah terdengar suara teriakan."PANAAAAAAAASSSSS....HOSSSST HOSSST...."Aku bergegas menyalakan kembali lampu hingga terang benderang, Ulat bulu sebesar kelingking tangan orang dewasa berjatuhan ke lantai."Huaaaa toloooong, toloooooong," teriakku sambil menggaruk badan yang hampir gatal secara keseluruhan.
Sore ini aku memutuskan pulang, ada banyak hal yang harus aku kerjakan. Alif sudah aku masukan di sebuah Pondok pesantren di sini. Sementara tinggal di rumah opa, sampai semua berkas dan keperluan nya aku siapkanAku sudah minta ijin sama Mas Arya, lagi pula bukankah dia memang ingin aku dan anak-anak tinggal di Bandung, agar dia bebas menjual rumah ini. Aku tau dari pesan yang dia kirim kepada Pelakor itu. Aku masih memantau obrolan mereka, keji juga ternyata lelaki itu, ga nyangka.Aku mengabulkan keinginan Mas Arya, agar anak-anak tinggal jauh darinya. Hanya alisa yang kubawa, gadis kecilku terlalu kecil untuk ku korbankan dalam hal ini. Meski begitu jangan harap dia dapat hak sepeserpun atas rumahku. Hak dia hanya untuk tinggal dan istirahat saja disana, tidak yang lain. Seluruh surat berharga sudah kuamankan, tak ada yang tersisa.Keadaan Fitri dan Mas Arya mulai membaik, itup
pov Author."Dian, gue ga mau ikut campur ya, jika nanti Lo stres sendiri ngadepin istrinya Arya!" ancam Dita sebelum Dian melakukan aksinya."Tenaaang, selama ada Mas Dicky dan Lo gue yakin urusan kelar." jawabnya dengan kepercayaan diri diatas rata-rata.[Datang ke Hotel Anggrek kamar no 113 jam 3 sore! Penting!]Dita mengirim pesan ke nomor ponsel Fitri, dengan nomor baru, sesuai rencana dengan Dian.Fitri yang sedang asik goyang ikan duyung terdampar di got dalam aplikasi toktok itu mengerutkan keningnya.[Siapa?] singkat, tapi dia sangat penasaran. Hotel anggrek adalah hotel yang terkenal dengan hotel esek-eseknya.[Lo ingin tau kan suami Lo kerja apaan? ga usah banyak tanya!]Fitri meski kesal tapi tetap penasaran. Niatnya yang hendak ketemuan dengan Beni, gebetan barunya dia undur dulu sementara waktu. Beni, lelaki tajir berumur hampir lima puluh tahun, seorang suami mata keranjang yang ingin Fitri porotin hartanya.Sudah beberapa hari ini Fitri jalan berdua sepeninggal Arya be
"Sempurna! gapapa Bu! tolong saya kali ini saja," aku memelas. Hingga ibu itu mau masuk kedalam apartemen nya dan berganti pakaian, wajahnya sumringah saat aku memberikan beberapa lembar uang merah ketangannya."Lepasin gue!" kata Ningsih saat tangannya dipegang kedua bodyguardku."Kenapa dia?" tanyaku heran."Maaf Bu, dia mau mencoba kabur!" ucap salah satu dari mereka."Ganti baju lo pake ini, dan sekalian cuci muka! cepatan!" Sebentar lagi Mas Reza datang. Aku ingin Ningsih tampil apa adanya, bukan dengan baju kurang bahan dan dadanan melebihi dempulan."Ga mau!" pekiknya."Oke, kalian bantu dia ganti baju. Sekalian mandiin," kataku mengancam."Siap Bu!" kedua algojo horor itu tersenyum mesum,hiiiiy."Oke...oke...oke...gue sendiri. Lepasin!" Ningsih meronta hingga tangan nya terlepas dari pegangan.Aku melempar daster yang tadi kudapatkan ke muka Ningsih sebelum wanita itu berlari terbirit-birit ke kamar, rasain. Berani mengangkat bendera perang dihadapanku. Mas Reza datang, wajah
"Lho..kok kamu!" wajah wanita itu memucat. Dia yang tiduran disofa lekas bangkit lalu meraih kain yang tergeletak dilantai untuk menutupi bagian dada nya yang terbuka. Sepertinya ini sudah dia persiapkan. Pelan tapi pasti aku melangkah masuk ke apartemen milik Ningsih ditemani dua body guardku yang bertampang seram."Oh katanya kamu sakit? sakit apa sakit?" ledekku, aku mendekati Ningsih, duduk didepan dan menatapnya lekat."Aku minta dokter Reza ke sini? kenapa malah kamu?" wanita itu masih nyolot, matanya tajam memperlihatkan ketidaksukaan."Dokter Reza lagi sibuk, banyak pasien yang benar-benar membutuhkan ikhtiar untuk sembuh. Mendatangimu sama saja dia mencari penyakit!,"kataku cuek."Apa mau mu?" tanyanya kasar."Lho kok apa mauku? aku dong yang seharusnya nanya? apa maumu, minta mas Reza datang ke sini dengan pura-pura sakit? trus minta diperiksa, lalu ngaku-ngaku suamiku menggoda kamu, trus ngaku-ngaku hamil, minta dinikahi gitu?" Wanita itu gelagapan."Basi! tau ga! rencana
"Maksud Bu Dian?" tanyaku."Ya... begitulah Mas. Mas Dicky punya wanita lain dibelakang sana." wajahnya datar. Tak tampak rasa sakit. Apa ini juga yang Dita rasakan saat itu."Laki-laki yang sekali berkhianat akan menikmatinya dan akan terus berulang-ulang hingga dia merasa jenuh sendiri, Bu." Eh, kok ini berasa menceritakan pengalaman sendiri ya?"Panggil Dian aja biar akrab. Kalau jam kantor baru panggil Bu Dian," wanita itu tersenyum, ah lesung dipipinya itu cantik sekali."Mas Gugun udah punya istri kan?" tanyanya lagi."Sudah, cuma ya begitu berasa tak punya istri. saya berangkat kerja dia masih pulas tidur. Tak memikirkan sarapan buat suaminya," Bukankah ini trik yang ampuh untuk menjerat perempuan dengan cerita yang akan membuatnya iba,hehe"Ya ampun, kasian sekali kamu Mas. Aku justru selalu telaten mengurus suami. Walau akhirnya aku tetap diduakan." senyum nya meredup."Kita seakan dua manusia yang dipertemukan dalam keadaan yang sama ya Di. Andai saja kamu belum menikah da
pov Arya"Di-dita?"Wajah cantik didepanku terlihat jutek."Itu istrimu tak mau pulang!" Dita yang memakai switter berwarna merah muda itu menunjuk ke arah mobil dibelakang mobil mewahnya.Ya ampun...tu cewek enak-enakan tidur. "Maaf, maaf...aku ga tahu Fitri kerumah kamu, Dek." ucapku ga enak.Tak lama suami Dita datang merangkul pundak istrinya."Apa perlu istri kamu saya yang angkat?" katanya judes. Kayaknya suami istri ini terganggu acaranya gara-gara Fitri."Eh, ga usah, saya saja!" aku bergegas membuka pintu mobil dan mengendong Fitri. Tubuh ini kurus tapi berat juga, apa dosa nya terlalu banyak kali ya. Bergegas aku memasukkan Fitri ke atas ranjang eh maksudnya ke atas kasur tipis kami, dan aku kembali keluar, tepat saat Dita dan suaminya hendak pergi."Terimakasih Dek Dita, Mas!" seruku.Dita membalikkan badannya dan menatapku tajam. Benar-benar tak sepertiDita yang kukenal."Bilang istrimu, rumahku bukan panti sosial! bukan juga warung makan!" katanya Sebelum dia melanjutk
"Halo, Dit gue to the point aja yaa? Arya Wiguna mantan kamu, kan?" sapa Dian seperti Metro mini ngejar setoran. Dian temanku jaman SMA dulu."Ho'oh napa emang!" mimpi apa semalam, bisa punya masalah sama mereka lagi. "Ini lagi ngelamar kerja di sini? terima kaga?" tanyanya."Sebenarnya udah diterima sama Mas Dicky, katanya kasian tampangnya melas banget. Tapi ngaku-ngaku namanya Gugun. Mau gue kerjain, gak?" lanjutnya."Terserah elo dah, gue udah ga ada urusan sama dia. Mau Lo jadiin pepes juga silahkan," jawabku. Dian malah ketawa ngakak."Yakiin ikhlas niih?" godanya."Ah Lo, cuma mau laporin itu doang? gue lagi nanggung, nih!" candaku sambil melirik mas Reza. lelaki itu meletakkan telunjuknya dibibir, ssst! Aku terkekeh."Pagi dinas juga, Neng?"ledek Dian.Aku membalas dengan tawa begitu juga Dian. Setelah telepon dimatikan aku mendekati Mas Reza."Mas, tolong anterin aku ke rumah Rusmini dong, Mas..." kataku merajuk."Mau ngapain?" katanya heran."Ada sesuatu yang ingin aku samp
"Sayang, hari ini ga kerumah sakit?" kataku membangunkan Mas Reza."Hmmm..aku mau ngabisin hari bersama mu aja sayang, takut dede utun nanti kangen sama Papa nya," jawab Mas Reza sambil menarikku dalam pelukan dan mengusap perutku yang masih rata. Sssttt ada si si"Udah ga mabok?" tanyanya lagi.Aku menggeleng, entah kenapa setiap ada dia morning sickness yang kurasakan selalu menghilang, ajaib.Tok tok tok tok"Non, ada tamu?" Sesi romantis-romantisan itu terjeda oleh suara ketukan dari luar. Aku bangkit dan membuka pintu."Siapa Mbok?" tanyaku."Itu Non, si ulat bulu?" aku mengernyitkan dahi."Ada apa dia pagi-pagi kesini?" gumamku."Mau tak kasih ramuan cinta lagi ga, Non?"kata Mbok Yuna tersenyum jahat.Aku ikut tersenyum jahat, "Sabar Mbok, kita lihat tujuan nya kesini, mau ngajak perang apa mau genjatan senjata,"Mbok Yuna mengacungkan jempolnya padaku. "Aku ganti baju dulu Mbok," aku masuk kembali ke dalam, mengganti baju dengan pakaian yang lebih tertutup, takut di ulat bul
Akupun bangkit kembali, memaksakan badan yang sebenarnya sudah sangat lelah.Aku pura-pura menyapu lantai yang sudah bersih, yang penting terlihat bekerja."Mas, daripada buang-buang tenaga menyapu yang sudah bersih, hayu ikut saya!" suara lembut namun tegas itu mengangetkanku. Dia melangkah cepat di depanku. Mau tak mau aku pun mengikuti dari belakang.Pasti mau diajak makan siang nih, secara sebentar lagi sudah waktunya istirahat. Tapi kok arahnya ke toilet, jangan jangan..."Bersihkan ini dulu, sampai waktu istirahat ya!" katanya tanpa pri-kekasihanan.Ya ampun dah seperti dapat hidangan pembuka, hueeeek!"Tapi Mbak eh Bu!" aku ingin membantah, tapi wanita itu menatapku tajam. Ga jadi ah!"Siap Bu!" akhirnya itu kata yang keluar dari mulutku. Asem! malah nyikat toilet!Istirahat tiba, aku bergegas berlari keluar pusat perbelanjaan itu. Mana kuat aku makan didalam, bisa-bisa aku pulang jalan kaki.Saat hendak menyebrang mau ke warung makan, sekilas aku melihat Dita dan suaminya lewa
Dan benar saja suara perempuan yang aku dengar benar-benar perempuan, bukan perempuan jadi-jadian kayak si lucintakutidak.Mataku terpana, seorang wanita cantik, putih, langsing dan punya lesung pipi pada kedua pipi nya itu tersenyum hangat padaku."Silahkan Masuk, ada yang bisa saya bantu?" katanya ramah.Mulutku masih mengaga, ups."Ma-maaf Mbak Dian, benar ini Mbak Dian kan?" kataku gugup."Benar saya Dian? kok tau?" "Karena Dian-tara banyak wanita yang kutemui hanya kamu yang paling menarik hati," uhuk jurus pertama.Wanita bernama Dian itu tersenyum manis."Ah, bisa aja. Mas ini siapa dan keperluannya apa?" tanyanya"Saya sudah diterima sebagai CS di sini oleh Pak Dicky, Mbak. Pak Dicky minta saya menemui Mbak, minta seragam, name tag juga kalau boleh minta hati nya walau sepotek," aku menunduk, pura-pura malu, Jurus kedua!Wanita itu terkekeh geli."Oh, begitu.. Saya siapkan dulu ya!" katanya lalu beranjak meninggalkanku.Aku tersipu, hilang Dita, datanglah Dian. Nasib baik mas